F. Bagai Mana Dampak Yang Ditimbulkan Dari Nikah Siri Terhadap Perempuan Dan
Anaknya
R Valentina, dalam Perihal Perkawinan menulis , dampak yang akan timbul dari perkawinan yang
tidak dicatatkan secara Yuridis Formal.
Pertama, perkawinan dianggap tidak sah. Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan
kepercayaan, namun di mata negara perkawinan tersebut dianggap tidak sah jika belum dicatat
oleh KUA atau Kantor Catatan Sipil (KCS).
Kedua, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu (pasal 42 dan 43
UU Perkawinan). Sedangkan hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada. Ini artinya anak tidak
dapat menuntut hak-haknya dari ayah. Dengan dilahirkan dalam perkawinan yang tidak
dicatatkan, kelahiran anak menjadi tidak tercatatkan pula secara hukum dan hal ini melanggar
hak asasi anak (Konvensi Hak Anak). Anak-anak ini berstasus anak di luar perkawinan.
Ketiga, akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik istri maupun anak-anak
yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari
ayahnya.
Secara garis besar, perkawinan yang tidak dicatatkan sama saja dengan membiarkan adanya
hidup bersama di luar perkawinan, dan ini sangat merugikan para pihak yang terlibat (terutama
perempuan), terlebih lagi kalau sudah ada anak-anak yang dilahirkan. Mereka yang dilahirkan
dari orang tua yang hidup bersama tanpa dicatatkan perkawinannya, adalah anak luar kawin yang
hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya, dalam arti tidak mempunyai hubungan
hukum dengan bapaknya. Dengan perkataan lain secara yuridis tidak mempunyai bapak (Wila
Chandrawila, 2001). Sebenarnya, tidak ada paksaan bagi masyarakat untuk mencatatkan
perkawinan. Dalam artian, jika kita tidak mencatatkan perkawinan, bukan berarti kita melakukan
suatu kejahatan. Namun jelas pula bahwa hal ini memberikan dampak atau konsekuensi hukum
tertentu yang khususnya merugikan perempuan dan anak-anak.
Bersinggungan dengan pentingnya pencatatan perkawinan, seperti juga pembuatan KTP
atau SIM, kita sesungguhnya membicarakan pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab
negara. Sehingga sudah semestinya memperhatikan prinsip good governance, salah satunya
adalah menetapkan biaya yang sesuai dengan taraf kehidupan masyarakat dan prosedur yang
tidak berbelit-belit (user-friendly). Dengan prosedur yang tidak berbelit-belit dan biaya yang
sesuai masyarakat diajak untuk mencatatkan perkawinannya.
G. Pengertian poligami , Nikah Siri dan kawin Kontrak
Poligami adalah uangkapan bagi seorang lelaki yang beristri lebih dari satu, dan ini
dalam ajaran Islam tidak dilarang meski untuk melakukannya harus memenuhi
syarat dan kriteria tertentu. Dalam perkembangannya poligami terkadang hanya
dijadikan alasan oleh sebagian orang sebagai legalisasi, namun tidak sedikit
penganut poligami yang Rumah tangganya bahagia karena di dasari dengan ajaran
Agama yang diyakini kebenarannya.
Nikah Siri adalah sebuah perbuatan dalam melakukan pernihakan sesuai aturan
agama dalam hal ini Ajaran Islam namun karena berbagai hal yang menghalanginya
menjadikan tidak terjadinya pencatatan secara syah atau legal oleh aparat yang
berwenang dalam hal ini Pemerintah yang di wakili Departemen Agama.
Kawin Kontrak adalah sebuah perkawinan yang di batasi waktu sehingga akan
berakhir sesuai ketentuan waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang
melakukan perkawinan itu sendiri. Kawin kontrak yang dalam ajaran Islam di kenal
dengan Istilah Nikah Mut’ ah yang dalam perkembangan syari’at Islam nikah model
ini telah dilarang.
Ketiga type perkawinan tersebut kini telah digodog rancangan undang-undangnya
oleh Pemerintah yang di wakili oleh Departemen Agama dengan sebuah Rancangan
Undang-undang , yang didalamnya diatur bagi orang yang melakukannya akan di
kenai sangsi hukum. Akankah RUU tersebut efektif, mungkinkah ini akan menjadi
sebuah solusi atau hanya akan menjadi masalah baru ? dalam kehidupan
masyarakat kita, setujukah rekan-rekan semua dengan rancangan Undang-undang
tersebut, sesuatu yang di halalkan oleh Tuhan mungkinkah dilarang oleh Manusia,
wallahu Alam.
Berikut cuplikan beberapa pasal tentang draft RUU tersebut yang menjadi
kontroversi
Pasal 142 ayat 3 menyebutkan, calon suami yang berkewarganegaraan asing harus
membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp 500
juta.
Pasal 143, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di
hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi.
Mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp 6 juta hingga Rp
12 juta.
Pasal 144, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara
selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum.
Selain mengatur tentang Perkawinan Siri, Mutah/Kontrak, RUU ini juga mengatur
soal perkawinan campur (berbeda kewarganegaraan).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Pernikah siri adalah nika dibawah tangan atau nikah secara sembunyi-sembunyi. Disebut secara
sembunyi karena tidak dilaporakan kekantor urusan agama bagi muslaim atau catatan sipil non
muslim. Pendapat Imam Abu Hanifah, Yang dimaksud dengan nikah sirih adalah nikah yang
tidak bisa menghadirkan wali dan tidak mencatatkan pernikahannya.
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki
jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah. Penikahan
sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang hanya dengan cara
inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah).
Hukum nikah sirih secara aturan agama adalah sah. Dan dihalalkan atau diperbolehkan jika sarat
dan rukun nikanya terpenuhi. Namun secara hukum yang berlaku di Negara kita tentang
perundang-undangan pernikahan itu tidak sah karena di dalam perundangan ada yang tidak
lengkap secara administrasi.
Dampak yang ditimbulkan dari nikah sirih lebih banyak faktor kerugaiannya dibandingkan faktor
keuntungannya. Kerugaian yang terbesar dari nikah siri berdampak pada pihak perempuan dan
anaknya untuk masa depannya.
Faktor yang melatarbelakangi adanya nikah sirih yaitu 1) faktor ekonomi, 2) proses admisntrasi
pernikahan yang dianggap terlalu sukar, 3) bagi pria yang yang ingin menukah lagi atau poligami
tetap tidak mendapat persetujuan atau disetujui dari istri ke pertama, 4) dari awal baik siwanita
atau pria yang melakukan nikah siri mempunyai itikad tidak baik, hanya sekedar menghalalkan
hubungan persetubuhan saja.
B. Saran
Kepada pemuda pemudi islam tidak mengikuti tata cara perkawinan sirih karena dapat
merugikan. Dan berusaha menghindari pernikahan sirih. Juga kepada pemerintah melakukan
penyuluhan dan dapat menghimbau masyarakat tentang kerugian nikah siri.
A. Latar Belakang
Allah menciptakan sesuatu dengan pasang-pasangan, laki-laki perempuan , hewan jantan dan
betina, siang dam malam dan sebagainya, manusia hidup berpasangan-pasangan menjadi suami
istri menbangun rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah diadakan ikatan dan
pertalian yang kekal dan tidak mudah diputuskan, yaitu ikatan akad nikah atau
ijab Kabul perkawinan. Bila akad nikah telah dilangsungkan maka mereka telah berjanji dan setia
akan membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah warohmah, yang natinya akan akan
lahir keturunan-keturunan dari mereka.
Dalam hukum islam tujuan perkawianan adalah menjalankan perintah allah SWT agar meperoleh
keturunan yang sah dalam masyarakat, dan membentuk keluarga yang bahagia. Artinya ketika
seseorang memutuskan untuk menikah, maka lembaga perkawinan tersebut pastilah bertujuan
untuk untuk menciptakan ketenangan. Dan kedamaian bagi manusia yang telah mampuh unuk
melaksanakannya. Sebagai firman allah :
ﻴﺎﻤﻌﺳﺮﺍﻟﺷﺎﺐ ﻤﻦ ﺍﺳﺘﻁﺎﻉ ﻤﻧﻛﻢ ﺍﻟﺑﺎﺀﺓ ﻓﻠﻴﺘﺯ ﻮﺝ
“hai sekalian pemuda . siap yang sanggup bersetubu (Karena ada belanja nika), hendaklah
berkawin”
ﻓﺎﻧﻛﺣﻮ ﺍﻤﺎ ﻂﺎﺐ ﻠﻛﻢ ﻤﻦ ﺍﻠﻧﺴﺂﺀﻤﺛﻦ ﻮﺛﻠﺚ ﻮﺮﺑﺎﻉ ﺨﻔﺗﻡ ﺍﻻﺗﻌﺪ ﻠﻮ ﺍﻔﻮ ﺍﺣﺫﺓ
﴿ ٣: ﴾ﺍﻠﻧﺳﺎﺀ
“ Maka kawianlah perempuan yang kamu sukai, satu, dua, tiga dan emapat, tetapi kalau kamu
kautir tidak berlaku adil (diantara prempuan-prempuan Itu), hendaklah satu
saja”(QS.Anisa.ayat 3)
Dalam firman Allah SWT dan sabda rosulnya mengajukan perkawinan. yang diatas sudah jelas.
Namun akhir ini banyak temuan kasus perkawinan sirih di berbagai kalangan, misalnya media
cetak, maupun media elektronik dalam acara infotemen dalam siaran TV swasta, banyak sekali
tayangan-tanyangan maraknya tentang perkawinan sirih mulai dari kalangan tokoh politik,
selebritis maupun masyarakat biasa, meski perkawinan tersebut sah menurut agama namun belum
tentu secara hukum.
Berdarakan uraian latarbelakang diatas, maka penulis merasa perlu untuk mengangkatnya dalam
suatu judul makalah Yaitu: “ Nikah Siri Menuruut Pandangan Ulama Dan Perspektif Hukum
Islam dan Hukum Positif Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nikah siri?
2. Bagaimana tata cara pernikahan menurut islam?
3. Faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya nika siri?
4. Sah tidaknya nikah siri menurut hukum agama dan hukum positif indonesia ?
5. Bagaimana pandangan para ulama tentang nikah sirih?
6. Bagai mana dampak yang ditimbulkan dari nikah siri terhadap perempuan dan anaknya?
menyatakan bahwa :
Nama
Tempat/Tgl lahir
Umur
Pekerjaan
Alamat
adalah istri sah saya yang telah saya nikahi secara sah menurut hukum dan syari’ah Islam pada
tanggal (tanggal nikah) dengan keadaan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan jika dikemudian hari
terdapat hal-hal yang tidak di inginkan maka saya bersedia diproses secara hukum menurut
undang-undang yang berlaku serta tidak akan melibatkan pihak manapun.
Diketahui,
Ketua RT. 001 Kuamang Kuning
(..................)
INGAT!!
Nikah siri memang mempunyai surat namun tetap negara tidak akan mengakuinya, resiko anda
tanggung sendiri.!
BAB II
PEMBAHSAN
Dari tiga pendapat tentang nikah siri tersebut maka dapat didefinisikan bahwa nikah
siri saat ini adalah nikah yang dalam prakteknya tidak dilaksanakan sebagaimana
diajarkan dalam agama Islam yang mana harus turut mematuhi peraturan atau
ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh pemerintah yaitu setelah menikah
secara agama atau adat harus pula dilakukan pencatatan di catatan sipil atau KUA
sebagaimana telah diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 (2) dan sebagaimana
disinggung dalam Kompilasi Hukum Islam ( Instruksi Presiden R.I No. 1 tahun 1991)
pasal 17 (1), sehingga saat ini nikah siri menjadi suatu pernikahan yang tidak sah
secara agama maupun hukum di Indonesia. Alasan dari definisi tersebut adalah
suatu pernikahan seperti nikah siri ini akan tetap sah kedudukannya bila
dilaksanakan sesuai rukun dan syarat sahnya, sebab lain halnya jika sampai saat ini
hukum yang berlaku di Indonesia hanya hukum Islam yang ada, maka bagi siapapun
yang menikah siri tidak akan mengalami kesulitan, karena tidak perlu diadakan
pencatatan. Berhubung saat ini telah berlangsung ketentuan pemerintah yang juga
telah disepakati oleh masyarakatnya, maka ketentuan tersebut wajib ditaati oleh
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat maju dalam suatu negara hukum.
2. Dampak pernikahan sirri
Di sini kita membahas hal yang terjadi sebagai akibat dari praktek nikah siri
sebagaimana yang dimaksud dalam masyarakat:
a). Dampak bagi pihak istri / wanita
- tidak diakui sebagai istri yang sah
- tidak berhak atas nafkah dari suami
- tidak berhak mendapat warisan suami jika telah meninggal
- tidak berhak atas harta gono-dini bila terjadi perceraian.
Karena secara hukum positif, perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi.
Dalam hal ini pihak wanita memang sangat banyak menerima kerugian bila
melakukan perkawinan siri. Belum lagi nantinya wanita tersebut akan mengalami
kesulitan dalam berinteraksi atau bersosialisasi dengan masyarakat, karena
pandangan umum masyarakat menilai bahwa ia telah tinggal dengan laki-laki diluar
nikah atau sebagai istri simpanan.
b). Dampak bagi Anak
Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah, sehinga di mata
hukum anak tidak memiliki hubungan perdata dengan ayahnya tapi hanya dengan
ibu dan keluarga dari ibunya saja. ( pasal 42 dan pasal 43 tentang perkawinan tahun
1974 & pasal 100 KHI )
.B. Hukum Nikah Sirri
Pernikahan sirri atau pernikahan tanpa pencatatan baik nikah tunggal maupun
karena poligami, adalah pernikahan yang illegal, Ini terjadi disebabkan kurangnya
pemahaman hukum dan minimnya kesadaran hukum dari sebagian masyarakat
akan pentingnya pencatatan perkawinan mereka. Pernikahan di bawah tangan tidak
mempunyai kekuatan hukum. pernikahan sirri merupakan perbuatan hukum yang
tidak mempunyai kekuatan hukum dalam sebuah Negara hukum bernama
Indonesia. Oleh sebab itu masyarakat Islam Indonesia harus menghindari praktek
perkawinan di bawah tangan atau nikah sirri.
1. Analisis Hukum Nikah Sirri Menurut Ulama
1. Ulama klasik
Pernikahan yang dirahasiakan, menurut Imam Malik hukumnya batal. Sebab
pernikahan wajib diumumkan kepada masyarakat luas. Sedang Imam Syafi’i dan
Abu Hanifah menilai, nikah sirri hukumnya sah, tapi makruh dilakukan.
2. Ulama Kontemporer
Sementara terkait nikah sirri, memang benar bahwa nikah tersebut pada dasarnya
secara agama sah. Namun, pelarangan di sini juga tidak serta merta salah jika
didasarkan pada kemaslahatan dan mudharat (bahaya) yang ada. Ini juga didukung
oleh sejumlah dalil. DR. Yusuf al-Qardhawi menyebutkan, "Jika pada sesuatu yang
diperbolehkan terkandung hal-hal yang membahayakan manusia atau sebagian
besar mereka, maka wajib dilarang (bersifat kondisional). Sebab Nabi saw bersabda,
"Tidak boleh menimbulkan bahaya baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Misalnya
Umar Ibn al-Khattab pernah melarang lelaki muslim menikahi wanita ahlul kitab
karena menimbulkan fitnah dan mudharat bagi wanita muslimah. Juga disebutkan
beliau pernah melarang pemberian zakat kepada muallaf karena salah fungsi dsb.
2. Analisis Hukum Nikah Sirri Menurut Masailul fiqhiyah
Kaidah yang penulis gunakan adalah :
إال به فهو واجب ماال يتم الواجب
Artinya : “tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu, maka adanya
sesuatu itu menjadi wajib hukumnya.”
Berkaitan dengan penggunaan kaidah ini pada kasusnikah sirri yang tidak melalui
proses pencatatan perkawinan, penulis berangkat dari anggapan bahwa pencatatan
perkawinan adalah satu peraturan yang sengaja dibuat dalam rangka
menyempurnakan kualitas sebuah perkawinan. Penyempurnaan kualitas perkawinan
ini berkaitan erat dengan status perkawinan yang merupakan bagian dari perintah
Allah swt dalam rangka beribadah kepada-Nya. Karena tujuannya yang luhur itu,
maka segala peraturan yang telah ada sebelumnya dalam kitab-kitab fiqh klasik dan
peraturan yang muncul terkemudian wajib untuk diadakan. Dengan demikian,
berlakulah ketentuan mala yatimmu al-wajib illa bihi fahua wajib “tidak sempurna
suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu, maka adanya sesuatu itu menjadi wajib
hukumnya”. Artinya, tidak sempurna sebuah perkawinan kecuali dengan adanya
pencatatan, maka adanya pencatatan menjadi wajib hukumnya.
3. Analisis Hukum Nikah Sirri Menurut Organisasi
a. Majelis Ulama Indonesia
MUI tidak mengenal istilah nikah sirria tau nikah kontrak. Selama ini. MUI
mengunakan nikah istilah pernikahan dibawah tangan untuksetiap pernikahan yang
tidak di catat di KUA.". pada tahun 2005, para ulama MUI sudad memutuskan
pendapat mengenai pernikahan di bawa tangan. Menurut para ulama, pernikahan
tersebut sah apabila telah memenuhi syarat dan rukun menikah, seperti yang diatur
dalam agama Islam Dan penikahan model ini bisa menjadi haram jika menimbulkan
korban..
b. Nahdlatul ulama
Nikah sirri dikenal muncul setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam peraturan
tersebut disebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan selain harus dilakukan menurut
ketentuan agama juga harus dicatatkan. Menurut Zamhari, pernikahan sirri biasanya
terjadi untuk nikah kedua dan seterusnya, karena untuk mendapatkan izin dari isteri
pertama sangat sulit. "Pernikahan seperti ini jelas tidak punya kepastian hukum atau
tidak punya kekuatan hukum yang paling dirugikan adalah wanita," ujarnya.
c. Muhammadiyah
nikah sirri yang terjadi dalam masyarakat menurut hukum islam telah terpenuhi
syarat yaitu, bukan muhrim, bukan dari saudara dekat dan harus seiman, terpenuhi
rukunnya yang mana rukun pernikahan tidak terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah
namun rukun ini merupakan pendapat para ulama yaitu, adanya mempelai laki-laki,
mempelai perempuan wali (HR. Baihaqi), saksi (HR. Tirmidzi)., dan ijab qabul
pernikahan seperti ini sah menurut agama. Artinya nikah sirri yang ada dalam
masyarakat ini tidak dilakaukan secara sirri yang berarti sembunyi, sedangakan
menurut pandangan Muhammadiyah nikah sirri yang saat ini terjadi dalam
masyarakat adalah nikah yang telah memenuhi rukun dan syarat nikah namun tidak
dicatatkan oleh petugas pencatatan nikah setempat. Nikah seperti ini yang umum
dilakukan di indonesia disebut sebagai nikah sirri, menurut pandangan para tokoh
muhammadiyah pernikahn seperti ini tidak sah karena nikah sirri ini hanya bertumpu
pada syariat semata tanpa mempedulikan ketentuan yang lain yaitu aturan yang
dibuat oleh pemerintah yang mana pemerintah disini sebagai ”ulil amri” (An-Nisa [4]:
59), yang mana menurut aturan nikah sah sesuai dengan Undang-Undang No. l
Tahun 1974. Dalam hal ini pencatatan nikah diperlukan sebagaimana terdapat
dalam ayat yang berisiakan pencatatan utang piutang (QS. Al-Baqarah : 282), dalam
tujuan pernikahan juga dibutuhkan sebagaimana dalam (QS. Ar-Rum [30]:21).
Namun dalam pernikahan sirri lebih banyak mudharatnya dan tidak terpenuhi dari
tujuan pernikahan tersebut, sehingga para tokoh muhammadiyah menolak nikah sirri
dan enganggap nikah tersebut tidak sah bersarkan ketentuan tersebut.
4. Analisis Hukum Nikah Sirri Menurut Pendapat Penulis
Pengertian nikah sirri sekarang berkaitan dengan administrasi pemerintahan,
sementara pengertian pada zaman dahulu berkaitan dengan syarat atau rukun nikah
yang wajib dipenuhi yaitu berupa persaksian atau pengumuman. Oleh karena itu,
saya berpendapat bahwa nikah sirri sah menurut syari'at Islam, pernikahan
semacam itu bisa halal dan bisa juga menjadi haram. Pernikahan sah dan halal
apabila tidak menimbulkan korban atau kerugian baik kedua belah pihak. Namun
demikian pernikahan yang sah bisa menjadi haram apabila menimbulkan korban.
BAB III
KESIMPULAN