Anda di halaman 1dari 34

HUKUM KELUARGA

Dan
HUKUM WARIS

Indah Febriani
Theta Murty
HUKUM KELUARGA

Hukum yang mengatur hubungan hukum antara


para subjek hukum dalam lingkungan keluarga.
Ruang Lingkup hukum keluarga :

1. Perkawinan
2. Keturunan
3. Kekuasaan orang tua
4. Perwalian
5. Pendewasaan
6. Pengampuan
7. Orang hilang
Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara
seorang pria dengan seorang wanita untuk
membentuk rumah tangga yang kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari
pengertian tersebut dapat diketahui bahwa
perkawinan yang diakui di Indonesia adalah
perkawinan yang terjadi antara sorang pria
dengan seorang wanita (heteroseksual) dan tidak
mengakui adanya perkawinan sejenis
(homoseksual). Selain itu tujuan perkawinan
adalah membentuk rumah tangga yang kekal,
sehingga perkawinan yang dilaksanakan dengan
batas waktu juga tidak diakui di Indonesia.
Pengaturan Perkawinan di Indonesia

Perihal perkawinan di Indonesia diatur dalam


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan jo Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974.
Isi UU No. 1 Tahun 1974 ; Terdiri dari XIV Bab :

1. Dasar perkawinan
2. Syarat-sayrat perkawinan
3. Pencegahan perkawinan
4. Batalnya perkawinan
5. Perjanjian perkawinan
6. Hak dan kewajiban suami istri
7. Harta benda dalam perkawinan
8. Putusnya perkawinan serta akibatnya
9. Kedudukan anak
10.Hak dan kewajian orang tua dan anak
11.Perwalian
12.Ketentuan lain ( (1) pembuktian asal usul anak, (2)
perkawinan di luar Indonesia, (3) perkawinan campuran,
dan (4) pengadilan
13.Ketentuan Peralihan
14.Ktentuan penutup
Syarat Perkawinan
Suatu perkawinan adalah sah apabila memenuhi syarat :
1. Dilakukan berdasarkan agama dan kepercayaan
2. Dicatatkan secara administrasi negara

Asas-Asas Perkawinan
1. Dasar tujuan perkawinan adalah ikatan lahir bathin
antara pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa;
2. Sahnya perkawinan berdasarkan hukum masing-masing
agam dan kepercayaan, sehingga tiap-tiap perkawinan
yang sah dapat dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku = tidak ada perkawinan di luar
hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu;
Lanjt..
4. Asas monogami, dimana seorang pria hanya boleh
memiliki seorang istri dan seorang wanita hanya boleh
memiliki seorang suami. Asas ini memiliki pengecualian
dimanaseorang suami dapat menikah lagi setelah
mendapat izin dari pengadilan, dan pengadilan dapat
memberi izin setelah terpenuhinya beberapa syarat yaitu
istri tidak dapat melahirkan, istri mendapat cacat badan,
dan istri mengidap penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
5. Calon suami isteri harus masak jiwanya untuk dapat
melangsungkan perkawinan;
6. Mempersukar terjadinya perceraian;
7. Hak dan kewajiban suami isteri adalah seimbang baik
dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam
pergaulan hidup di masyarakat.
Putusnya Perkawinan
Meskipun pada prinsipnya perkawinan bertujuan membantuk
keluarg yang kekal, namun tidak tertutup kemungkinan suatu
perkawinan dapat putus. Putusnya perkawinan dapat disebabkan
oleh dua hal yaitu :
1. Kematian salah satu pihak suami atau istri
2. Karena perceraian

Perceraian dapat terjadi apabila terpenuhi syarat sebagai berikut :


1. Salah satu pihak (suami atau istri) terbukti berzina
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lainj selama 2 tahun
berturut-turut
3. Salah satu pihak dihukum minimal 5 tahun
4. Salah satu pihak melakukan kekerasan terhadap ihak lain
5. Salah satu pihak mengalami cacat badan
6. Antara suami dan istri terjadi perselisihan yang terus menerus.
Keturunan

Keturunan menyangkut asal usul seorang anak.


Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan
dengan akte kelahiran yang autentik, yang
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Jika
akte kelahiran tidak ada, maka pengadilan dapat
mengeluarakan penetapan tentang asal usul
anak, setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti
berdassarkan bukti-bukti yang memenuhi
syarat. Berdasarkan penetapan itu, instansi
yang berwenang dapat mengeluarkan akte
kelahiran bagi anak yang bersangkutan.
Perihal kedudukan anak diatur dalam pasal 42
UU Perkawinan yaitu anak sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah. Seorang anak yang
dilahirkan di luar perkawinan yang sah hanya
mempunyai hubungan keperdataan dengan
ibunya. Seorang suami dapat menyangkal sahnya
anak yang dilahirkan isterinya bila dia dapat
membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan
anak tersebut adalah hasil dari perzinahan itu.
Sah atau tidaknya kedudukan seorang anak
ditetapkan oleh pengadilan.
Kekuasaan Orang Tua (Ouderlijke Macht)

Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak


dengan sebaik-baiknya, dari anak tersebut lahir, sampai
si anak kawin atau dapat berdiri sendiri, meskipun
perkawinan orang tua telah putus. Sebaliknya, jika si
anak telah dewasa, maka menurut kemampuannya dia
wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis
lurus ke atas apabila mereka memerlukan bantuannya.
Seorang anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau
belum pernah menikah berada dalam kekuasaan orang
tua, dan orang tua mewakili segala perbuatan hukum si
anak di dalam dan di luar pengadilan.
Kekuasaan orang tua dapat dicabut jika :
1. Sangat melalaikan kewajiban terhadap anak;
dan
2. Orang tua berkelalkuan buruk sekali.

Pihak-pihak yang dapat mengajukan pencabutan


kekuasaan orang tua adalah :
1. Orang tua yang lain
2. Keluaraga anak dalam garis lurus ke atas
3. Saudara kandung yang telah dewasa; dan
4. Pejabat yang berwenang
Namun demikian, meskipun kekuasaan orang tua
telah dicabut, orang tua tetap memiliki kewajiban
untuk memberikan biaya pemeliharaan kepada
anak.
Perwalian (Vogdig)
Seorang anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau
belum pernah menikah, yang tidak berada di bawah
kekuasaan orang tua, berada di dalam kekuasaan wali
yang menyangkut pribadi si anak tersebut maupun harta
bendanya.

Perihal Wali diatur dalam pasal 51 UU No 1 Tahun 1974


yang mengatur bahwa :
1. Wali dpat ditunjuk oleh satu orang tua yang
menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia
meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan
dihadapan dua orang saksi;
2. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak
tersebut atau orang lain yang sudah dewasa,
berpikiran sehat, adil, jujur, dan berkelakuan baik;
3. Wali wajib mengurus anak yang berada di
bawah penguasaannya dan harta bendanya
sebaik-baiknya dengan menghormati agama
dan kepercayaan anak tersebut;
4. Wali wajib membuat daftar harta benda anak
yang berada di bawah kekuasaanya dan
mencatat semua perubahannya; dan
5. Wali bertanggung jawab tentang harta benda
anak yang berada di bawah perwaliannya
serta kerugian yang ditimbulkan karena
kesalahan dan kelalaiannya.
Kekuasaan wali dapat dicabut jika :
1. Sangat melalaikan kewajibanya, dan
2. Berkelakuan sangat buruk.

Wali wajib mengganti kerugian jika ia


menyebabkan kerugian terhadap harta benda
anak yang berada di bawah perwaliannya
berdasarkan putusan pengadilan.
Pendewasaan (Handlichting)

Suatu pernyataan bahwa seseorang yang belum


mencapai usia dewasa secara penuh atau untuk
beberapa hal tertentu dipersamakan denga
seseorang yang telah dewasa. Permohonan
pendewasaan dijukan kepada Presiden dan
Presiden membuat Keputusan dengan
pertimbangan serta nasehat dari Mahkamah
Agung.
Lanj..

Khusus untuk perkawinan, selama yang


bersangkutan belum mencapai usia 21
tahun, tetap diperlukan izin dari orang
tua. Pernyataan pendewasaaan dilakukan
untuk beberapa hal saja, misalnya untuk
mengurus perusahaan.
Pengampuan/Curatele
Adalah lembaga yang melaksanakan pengurusan kepentingan orang
yang telah dewasa tetapi tidak memiliki kemampuan untuk
melakukan sendiri kepengurusan harta dan kepentingannya.
Orang yang telah dewasa dapat diletakan di bawah pengampuan
(curatele), dengan alasan :
1. Sakit igatan;
2. Mengabaikan harta benda; dan
3. Orang yang menganggap dirinya kurang mampu untuk
mengurus kepentingan-kepetingannya sendiri.
Yang berhak memintakan pengampuan :
1. Dalam hal seorang lupa ingatan , dapat diminta oleh : (1) setiap
anggota keluarga, (2) suami atau isteri, dan (3) jaksa = apabila
orang tadi membahayakan umum.
2. Dalam hal seseorang terlalu mengobralkan harta kekayaan,
dapat dimintakan oleh : (1) anggota keluarga yang sangat , dan
(2) suami atau isteri.
3. Dalam hal seorang merasa tidak mampu ; dia sendiri.
Lanj..

Permintaan untuk diletakkan di bawah pengampuan harus


diajukan ke pengadilan , dan keputusan pengadilan harus
diumumkan dalam berita negara. Atas keputusan
pengadilan tersebut, seseorang yang diletakan di bawah
pengampuan dapat mengajukan banding.

Kedudukan seseorang yang berada di bawah pengampuan


adalah seperti orang yang belum dewasa. Akan tetapi
bagi seseorang yang karena terlalu mengobralkan harta
kekayaan tersebut diletakan di bawah pengampuan,
masih dapat membuat surat wasiat dan menikah (untuk
hal yang terakhir ini dia harus mendapat izin dan bantuan
kurator serta balai harta peninggalan)
Orang Hilang
Jika seseorang meninggalkan tempat tanpa memberikan
kuasa untuk mengurus kepentingan-kepentingannya. Kalau
ada kebutuhan untuk mengurus kepentingan-kepentngan
tersebut, maka hakim dapat memerintahkan kepada Balai
Harta peninggalan untuk menguruskan harta bendanya
tersebut atas dasar permintaan :
1. orang-orang yang berkepentingan; dan
2. Jaksa
Orang yang meninggalkan tempat sebagaimana di atas
dapat dianggap telah meninggal jika :
1. Setelah lima tahun meninggalkan tempat tanpa
meninggalkan kuasa untuk mengurus kepentigan-
kepentingannya;
2. Setelah sepuluh tahun, bila dia meninggalkan atau
memberikan kuasa.
Adopsi / Adoptie
Adopsi adalah suatu lembaga hukum yang menyebabkan
seseorang beralih dari hubungan suatu keluarga ke hubungan
keluarga lain, sehingga timbul hubungan-hubungan hukum
yang sama atau sebagian sama dengan hubungan antara anak
yang sah dengan orang tua nya (J.A. Nota).
Dalam hukum perdata adat, adopsi atau pengangkatan anak
merupakan suatu perbuatan yang bersifat terang (dilakukan
oleh pejabat hukum), dan tunai (dibayar secara “magis”).
Dalam hukum perdata adat, terdapat pembedaan antara
dua bentuk adopsi yaitu :

1. Adopsi umum atau mengangkat anak, yan g terdiri dari :


a. Terang dan tunai, contoh anak peras di Bali
b. Terang saja, misalnya anak angkat di kalangan masyarakat
Pasemah
c. Tunai saja, misalnya anak pedot di kalangan orang Jawa
d. Tidak terang dan tidak tunai, misalnya anak piara

2. Adopsi Khusus, yang terdiri dari :


a. Pengangkatan seseorang luar menjadi warga suatu clan
b. Mengangkat anak tiri menjadi anak kandung
c. Mengangkat derajat anak (semula anak selir)
Syarat Adopsi
Adopsi atau pengangkatan anak harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Pihak yang mengangkat anak haruslah sudah kawin
2. Pihak yang mengangkat anak minimal telah kawin 5
tahun
3. Memiliki kondisi sosial ekonomi yang mantap
4. Jika yang bersangkuta adalah WNA maka harus ada
persetujuan dari negaranya
5. Pengangkat anak harus memiliki kelakuan baik
6. Jia yang bersangkutan WNA baru boleh mengangkat
anak setelah tinggal di Indonesia minimal 7 tahun
7. Telah merawat anak yang akan diadopsi selama 6 bulan

Untuk legalitas dan kepastian hukumnya, maka


pengangkatan anak harus dilakukan melalui putusan
pengadilan.
HUKUM WARIS
Pengertian :
Hukum yang mengatur hubungan hukum antara pewaris dan
ahli waris dengan harta warisan. Dalam hukum perdata
barat, hukum waris mengenal hak dari tiap ahli waris atas
bagian-bagian tertentu dri harta peninggalan yang
merupakan satu kesatuan abstrak. Kesatuan abstrak
tersebut dapat dinilai dengan sejumlah uang yang terentu
banyaknya, dan harta peninggalan tersebut dapat dibagi ke
dalam pecahan atas dasar ilmu hutang menurut perhitungan
pada saat meninggalnya pewaris (aflater).
Hukum Waris Menurut Hukum Adat :

Dalam hukum perdata adat, hukum waris memuat


peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan
serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-
barang tidak berwujud benda (immateriele goedern) dari
satu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya.
Proses mewaris telah dimulai pada saat orang tua masih
hidup, oleh karena itu dalam hukum perdata adat,
meniggalnya orang tua tidak mempengaruhi proses
penerusan dan pengoperan harta benda dan harta bukan
benda secara radikal (mendasar).
Pengaruh Garis Keturunan Dalam Prinsip
Pembagian Waris Dalam Hukum Adat di
Indonesia :

Hukum waris adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh


prinsi garis keturunan yang berlaku pada masyarakat
yang bersangkutan. Prinsip yang dimaksud bisa merpakan
prinsip patrilinel murni, patrilineal beralih-alih (alterened),
dan matrilineal ataupun bilateral dan ada juga prinsip
unilateral berganda atau dubble-unilateral. Prinsip garis
keturunan ini terutama berpengaruh terhadap penetapan
ahli waris maupun bagian harta peninggalan yang
diwariskan (baik yang meteriel maupun immateriel).
Sistem Kewarisan Dalam Hukum Adat :

Hukum waris menurut adat mengenal adanya tiga sistem


kewarisan yaitu :
1. Sistem kewarisan individual yang merupakan sistem
kewarisan dimana para ahli waris mewaris secara
perseorangan harta peningalan yang dapat dibagi-
bagikan pemilikannya secara individual kepada (para)
ahli waris. Sistem ini lazim dilakukan di kalangan orang
Tapanuli, Jawa, dan lain-lain;
2. Sistem kewarisan kolektif, dimana para ahli waris secara
kolektif (bersama-sama) mewaris harta peninggalan
yang tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada
masing-masing ahli waris. Sistem ini juga lazim dijumpai
di Minangkabau.; dan
Lanj…
3. Sistem kewarisan mayorat :

a. Mayorat laki-laki, apabila anak laki-laki tertua pada


saat pewaris meninggal atau anak laki-laki sulung
(atau keturunan laki-laki) merupakan ahli waris
tunggal, misalnya di Lampung; dan
b. Mayorat perempuan, yaitu apabila anak perempuan
tertua pada saat pewaris meninggal, adalah ahli
waris tunggal. Misalnya pada masayarakat
Semendo.
Hubungan Antara Sistem Kewarisan
Dengan Prinsip Garis Keturunan :
Sifat individuil ataupun kolektif ataupun mayorat dalam
suatu hukum kewarisan tidak perlu menunjuk kepada
bentuk masyarakat dimana hukum kewarisan itu berlaku,
sebab sistem kewarisan yang individual bukan saja dapat
ditemui dalam masyarakat yang bilateral, tetapi juga dapat
ditemui dalam masyarakat yang patrilineal seperti di Tanah
Batak, bahkan di Tanah Batak itu di sana-sini mungkin juga
dijumpai sistem mayorat dan sistem kolektif yang terbatas,
dengan demikian sistem mayorat itu, selain dalam
masyarakat patrilineal yang beralih-alih di Tanah Semendo,
dijumpai pula pada masyarakat bilateral orang Dayak di
Kalimantan barat, sedangkan sistem kolektif itu dalam
batas-batas tertentu malahan dapat pula dijumpai dalam
masyarakat yang bilateral seperti di Minahasa Sulawesi
Utara.
Penentuan Ahli Waris Dalam Hukum Adat :
Menurut hukum perdata adat, penentuan siapa yang menjadi
ahli wars dilakukan dengan melihat dua macam garis pokok,
yaitu :
1. Garis pokok keutamaan; dan
2. Garis pokok penggantian
Garis pokok keutamaan adalah garis hukum yang menentukan
urutan-urutan keutamaan di antara golongan-golongan dalam
keluarga pewaris, dengan pengertian bahwa golongan yang satu
lebih diutamakan daripada golongan yang lain. Dengan garis pokok
keutamaan tadi, maka orang-orang yang mempunyai hubungan
darah dibagi ke dalam golongan-golongan sebagai berikut :
1. Kelompok keutamaan I : keturunan pewaris
2. Kelompok keutamaan II : orang tua pewaris
3. Kelompok Keutamaan III : saudara-saudara pewaris dan
keturunannya
4. Kelompok keutamaan IV : kakek dan nenek pewaris
5. Dan seterusnya
Lanjt..
Garis pokok penggantian adalah garis hukum yang bertujuan
untuk menentukan siapa di antara orang-orang di dalam
kelompok keutamaan tetentu tampil sebagai ahli waris, yang
sungguh-sungguh menjadi ahli waris adalah :
1. Orang yang tidak mempunyai penghubung dengan
pewaris, dan
2. Orang yang tidak ada lagi penghubungnya dengan pewaris.

Di dalam pelaksanaan penetuan para ahli waris dengan


mempergunakan garis-garis pokok keutamaan dan
penggantian, harus diperhatikan dengan seksama prinsip-
prinsip garis keturunan yang dianut oleh suatu masyarakat
tertentu. Dengan demikian juga harus diperhatikan
kedudukan pewaris, misalnya ; bujang, gadis, janda, duda,
dan seterusnya.
Pewaris :

Menurut Perdata Barat : ditentukan oleh


undang-undang dan surat wasiat
Menurut Perdata Adat : keluarga,
sedarag, se clan , dengan pengecualian pada
anak angkat (terang dan tunai) yang dapat
mewarisi harta bersama orang tua
angkatnya
Harta Yang Dibagi:

Harta peninggalan setelah dikurangi


dengan segala biaya pengurusan
kepentingan almarhum/a mulai dari dia
sakit sampai pengurusan jenazah, dan
hutang-hutang almarhum/a

Anda mungkin juga menyukai