1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau isteri;
2. Suami atau isteri;
3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-
undang;
4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan
syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 67.
KESIMPULAN
Adik kandung ali (alm) mempunyai legal standing untuk mengajukan pembatalan
pernikahan hal ini berdasarkan Pasal 73 huruf d KHI, walaupun tidak secara jelas
disebutkan keluarga garis menyamping dapat mengajukan pembatalan perkawinan, namun
pada Pasal 73 huruf d terdapat frasa merujuk pasal 67 dan 62 Kompilasi Hukum Islam
tentang Pencegahan Perkawinan. Pada Pasal 62 KHI salah satu pihak yang dapat yang
mengajukan pencegahan perkawinan adalah saudara, oleh karena itu Adik kandung Ali
(alm) mempunyai legal standing untuk mengajukan pembatalan perkawinan.
Terkait perkara yang diajukan oleh Adik kandung Ali (alm) yang mengajukan Pembatalan
Perkawinan Istri dan (Ali alm) yang diajukan setelah 1 tahun kematian Ali (alm) padahal
selama masa perkawinan 17 tahun antara istri dan Ali (alm) tidak ada yang keberatan.
Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 385 K/AG/2009
tanggal 16 September 2009 menyatakan bahwa, “Pengajuan gugatan pembatalan nikah
yang diajukan setelah 6 bulan atau setelah suami meninggal maka hak untuk
mengajukan gugatan pembatalan nikah menjadi gugur sesuai dengan ketentuan Pasal
27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan”, maka
permohonan pembatalan perkawinan yang diajukan oleh adik kandung Ali (alm) dinyatakan
Tidak Dapat Diterima, karena pada gugatan adik kandung Ali (alm) cacat formil yaitu
telah kedaluarsa karena Ali telah meninggal dunia.