Anda di halaman 1dari 6

PUTUSNYA PERKAWINAN

UU.No. 1 th 1974 ( Pasal 38 – 41 )


Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian
b. Perceraian
c. Keputusan pengadilan
Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
Disamping itu harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri itu
tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri, yaitu :
1. Salah satu pihak berbuat zina.
2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 tahun tanpa izin
dan tanpa alasan.
3. Mendapat hukuman 5 tahun atau lebih setelah perkawinan
berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami atau isteri.
6. Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Perjanjian Perkawinan

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (Pasal 29) :

- Dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan oleh kedua


calon mempelai secara tertulis.
- Disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan
- Tidak boleh melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan
- Berlaku sejak perkawinan dilangsungkan
- Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah,
kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak dan tidak merugikan pihak
ketiga.

KUH Perdata/BW : Pasal 139-198


- Dibuat secara tertulis di hadapan notaris sebelum perkawinan berlangsung
- Tidak boleh dilakukan perubahan selama perkawinan
- Didaftarkan pada panitera PN

Perjanjian perkawinan yang banyak dipakai :

1. Percampuran laba rugi (gemeenschap van wints en verlies) :


Masing-masing pihak tetap memiliki harta bawaannya dan harta benda yang
diperoleh secara cuma-cuma selama perkawinan dan semua hasil yang
diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, juga biaya hidup dan
kerugian yang terjadi selama perkawinan ditanggung bersama suami istri itu.
2. Percampuran pengasilan (gemeenschap van vruchten en inkomsten)
Percampuran hanya dapat diterima dalam hal terjadi keuntungan, sedangkan
kerugian tidak, semua kerugian menjadi beban suami, istri hanya
bertanggung jawab atas utangnya sendiri, tidak bertanggung jawab atas
utang suami, semua kerugian menjadi tanggungjawab suami.

Hak dan Kewajiban Antara Orang Tua dan Anak


(Pasal 45-49 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974)

- Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan
sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri.
- Anak wajib menghormati orang tua dan jika telah dewasa ia wajib
memelihara menurut kemampuannya bila mereka memerlukan bantuan.
- Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tua selama
mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
- Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap
seorang anak apabila :
a. Sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya.
b. Berkelakuan sangat buruk.
- Pencabutan kekuasaan orang tua dapat dimintakan oleh :
a. Orang tua yang lain
b. Keluarga dalam garis lurus ke atas
c. Saudara kandung yang telah dewasa
d. Pejabat yang berwenang
Kekuasaan orang tua berakhir apabila :
a. Anak menjadi dewasa
b. Si anak meninggal dunia
c. Perkawinan orang tua putus
d. Kekuasaan orang tua dicabut oleh hakim

Perwalian (Voogdij)

Diatur dalam Pasal 50-54 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Perwalian adalah pengurusan dan pengawasan atas diri dan harta anak yang belum
dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua.
Perwalian ada 3 macam :
1. Perwalian menurut undang-undang (wettelijk voogdij) adalah perwalian
yang dilakukan oleh suami/istri yang hidup terlama.
2. Perwalian menurut wasiat (testamentair voogdij) adalah perwalian yang
ditunjuk oleh ibu/bapa si anak dengan surat wasiat/akte notaris.
3. Perwalian yang diangkat oleh hakim (datieve voogdij) adalah perwalian
yang dilakukan terhadap anak di bawah umur yang tidak berada di bawah
kekuasaan , juga tidak punya wali.

Pengampuan (curatele) :

- Perwalian yang dilakukan terhadap seseorang yang karena sesuatu hal tidak dapat
melakukan perbuatan hukum. Misalnya orang dung, gila, mata gelap, boros,
pemabuk.
- Orang yang ditaruh di bawah pengampuan disebut curandus
- Pengampunya disebut curator.
- Kedudukan orang yang ditaruh di bawah pengampuan sama dengan orang di
bawah umur, jadi dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

KETURUNAN

Keturunan adalah anak yang dilahirkan oleh suatu keluarga yang akan
meneruskan hak dan kewajiban orang tua di dalam keluarga.
Menurut KUH Perdata/BW :
Anak sah adalah anak yang dilahirkan dari suatu perkawinan yang sah (wettig
kind).
Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan (natuurlijke
kind).
Macam-macam anak luar menurut KUH Perdata/BW :
1. Anak sah
2. Anak luar kawin :
a. Anak luar kawin yang diakui
b. Anak luar kawin yang tidak diakui
c. Anak zina
d. Anak sumbang
Bila seorang anak lahir di luar kawin dalam BW, maka tidak begitu saja terjadi
hubungan kekeluargaan antara anak tersebut dengan orang tuanya. Pertalian
keluarga baru timbul bila ada pengakuan dari orang tua (erkenning). Bila orang tua
melakukan pengakuan terhadap anak tersebut, maka timbul hubungan perdata
antara anak tersebut dengan orang tuanya. Jadi anak luar kawin tidak ada hubungan
hokum dengan orang tuanya, kecuali bila orang tuanya mengakui.

Cara pengakuan anak menurut BW :


- harus dilakukan di depan pegawai Catatan Sipil dan pegawai tersebut
melakukannya dengan memberi akta tersendiri atau
- Dicatatkan oleh pegawai Catatan Sipil dalam akte kelahirannya bahwa ia
sudah diakui atau
- Mencatatkan di dalam akta perkawinan orang tuanya atau.
- Dilakukan dengan akta notaris.
Akibat hukum dari pengakuan : timbul hubungan perdata antara bapak/ibu yang
mengakuinya dengan anak tersebut.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
(Pasal 42-44)
Pasal 42 : Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan.
Pasal 43 : Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Pasal 44 ayau (1) : Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan
oleh istrinya apabila ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak
itu akibat dari perzinaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai