Anda di halaman 1dari 17

A.

 Pengertian Nikah Siri


Perkawinan adalah aqad antara calon laki istri untuk memenuhi hajat jenis kelamin yang diatur
oleh syari’at. Sedangkan pengertian dari ikah siri adalah nikah secara rahasia (sembunyi-
sembuyi). Disebut secara rahasia karena tidak dilaporkan kekantor urusan agama atau KAU bagi
muslim atau kantor catatan sipil bagi non muslain.
Biasanya nikah siri dilakukan karena dua pihak belum siap meresmikannya atau meramaikannya,
namun dipihak lain untuk menjadi agar tidak terjadi hal-hal yag tidak dinginkan atau terjerumus
kepada hal-hal yang dilarang agama.
Pendapat Imam Abu Hanifah, Yang dimaksud dengan nikah siri adalah nikah yang tidak bisa
menghadirkan wali dan tidak mencatatkan pernikahannya ke KUA dengan tiga imam madzab
lainnya. Beliau menetapkan bahwa wanita yang telah baligh dan berakal (dalam kondisi normal)
maka diperbolehkan memilih sendiri calon suaminya. Dia tidak hanya tergantung pada walinya
saja. Lebih lanjut beliau menjelaskan wanita baligh dan berakal juga diperbolehkan aqad nikah
sendiri baik dalam kondisi perawan atau janda.
B. Bagaimana Tata Cara Pernikahan Menurut Islam
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki
jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah. Sehingga
mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain.
Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Kami akan mengungkap tata
cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang hanya dengan cara inilah kita
terhindar dari jalan yang sesat (bidah).
Jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang dilakukannya. Dalam masalah
pernikahan sesunggguhnya Islam telah mengatur sedemikian rupa. Dari mulai bagaimana
mencari calon pendamping hidup sampai mewujudkan sebuah pesta pernikahan.
Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan menurut Islam secara singkat.Hal-Hal
Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah
1. Minta Pertimbangan
Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk menjadi
isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang baik
agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar
oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil.
Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan
dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.
2. Shalat Istikharah
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia melakukan
shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil
keputusan. Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi
petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan
untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami
rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk
menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan
mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.
3. Khithbah (peminangan)
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah
segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya
itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi
anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana memenuhi dua syarat sebagai
berikut, yaitu:
a. Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan.
syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal
sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya(masih mahram) atau sementara (masa
iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-lain).
b. Belum dipinang orang lain secara sah
Sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya. Dari Uqbah bin Amir
radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Orang mukmin adalah
saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang
sudah dibeli saudaranya, dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya,
sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah) Apabila seorang wanita memiliki dua
syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.
4. Melihat Wanita yang Dipinang
Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang dilamar
dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing-
masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan
hidupnya Dari Jabir radliyallahu anhu, bersabda : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu
hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya."
Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa
melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu Daud
dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832).
Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di
antaranya adalah:
a. Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
b. Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya
5. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya ijab qabul. Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan.
Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan
bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud
dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan
kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk
menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki
bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu.
c. Adanya Mahar (mas kawin)
Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya menyerahkan
mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu dalam mas kawin ini, tetapi
atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebihmenyukai
mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya.
Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahualaihi wa sallam:
"Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan."
(HR.Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih
Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)
d. Adanya Wali
Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh syaikh Al-
Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud.
Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari
pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki
seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat
terdekat yang lainnya atau hakim.
e. Adanya Saksi-Saksi
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali
dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih
Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).
Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih
dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah ataukhuthbatul-hajat.
6. Walimah
Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaih wa sallam
kepada Abdurrahman bin Auf:"....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing."
(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)
Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian diundang walimah, sambutlah
undangan itu (baik undangan perkawinan atau yang lainnya).
Barangsiapa yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya." (HR. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no. 6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari
Ibnu Umar).
Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang didalamnya terdapat maksiat kepada Allah
Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau menggagalkannya. Jika telah
terlanjur hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka wajib
meninggalkan tempat itu. Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang
Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam dan beliaupun datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang
bergambar maka beliau keluar dan bersabda:
"Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada gambar." (HR. An-
Nasai dan Ibnu Majah, shahih, oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii.
Adapun Sunnah yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah hari dukhul (masuk- nya)
2. Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik miskin atau kaya
3. Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih, sesuai dengan taraf ekonominya.

C. Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinya Nika Siri


Bermacam alasan yang melatarbelakangi seseorang melakukan nikah siri. Ada yang menikah
karena terbentur ekonomi, sebab sebagian pemuda tidak mampu menanggung biaya pesta,
menyiapkan rumah milik dan harta gono gini, maka mereka memilih menikah dengan cara
misyar yang penting halal, hal ini terjadi di sebagian besar Negara Arab . Adajuga yang tidak
mampu mengeluarkan dana untuk mendaftarkan diri ke KUA yang dianggapnya begitu mahal.
Atau malah secara finansial pasangan ini cukup untuk membiayai, namun karena khawatir
pernikahannya tersebar luas akhirnya mengurungkan niatnya untuk mendaftar secara resmi ke
KUA atau catatan sipil. Hal ini untuk menghilangkan jejak dan bebas dari tuntutan hukum dan
hukuman administrasi dari atasan, terutama untuk perkawinan kedua dan seterusnya (bagi
pegawai negeri dan TNI).
Menurut psikolog Ekorini Kuntowati, nikah siri juga dilatarbelakangi oleh model keluarga
masing-masing pasangan. Pernikahan siri ataupun bukan, tidak menjadi jaminan untuk
mempertahankan komitmen. Seharusnya orang lebih bijak, terutama bila hukum negara tidak
memfasilitasinya. Nikah siri terjadi bukan hanya karena motivasi dari pelaku/pasangan atau latar
belakang keluarganya, lingkungan sosial atau nilai sosial juga turut membentuknya. Sebut saja
ketika biaya pencatatan bikah terlalu mahal sehingga ada kalangan masyarakat tak mampu tidak
memedulikan aspek legalitas.
Faktor lain, ada kecenderungan mencari celah-celah hukum yang tidak direpotkan oleh berbagai
prosedur pernikahan yang dinilai berbelit, yang penting dapat memenuhi tujuan, sekalipun harus
rela mengeluarkan uang lebih banyak dari seharusnya. UU 1/1974 tentang Perkawinan beserta
peraturan pelaksanaannya mengatur syarat yang cukup ketat bagi seseorang atau pegawai negeri
sipil (PNS) yang akan melangsungkan pernikahan untuk kali kedua dan seterusnya, atau yang
akan melakukan perceraian. Syarat yang ketat itu, bagi sebagian orang ditangkap sebagai peluang
''bisnis'' yang cukup menjanjikan. Yaitu dengan menawarkan berbagai kemudahan dan fasilitas,
dari hanya menikahkan secara siri (bawah tangan) sampai membuatkan akta nikah asli tapi palsu
(aspal). Bagi masyarakat yang berkeinginan untuk memadu, hal itu dianggap sebagai jalan pintas
atau alternatif yang tepat. Terlebih, di tengah kesadaran hukum dan tingkat pengetahuan rata-rata
masyarakat yang relatif rendah. Tidak dipersoalkan, apakah akta nikah atau tata cara perkawinan
itu sah menurut hukum atau tidak, yang penting ada bukti tertulis yang menyatakan perkawinan
tersebut sah. Penulis menyebut fenomena itu sebagai ''kawin alternatif''.
D. Sah Tidaknya Nikah Siri Menurut Hukum Agama Dan Hukum Positif Indonesia
1. Hukum Agama
Hukum nikah sirih hukum nikah siri secara agama adalah sah atau legal dan dihalalkan atau
diperbolehkan jika sarat dan rukun nikanya terpenuhi pada saat ini nikah sirih digelar. Rukun
nikah yaitu 1). Adanya kedua mempelai ,2) adanya wali, 3) adanay saki nika, 4) adanay mahar
atau ma kawin, 5) adanay ijab gobul atau akad.
2. Hukum Positif Indonesia
Undang-Undang (UU RI) tentang Perkawinan No. 1 tahun 1974 diundang-undangkan pada
tanggal 2 Januari 1974 dan diberlakukan bersamaan dengan dikeluarkannya peraturan
pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun
1974 tentang Perkawinan. Menurut UU Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU
Perkawinan). Mengenai sahnya perkawinan dan pencatatan perkawinan terdapat pada pasal 2 UU
Perkawinan, yang berbunyi: "(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Dari Pasal 2 Ayat 1 ini, kita tahu bahwa sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Ini berarti bahwa jika suatu
perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabultelah dilaksanakan (bagi umat
Islam) atau pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya, maka perkawinan
tersebut adalah sah terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat. Tetapi sahnya
perkawinan ini di mata agama dan kepercayaan masyarakat perlu disahkan lagi oleh negara, yang
dalam hal ini ketentuannya terdapat pada Pasal 2 Ayat 2 UU Perkawinan, tentang pencatatan
perkawinan . Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam pencatatan
dilakukan di KUA untuk memperoleh Akta Nikah sebagai bukti dari adanya perkawinan tersebut.
(pasal 7 ayat 1 KHI "perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikah"). Sedangkan bagi mereka yang beragama non muslim pencatatan
dilakukan di kantor Catatan Sipil, untuk memperoleh Akta Perkawinan.
Mengenai pencatatan perkawinan, dijelaskan pada Bab II Pasal 2 PP No. 9 tahun 1975 tentang
pencatatan perkawinan. Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam,
pencatatan dilakukan di KUA. Sedangkan untuk mencatatkan perkawinan dari mereka yang
beragama dan kepercayaan selain Islam, cukup menggunakan dasar hukum Pasal 2 Ayat 2 PP
No. 9 tahun 1975. Tata cara pencatatan perkawinan dilaksanakan sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 PP No. 9 tahun 1975 ini, antara lain setiap orang yang akan
melangsungkan perkawinan memberitahukan secara lisan atau tertulis rencana perkawinannya
kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan, selambat-lambatnya 10 hari
kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. Kemudian pegawai pencatat meneliti apakah syarat-
syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut UU.
Lalu setelah dipenuhinya tata cara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tidak ditemukan suatu
halangan untuk perkawinan, pegawai pencatat mengumumkan dan menandatangani pengumuman
tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dengan cara
menempel surat pengumuman pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh
umum .

E. Bagaimana Pandangan Para Ulama Tentang Nikah Siri


Menurut pandangna mahzab hanfi dan hambali suatu penikahan yang sarat dan rukunya mka sah
menurut agama islam walaupun pernikah itu adalah pernikahn siri. Hal itu sesuai dengan dalil
yang berbunyi :
artinya “takutlah kamu terhadap wanita, kamu ambil mereka (dari orang tuanya ) dengan
amanah allah dan kamu halalkan percampuran kelamin dengan mereka dengan kalimat
allah(ijab qabul”)(rohil muslaim).
Sedangkan menurut kiayai hisen muhamad seorang komisioner komnas prempuan mnyatakan
pernikahan pria dewasa dengan wanita secara sirih merupakan pernikahan terlarang karena
pernikahn tersebut dapat merugikan si perempauan, sedangkan islam jusru melindungi prempuan
bukan malah merugikannya.
Menurut kalangan Ulama Syiah memang membolehkan cara pernikahan seperti itu. Yaitu nikah
siri, sebih baik ketimbang berjinah yang sangat dilaknat oleh Allat SWT.
Kalangan Ulama Suni di Indonesia yang berpendapat bahwa Nikah sirih adalah Halal
berdasarkan nash Al Qur’an (Anisa:3), dan bahkan tidak sedikit diantaranya yang melakukannya,
bukan semata-mata karena kebutuhan seksual, tetapi guna menunjukan ke-halalan Nikah sirih itu
sendiri.

F. Bagai Mana Dampak Yang Ditimbulkan Dari Nikah Siri Terhadap Perempuan Dan
Anaknya
R Valentina, dalam Perihal Perkawinan menulis , dampak yang akan timbul dari perkawinan yang
tidak dicatatkan secara Yuridis Formal.
Pertama, perkawinan dianggap tidak sah. Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan
kepercayaan, namun di mata negara perkawinan tersebut dianggap tidak sah jika belum dicatat
oleh KUA atau Kantor Catatan Sipil (KCS).
Kedua, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu (pasal 42 dan 43
UU Perkawinan). Sedangkan hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada. Ini artinya anak tidak
dapat menuntut hak-haknya dari ayah. Dengan dilahirkan dalam perkawinan yang tidak
dicatatkan, kelahiran anak menjadi tidak tercatatkan pula secara hukum dan hal ini melanggar
hak asasi anak (Konvensi Hak Anak). Anak-anak ini berstasus anak di luar perkawinan.
Ketiga, akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik istri maupun anak-anak
yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari
ayahnya.
Secara garis besar, perkawinan yang tidak dicatatkan sama saja dengan membiarkan adanya
hidup bersama di luar perkawinan, dan ini sangat merugikan para pihak yang terlibat (terutama
perempuan), terlebih lagi kalau sudah ada anak-anak yang dilahirkan. Mereka yang dilahirkan
dari orang tua yang hidup bersama tanpa dicatatkan perkawinannya, adalah anak luar kawin yang
hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya, dalam arti tidak mempunyai hubungan
hukum dengan bapaknya. Dengan perkataan lain secara yuridis tidak mempunyai bapak (Wila
Chandrawila, 2001). Sebenarnya, tidak ada paksaan bagi masyarakat untuk mencatatkan
perkawinan. Dalam artian, jika kita tidak mencatatkan perkawinan, bukan berarti kita melakukan
suatu kejahatan. Namun jelas pula bahwa hal ini memberikan dampak atau konsekuensi hukum
tertentu yang khususnya merugikan perempuan dan anak-anak.
Bersinggungan dengan pentingnya pencatatan perkawinan, seperti juga pembuatan KTP
atau SIM, kita sesungguhnya membicarakan pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab
negara. Sehingga sudah semestinya memperhatikan prinsip good governance, salah satunya
adalah menetapkan biaya yang sesuai dengan taraf kehidupan masyarakat dan prosedur yang
tidak berbelit-belit (user-friendly). Dengan prosedur yang tidak berbelit-belit dan biaya yang
sesuai masyarakat diajak untuk mencatatkan perkawinannya.
G. Pengertian poligami , Nikah Siri dan kawin Kontrak
Poligami adalah uangkapan bagi seorang lelaki yang beristri lebih dari satu, dan ini
dalam ajaran Islam tidak dilarang meski untuk melakukannya harus memenuhi
syarat dan kriteria tertentu. Dalam perkembangannya poligami terkadang hanya
dijadikan alasan oleh sebagian orang sebagai legalisasi, namun tidak sedikit
penganut poligami yang Rumah tangganya bahagia karena di dasari dengan ajaran
Agama yang diyakini kebenarannya.
Nikah Siri adalah sebuah perbuatan dalam melakukan pernihakan sesuai aturan
agama dalam hal ini Ajaran Islam namun karena berbagai hal yang menghalanginya
menjadikan tidak terjadinya pencatatan secara syah atau legal oleh aparat yang
berwenang dalam hal ini Pemerintah yang di wakili Departemen Agama.
Kawin Kontrak adalah sebuah perkawinan yang di batasi waktu sehingga akan
berakhir sesuai ketentuan waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang
melakukan perkawinan itu sendiri. Kawin kontrak yang dalam ajaran Islam di kenal
dengan Istilah Nikah Mut’ ah yang dalam perkembangan syari’at Islam nikah model
ini telah dilarang.
Ketiga type perkawinan tersebut kini telah digodog rancangan undang-undangnya
oleh Pemerintah yang di wakili oleh Departemen Agama dengan sebuah Rancangan
Undang-undang , yang didalamnya diatur bagi orang yang melakukannya akan di
kenai sangsi hukum. Akankah RUU tersebut efektif, mungkinkah ini akan menjadi
sebuah solusi atau hanya akan menjadi masalah baru ? dalam kehidupan
masyarakat kita, setujukah rekan-rekan semua dengan rancangan Undang-undang
tersebut, sesuatu yang di halalkan oleh Tuhan mungkinkah dilarang oleh Manusia,
wallahu Alam.
Berikut cuplikan beberapa pasal tentang draft RUU tersebut yang menjadi
kontroversi
Pasal 142 ayat 3 menyebutkan, calon suami yang berkewarganegaraan asing harus
membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp 500
juta.
Pasal 143, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di
hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi.
Mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp 6 juta hingga Rp
12 juta.
Pasal 144, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara
selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum.
Selain mengatur tentang Perkawinan Siri, Mutah/Kontrak, RUU ini juga mengatur
soal perkawinan campur (berbeda kewarganegaraan).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Pernikah siri adalah nika dibawah tangan atau nikah secara sembunyi-sembunyi. Disebut secara
sembunyi karena tidak dilaporakan kekantor urusan agama bagi muslaim atau catatan sipil non
muslim. Pendapat Imam Abu Hanifah, Yang dimaksud dengan nikah sirih adalah nikah yang
tidak bisa menghadirkan wali dan tidak mencatatkan pernikahannya.
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki
jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah. Penikahan
sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang hanya dengan cara
inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah).
Hukum nikah sirih secara aturan agama adalah sah. Dan dihalalkan atau diperbolehkan jika sarat
dan rukun nikanya terpenuhi. Namun secara hukum yang berlaku di Negara kita tentang
perundang-undangan pernikahan itu tidak sah karena di dalam perundangan ada yang tidak
lengkap secara administrasi.
Dampak yang ditimbulkan dari nikah sirih lebih banyak faktor kerugaiannya dibandingkan faktor
keuntungannya. Kerugaian yang terbesar dari nikah siri berdampak pada pihak perempuan dan
anaknya untuk masa depannya.
Faktor yang melatarbelakangi adanya nikah sirih yaitu 1) faktor ekonomi, 2) proses admisntrasi
pernikahan yang dianggap terlalu sukar, 3) bagi pria yang yang ingin menukah lagi atau poligami
tetap tidak mendapat persetujuan atau disetujui dari istri ke pertama, 4) dari awal baik siwanita
atau pria yang melakukan nikah siri mempunyai itikad tidak baik, hanya sekedar menghalalkan
hubungan persetubuhan saja.
B. Saran
Kepada pemuda pemudi islam tidak mengikuti tata cara perkawinan sirih karena dapat
merugikan. Dan berusaha menghindari pernikahan sirih. Juga kepada pemerintah melakukan
penyuluhan dan dapat menghimbau masyarakat tentang kerugian nikah siri.

A. Latar Belakang
Allah menciptakan sesuatu dengan pasang-pasangan, laki-laki perempuan , hewan jantan dan
betina, siang dam malam dan sebagainya, manusia hidup berpasangan-pasangan menjadi suami
istri menbangun rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah diadakan ikatan dan
pertalian yang kekal dan tidak mudah diputuskan, yaitu ikatan akad nikah atau
ijab Kabul perkawinan. Bila akad nikah telah dilangsungkan maka mereka telah berjanji dan setia
akan membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah warohmah, yang natinya akan akan
lahir keturunan-keturunan dari mereka.
Dalam hukum islam tujuan perkawianan adalah menjalankan perintah allah SWT agar meperoleh
keturunan yang sah dalam masyarakat, dan membentuk keluarga yang bahagia. Artinya ketika
seseorang memutuskan untuk menikah, maka lembaga perkawinan tersebut pastilah bertujuan
untuk untuk menciptakan ketenangan. Dan kedamaian bagi manusia yang telah mampuh unuk
melaksanakannya. Sebagai firman allah :
‫ﻴﺎﻤﻌﺳﺮﺍﻟﺷﺎﺐ ﻤﻦ ﺍﺳﺘﻁﺎﻉ ﻤﻧﻛﻢ ﺍﻟﺑﺎﺀﺓ ﻓﻠﻴﺘﺯ ﻮﺝ‬
“hai sekalian pemuda . siap yang sanggup bersetubu (Karena ada belanja nika), hendaklah
berkawin”
‫ﻓﺎﻧﻛﺣﻮ ﺍﻤﺎ ﻂﺎﺐ ﻠﻛﻢ ﻤﻦ ﺍﻠﻧﺴﺂﺀﻤﺛﻦ ﻮﺛﻠﺚ ﻮﺮﺑﺎﻉ ﺨﻔﺗﻡ ﺍﻻﺗﻌﺪ ﻠﻮ ﺍﻔﻮ ﺍﺣﺫﺓ‬
﴿ ٣: ‫﴾ﺍﻠﻧﺳﺎﺀ‬
“ Maka kawianlah perempuan yang kamu sukai, satu, dua, tiga dan emapat, tetapi kalau kamu
kautir tidak berlaku adil (diantara prempuan-prempuan Itu), hendaklah satu
saja”(QS.Anisa.ayat 3)
Dalam firman Allah SWT dan sabda rosulnya mengajukan perkawinan. yang diatas sudah jelas.
Namun akhir ini banyak temuan kasus perkawinan sirih di berbagai kalangan, misalnya media
cetak, maupun media elektronik dalam acara infotemen dalam siaran TV swasta, banyak sekali
tayangan-tanyangan maraknya tentang perkawinan sirih mulai dari kalangan tokoh politik,
selebritis maupun masyarakat biasa, meski perkawinan tersebut sah menurut agama namun belum
tentu secara hukum.
Berdarakan uraian latarbelakang diatas, maka penulis merasa perlu untuk mengangkatnya dalam
suatu judul makalah Yaitu: “ Nikah Siri Menuruut Pandangan Ulama Dan Perspektif Hukum
Islam dan Hukum Positif Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nikah siri?
2. Bagaimana tata cara pernikahan menurut islam?
3. Faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya nika siri?
4. Sah tidaknya nikah siri menurut hukum agama dan hukum positif indonesia ?
5. Bagaimana pandangan para ulama tentang nikah sirih?
6. Bagai mana dampak yang ditimbulkan dari nikah siri terhadap perempuan dan anaknya?

C. Maksud dan Tujuan


1. Agar kita mengetahui yang dimaksud niakah siri.
2. Agar kita mengetahui tata cara pernikahan menurut islam.
3. Agar kita mengetahui sah tidahnya nikah sirih menurut hukum islam dan hukum
posotifindonesia.
4. Agar kita mengetahui bagaimana pandangan ualam tentang nikah siri.
5. Agar kita mengetahui faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya nikah siri.
6. Agar kita mengetahui dampak yang ditimulkan dari nikah siri terhadap perempuan dan
anaknya.
SURAT PERNYATAAN NIKAH SIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
Tempat/Tgl lahir
Umur
Pekerjaan
Alamat

menyatakan bahwa :
Nama
Tempat/Tgl lahir
Umur
Pekerjaan
Alamat

adalah istri sah saya yang telah saya nikahi secara sah menurut hukum dan syari’ah Islam pada
tanggal (tanggal nikah) dengan keadaan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan jika dikemudian hari
terdapat hal-hal yang tidak di inginkan maka saya bersedia diproses secara hukum menurut
undang-undang yang berlaku serta tidak akan melibatkan pihak manapun.

Jambi, 17 Maret 2015


Saksi I Saksi II Yang Menyatakan

(......) (......) (......)

Diketahui,
Ketua RT. 001 Kuamang Kuning
(..................)
INGAT!!
Nikah siri memang mempunyai surat namun tetap negara tidak akan mengakuinya, resiko anda
tanggung sendiri.!

Kajian Hukum Islam Tentang Hukum Nikah Sirri


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
    Perkawinan menurupakan bagian hidup yang sakral, karena harus
memperhatikan norma dankaidah hidup dalam masyarakat. Namun kenyataanya,
tidak semua orang berprinsip demikian, dengan berbagai alasan pembenaran yang
cukup masuk akal dan bisa diterima masyarakat.,
perkawinan seringkali tidak dihargai kesakralannya. Pernikahan merupakan sebuah
media yang akan mempersatukan dua insan dalam satu rumah tangga. Pernikahan
merupakan satu- satunya ritual pemersatu dua insan yang secara resmi dalam
hukum kenegaraan maupunn hukum agama.

    Pelaksanaan perkawinan diindonesia selalu bervariasibentuknya. Mulai dari


perkawinan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) , perkawinan bawa lari, sampai
perkawinan yang pouler dalam masyarakat, yaitu kawin sirri. Perkawinan yang tidak
dicatat atau yang dikenal dengan berbaagai macam istilah lain seperti ‘kawin bawah
tangan’, ‘kawin sirri’, nikah sirri, adalah perkawinan yang berdasarkan aturan agama
atau adat istiadat dan tidak dicatat di kantor pegawai pencatat nikah (KUA bagi yang
beragama islam, kantor catatan sipil bagi non-muslin). Istilah sirri dari bahasa arab
sirra, israr yaang berarti rahasia. Kawin sirri, menurut arti katanya, perkawinan yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau rahasia.  Dengan kata lain, kawin itu
tidak disaksikan orang banyak dan tidakdilakukan dihadapan pegawai pencatat
nikah. Kawin itu dianggap sah menurut agama tetapi melanggar ketentuan
pemerintah.  Melihat maraknya nikah sirri, pemerintah berkeinginan memberikan
fatwa hukum yang tegas terhadap pernikahan sirri. Sebagaimana pejelasan
Nasaruddin Umar, Direktur Bimas Isalm Depag, RUU ini akan memperketat
pernikahan sirri, kawin kontrak, dan poligami.
    Berkembang pro dan kontra dalam masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa
orang yang melakukan penikahan sirri, maka suami istri tersebut tidak mempunyai
hubungan pewarisan. Artinya, jika suami meningal dunia, maka istri dan anak-anak
keturunannya tidak memiliki  hak untuk mewarisi harta suaminya. Ketentaun ini juga
berlaku jika istri yang meninggal dunia.
B. Rumusan Masalah
    Dalam pembahasan mengenai Pernikahan Siri yang dilakukan oeh beberapa
masyarakat di Indonesia terdapat beberapa permasalahan yang hendak dijadikan
pembahasan, antara lain;
Bagaimana Dampak dari Pernikahan Siri?
Bagaimana pernikahan siri di mata hukum Islam Indonesia ?

BAB II
PEMBAHSAN

A.    Pengertian Nikah Sirri Dan Dampak Nikah Sirri


1.    Pengertian nikah sirri
Nikah siri atau juga disebut dengan nikah bawah tangan ini cukup banyak
diperbincangkan sehingga terdapat berbagai pendapat mengenai nikah siri.
Pendapat pertama yaitu nikah siri adalah nikah sembunyi-sembunyi, padahal
menurut ajaran agama Islam, Rasulullah memerintahkan “awlim walau bi syatin”
(umumkanlah pernikahanmu walau kau hanya memotong seekor anak domba kecil),
menikah siri adalah menikah yang tidak dicatat di KUA, padahal dalam ajaran Islam
menaati Allah, Rasul dan Pemerintah adalah suatu kewajiban. Pendapat kedua,
nikah siri adalah perkawinan yang dilakukan berdasarkan aturan agama atau adat
istiadat dan tidak dicatatkan di kantor KUA bagi yang beragama Islam, Kantor
Catatan Sipil bagi non-Islam. Menurut Prof. Dr. Dadang Hawari ( psikiater & Ulama )
berpendapat bahwa “Telah terjadi upaya mengakali pernikahan dari sebuah prosesi
agung menjadi sekedar ajang untuk memuaskan hawa nafsu manusia”,ia menilai
pernikahan siri saat ini banyak dilakukan sebagai upaya legalisasi perselingkuhan
atau menikah lagi untuk yang kedua kali atau lebih, sehingga menurutnya
pernikahan siri ini tidak sah. .

Dari tiga pendapat tentang nikah siri tersebut maka dapat didefinisikan bahwa nikah
siri saat ini adalah nikah yang dalam prakteknya tidak dilaksanakan sebagaimana
diajarkan dalam agama Islam yang mana harus turut mematuhi peraturan atau
ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh pemerintah yaitu setelah menikah
secara agama atau adat harus pula dilakukan pencatatan di catatan sipil atau KUA
sebagaimana telah diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 (2) dan sebagaimana
disinggung dalam Kompilasi Hukum Islam ( Instruksi Presiden R.I No. 1 tahun 1991)
pasal 17 (1), sehingga saat ini nikah siri menjadi suatu pernikahan yang tidak sah
secara agama maupun hukum di Indonesia. Alasan dari definisi tersebut adalah
suatu pernikahan seperti nikah siri ini akan tetap sah kedudukannya bila
dilaksanakan sesuai rukun dan syarat sahnya, sebab lain halnya jika sampai saat ini
hukum yang berlaku di Indonesia hanya hukum Islam yang ada, maka bagi siapapun
yang menikah siri tidak akan mengalami kesulitan, karena tidak perlu diadakan
pencatatan. Berhubung saat ini telah berlangsung ketentuan pemerintah yang juga
telah disepakati oleh masyarakatnya, maka ketentuan tersebut wajib ditaati oleh
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat maju dalam suatu negara hukum.
2.    Dampak pernikahan sirri
Di sini kita membahas hal yang terjadi sebagai akibat dari praktek nikah siri
sebagaimana yang dimaksud dalam masyarakat:
a). Dampak bagi pihak istri / wanita
- tidak diakui sebagai istri yang sah
- tidak berhak atas nafkah dari suami
- tidak berhak mendapat warisan suami jika telah meninggal
- tidak berhak atas harta gono-dini bila terjadi perceraian.
 Karena secara hukum positif, perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi.
Dalam hal ini pihak wanita memang sangat banyak menerima kerugian bila
melakukan perkawinan siri. Belum lagi nantinya wanita tersebut akan mengalami
kesulitan dalam berinteraksi atau bersosialisasi dengan masyarakat, karena
pandangan umum masyarakat menilai bahwa ia telah tinggal dengan laki-laki diluar
nikah atau sebagai istri simpanan.
b). Dampak bagi Anak
Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah, sehinga di mata
hukum anak tidak memiliki hubungan perdata dengan ayahnya tapi hanya dengan
ibu dan keluarga dari ibunya saja. ( pasal 42 dan pasal 43 tentang perkawinan tahun
1974 & pasal 100 KHI )
.B. Hukum Nikah Sirri
    Pernikahan sirri atau pernikahan tanpa pencatatan baik nikah tunggal maupun
karena poligami, adalah pernikahan yang illegal, Ini terjadi disebabkan kurangnya
pemahaman hukum dan minimnya kesadaran hukum dari sebagian masyarakat
akan pentingnya pencatatan perkawinan mereka. Pernikahan di bawah tangan tidak
mempunyai kekuatan hukum. pernikahan sirri merupakan perbuatan hukum yang
tidak mempunyai kekuatan hukum dalam sebuah Negara hukum bernama
Indonesia. Oleh sebab itu masyarakat Islam Indonesia harus menghindari praktek
perkawinan di bawah tangan atau nikah sirri.
1.    Analisis Hukum Nikah Sirri  Menurut Ulama
1.    Ulama klasik
Pernikahan yang dirahasiakan, menurut Imam Malik hukumnya batal. Sebab
pernikahan wajib diumumkan kepada masyarakat luas. Sedang Imam Syafi’i dan
Abu Hanifah menilai, nikah sirri hukumnya sah, tapi makruh dilakukan.
2.    Ulama Kontemporer
Sementara terkait nikah sirri, memang benar bahwa nikah tersebut pada dasarnya
secara agama sah. Namun, pelarangan di sini juga tidak serta merta salah jika
didasarkan pada kemaslahatan dan mudharat (bahaya) yang ada. Ini juga didukung
oleh sejumlah dalil. DR. Yusuf al-Qardhawi menyebutkan, "Jika pada sesuatu yang
diperbolehkan terkandung hal-hal yang membahayakan manusia atau sebagian
besar mereka, maka wajib dilarang (bersifat kondisional). Sebab Nabi saw bersabda,
"Tidak boleh menimbulkan bahaya baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Misalnya
Umar Ibn al-Khattab pernah melarang lelaki muslim menikahi wanita ahlul kitab
karena menimbulkan fitnah dan mudharat bagi wanita muslimah. Juga disebutkan
beliau pernah melarang pemberian zakat kepada muallaf karena salah fungsi dsb.
2.    Analisis Hukum Nikah Sirri Menurut Masailul fiqhiyah
Kaidah yang penulis gunakan adalah :
‫ إال به فهو واجب‬ ‫ماال يتم الواجب‬
Artinya : “tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu, maka adanya
sesuatu itu menjadi wajib hukumnya.”
Berkaitan dengan penggunaan kaidah ini pada kasusnikah sirri yang tidak melalui
proses pencatatan perkawinan, penulis berangkat dari anggapan bahwa pencatatan
perkawinan adalah satu peraturan yang sengaja dibuat dalam rangka
menyempurnakan kualitas sebuah perkawinan. Penyempurnaan kualitas perkawinan
ini berkaitan erat dengan status perkawinan yang merupakan bagian dari perintah
Allah swt dalam rangka beribadah kepada-Nya. Karena tujuannya yang luhur itu,
maka segala peraturan yang telah ada sebelumnya dalam kitab-kitab fiqh klasik dan
peraturan yang muncul terkemudian wajib untuk diadakan. Dengan demikian,
berlakulah ketentuan mala yatimmu al-wajib illa bihi fahua wajib “tidak sempurna
suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu, maka adanya sesuatu itu menjadi wajib
hukumnya”. Artinya, tidak sempurna sebuah perkawinan kecuali dengan adanya
pencatatan, maka adanya pencatatan menjadi wajib hukumnya.
3.    Analisis Hukum Nikah Sirri Menurut Organisasi
a.    Majelis Ulama Indonesia
MUI tidak mengenal istilah nikah  sirria tau nikah kontrak. Selama ini. MUI
mengunakan nikah istilah pernikahan dibawah tangan untuksetiap pernikahan yang
tidak di catat di KUA.". pada tahun 2005, para ulama MUI sudad memutuskan
pendapat mengenai pernikahan di bawa tangan. Menurut para ulama, pernikahan
tersebut sah apabila telah memenuhi syarat dan rukun menikah, seperti yang diatur
dalam agama Islam Dan penikahan model ini bisa menjadi haram jika menimbulkan
korban..
b.    Nahdlatul ulama
Nikah sirri dikenal muncul setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam peraturan
tersebut disebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan selain harus dilakukan menurut
ketentuan agama juga harus dicatatkan. Menurut Zamhari, pernikahan sirri biasanya
terjadi untuk nikah kedua dan seterusnya, karena untuk mendapatkan izin dari isteri
pertama sangat sulit. "Pernikahan seperti ini jelas tidak punya kepastian hukum atau
tidak punya kekuatan hukum yang paling dirugikan adalah wanita," ujarnya.
c.    Muhammadiyah
nikah sirri yang terjadi dalam masyarakat menurut hukum islam telah terpenuhi
syarat yaitu, bukan muhrim, bukan dari saudara dekat dan harus seiman, terpenuhi
rukunnya yang mana rukun pernikahan tidak terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah
namun rukun ini merupakan pendapat para ulama yaitu, adanya mempelai laki-laki,
mempelai perempuan wali (HR. Baihaqi), saksi (HR. Tirmidzi)., dan ijab qabul
pernikahan seperti ini sah menurut agama. Artinya nikah sirri yang ada dalam
masyarakat ini tidak dilakaukan secara sirri yang berarti sembunyi, sedangakan
menurut pandangan Muhammadiyah nikah sirri yang saat ini terjadi dalam
masyarakat adalah nikah yang telah memenuhi rukun dan syarat nikah namun tidak
dicatatkan oleh petugas pencatatan nikah setempat. Nikah seperti ini yang umum
dilakukan di indonesia disebut sebagai nikah sirri, menurut pandangan para tokoh
muhammadiyah pernikahn seperti ini tidak sah karena nikah sirri ini hanya bertumpu
pada syariat semata tanpa mempedulikan ketentuan yang lain yaitu aturan yang
dibuat oleh pemerintah yang mana pemerintah disini sebagai ”ulil amri” (An-Nisa [4]:
59), yang mana menurut aturan nikah sah sesuai dengan Undang-Undang No. l
Tahun 1974. Dalam hal ini pencatatan nikah diperlukan sebagaimana terdapat
dalam ayat yang berisiakan pencatatan utang piutang (QS. Al-Baqarah : 282), dalam
tujuan pernikahan juga dibutuhkan sebagaimana dalam (QS. Ar-Rum [30]:21).
Namun dalam pernikahan sirri lebih banyak mudharatnya dan tidak terpenuhi dari
tujuan pernikahan tersebut, sehingga para tokoh muhammadiyah menolak nikah sirri
dan enganggap nikah tersebut tidak sah bersarkan ketentuan tersebut.
4.    Analisis Hukum Nikah Sirri Menurut Pendapat Penulis
Pengertian nikah sirri sekarang berkaitan dengan administrasi pemerintahan,
sementara pengertian pada zaman dahulu berkaitan dengan syarat atau rukun nikah
yang wajib dipenuhi yaitu berupa persaksian atau pengumuman. Oleh karena itu,
saya berpendapat bahwa nikah sirri sah menurut syari'at Islam, pernikahan
semacam itu bisa halal dan bisa juga menjadi haram. Pernikahan sah dan halal
apabila tidak menimbulkan korban atau kerugian baik kedua belah pihak. Namun
demikian pernikahan yang sah bisa menjadi haram apabila menimbulkan korban.

BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulannya adalah, bahwa hukum Islam di Indonesia yang membahas tentang


perkawinan di bawah tangan (Nikah sirri) tertuang di dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dan dalam
peraturan perkawinan tersebut dijelaskan bahwa tujuan utama dari adanya
pencatatan perkawinan adalah untuk menciptakan ketertiban yang berkaitan dengan
administrasi kenegaraan yang diharapkan akan mengarah kepada tercipatanya
ketertiban sosial kemasyarakatan. Oleh karenanya, pernikahan di Indonesia itu syah
bila telah terpenuhinya syarat dan rukun perkawinan, namun juga tetap harus dicatat
oleh negara. Dengan adanya tertib administrasi kenegaraan ini diharapkan
peristiwa-peristiwa perkawinan di Indonesia dapat dikontrol sehingga tidak ada
pihak-pihak (terutama wanita) yang dirugikan. Karena jika dilihat kondisi umat Islam
Indonesia saat ini yang begitu kompleks permasalah di dalamnya, termasuk dengan
masalah kekerasan terhadap wanita (istri), maka penjelasan tentang perkawinan
yang tidak perlu dicatat dapat dipertimbangkan kembali keabsahannya sehingga
akan terasa nilai mashlahat di dalamnya dengan lebih mengedepankan mashlahat
yang umum.

Anda mungkin juga menyukai