Anda di halaman 1dari 3

Faktor Sosiokultural

Peneliti menemukan bahwa respons terhadap obat-obatan psikiatrik dan tingkat


dosis bervariasi menurut etnis pasien. Orang Asia, contohnya membutuhkan dosis
neuroleptik yang lebih rendah daripada orang Eropa Amerika.orang Asia cenderung
mengalami lebih banyak efek samping dengan dosis yang sama. Akan tetapi,
kesenjangan rasial juga terlihan pada cara pasian skizofrenia ditangani. Contohnya,
pasian Afrika Amerika pda sebuah penelitian cenderung tidak mendapatkan generasi
antipsikotikapital yang lebih baru daripada pasien Eropa Amerika (Kuno & Rothbard,
2002).
Dalam sebuha penelitian terhdap 26 orang Asia Amerika dan 26 orang Amerika
kulit putih non-Hispanik dengan skinofrenia, anggota keluarga Asia Amerika lebih
sering terlibat dalam program pengobatan (Lin er al., 1991). misalnya, anggota
keluarga cenderung menemani pasien Asia Amerika pada sesi evaluasi pengobatan
mereka. Keterlibatan keluarga yang lebih besar diantara orang Asia Amerika
mencerminkan rasa tanggung jawab keluarga yang relatif lebih kuat dalam budaya
Asia. Orang Amerika kulit putih non-hispank cenderung menekankan individualisme
dan tanggung jawab individu.
Menjaga hubungan antara orang dengan skizofrenia dan keluarga serta
masyarakat yang lebih luas adalah bagian dari tradisi budaya dibanyak kebudayaan
asia, begitupula dibelahan dunia lainnya seperti Afrika. Orang yang menderita
penyakit mental serius di Tiongkok, contohnya tetap memiliki hubungan suportif yang
kuat dengan keluarga dan tempat kerja mereka, yang membantu meningkatkan
peluang mereka untuk kembali ke kehidupan masyarat (Liberman, 1994).

Terapi Psikodinamika
Freud tidak percaya bahwa psikoanalisis tradisional sangat sesuai untuk
menangani skizofrenia. Penarikan diri kedalam dunia fantasi yang menjadi ciri
skizofrenia, mencegah individu untuk membentuk hubungan yang bermakna dengan
psikoanalisis. Teknik psikoanalis klasik, tulis Freud harus “diganti dengan yang
lainnya; dan kita belum tahu apakah kita berhasil menemukan penggantinya”.
Psikoanalisis lainnya, seperti Harry Stack Sullivan dan Frieda Fromm
Reichmann, mengadopsi teknik psikoanalisis khusus untuk penanganan skizofrenia.
Namun, penelitian gagal menunjukkan efektivitas terapi psikoanalisis atau
psikodinamika untuk menangani skizofrenia. Namun, hasil yang menjanjikan
dilaporkan untuk membentuk terapi psikodinamika yang telah dimodifikasi, yang
didasarkan pada model diatesis stress, yang membantu pasien mengatasi stress dan
membangun keterampilan sosial, seperti belajar menghadapi kritik dari orang lain
(Busrillo et al., 2001; Hogarty et al.,1997).

Terapi Berbasis Pembelajaran


Meskipun beberapa terapis perilaku percaya bahwa pembelajaran yang salah
menyebabkan skizofrenia intervensi berbasis pembelajaran telah terbukti efektif
dalam mengubah perilaku skizofrenik dan membantu orang dengan gangguan ini
mengembangkan perilaku yang bisa membantu mereka menyesuaikan diri secara
lebih efektif dengan kehidupan di masyarakat. Metode terapi ini meliputi :
1. Penguatan selektif perilaku, seperti memberi perhatian untuk perilaku yang
pantas dan menghilangkan verbalisasi yang aneh melalui penarikan perhatian
2. Ekonomi token, dimana individu pada unit rawat inap diberi imbalan atau
penghargaan untuk perilaku yang pantas dengan tokn seperti chip plastik, yang
bisa ditukar dengan penguat yang berwujud seperti batang atau hak istimewa.
3. Pelatihan keterampilan sosial, dimana klien diajari keterampilan berbincang dan
perilaku sosial yang pantas lainnya melalui pelatihan, pemodelan, latihan
perilaku, dan umpan balik.
Program pelatihan keterampilan sosial membantu individu untuk memperoleh
berbagai keterampilan sosial dan vokasional. Orang dengan skizofrenia seringkali
kurang memiliki keterampilan sosial dasar yang dibutuhkan dalam kehidupan
bermsyarakat seperti ketegasan, keterampilan berwawancara, dan kemampuan
berbicara. Pelatihan keterampilan sosial bisa membantu mereka meningkatkan
keterampilan sosialdan tingkat fungsi sosialnya (Addington & Marshall, 2010).
Pendekatan berbasis pembelajaran lainnya yang digunakan dalam praktik yang lebih
lluas sebagai tambahan terapi obat guna menangani skizofrenia adalah terapi kognitif
perilaku (Rector & Beck, 2012).

Rehabilitasi Psikososial
Orang dengan skizofrenia biasanya sulit menjalankan fungsinya dalam peran
sosial dan pekerjaan serta melakuakn pekerjaan yang bergantung pada kemampuan
kognitif dasar yang melibatkan atensi dan ingatan. Sejumlah klub self help atau umum
disebut kelompok sosial dan pusat rehabilitasi bermunculan untuk membantu orang
dengan skizofrenia menemukan tempatnya di masyrakat. Banyak pusat rehabilitasi
yang didirikan oleh non-profesional atau oleh penderita skizofrenia itu sendiri,
sebagian besar karena lembaga kesehatan mental sering kali gagal memberikan
pelayanan yang sebanding. “Kelompok sosial” ini bukanlah rumah, justru kelompok
ini bertindak sebagai komunitas mandiri yang memberikan anggotanya dukungan
sosial dan membantu mereka menemukan peluang pendidikan dan pekerjaan.

Program Intervensi Keluarga


Konflik keluarga dan interaksi keluarga yang negatif dapat menambah stres pada
anggota keluarga dengan skizofrenia, meningkatkan resiko episode skizofrenia
berulang. Peneliti dan klinisi telah berkerjasama dengan keluarga penderita
skizofrenia untuk membantu mereka mengatasi beban pengobatan dan membantu
mereka mengambangkan cara yang lebih kooperatif dan ramah untuk berhubungan
dengan orang lain. Program intervensi keluarag yang terstruktur bisa mengurangi
konflik dalam keluarga, meningkatkan fungsi sosial pada pasien skzofrenia, dan
bahkan mengurangi tingkat kambuh (Addington, Piskulic, & Marshall, 2010). Namun,
manfaat dari program ini nampaknya masih relatif terbatas, dan masih menyisakan
pertanyaan tentang apakah kekambuhan bisa dicegah atau hanya ditunda.

Gangguan Spektrum Skizofrenia Lainnya


DSM-5 mengkalisifikasikan berbagai gangguan psikologis ke dalam gangguan
spektrum skizofrenia. Gangguan tersebut mulai dari bentuk yang lebih ringan yaitu
pemikiran yang tidak beraturan atau tidak biasa dan kesulitan berhubungan dengan
orang lain, yang diasosiasikan dengan gangguan kepribadian skizotipal sampai
gangguan psikotik yang sebenarnya, termasuk gangguan psikotik singkat, gangguan
skizofreniform, gangguan delusi, dan gangguan skizoafektif, begitu pula skizofrenia
itu sendiri.

Gangguan Psikotik Singkat


Kategori diagnosis dari gangguan psikopatik singkat (brief psychotic disorder)
berlaku untuk gangguan psikosis yang berlangsung mulai dari satu hari sampai satu
bulan dan ditandai dengan setidaknya salah satu ciri berikut : delusi, halusinasi, bicara
yang tida jelas, atau oerilaku katatonik atau yang sangat tidak beraturan. Gangguan
psikotik singkat sering dihubungkan dengan stresor yang signifikan, seperti
kehilangan orang tercinta atau paparan trauma brutal di masa perang.
 Gangguan Skizofreniform
Gangguan ini terdiri dari perilaku abnormal yang identik dengan perilaku abnormal
pada skizofrenia yang telah bertahan setidaknya satu bulan tetapi kurang dari enam
bulan. Oleh karena itu, perilaku tersebut belum dapat didiagnosis sebagai skizofrenia.
 Gangguan Delusional
Gangguan ini berlaku pada orang dengan keyakinan delusional yang jelas dan
persisten, yang sering melibatkan tema-tema paranoid (Sammon, 2005). dalam
gangguan ini, keyakinan delusional yang dimiliki mungkin aneh misalnya, percaya
bahwa alien telah menanamkan elektroda di kepala mereka atau mungkin berupa hal
yang tampak masuk akal, seperti keyakinan tidak berdasar mengenai perselingkuhan
pasangan, persekusi oleh orang lain, atau memikat hati orang terkenal. Keyakinan
yang tampak masuk akal tersebut bisa membuat orang lain menganggapnya serius dan
mengeceknya sebelum menyimpulkan bahwa hal itu tidak berdasar. Meskipun delusi
sering terjadi pda skizofrenia, gangguan delusional diyakini bebeda dengan
skizofrenia. Orang dengan gangguan delusional tidak menunjukkan kebingungan atau
pikiran yang acak-acakan.
 Gangguan Skizoafektif
Gangguan ini terkadang disebut sebagai “tas besar” gejala karena gangguan ini
meliputi perilaku psikotik yang diasosiasikan dengan skizofrenia (misalnya,
halusinasi dan delusi) yang terjadi bersamaan dengan gangguan mood mayor. Namun,
pada beberapa titik tahapan gangguan ini, delusi atau halusinasi pasti terjadi selama
periode setidaknya dua minggu tanpa adanya gangguan mood mayor. Seperti
skizofrenia, gangguan ini cenderung mengikuti tahapan kronis yang ditandai dengan
kesulitan persisten dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan kehidupan orang
dewasa.

Anda mungkin juga menyukai