Anda di halaman 1dari 4

REVIEW HASIL-HASIL PENELITIAN TERKAIT DENGAN GANGGUAN

SPIRITUAL

DIBUAT OLEH: KELOMPOK 5 (KELAS A)

1. ELISABETH LEUNUFNA 12114201210045


2. ELISIA CHRESA SURLIA 12114201210046
3. ELLA YABLOY 12114201210047
4. ELSYE B. RESIMANUK 12114201210048
5. ELSYE TAHYA 12114201210049
6. ELVI JUNASTRI KHERAL 12114201210050
7. EMILIANA SINTIA FENYAPWAIN 12114201210052
8. ENJELINA DAMASYA LOUHATAPESSY 12114201210053
9. ERICA S. P. TENINE 12114201210054
10. ERVI MAJESTA MAKITAN 12114201210055
11. ESTER KALISTA LALAAR 12114201210056

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
TAHUN 2023
Jurnal 1 :
PENGARUH DUKUNGAN SPIRITUAL TERHADAP TINGKAT KECEMASAN
PADA PASIEN PRE-OPERASI

Hasil :
Dari hasil penilitian didapatkan pasien di RS Imanuel Provinsi Lampung mengalami
kecemasan. Terlihat sebelum terapi dukungan spiritual meningkat dan setelah terapi
dukungan spiritual diberikan tingkat kecemasan menurun. Dari hasil tersebut dapat di lihat
bahwa ada terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah terapi dukungan spiritual. Hal ini
menunjukan bahwa terapi dukungan spiritual memiliki pengaruh dalam menurunkan tingkat
kecemasan pada pasien pre-operasi.

Pembahasan:
Proses penurunan kecemasan merupakan seseorang yang mengalami kecemasan akan
mengaktifkan saraf otonom (simpatis dan parasimpatis). Saraf simpatis akan mengaktifkan
proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon tubuh yang
dapat muncul ketika seseorang cemas. Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi
kecemasan dengan melakukan dukungan spiritual berupa bimbingan doa yang akan
menimbulkan rasa percaya diri, rasa optimisme (harapan kesembuhan), mendatangkan
ketenangan, damai, dan merasakan kehadiran Tuhan Maha Esa mengurangi kecemasan bisa
juga dengan mendengarkan musik seperti lagu-lagu rohani. Terapi dukungan spritual dapat
diberikan kepada pasien pre-operasi untuk menurunkan tingkat kecemasan.
Terapi dukungan spritual ini merupakan bentuk asuhan keperawatan yang holistik. Dalam
prinsip atau pelaksanaan terapi dukungan spritual menunjukan prilaku caring yang dapat
memberikan ketenangan, kenyamanan bagi klien sehingga mendekatkan hubungan terapeutik
perawat dan klien. Terapi dukungan spritual merupakan salah satu dari komplementer.
Rumah Sakit menetapkan kriteria orang orang-orang yang akan melakukan terapi dukungan
spritual untuk pasien yang mengalami kecemasan pre-operasi. Sehingga perawat berpeluang
mempelajari berbagai macam terapi komplementer serta dukungan spritual direkomendasikan
agar dapat diterapkan dan di kombinasikan dengan terapi komplementer lain sebagai terapi
pendamping atau sebagai bagian dari intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami kecemasan pre-operasi. skor kecemasan responden
sebelum dilakukan terapi dukungan spritual dengan hasil 49,88, namun setelah dilakukan
terapi dukungan spiritual kecemasan menurun dengan hasil 46,81. Jadi terdapat penurunan
yaitu 3,07. hal ini menunjukkan diterima yang artinya terapi dukungan spritual memiliki
pengaruh dalam menurunkan tingkat kecemasan pada pasien pre-operasi.

Jurnal 2
HUBUNGAN TINGKAT SPIRITUAL DENGAN KUALITAS HIDUP ORANG
DENGAN HIV/AIDS (ODHA)
Hasil :
Dari penelitian yang dilakukan, hasil yang ditemukan bahwa mayoritas responden dari total
responden berjumlah 22 orang adalah laki-laki berjumlah 17 orang dan perempuan 5 orang
dengan rata-rata usia 17-25 tahun. Berdasarkan frekuensi tingkat spiritual didapatkan bahwa
mayoritas (pasien laki-laki) memiliki tingkat spiritual yang rendah (kurang) yaitu sekitar 16
orang dan frekuensi kualitas hidup pada ODHA yang mayoritas laki-laki juga rendah
(kurang) dengan frekuensi responden sebanyak 17 orang. Dapat disimpulkan bahwa pasien
ODHA yang sebagian besar laki-laki memiliki tingkat spiritual dan kualitas hidup yang masih
rendah.

Pembahasan :
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada mayoritas tingkat spiritual kurang
72,7% dan tingkat spiritual baik 27,3%. Tingkat spiritual pada ODHA yang terjadi menjadi
sesuatu penerimaan terhadap hidupnya setelah mengalami suatu peristiwa. Tingkat spiritual
sebagian besar ODHA memiliki tingkat spiritual yang kurang. Hal ini dikarenakan tingkat
spiritual yang kurang disebabkan sebagian dari mereka belum dapat menerima kenyataan
bahwa mereka terinfeksi oleh virus tersebut, masih menganggap itu hukuman dari Tuhan.
kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga yang mengasingkan diri
setelah mendengar bahwa salah satu keluarga mereka terinfeksi, dikucilkan oleh masyarakat
yang menganggap mereka itu terkena kutukan, diskriminasi yang membuat mereka takut
untuk membuka diri, sehingga mereka memendam rasa sakit sendirian tanpa ada dukungan
dari keluarga atau masyarakat sekitar. Menurut Cherry (2017), kurangnya tingkat spiritual
ODHA terjadi karena dirinya sendiri yang beranggapan tidak ada lagi orang-orang yang
peduli dengan dirinya dan menganggap dirinya bukanlah orang yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa mayoritas kualitas hidup kurang
73,3% dan kualitas hidup baik 22,7%. Kualitas hidup merupakan penerimaan diri mereka
terhadap perasaannya seperti tidak ada merasakan sakit atau nyeri, dan merasa bahagia.
Kualitas hidup yang baik memiliki kebiasaan seperti: mengatur pola makan, gaya hidup yang
baik, rutin memeriksakan kesehatan dan rajin mengikuti program penyuluhan dari
pemerintah. Masalah pada pasien tidak hanya terbatas pada masalah fisik namun juga
menyangkut masalah psikologis, ekonomi, dan sosial. Dimana, adanya hubungan yang
signifikan antara depresi, dukungan keluarga, dan kualitas hidup menjadi ODHA merupakan
suatu yang berat dalam hidup, dimana permasalahan yang kompleks selalu dihadapi setiap
hari, bukan hanya berurusan dengan kondisi penyakit, tetapi kondisi penyakit yang disertai
dengan stigma sosial yang sangat diskriminatif. Stigma pada ODHA adalah sebuah penilaian
negatif yang diberikan oleh masyarakat karena dianggap bahwa penyakit HIV/AIDS yang
diderita sebagai akibat perilaku yang merugikan diri sendiri dan berbeda dengan penyakit
akibat virus lain. Ditambah lagi kondisi ini diperparah karena hampir sebagian besar kasus
penularan HIV pada ODHA disebabkan karena aktivitas seksual yang berganti-ganti
pasangan. Stigma pada ODHA melekat kuat karena masyarakat masih memegang teguh nilai-
nilai moral, agama dan budaya atau adat istiadat. Masalah psikososial khususnya depresi
terkadang lebih berat dihadapi oleh pasien sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya.
Penelitian Ismayadi (2016) terdapat hubungan yang signifikan antara stigma dan depresi
kelelahan dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS dengan kekuatan sedang pada stigma dan
depresi.
Hasil penelitian hubungan antara tingkat spiritual dengan kualitas hidup diatas peneliti dapat
di simpulkan bahwa tingkat spiritual dan kualitas hidup yang baik diperoleh dari interaksi
lingkungan dan pencapaian keselarasan hidup. Spiritual merupakan dimensi penting yang
harus diperhatikan dalam penilaian kualitas hidup karena gangguan spiritualitas akan
menyebabkan gangguan berat secara psikologis termasuk keinginan bunuh diri.

Jurnal 3
Implementasi Dukungan Spiritual Berbasis Budaya Menurunkan Kecemasan pada
Pasien Stroke
Hasil :

Anda mungkin juga menyukai