Anda di halaman 1dari 16

HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA

Posted on June 15, 2011


HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA
Pengertian Hak Atas Tanah Menurut UUPA
Pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa bumi air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam UUPA (pasal 1 ayat 2)
memberi wewenang kepada negara
untuk :
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum
(UUPA, pasal 4 ayat 1). pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan
tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada
diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini
dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Jenis jenis Hak Atas Tanah
1. Hak Milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Pakai
4. Hak Sewa
5. Hak Membuka Tanah
6. Hak Memungut Hasil Hutan
Hak Milik

Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah

Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak


milik dan syarat-syaratnya (bank Negara, perkumpulan koperasi pertanian,
badan keagamaan dan badan social)

Terjadinya hak milik, karena hukum adat dan Penetapan Pemerintah, serta
karena ketentuan undang-undang

Hak milik, setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain,
harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud
merupakan pembuktian yang kuat.

Hak Guna Usaha

Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,
guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan dengan jangka waktu
35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.
Sesudah jangka waktu dan perpanjangannya berakhir ke pemegang hak
dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama.

Diberikan paling sedikit luasnya 5 hektar, jika lebih dari 25 hektar harus
dikelola dengan investasi modal yang layak dnegan teknik perusahaan yang
baik sesuai dengan perkembangan zaman.

Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain

Hak Guna Usaha dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan Badan Hukum
yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah Tanah Negara

Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah

Hak Guna Usaha setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan


hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran
dimaksud merupakan pembuktian yang kuat

Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak
Tanggungan

Hak Guna Bangunan

Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai


bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, yang dapat
berupa tanah Negara, tanah hak pengelolaan, tanah hak milik orang lain
dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling
lama 20 tahun. Setelah berakhir jangka waktu dan perpanjangannya dapat
diberikan pembaharuan baru Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.

Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hak Guna Bangunan dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan Badan
Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia

Hak Guna Bangunan terjadi karena penetapan Pemerintah

Hak Guna Bangunan setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya


dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat.
Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang kuat

Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak
Tanggungan

Hak Pakai

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil


dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya
atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian
sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang

Hak pakai dapat diberikan :

1. Selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya


dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;
2. Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa
apapun.
3. Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang
mengandung unsur-unsur pemerasan.

Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :

1. Warga negara Indonesia


2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak
pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penjabat yang
berwenang.

Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak
jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Hak Sewa

lain,

Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah,
apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang
sebagai sewa.

Pembayaran uang sewa dapat dilakukan :

1. Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;


2. Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
3. Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh
disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah :

1. Warganegara Indonesia;
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia;
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan

Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh
warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan
sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.

Peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena


1. Jual beli
2. Tukar menukar
3. Penyertaan dalam modal
4. Hibah
5. Pewarisan
Hapusnya Hak Atas Tanah
1. Jangka waktu yang berakhir
2. Dibatalkan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang
tidak dipenuhi
3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegan haknya sebelum jangka waktunya
berakhir
4. Dicabut untuk kepentingan umum

5. Diterlantarkan
6. Tanahnya musnah
7. Beralih ke warganegara asing (khusus Hak Milik) atau badan hukum asing
(khusus HGU dan HGB)

sumber : UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR


POKOK-POKOK AGRARIA

HAK-HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA DAN PP. NO.40/1996


1. Hak Penguasaan Atas Tanah.
2. Hak-hak Atas Tanah yang bersifat tetap (pasal 16 UUPA)
- Hak Milik
- Hak Guna Usaha
- Hak Guna Bangunan
- Hak Pakai
- Hak Sewa
- Hak Membuka Tanah
- Hak Memungut Hasil Hutan
3. Hak-hak Atas Tanah yang bersifat sementara (pasal 53 UUPA)
- Hak Gadai
- Hak Usaha Bagi Hasil
- Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian
1. Hak Penguasaan Atas Tanah
Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau
larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanh yang di
hakinya. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang
merupagokan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolo ukur
pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum
Tanah.
Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga
beraspek privat dan publik. Penguasaaan dalam arti yuridis adalah penguasaan
yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi
kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang
dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil mamfaat dari
tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain. Ada juga penguasaan
yuridis, yang biarpun memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki
secara fisik, pada kenyataanya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain,
misalnya seseorang yang memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri
akan tetapi disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah

tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa
tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk
menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik, misalnya kreditor (bank)
pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan tanah secara
yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik
penguasaan tetap ada pada pemilik tanah. Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah
tersebut diatas dipakai dalam aspek privat atau keperdataan sedang penguasaan
yuridis yang beraspek publik dapat dilihat pada penguasaan atas tanah
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan pasal 2 UUPA.
Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah dibagi menjadi 2
(dua), yaitu:
1. Hak penguasaan atas tanah sebagai Lembaga Hukum.
Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan antara tanah dan orang atau
badan hukum tertentu sebgai pemegang haknya.
2. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret
Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan antara tanah tertentu sebagai
obyek dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang
haknya.
Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah Nasional,
adalah:
1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah.
Hak Bangsa Indonesia ats tanah ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang
tertinggi dan meliputi semua tanah yang adadalam wilayah negara, yang
merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak
penguasaan yang lain atas tanah (lihat pasal 1 ayata (1)-(3) UUPA.
2. Hak Menguasai dari Negara atas tanah.
Hak menguasai dari negara atas tnah bersumber pada Hak Bangsa Indonesia atas
tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenagan
bangsa yang mengandung unsur hukum publik. Tugas mengelola seluruh tnah
bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh seluruh Bangsa Indonesia, mka
dala penyelnggaraannya, Bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban
amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik
Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (lihat pasal 2 ayat (1) UUPA).
Isi wewenang hak menguasai dari negara atas tanah sebagaimana dimuat dalam
pasal 2 ayat (2) UUPA, adalah:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan
pemeliharaan tanah (lihat pasal 10, 14, 15 UUPA).
b. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang atau badan hukum
dengan tanah (lihat pasal 7, 16, 17, 53 UUPA).
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang atau badan
hukum dan perbuatan perbuatan hukum yang mengenai tanah (lihat pasal 19 Jo
PPNo. 24/1997)
Hak menguasai dari negara adalah pelimpahan wewenang publik oleh hak bangsa.
Konsekuensinya, kewenangan tersebut hanya bersifat publik semata. Tujuan hak

menguasai dari negara atas tanah, yatitu untuk mencapai sebesar-besar


kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan
dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang berdeka, berdaulat, adil dan
makmur (lihat pasal 2 ayat (3) UUPA).
3. Hak ulayat masyarakat Hukum adat.
Menurut pasal 1 Permen Aggraria/Kepala BPN No. 5/1999 tentang Pedoman
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yang dimaksud dengan
hak ulayat adalah kewenangan menurut adat yang dipunyai oleh masyarakat
hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para
warganya untuk mengambil mamfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah
dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul
dari hubungan secara lahiriah dan batiniah secara turun temurun dan tidak terputus
antara masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah yang bersangkutan.
Hak ulayat masyarakat hukum adat dinyatakan masih ada apabila memenuhi 3
unsur, yaitu:
a. Masih ada suatu kelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu
b. Masih adanya wilayah/tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para
warga persekutuan hukum tersebut.
c. Masih adanya tatanam hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan
penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan
hukum tersebut.
4. Hak perseorangan atas tanah
Hak-hak perseorangan atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
pemegang haknya (perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama atau
badan hukum) untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan , dan atau
mengambil mamfaat dari bidang tanah tertentu.
a. Hak hak atas tanah.
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya
untuk menggunakan tanah atau mengambil mamfaat dari tanah yang dihakinya
(lihat pasal 16 dan 53 UUPA Jo. PP No 40/1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai
atas Tanah).
b. Wakaf tanah Hak Milik.
Wakaf tanah hak milik adalah hak penguasaan atas tanah bekas tanah hak milik,
yang oleh pemiliknya dipisahkan dari harta kekayaannya dan melembagakannya
untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatan atau keperluan umum
lainnya sesuai dengan ajaran islam (lihat pasal 49 ayat (3) UUPA Jo. PP No.28/1977
tentang Perwakafan Tanah Milik Jo. Permendagri No. 6/1977 tentang Tata cara
Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik).
c. Hak Tanggungan.
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan kepada hak atas tanah
termasuk atau tidak termasuk benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Hak
Tanggungan dapat dibebankan kepada Hak Milik, HGU, HGB dan Hak Pakai atas

Tanah Negara (lihat pasal 25, 33, 39 dan 51 UUPA Jo. UU No. 4/1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah).
d. Hak Milik atas satuan rumah susun.
Hak Milik Atas Satuan Tumah susun yaitu hak atas tanah yang diberikan kepada
sekelompok orang secara bersama dengan orang lain. Pada Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun, bidang tanah yang di atasnya berdiri rumah susun, hak atas
tanahnya dimiliki atau dikuasai secara bersama-sama oleh seluruh pemilik satuan
rumah susun. Hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh sekuruh satuan
rumah susun dapat berupa Hak Milik, HGB atau Hak Pakai atas tanah Negara (lihat
pasal 4 ayat (1) UUPA Jo. UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun)
2. Hak-hak Atas Tanah yang bersifat tetap (pasal 16 UUPA)
Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah dapat
diberikan kepada perseorangan baik warga negara Indonesia mapupun warga
negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik
badan hukum privat maupun badan hukum publik.
Wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi
menjadi 2, yaitu:
1. Wewenang umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai
wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air
danruang yang ada di atasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut
UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain.
2. Wewenang khusus
Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai
wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas
tanahnya, misalnya wewenangpada tanah Hak Milik adalah dapat untuk
kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, HGB untuk mendirikan
bangunan, HGU untuk kepentingan pertanian, perkebunan, perikanan dan
peternakan.
Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam pasal 16 Jo 53 UUPA, yang
dikelompokkkan menjadi 3 bidang, yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap
Hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum
dicabut dengan undang-undang yang baru. Contoh: HM. HGU, HGB, HP, Hak Sewa
untuk Bangunan dan Hak Memungut Hasil Hutan.
2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang
Hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undangundang.
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara
Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapus
dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal dan bertentangan dengan
jiwa UUPA. Contoh: Hak Gadai,, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak

Sewa Tanah Pertanian.


Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat primer
Yaitu hak atas tanah yang bersala dari tanah negara. Contoh: HM, HGU, HGB Atas
Tanah Negara, HP Atas Tanah Negara.
2. Hak atas tanah yang bersifat sekunder.
Hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Contoh: HGB Atas Tanah Hak
Pengelolaan, HGB Atas Tanah Hak Milik, HP Atas Tanah Hak Pengelolaan, HP Atas
Tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk Bangunan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak
Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
A. Hak Milik
Ketentuan Umum mengenai Hak Milik diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, 20 s/d
27, 50 ayat (1), 56 UUPA.
Pengertian Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah dengan memperhatikan fungsi sosial tanah. Turun
temurun artinya Hak Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya
masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak Miliknya dapat
dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subyek Hak
Milik. Terkuat artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat dibandingkan hak atas tanah
yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari
gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas tanah
memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak
atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, tidak
berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila
dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.
Subyek Hak Milik. Yang dapat mempunyai tanah Hak Milik menurut UUPA dan
peraturan pelaksanaanya, adalah:
1. Perseorangan.
WNI, baik pria maupun wanita, tidak berwarganegaraan rangkap (lihat Pasal 9, 20
(1) UUPA)
2. Badan-badan hukum tertentu.
Badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah, yaitu bank-bank
yang didirikan oleh negara, koperasi pertanian, badan keagamaan dan badan sosial
(lihat Pasal 21 (2) UUPA, PP No.38/1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum
yang Dapat Mempunyai Hak Atas Tanah, Permen Agraria/Kepala BPN No. 9/1999
tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan).
Terjadinya Hak Milik. Hak Milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagai mana
disebutkan dala Pasal 22 UUPA, yaitu:
1. Hak Mik atas tanah yang terjadi Menurut Hukum Adat;
- Terjadi karena Pembukaan tanah (pembukaan hutan).
- Terjadi karena timbulnya Lidah Tanah.
2. Hak Mili Atas tanah tertajdi karena Penetapan Pemerintah;
- Pemberian hak baru (melalui permohonan)
- Peningkatan hak

3. Hak Milik atas tanah terjadi karena Undang-undang;


- Ketentuan Konversi Pasal I, II. VI
Sifat dan ciri-ciri Hak Milik.
1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997.
2. Dapat diwariskan.
3. Dapat dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan
modal.
4. Turun temurun
5. Dapat dolepaskan untuk kepentingan sosial.
6. Dapat dijadikan induk hak lain.
7. Dapat dijadikan jamnina hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.
Hapusnya Hak Milik. Pasal 27 UUPA menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya
Hak Milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada negara, yaitu;
1. Karena Pencabutan Hak berdasarkan Pasal 18 UUPA.
2. Dilepaskan secara suka rela oleh pemiliknya.
3. Dicabut untuk kepentinga umum.
4. Tanahnya ditelantarkan.
5. Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai sunyek hak milik atas
tanah.
6. Karena peralihan hak yang mengakibatkantanahnya berpindah kepada pihak lain
yang tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik atas tanah.
7. Tanahnya musnah, misalnya terjadi bencana alam.

B. Hak Guna Usaha


Ketentuan umum. Ketentuan Hak Guna Usaha (HGU) disebutkan dalam Pasal 16
ayat (1) huruf b, 28 s/d 34, 50 ayat (2) UUPA, Pasal 2 s/d 18 PP No. 40/1996 tentang
HGU, HGB dan HP.
Pengertian HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh negara dalam jangka waktu tertentu guna kegiatan usaha pertanian,
perkebunan, perikanan, atau peternakan (lihat Pasal 28 ayat (1), PP No.40/1996).
Subyek HGU. Yang dapat mempunyai HGU menurut Pasal 30 UUPA Jo. Pasal 2 PP No.
40/1996, adalah:
1. Warga Negara Indonesia.
2. Badan Hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
Asal dan terjadinya HGU. Asal HGU adalah tanah negara. Kalau asal tanah HGU
berupa tanah hak, maka tanah hak tersebut harus dilakukan pelepasan ata
penyerahan hak ole4h pemegang hak dengan pemberian ganti kerugian oleh calon
pemegang hak HGU. Terjadinya HGU dapat melalui penetapan pemerintah
(pemberian hak) dan ketentuan Undang-undang (ketentuan konversi hak erpacht).
Luas HGU. Luas tanah HGU adalah untuk perserorangan minimal 5 Ha dan maksimal
25 Ha. Sedangkan untuk badan hukum luas minimal 5 Ha dan luas maksimal 25 Ha

atau lebih (menurut UUPA). Ketentuan luas maksimal tidak ditentukan dengan jelas
tetapi PP No. 40/1996 menyebutkan luas maksimal ditetapkan oleh menteri dengan
memperhatikan pertimbangan pejabat yang berwenang. Dengan membandingkan
kewenangan Surat Keputusan Pemberian Hak seperti kewenangan Ka BPN Kota/kab
maksimal 25 Ha, Kanwil BPN maksimal 200 Ha, di atas 200 Ha kewenangan Menteri
Agraria/Ka BPN.
Jangka waktu HGU.HGU mempunyai jangka waktu untuk pertama kalinya paling
lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun
(Pasal 29 UUPA). Sedang menurut Pasal 8 PP No. 40/1996 mengatur jangka waktu
HGU untuk pertama kalinya 35 tahun, diperpanjang paling lama 25 tahun dan dapat
diperbaharui paling lama 35 tahun. Permohonan perpanjangan dan pembaharuan
diajukan palaing lambat 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU. Syarat
yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan perpanjangan waktu atau pembaharuan
adalah;
1. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai keadaan, sifat dan tujuan
pemberian haknya.
2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak.
3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.
Kewajiban pemegang HGU (lihat Pasal 12 ayat (1) PP No. 40/1996):
1. Membayar uang pemasukan kepada negara.
2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.
3. Mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai kelayakan usaha
berdasarkan kriteria dari instansi teknis.
4. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada
dalam lingkungan HGU.
5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan
menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup.
6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU.
7. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada negara setelah
hapus.
8. Menyerahkan sertifikat HGU yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan.
Hak pemegang HGU (lihat Pasal 14 PP No. 40.1996)
9. Menguasai dan mempergunakan tanah untuk usaha pertanian, perkebunan,
perikanan dan atau peternakan.
10. Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas
tanah.
11. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain.
12. Membebani dengan Hak Tanggungan
Sifat dan ciri-ciri HGU.
1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997.
2. Dapat diwariskan.
3. Dapat dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan
modal.
4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.
5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.

6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu.


7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain.
8. Peruntukkannya terbatas.
Hapusnya HGU (lihat Pasal 34 UUPA dan Pasal 17 PP No. 40/1996);
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang tidak
dipenuhi.
3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya.
4. Dicabut untuk kepentingan umum.
5. Ditelantarkan.
6. Tanahnya musnah.
7. Pemegang HGU tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HGU.
C. Hak Guna Bangunan
Ketentuan umum. Ketentuan menegnai Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, 35 s/d 40, 50 ayat (2) UUPA dan Pasal 19 s/d 38 PP
No. 40/1996).
Pengertian HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan yang
bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu.
Subyek HGB. Yang dapat mempunyai HGB menurut Pasal 36 UUPA Jo. Pasal 19 PP
No. 40/1996, adalah:
1. Warga Negara Indonesia.
2. Badan Hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
Asal atau obyek tanah HGB. HGB berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh
negara, tanah Hak Pengelolaan atau tanah milik orang lain (lihat Pasal 39 UUPA dan
Pasal 21 PP No. 40/1996).
Terjadinya HGB. HGB dapat terjadi karena;
1. Penetapan Pemerintah (tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan).
2. Perjanjian pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh
PPAT.
3. Undang-undang, ketentuan tentang Konversi
Jangka waktu HGB. Jangka waktu HGB berbeda sesuai dengan asal tanahnya, sbb:
1. HGB atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk
pertama kali paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
2. HGB atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak ada
perpanjangan waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan
pemegang HGB dapat diperbarui dengan pemberian HGB baru dengan akta yang
dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat.
Kewajiban pemegang HGB (lihat Pasal 30 dan Pasal 31 PP No. 40/1996):
1. Membayar uang pemasukan kepada negara.
2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya.

3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup.
4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada negara,
pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HGB hapus.
5. Menyerahkan sertifikat HGB yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan.
6. Memberikan jaln keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau
bidang tanah yang terkuryng oleh tanah HGB.
Hak pemegang HGB (lihat Pasal 32 PP No. 40.1996)
1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu.
2. Mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya.
3. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain.
4. Membebani dengan Hak Tanggungan
Sifat dan ciri-ciri HGB.
1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997.
2. Dapat diwariskan.
3. Dapat dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan
modal.
4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.
5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.
6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu.
7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain.
8. Peruntukkannya terbatas.
Hapusnya HGB( lihat Pasal 40 UUPA dan Pasal 35 PP No. 40/1996);
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau
pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir, karena;
- Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atu dilanggarnya
ketentuan-ketentuan dalam HGB.
- Tidak terpenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam
perjanjian pemberian hak antara pemegang HGB dengan pemegang Hak
Pengelolaan atau pemegang Hak Milik.
- Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap.
3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya.
4. Dicabut untuk kepentingan umum.
5. Ditelantarkan.
6. Tanahnya musnah.
7. Pemegang HGB tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HGB.
D. Hak Pakai
Ketentuan umum. Hak Pakai (HP) diatur dalam Pasal 16 ayat 9!) huruf d, 41 s/d 43,
50 ayat (2) UUPA dan Pasal 39 s/d 58 PP No. 40/1996.
Pengertian HP adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang

dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberian haknya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah (lihat Pasal 41 (1) UUPA).
Subyek HP (lihat Pasal 42 UUPA dan Pasal 39 PP No. 40/1996):
1. Warga Negara Indonesia.
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah.
4. Badan-badan keagamaan dan sosial.
5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia (lihat PP No. 41/1996).
6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.
Asal atau obyek HP (lihat Pasal 41 (1) PP No. 40/1996):
1. Tanah Negara.
2. Tanah Hak Pengelolaan.
3. Tanah Hak Milik.
Terjadinya HP. HP dapat terjadi karena;
1. Penetapan Pemerintah (tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan).
2. Perjanjian pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh
PPAT.
3. Undang-undang, ketentuan tentang Konversi.
Jangka waktu HP. Jangka waktu HP berbeda sesuai dengan asal tanahnya, (lihat
Pasal 45 s/d 49 PP No. 40/1996) sbb:
1. HP atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk
pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.
Khusus HP yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Non Departemen, Pemerintah
Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, dan
perwakilan badan internasional diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan
selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
2. HP atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 25 tahun, tidak ada
perpanjangan waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan
pemegang HP dapat diperbarui dengan pemberian HP baru dengan akta yang
dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat.
Kewajiban pemegang HP (lihat Pasal 50 dan Pasal 51 PP No. 40/1996):
1. Membayar uang pemasukan kepada negara, perjanjian penggunaan tanah Hak
Pengelolaan atau Hak Milik.
2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya sesuai keputusan pemberian
haknya, perjanjian pengguanaan tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik..
3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup.
4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HP kepada negara,
pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HP hapus.
5. Menyerahkan sertifikat HP yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan.

6. Memberikan jaln keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau
bidang tanah yang terkuryng oleh tanah HP.
Hak pemegang HP (lihat Pasal 52 PP No. 40.1996)
1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan
pribadi atau usahanya.
2. Memindahkan hak tersebut kepada pihak lain.
3. Membebani dengan Hak Tanggungan.
4. Menguasai dan menggunakan tanah untuk janga waktu yang tidak ditentukan
selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
Sifat dan ciri-ciri HP.
1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997.
2. Dapat diwariskan.
3. Dapat dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan
modal.
4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.
5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.
6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu.
7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain.
8. Peruntukkannya terbatas.
Hapusnya HP( lihat Pasal 55 PP No. 40/1996);
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau
pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir, karena;
- Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atu dilanggarnya
ketentuan-ketentuan dalam HP.
- Tidak terpenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam
perjanjian pemberian hak antara pemegang HP dengan pemegang Hak Pengelolaan
atau pemegang Hak Milik.
- Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap.
3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya.
4. Dicabut untuk kepentingan umum.
5. Ditelantarkan.
6. Tanahnya musnah.
7. Pemegang HP tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HP.
E. Hak Sewa Untuk Bangunan
Ketentuan umum. Ketentuan mengenai Hak Sewa Untuk Bangunan (HSUB)
disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1), 44, 45, 52 ayat(2) UUPA.
Pengertian HSUB adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah Hak Milik orang lain dengan
membayar sejumlah uang sewa tertentu dalam jangka waktu tertentu yang
disepakati oleh pemilik tanah dengan pemegang HSUB (lihat Pasal 44 (1) UUPA).
HSUB merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus. Hak sewa hanya

disediakan untuk bangunan-banguna yang berhubung dengan pertanian (Lihat


Pasal 10 (1)).
Subyek HSUB (lihat Pasal 45 UUPA).
1. Warga Negara Indonesia.
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Objek HSUB. Hak atas tanah yang dapat disewakan kepada pihak lain adalah Hak
Milik dan objek yang disewakan pemilik tanah kepada pemeganag HSUB adalah
tanah bukan bangunan.
Terjadinya HSUB karena perjanjian persewaan tanah yang tertulis antara pemilik
tanah dengan pemegang HSUB, yang tidak boleh disertai syarat-syarat yang
mengadung unsur-unsur pemerasan.
Jangka waktu HSUB.. UUPA tidak mengatur secara tegas berapa lama jangka waktu
HSUB, jangka waktu HSUB diserahkan kepada kesepakatan anatar pemilik tanah
dengan pemegang HSUB.
Pembayaran uang sewa dalam HSUB. Ketentuan mengenai pembanyaran uang
sewa dapat dilakukan satu kali atau tiap-tiap waktu tertentu. Juga dapat dilakukan
sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan oleh pemegang HSUB. Tergantung
kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HSUB.
Peralihan HSUB. Pada dasarnya pemegang HSUB tidak diperbolehkan mengalihkan
hak sewanya kepada pihak lain tanpa seizin dari pemilik tanah. Pelanggaran
terhadap larangan ini dapat berakibat terputusnya hubungan sewa-menyewa
antara pemili tanah dan pemegang HSUB.
Sifat dan ciri-ciri HSUB;
1. Tujuan pengunaannya sementara, artinya jangka waktu terbatas.
2. Bersifat pribadi dan tidak boleh dialihkan.
3. Tidak dapat diwariskan.
4. Hubungan hak sewa tidak terputus dengan dialihkannya Hak Milik yang
bersangkutan kepada pihak lain.
5. Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.
6. Pemegang HSUB dapat melepas sendiri hak sewanya.
7. Tidak termasuk golongan hak-hak yang harus didaftarkan.
Hapusnya HSUB. Faktor-faktor penyebab hapusnya HSUB, adalah:
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena pemegang HSUB tidak
memenuhi syarat sebagai pemegang HSUB.
3. Dilepaskan oleh pemegang HSUB sebelum jangka waktu berakhir.
4. Hak Milik atas tanahnya dicabut untuk kepentingan umum.
5. Tanahnya musnah.

Anda mungkin juga menyukai