Pelatihan Psikoedukasi
Agar pasien dan keluarga dapat mengambil peran konstruktif terbesar dalam
pengobatan penyakit skizofrenia sejak tahap awal, mereka harus memiliki “kemampuan
dasar” dalam memahami dan menangani skizofrenia. Karena hal itu, psikoedukasi perlu
mengajarkan kepada mereka apa saja yang menyebabkan skizofrenia dan bagaimana
pengobatannya.
Dalam setiap kasus, pemberitahuan awal harus dibuat oleh terapis yang
berkompeten dan penuh kasihuntuk melawan preses kauslitas dan mengontrol gangguan
atribusi di satu sisi, dan di sisi lainuntuk mencegah ketidakpastian yang tak terelakkan
dalam profesi. Mendampingi pertukaran informasi spesifik tentang psikosis skizofrenia.
Psikoedukasi melalui film dapat menjadi alat yang berguna dalam berbagai
situasi. Misalnya, dapat digunakan di rumah sakit yang kekurangan staf. Pasien dapat
memulai prosedur di rumah sakit dan terus menonton film setelah keluar, atau
menontonnya nanti. Kerabat akan memiliki akses ke informasi tentang skizofrenia,
meskipun tidak ada grup untuk mereka. Selain itu, film-film tersebut dapat digunakan
untuk mendidik karyawan baru. Oleh karena itu, film dapat digunakan sebagai
suplemen multifungsi untuk pemrosesan standar, terutama bila sumber daya terbatas.
Depresi
Pada orang awam depresi didefinisikan sebagai keadaan emosi atau sedih,
susah, murung, tidak bahagia, dan kehilangan semangat hidup. Namun, secara ilmiah
menurut Sue dkk. (1986) depresi ialah suatu keadaan dimana emosi seseorang memiliki
karakteristik seperti perasaan sedih, merasa tidak berharga, merasa gagal, dan menarik
diri dari lingkungan sosialnya. Dijelaskan oleh Leitenberg & Wilson (1986), bahwa
depresi menunjukan adanya kontrol diri yang lemah, dimana para penderita depresi
memiliki evaluasi diri negatif, suka menghukum diri, harapan terhadap performance
yang rendah, dan kurang memberikan reward kepada diri sendiri
(SulistyorWandansariini & Sabarisman, 2017).
Indonesia diperkirakan memiliki kasus depresi sebesar 15,6 juta pada saat
ini. Dengan peningkatan kasus yang terus berkembang menyebabkan depresi menjadi
penyakit yang memiliki presentase kasus tertinggi kedua setelah penyakit jantung di
Indonesia. Depresi yang berkelanjutan sering berujung dengan tindakan bunuh diri.
Lagi, Indonesia menyumbang presentase jumlah kematian akibat bunuh diri terbesar di
Asia Tenggara (halodoc.com).
Salah satu penyebab depresi yang sering berujung dengan kematian ialah
kasus perundungan. Melansir dari CNN, perundungan memberikan dampak jangka
panjang dan jangka pendek bagi penderitanya. Seseorang yang mengalami perundungan
akan memiliki masalah pada kesehatan mentalnya. Korbal bullying memiliki
kemungkinan untuk mengalami kecemasan dan depresi. Kemudian, berakhir dengan
keinginan untuk melakukan bunuh diri. Stigma bunuh diri yang hadir ini, menjadi
ancaman paling berbahaya bagi penderita depresi. Diperlukan pendidikan dan
pemahaman untuk dapat mengatasi pemikiran bunuh diri pada penderita depresi agar
tidak mengakhiri hidup.
Depresi sendiri dapat dipicu dari beragam peristiwa tidak hanya disebabkan
oleh perundungan, melainkan seperti pengalaman melihat kekerasan pada masa lalu,
kegagalan dalam suatu hal, putus cinta, KDRT, pelecehan seksual, dan berbagai
peristiwa negatif yang dapat terjadi di kehidupan sehari-hari. Pada pendekatan
psikologis, psikologi menawarkan pendidikan kesehatan yang menjadi intervensi
sistematis dan pengajaran psikoterapis kepada penderita dan keluarganya terkait
pemahaman pada penyakit depresi, metode menghadapi depresi, dan bagaimana
pengobatan terhadap depresi.
Masih banyak keluarga yang tidak tahu bagaimana cara untuk mendukung
anggota keluarga mereka yang mengalami penyakit mental, depresi. Hal ini menjadi
latarbelakang pentingnya psikoedukasi bagi pihak keluarga penderita. Dukungan dari
keluarga menjadi salah satu faktor yang mendukung keberhasilan penderita depresi
untuk dapat survive. Perlu diketahui bahwa keluarga merupakan orang terdekat yang
bisa membantu dan membawa penderita depresi untuk dapat melewati masa depresinya
dengan baik. Apabila penderita depresi tidak memiliki dukungan dari keluarganya,
kemungkinan akan terjadi ketimpangan dan celah yang besar untuk meningkatnya
tingkat depresi.
SEKS BEBAS
Menurut worl health organization (WHO) remaja adalah suatu masa ketika
individu berkembang menuju ke kematangan seksual, atau suatu masa ketika individu
mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi
dewasa, bisa juga remaja merupakan masa peralihan dari ketergantungan soaial
ekonomi yang penuh menjadi lebih mandiri.(Kristanti & Lasi, 2018)
Karakter yang berkualitas dapat terbentuk dimasa remaja karena masa ini
merupakan masa mencari identitas diri. Remaja akan melewati fase trial and eror dalam
usahanya untuk mencari jati diri, yang paling dasar yaitu mencari informasi mengenai
dorongan seksual saat masa pubertas. Pubertas adalah tanda saat remaja sudah aktif
secara seksualnya dan memasuki masa subur. (Gunarsa,2004)
Perkembangan remaja terdiri dari tiga tahap yaitu: remaja awal, remaja
pertengahan dan remaja akhir. Tahapan ini dapat dijelaskan dengan 3 aspek
perkembangan yaitu fisik, kognitif dan sosioemosional. Remaja awal, perkembangan
fisik secara umum menuju perkembangan yang berlangsung cepat, proporsi ukuran
tinggi dan berat badan seringkali kurang. Perkembangan kognitif pada tahapan ini
kemampuan berpikir mulai tumbuh dan pada umumnya sudah mulai berpikir tentang
masa depan meskipun hanya dalam taraf yang terbatas. Perkembangan sosial emosi
remaja pada tahapan ini berusaha menunjukkan identitas dirinya, muncul perasaan
canggung saat bertemu dengan seseorang.
Remaja pertengahan, perkembangan fisik yaitu pertumbuhan pubertas, pada
tahapan ini sudah sempurna pertumbuhan fisik. Pada perempuan mulai melambat akan
tetapi pada remaja laki-laki akan terus berlanjut perkembangannya. Kognitif yaitu
kemampuan berpikir terus meningkat mampu menetapkan sebuah tujuan, tertarik pada
hal-hal yang lebih rasional dan mulai berpikir tentang makna sebuah kehidupan.
Perkembangan sosioemosi pada periode ini pengaruh teman sebaya.
Remaja akhir perkembangan fisik pada masa ini posisi ukuran tinggi dan berat
badan lebih seimbang, mendekati kekuatan orang dewasa, selain itu juga ditandai
dengan berfungsinya organ organ reproduktif seperti pada orang dewasa, perkembangan
kognitif pada masa ini remaja sudah mulai memiliki kemampuan untuk memikirkan
sebuah ide mulai dari awal sampai akhir. Perkembangan sosioemosi pada masa ini yaitu
identitas diri semakin kuat, emosi dan kepedulian terhadap orang lain semakin
meningkat, semakin mandiri hubungan antara teman sebaya tetap menjadi isu yang
penting dan hubungan dengan lawan jenis akan semakin serius.
Remaja perlu tahu pengenalan mengenai sistem proses dan fungsi alat
reproduksi. Remaja perlu tahu pendewasaan usia kawin dan bagaimana merencanakan
kehamilan agar sesuai dengan keinginannya dan pasangannya. Remaja perlu tahu
penyakit menular seksual dan HIV AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan
reproduksi. Remaja perlu tahu bahaya narkoba dan miras remaja pengaruh sosial dan
media terhadap perilaku seks tentang kekerasan seksual dan bagaimana
menghindarinya, mengembangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat
kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negative. Remaja perlu
tahu tentang hak-hak reproduksi remaja tentang organ reproduksi.
Perilaku free sex atau sex bebas ini menjadi salah satu gejala sosial yang
cukup menghawatirkan dan perlu ditangani debgab serius. Peran orangtua dalam
memberikan edukasi kepada anak sangat penting agar tidak terjerumus ke dalam
pergaulan yang salah. Orangtua juga diharapkan untuk mampu menjadi teman dalam
segala bidang, entah itu teman ngobrol, teman curhat dll, agar anak menjadi terbuka
mengenai masalah yang tengah dihadapinya. Jika hal tersebut tidak terpenuhi anak akan
mencari orang lain untuk meluapkan masalahnya. Hal inilah yang sangat
membahayakan jika si anak tersebut salah memilih orang untuk membagi masalahnya.
Apalagi dimasa remaja yang sangat rentan akan masuknya pengaruh negatif ke diri
mereka.
Kurangnya perhatian dari prenana dan perhatian orangtua merupakan salah satu
faktor remaja terjerumus ke dalam sex bebas, selain itu pendidikan yang rendah,
perekonomian keluarga yang kurang baik, broken home atau keluarga kurang harmonis,
ketidaktahuan remaja akan dampak negatif dari perilaku sex bebas serta
penyalahgunaan internet dapat menjadi penyebab pergaulan bebas.
Pergaulan bebas tau sex bebas bisa di jauhkan jika setiap remaja memiliki sikap
asertif. Asertif adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang
diinginkan dirasakan dan dipikirkan kepada orang lain, namun dengan tetap menjaga
dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam sikap asertif seseorang
dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula untuk mengekspresikan perasaan
pendapat dan kebutuhan profesional tanpa ada maksud untuk memanipulasi
memanfaatkan atau merugikan pihak lain. Menurut Pratanti seseorang yang asertif
memiliki kriteria:
1. merasa bebas untuk mengekspresikan perasaan pikiran dan keinginan
2. mengetahui hak mereka dan yang
3. ketiga mampu mengontrol kemarahan
Menurut Festerheim dan Baer (A’yuni,2010) orang yang mempunyai sifat asertif
mempunyai 4 ciri-ciri, yaitu:
1. Bebas saat mengenukakan emosi yang dirasakan melalui tindakan dan kata-kata.
Contohnya: “inilah aku, ini yang saya rasakan dan ini yang aku mau”
2. Bisa berkomunikasi dengan orang lain dengan baik, entak dengan teman,
sahabat, keluarga, ataupun lingkungan sosial lainnya. biasanya dalam proses
komunikasi ini relatif terbuka dan jujur.
3. Mempunyai tujuan hidup yang jelas, karena biasanya orang yang mempunyai
sifat asertif cenderung mengejar apa yang diinginkan dan akan berusaha agar
sesuatu itu terjadi secara sadar akan dirinya bahwa bahwa dia tidak bisa selalu
menang, maka dia menerima keterbatasannya. Akan tetapi dia akan berusaha
semaksimal mungkin, berkebalikan dengan orang yang tidak asertif yang
cenderung akan menunggu terjadinya sesuatu.
4. Karena sadar bahwa dia tidak selalu menang, orang yang bersifat asertif akan
menerima dirinya sendiri namun dia akan mencari jalan keluar akan
keterbatasannya dengan cara belajar dari sekitar dan selalu mengembangkan
dirinya.
Sikap ataupun perilaku asertif cenderung akan merugikan pihak lain karena
bentuknya seperti mempersalahkan, mempermalukan, menyerang, atau secara verbal
maupun fisik marah-marah menuntut mengancam, misalnya kritikan atau komentar
yang tidak enak didengar, maupun sengaja menyebarkan gossip. Menurut Lazarus
dalam Irani 2009 perilaku asertif mengandung suatu tingkah laku yang perlu ketegasan.
Orang yang asertif juga akan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar dan
sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri-ciri seperti
berikut: 1. terlalu mudah mengalah atau lemah 2. mudah tersinggung atau cemas 3.
kurang yakin pada diri sendiri atau sukar mengadakan komunikasi dengan orang.
Dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki sikap asertif adalah orang yang
memiliki keberanian untuk mengekspresikan pikiran hak-hak pribadinya serta tidak
menolak permintaan permintaan yang tidak beralasan, bukan hanya berarti seseorang
dapat bebas berbuat sesuatu seperti yang diinginkannya, di dalam asertif juga
terkandung berbagai pertimbangan mengenai baik dan buruknya suatu sikap dan
perilaku yang akan digunakan.
Menurut Lubis dan Oriza (Dara Fara, 2009) mengekspresikan diri secara
jujur dengan cara yang tepat tanpa perasaan cemas yang mengganggu sehingga
mendorong terwujudnya kesejajaran dan persamaan dalam hubungan dengan
pasangannya Kenyataan yang ada di masyarakat menunjukkan bahwa masih banyak
individu yang tidak bersikap asertif dalam menolak ajakan untuk melakukan perilaku
seksual pranikah.
Pelatihanan aserertivitas dapat meningkatkan kemampuan individu untuk
mengontrol emosi karena dalam pelatihan ini remaja akan di ajarkan dan dilatih untuk
mengekspresikan perasaan, Yang bertujuan untuk menyelesaikan ketidak
sepemahaman, mampu mencegah amarah yang tidak sesuai dan destruktif. Selain itu,
zinnia, passion fruit Dalam pelatihan ini peserta akan diajarkan untuk menerima pujian
tanpa malu-malu dan dapat mengungkapkan hal-hal positif sehingga dapat
meningkatkan hubungan yang sehat dengan pasangan.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4170907/#CD002831-bbs2-0209title
diakses tanggal 31 Desember 2020
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6929223/#idm140412636167200title
diakses tanggal 1 Januari 2021
Anderson, CM, Gerard, E, Hogarty, GE, Reiss, DJ. Family treatment of adult
schizophrenic patients: a psycho-educational approach. Schizophr Bull 1980. ;6490–
505.
Sumber (Syafana L) :
Kristanti, E., & Lasi, F. (2018). Psikoedukasi dan pelatihan “EDA”(ekspresi diri untuk
asertif) sebagai upaya mencegah seks bebas pada remaja. Seminar Seminar
Nasional Call for Paper & Pengabdian Masyarakat, 1, 138–152.
Mahmud, R. A., Lilik, S., Setyanto, A. T., Studi, P., Fakultas, P., & Maret, U. S. (2015).
Pengaruh Psikoedukasi Mengenai Dukungan Sosial Keluarga dalam Menurunkan
Kecemasan pada Pasien Depresi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta.
Suryani, Widianti, E., Hernawati, T., & Sriati, A. (2011). ( Psycho education Decrease
the Level of Depression , Anxiety and Stress Among Patient with Pulmonary
Tuberculosis ) * Fakultas Keperawatan UNPAD , Jalan Raya Jatinagor KM 21 ,
Jatinanor , Sumedang.
(LIDWINA J)
Diakses tgl: 3 januari 2021, 11.30
file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/1665-3951-1-SM.pdf
Diakses tgl: 3 januari 2021, 11.30
file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/50255-148079-1-PB.pdf
Diakses tgl: 3 januari 2021, 15.00
https://www.merdeka.com/jateng/8-penyebab-pergaulan-bebas-pada-remaja-kurangnya-
perhatian-hingga-faktor-ekonomi-kln.html?page=3
Diakses Tgl 5 Januari 2021 19.36
http://etheses.uin-malang.ac.id/2267/6/08410034_Bab_2.pdf
Han, E. S., & goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). 済無 No Title No Title.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Kristanti, E., & Lasi, F. (2018). Psikoedukasi dan pelatihan “EDA”(ekspresi diri untuk asertif)
sebagai upaya mencegah seks bebas pada remaja. Seminar Seminar Nasional Call for
Paper & Pengabdian Masyarakat, 1, 138–152.