Anda di halaman 1dari 15

PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN

Kelompok 5 :
1. Ivon Stefhanie Walean_ D10122129
2. Mahrus Ali Faqih_D10122681
3. Suci Cahya Ningsih_D10122639
4. Rendi Setiawan_D10122573
5. Ramdani guntur dwi saputra_D10122765
6. Irene Prisilia Toripalu_D10121198
7. Farhan Dwi Daffa_D10122456
8. irmayanti_D10122657
9. Nur aeni Haris_D10122737
1. Pengertian Pencegahan dan pembatalan perkawinan

Pencegahan perkawinan merupakan tindakan agar perkawinan


tidak terlaksana (perkawinan belum terjadi). Perceraian
merupakan pembubaran perkawinan yang sah dan telah ada
(perkawinan itu sudah terjadi), baik atas persetujuan bersama
atau atas permintaan salah satu pihak.

Sedangkan pada pembatalan perkawinan, bahwa perkawinan


itu telah terjadi akan tetapi di belakang hari baru diketahui
terdapat kekurangan-kekurangan yang menyangkut persyaratan
yang ditentukan oleh aturan perundang-undangan
pembatalan perkawinan dapat diajukan oleh :
1. Suami/isteri dari perkawinan yang dahulu.
2. Suami dan isteri dari perkawinan yang sekarang.
3. Keluarga sedarah dalam garis ke atas.
4. Siapa saja yang berkepentingan atas kebatalan perkawinan
tersebut, termasuk oleh anak-anak dari perkawinan pertama.
5. Kejaksaan.

Dalam hal seorang dari suami/isteri ditaruh di bawah


pengampuan – karena kurang sehat pikirannya, pembatalan
perkawinan dapat diajukan oleh :
1. Keluarganya se darah dalam garis ke atas.
2. Saudara-saudaranya, paman-pamannya dan bibi-bibinya.
3. Pengampunya.
4. Kejaksaan.

Jika belum mencapai umur yang disyaratkan, maka pembatalan


perkawinan dapat diajukan oleh :
1. Orang yang belum mencapai umur itu.
2. Kejaksaan.
Pasal 89 memberi penegasan, ketentuan tersebut tidak berlaku
jika pada waktu tuntutan pembatalann diajukan ke muka
Hakim, suami atau isteri tersebut atau keduanya telah
mencapai umur yang disyaratkan. Dan jika si isteri meskipun
belum mencapai umur telah mengandung.
Dalam hal perkawinan terjadi karena pelanggaran terhadap
Pasal 30, 31, 32 dan 33, yakni hal-hal yang mengatur larangan
perkawinan karena pertalian keluarga, karena berzina,
perkawinan lagi sebelum lewat waktu 1 tahun dari perceraian,
atau perkawinan yang ketiga kalinya dengan orang yang sama,
maka pembatalan perkawinan tersebut dapat diajukan oleh :
1. Suami atau isteri itu sendiri.
2. Keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas.
3. Mereka yang berkepentingan atas pembatalan itu.
4. Kejaksaan.
Dalam hal perkawinan terjadi tanpa izin dari orang yang
seharusnya memberi izin perkawinan, pembatalan perkawinan
. dapat diajukan oleh orang yang harus memberi izin tersebut.
Meski demikian, jika orang yang seharusnya memberi izin itu
dengan tegas atau diam-diam menyetujui perkawinan tersebut,
atau jika telah lewat 6 bulan tidak ada penentangan setelah
orang itu mengetahui adanya perkawinan, maka dia tidak
diperbolehkan lagi mengajukan tuntutan pembatalan.
Dalam hal dilangsungkan di hadapan Pegawai Catatan Sipil yang
tidak berwenang, atau tidak dihadiri oleh sejumlah saksi yang
dipersyaratkan, maka pembatalan perkawinan tersebut dapat
diajukan oleh :
1. Suami/isteri itu sendiri.
2. Keluarga sedarah dalam garis ke atas.
3. Wali (wali pengawas).
4. Mereka yang berkepentingan.
5. Kejaksaan.
Namun demikian, Pasal 92 memberikan peluang kepada Hakim
untuk mencari solusi bukan pembatalan dalam hal terjadi
pelanggaran Pasal 70 (tentang bukti penghapusan pencegahan
perkawinan berupa putusan Hakim) sepanjang mengenai
keadaan saksi-saksi. Demikian juga, dalam hal terjadi
perkawinan tanpa adanya kebebasan kata sepakat antara suami
isteri atau kerena terjadi “error in persona” dalam perkawinan
tersebut, maka Pasal 87 menegaskan, tuntutan pembatalan itu
tidak dapat diterima jika suami isteri itu telah hidup berumah
tangga secara berturut-turut tiga bulan lamanya, sejak suami
isteri itu memperoleh kebebasannya dengan penuh dan
semenjak kekhilafan “error in persona” itu diketahui.
Suatu perkawinan, walaupun sudah dibatalkan, tetap
mempunyai segala akibat perdata, baik terhadap suami isteri,
maupun terhadap anak-anak mereka sepanjang perkawinan
tersebut dilakukan dengan itikad baik (Pasal 95). Tetapi jika
itikad baik tersebut hanya ada pada satu orang saja dari suami-
isteri tersebut, maka perkawinan tersebut hanya mempunyai
akibat-akibat perdata yang menguntungkan bagi yang beritikad
baik saja berikut anak-anaknya yang lahir dari perkawinan itu
Alasan-alasan pembatalan perkawinan dalam UU Nomor 1
Tahun 1974, secara limitatif diatur dalam Pasal 22 sampai 28,
dan Pasal 37 dan 38 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974.
Dari pasal-pasal di atas, dapat dirinci bahwa suatu perkawinan
dapat dibatalkan apabila :Para pihak tidak memenuhi syarat-
syarat untuk melangsungkan perkawinan.
subjek yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan dapat
diklassifikasikan sebagai berikut :
1. Perkawinan yang pembatalannya dapat diajukan oleh para
keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau
isteri, yakni dalam hal :
a. Para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
b. Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat
perkawinan yang tidak berwenang.
c. Perkawinan dengan wali nikah yang tidak sah.
d. Perkawinan yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 orang
saksi.
e. Perkawinan poligami tanpa izin Pengadilan.
f. Salah satu pihak masih terikat dengan perkawinan yang
lain.
g. Melanggar batas minimal umur perkawinan.
2. Perkawinan yang pembatalannya dapat diajukan oleh pihak
suami atau isteri, yakni dalam hal :
a. Para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melaangsungkan perkawinan.
b. Adanya perkawinan dimana salah satu pihak masih terikat
dengan perkawinan yang lain.
2. Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat 3.
3. perkawinan yang tidak berwenang.
4. Perkawinan tanpa wali atau dengan wali nikah yang tidak
sah.
5. Perkawinan yang dilangsungkan tanpa dihadiri 2 orang saksi.
6. Perkawinan yang dilangsungkan di bawah ancaman yang
melanggar hukum, atau karena terjadi salah sangka atau
penipuan mengenai diri suami atau isteri.
7. Perkawinan yang pembatalannya dapat diajukan oleh
pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan
menurut Undang-Undang.
8. Perkawinan yang pembatalannya dapat diajukan oleh jaksa,
dalam hal perkawinan
1. Dilangsungkan di muka pegawai pencatat nikah yang tidak
berwenang.
2. Perkawinan dengan wali nikah yang tidak sah.
3. Perkawinan yang dilangsungkan tanpa dihadiri 2 orang saksi
Pencegahan perkawinan adalah
menghindari suatu perkawinan berdasarkan larangan hukum
islam yang diundangkan.
Pencegahan perkawinan dilakukan bila tidak terpenuhi dua
persyaratan ini. Pertama, syarat materiil adalah syarat yang
berkaitan dengan pencatatan perkawinan, akta nikah, dan
larangan perkawinan. Kedua, syarat administratif adalah syarat
perkawinan yang melekat pada setiap rukun perkawinan, yang
meliputi calon mempelai laki-laki dan wanita, saksi, wali, dan
pelaksanaan akad nikahnya.
a. Perspektif UU No. 1/1974
Pencegahan perkawinan diatur dalam UU No. 1/1974 dalam
pasal 13 yang berbunyi:
“Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak
yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.”
Tidak memenuhi persyaratan seperti yang dimaksud didalam
ayat diatas mengacu kepada dua hal yaitu syarat administratif
dan syarat materiil. Syarat administratif berhubungan
dengan administratif perkawinan pada bagian tata cara
perkawinan. Adapun syarat materiil menyangkut hal-hal
mendasar seperti larangan perkawinan.
mekanisme yang ditempuh bagi pihak-pihak yang akan
melakukan pencegahan adalah dengan cara mengajukan
pencegahan perkawinan ke pengadilan agama dalam daerah
hukum dimana perkawinan itu dilangsungkan dan
memberitahukannya kepada pegawai pencatat nikah.
Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan menarik
kembali permohonan pencegahan yang telah dimasukkan ke
pengadilan agama oleh yang mencegah atau dengan putusan
pengadilan agama,
Perkawinan dapat dicegah bila salah seorang ataupun kedua
calon pengantin masih terikat dalam perkawinan dengan orang
lain (pencegahan ini tidak termasuk bagi suami yang telah
mendapatkan dispensasi dari pengadilan untuk berpoligami)
dan seorang bekas istri yang masih dalam keadaan berlaku
waktu tunggu (iddah) baginya, begitu juga dengan mereka yang
belum mencapai umur 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi
wanita dapat dicegah untuk melangsungkan perkawinan
kecuali telah mendapat dispensasi dari pengadilan.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai