Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Pendapat yang menyatakan penyakit jiwa itu identik dengan gila adalah
mindset yang keliru turun menurun di masyarakat. Akibatnya masyarakat
acapkali memandang sebelah mata para dokter spesialis jiwa karena menurut
mereka kaum dokter ini adalah mereka yang kurang kerjaan karena menangani
orang yang tidak waras otaknya. Yang termasuk penyakit jiwa itu sangat
banyak, menurut buku pegangan untuk diagnosa bagi dokter spesialis jiwa
Indonesia yaitu Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ), penyakit jiwa dibagi dalam 10 kelompok besar yang masing-masing
kelompok terdiri atas begitu banyak jenis gangguan jiwa. Jadi tidak heran jika
penyakit seperti berikut termasuk diurusi spesialis jiwa : dementia (pikun
patologis),skizofrenia dan variannya (istilah kasarnya = orang gila), depresi,
manik, narkoba dan alkoholisme, kecemasan, anorexia nervosa -bulimia,
autisme, gangguan kepribadian,penyimpangan seksual dll.

Ilmu kejiwaan itu meliputi hal-hal yang umum di masyarakat seperti


permasalahan bunuh diri, hobi melakukan tindak kriminal, masalah stress
berat karena ditinggal pacar atau karena kematian orang disayang,
permasalahan anak yang hiperaktif dan tidak bisa mengikuti pelajaran di
sekolah, homoseksual, hobi mengintip pakaian dalam wanita atau
menunjukkan aurat di depan umum, kecenderungan wanita yang sering
memuntahkan makanan yang dimakannya, cuci otak kaum teroris, kekerasan
dalam rumah tangga dan masih banyak lagi. Ilmu kejiwaan mempelajari
banyak fenomena sosial dan cara-cara penangannya baik dengan terapi obat-
obatan maupun konseling..

Gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi komunikasi sel-sel


saraf di otak, dapat berupa kekurangan maupun kelebihan neurotransmitter
atau substansi tertentu. Pada sebagian kasus gangguan jiwa terdapat kerusakan

1
organik yang nyata padas struktur otak misalnya pada demensia. Jadi tidak
benar bila dikatakan semua orang yang menderita gangguan jiwa berarti ada
sesuatu yang rusak di otaknya. Pada kebanyakan kasus malah faktor
perkembangang psikologis dan sosial memegang peranan yang lebih krusial.
Misalnya mereka yang gemar melakukan tindak criminal dan membunuh
ternyata setelah diselidiki disebabkan karena masa perkembangan mereka
sejak kecil sudah dihiasi kekerasan dalam rumah tangga yang ditunjukkan
oleh bapaknya yang berprofesi dalam militer. Jadi ilmu jiwa justru merupak
satu-satunya ilmu yang mengenali penyakit medis secara komplet, yaitu dari
segi fisik, pola hidup dan juga riwayat perkembangan psikologis atau
kejiawaan seseorang. Oleh karena itu pengobatan ilmu kejiwaan juga bersifat
menyeluruh, tidak sekedar obat minum saja, tetapi meliputi terapi psikologis,
terapi perilaku dan terapi kognitif/konsep berpikir.

Setiap individu hendaknya mengetahui konsep-konsep tentang gangguan


jiwa dan pencegahannya. Mungkin saat ini cukup banyak masyarakat awam
yang rajin membaca rubrik kesehatan baik lewat tabloid maupun internet, tapi
sayangnya permasalahan gangguan jiwa kurang popular jika dibandingkan
masalah osteoporosis, hipertensi, penyakit jantung, stroke, makanan sehat
maupun kesehatan kulit. Gangguan jiwa dapat mengenai siapa saja. Apalagi di
tengah kehidupan yang semakin dipenuhi stressor seperti sekarang ini.

2
1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana perkembangan komunikasi terapeutik pada klien gangguan


jiwa?
2. Apa tujuan komunikasi terapeutik pada klien gangguan jiwa?
3. Apa faktor-faktor komunikasi terapeutik pada klien gangguan jiwa?
4. Apa model komunikasi terapeutik pada klien gangguan jiwa?
5. Bagaimana strategi komunikasi terapeutik pada klien gangguan jiwa?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui perkembangan komunikasi terapeutik pada klien


gangguan jiwa
2. Untuk mengetahui tujuan komunikasi terapeutik pada klien gangguan jiwa
3. Untuk mengetahui faktor-faktor komunikasi terapeutik pada klien
gangguan jiwa
4. Untuk mengetahui model komunikasi terapeutik pada klien gangguan jiwa
5. Untuk mengetahui strategi komunikasi terapeutik pada klien gangguan
jiwa

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan komunikasi terapeutik pada klien gangguan jiwa

3
Gangguan mental atau penyakit kejiwaan adalah pola psikologis
atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres atau kelainan
mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal
manusia.Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif,
perilaku, komponen kognitif atau persepsi yang berhubungan dengan
fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi
sosial manusia. Penemuan dan pengetahuan tentang kondisi kesehatan
mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan perubahan budaya,
dan saat ini masih terdapat perbdaan tentang definisi, penilaan dan
klasifikasi, meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan secara
luas. Lebih dari sepertiga orang di sebagian besar negara-negara
melaporkan masalah pada satu waktu pada hidup mereka yang memenuhi
kriteria salah satu atau beberapa tipe umum dari kelainan mental.

Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa kasus


tidak jelas, dan teori terkadang menemukan penemuan yang rancu pada
suatu ruang lingkup lapangan. Layanan untuk penyakit ini terpusat di
rumah sakit jiwa atau di masyarakat sosial, dan penilaian diberikan oleh
psikiater, psikolog klinik, dan terkadang psikolog pekerja sukarela,
menggunakan beberapa variasi metode tetapi sering bergantung pada
observasi dan tanya jawab. Perawatan klinik disediakan oleh banyak
profesi kesehatan mental. Psikoterapi dan pengobatan psikiatrik
merupakan dua pilihan pengobatan umum, seperti juga intervensi sosial,
dukungan lingkungan, dan pertolongan diri. Pada beberapa kasus terjadi
penahanan paksa atau pengobatan paksa dimana hukum membolehkan.
Stigma atau diskriminasi dapat menambah beban dan kecacatan yang
berasosiasi dengan kelainan mental (atau terdiagnosa kelainan mental atau
dinilai memiliki kelainan mental) yang akan mengarh ke berbagai gerakan
sosial dalam rangka untuk meningkatkan pemahanan dan mencegah
pengucilan sosial.

2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik pada Klien Gangguan Jiwa

4
Adapun tujuan komunikasi terapeutik adalah:

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan


dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi
yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan;
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya;
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik pada Klien


Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam diktat kuliah


psikiatri,mengungkapkan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi karena tiga
faktor yang bekerja sama yaitu faktor biologik, psikologik,dan
sosiobudaya.
1. Faktor Biologik

Untuk membuktikan bahwa gangguan jiwa adalah suatu


penyakit seperti kriteria penyakit dalam ilmu kedokteran, para psikiater
mengadakan banyak penelitian di antaranya mengenai kelainan-
kelainan neutransmiter, biokimia, anatomi otak, dan faktor genetik
yang ada hubungannya dengan gangguan jiwa. Gangguan mental
sebagian besar dihubungkan dengan keadaan neuttransmiter di otak,
misalnya seperti pendapat Brown et al, 1983, yaitu fungsi sosial yang
kompleks seperti agresi dan perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh
impuls serotonergik ke dalam hipokampus. Demikian juga dengan
pendapat Mackay, 1983, yang mengatakan noradrenalin yang ke
hipotalamus bagian dorsal melayani sistem monoamine di
limbokortikal berfungsi sebagai pemacu proses belajar, proses
memusatkan perhatian pada rangsangan yang datangnya relevan dan
reaksi terhadap stres. Pembuktian lainnya yang menyatakan bahwa

5
gangguan jiwa merupakan suatu penyakit adalah di dalam studi
keluarga. Pada penelitian ini didapatkan bahwa keluarga penderita
gangguan efektif, lebih banyak menderita gangguan afektif daripada
skizofrenia (Kendell dan Brockington, 1980), skizofrenia erat
hubungannya dengan faktor genetik (Kendler, 1983). Tetapi psikosis
paranoid tidak ada hubungannya dengan faktor genetik, demikian
pendapat Kender, 1981).

Walaupun beberapa peneliti tidak dapat membuktikan hubungan


darah mendukung etiologi genetik, akan tetapi hal ini merupakan
langkah pertama yang perlu dalam membangun kemungkinan
keterangan genetik. Bila salah satu orangtua mengalami skizofrenia
kemungkinan 15 persen anaknya mengalami skizofrenia.Sementara bila
kedua orangtua menderita maka 35-68 persen anaknya menderita
skizofrenia, kemungkinan skizofrenia meningkat apabila orangtua, anak
dan saudara kandung menderita skizofrenia (Benyamin, 1976).
Pendapat ini didukung Slater, 1966, yang menyatakan angka prevalensi
skizofrenia lebih tinggi pada anggota keluarga yang individunya sakit
dibandingkan dengan angka prevalensi penduduk umumnya.

2. Faktor Psikologik

Hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan


gangguan mental sangat kompleks tergantung dari situasi, individu dan
konstitusi orang itu. Hal ini sangat tergantung pada bantuan teman, dan
tetangga selama periode stres. Struktur sosial, perubahan sosial dan
tigkat sosial yang dicapai sangat bermakna dalam pengalaman hidup
seseorang. Kepribadian merupakan bentuk ketahanan relatif dari situasi
interpersonal yang berulang-ulang yang khas untuk kehidupan manusia.
Perilaku yang sekarang bukan merupakan ulangan impulsif dari riwayat
waktu kecil, tetapi merupakan retensi pengumpulan dan pengambilan
kembali.

6
Setiap penderita yang mengalami gangguan jiwa fungsional
memperlihatkan kegagalan yang mencolok dalam satu atau beberapa
fase perkembangan akibat tidak kuatnya hubungan personal dengan
keluarga, lingkungan sekolah atau dengan masyarakat sekitarnya.
Gejala yang diperlihatkan oleh seseorang merupakan perwujudan dari
pengalaman yang lampau yaitu pengalaman masa bayi sampai dewasa.

3. Faktor Sosiobudaya

Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai


perbedaan terutama mengenai pola perilakunya. Karakteristik suatu
psikosis dalam suatu sosiobudaya tertentu berbeda dengan budaya
lainnya. Adanya perbedaan satu budaya dengan budaya yang lainnya,
menurut Zubin, 1969, merupakan salah satu faktor terjadinya perbedaan
distribusi dan tipe gangguan jiwa. Begitu pula Maretzki dan Nelson,
1969, mengatakan bahwa alkulturasi dapat menyebabkan pola
kepribadian berubah dan terlihat pada psikopatologinya. Pendapat ini
didukung pernyataan Favazza (1980) yang menyatakan perubahan
budaya yang cepat seperti identifikasi, kompetisi, alkulturasi dan
penyesuaian dapat menimbulkan gangguan jiwa. Selain itu, status sosial
ekonomi juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa
Goodman (1983) yang meneliti status ekonomi menyatakan bahwa
penderita yang dengan status ekonomi rendah erat hubungannya dengan
prevalensi gangguan afektif dan alkoholisma.Yang penting untuk
diketahui, penyakit mental dapat diobati. Seperti halnya orang dengan
diabetes (kencing manis) yang harus minum obat kencing manis,
demikian juga orang dengan gangguan mental yang serius perlu obat
untuk meredakan gejala-gejalanya. Kita harus mencari pertolongan
untuk mengatasi gangguan mental seperti halnya kita pergi berobat
untuk penyakit lainnya. Orang dengan penyakit mental membutuhkan
dukungan/suport, penerimaan dan pengertian dari kita semua. Mereka

7
juga punya hak seperti orang lain. Bukan malah ditakuti, dijauhi, diejek,
atau didiskriminasi.

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas bahwa gangguan


jiwa memerlukan penyembuhan tidak hanya secara medic saja tetapi
bisa melalui penyembuhan alternatif lain yaitu dengan menerapi pasien
gangguan jiwa dengan teknik komunikasi terapeutik yang akan
dilakukan perawat (profesional kesehatan) terhadap pasien (klien).

2.4 Model Komunikasi Terapeutik pada Klien Gangguan Jiwa

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku


dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003),
komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal
dan publik.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi


(1984), dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi
yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara
terapeutik.

1. Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam


pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi
secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi
verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat
atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan,
membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi
dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi,
dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam

8
tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara
langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

Ø Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan


langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil
keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai
dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk
dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang
disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa,
bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan
menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara
sederhana.

Ø Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak


mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis
yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini
digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak
mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting.
Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada
mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru
paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara
saya mendengarkan paru-paru anda”.

Ø Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata


yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran,

9
perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius
dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi
perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan
yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan
keperawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah
untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika
menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

Ø Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan


keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan
sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan
cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk
menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar
untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat
dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan
sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari
pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa
menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat
atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

Ø Waktu dan Relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila


klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk
menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara
jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi
penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus

10
peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula
komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang
disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

Ø Humor

Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa


membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan
oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan
Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor
merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa
sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan
menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak
atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan
klien.

Ø Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi


yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui
surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan
lain- lain.

Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :

v Lengkap

v Ringkas

v Pertimbangan

11
v Konkrit

v Jelas

v Sopan

v Benar

Fungsi komunikasi tertulis adalah:

- Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan


operasi.
- pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah
diarsipkan.
- Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali
kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
- Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.
- Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat
perintah, surat pengangkatan.
2. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa


menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan
untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu
menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai
dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena
isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang
mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan. Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan
non verbal sebagai berikut:

Ø Kinesik

12
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan
dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh.
Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai
kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata
secara verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan
bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang berbahaya,
obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat,
dan lain-lain.

Ø Proksemik

Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh


“ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu
berkomunikasi atau antara individu dengan objek.

Ø Haptik

Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi


jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu
maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu
sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang,
mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda
dengan seseorang.

Ø Paralinguistik

Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia


bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol
verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan
orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak
mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik
orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi

13
dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang
mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.

Ø Artifak

Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non


verbal dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu
bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan
pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas,
pakaian, televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun
dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan
kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang
dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal
mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang
itu.

Ø Logo dan Warna

Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam


penyuluhan merupaka karya komunikasi bisnis, namun model
keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo
dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau
produk da suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta.
Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk,
warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.

Ø Tampilan Fisik Tubuh

Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan


fisik tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang

14
mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking,
bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu
merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu.
Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah
persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian
rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka
dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan
untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan
oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).

2.5 Strategi Komunikasi Terapeutik pada Klien Gangguan Jiwa

Ada beberapa strategi ketika harus berkomunikasi dengan penderita


gangguan jiwa :

1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik


meminta klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan
perawat, pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus
sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan
yang bersama-sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan
berbincang dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan
dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.
4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan
maka harus direduksi atau ditenangkan dengan obat-obatan sebelum
kita support dengan terapi-terapi lain, jika pasien masih mudah
mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

15
Gangguan mental atau penyakit kejiwaan adalah pola psikologis
atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres atau kelainan
mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal
manusia. Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa kasus
tidak jelas, dan teori terkadang menemukan penemuan yang rancu pada
suatu ruang lingkup lapangan.

Adapun tujuan komunikasi terapeutik adalah:

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan


dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi
yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan;
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya;
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik pada


klien gangguan jiwa adalah faktor biologik, faktor psikologik, dan faktor
sosiobudaya.model-model komunikasi terapeutik pada klien gangguan
jiwa terdiri dari model komunikasi verbal dan non verbal.

2.2 Saran

Kami sebagai penulis mengharapkan agara pembaca dapat


melakukan komunikasi teraputik kepada klien gangguan jiwa dengan
mengetahui faktor-faktor dan model dalam melakukan komunikasi
teraupetik tersebut. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan maka kami meminta saran dan kritik pembaca.

Daftar Pustaka

http://naningunijoyo.blogspot.co.id/2009/06/komunikasi-terapeutik-perawat-pada.html

16
https://angelachichi.wordpress.com/2015/06/19/komunikasi-pada-klien-dengan-
gangguan-jiwa-dan-roleplay/

http://www.slideshare.net/yusieaprilia/komunikasi-terapeutik-pada-pasien-
gangguanjiwa

17

Anda mungkin juga menyukai