Anda di halaman 1dari 19

Review Jurnal II

Mata Kuliah
Aplikasi dan Penelitian Sosial

Dosen Pengampuh
Sulasmi Sudirman, S.Psi., M.A

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Andi Adinda Salsabila Rukman 4517091005


Alfa Rahma 4517091055
Della Damayanti 4517091074
Nurhartini Ramdani 4517091017
Niswatul Hasanah 4517091038
Syarifah Fatimah. A 4517091050

KELAS A

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2019
CRITICAL REVIEW
JURNAL 1
IDENTITY
Jurnal Jurnal Endurance
Judul HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN DEPRESI
LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
(PSTW) SABAI NAN ALUIH SICINCIN
Penulis Reska Handayani dan Eci Oktaviani
Reviewer Kelompok 5

ABSTRACT
Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi
hidup yang tidak sesuai dengan harapan,sehingga mengalami gangguan mental seperti
depresi. Prevalensi depresi pada lanjut usia 5-17% di pelayanan kesehatan primer, 20%
lansia berada di komunitas, 25% lansia berada di rumah sakit dan 40% lansia berada di
panti jompo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Spiritualitas dengan
Depresi Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin
Tahun 2017.Jenis penelitian ini adalah deskriftif analitik, dengan desain penelitian cross
sectional study. Penelitian ini telah di lakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan
Aluih Sicincin pada bulan September 2016 sampai Juni 2017. Populasi dalam penelitian ini
semua lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih tercatat
sebanyak 110 orang, dengan sampel sebanyak 52 orang yang diambil dengan teknik
pengambilan sampel secara simple random sampling. Hasil penelitian analisa univariat
didapatkan responden yang mengalami depresi ringan (63,5%) dan spiritualitas yang tidak
baik (55,8%). Sedangkan analisa bivariate didapatkan hasil ada hubungan yang bermakna
antara spiritualitas dengan depresi dengan nilai (p=0,003).Penelitian ini meyimpulkan
bahwa variabel spiritualitas memiliki hubungan yang bermakna dengan depresi pada lansia.

THE INTRODUCTION AND


LITERATURE REVIEW
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan
berbagai hasil yang positif di berbagai bidang yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan
lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terutama di bidang
medis dan keperawatan. Hal ini menyebabkan meningkatnya kualitas kesehatan penduduk
serta meningkatnya Usia Harapan Hidup (UHH) manusia. Peningkatan Usia Harapan Hidup
(UHH) manusia menyebabkan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) setiap
tahunnya (Mubarak. Dkk, 2006). Lanjut usia adalah seseorang yang usianya sudah tua yang
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan (Yusuf.dkk, 2015). Lansia menurut
WHO (World Health Organization) adalah orang yang berumur 60-70 tahun. WHO membagi
lansia menurut tingkatan usia lansia yakni usia pertengahan (45-59 tahun), usia lanjut (60-
74 tahun), usia lanjut tua (75-84 tahun), usia sangat tua (>84 tahun) (Nugroho, 2015).

Seiring dengan peningkatan jumlah lansia, dan perubahan-perubahan fisik, psikologis,


spiritual yang terjadi pada lansia karena tingginya harapan hidup bagi lansia, masalah
kesehatan pada lansia juga meningkat, masalah kesehatan yang muncul berupa fisik
maupun psikologis. Masalah fisik seperti mudah jatuh, mudah lelah dan penurunan
kemampuan melihat mendengar pada lansia. Masalah psikologis yang sering seperti
demensia, kecemasan, gangguan tidur, dan depresi. Salah satu masalah psikologis yang
dihadapi lansia saat ini adalah depresi (Soejono, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi pada lansia adalah factor demografi, faktor
biologis, factor psikologis, dan faktor spiritual. Salah satu yang mempengaruhi depresi
lansia adalah faktor spiritual (Padilla, 2013). Dampak depresi pada lansia yaitu bunuh diri,
penurunan fungsi keseharian yang dapat mempercepat kematian, peningkatan
penggunaan pelayanan kesehatan (Blazer, 1982). Dilihat dari penelitian Syukra (2012)
semakin tinggi religiusitas seseorang maka semakin rendah tingkat depresi. Park dan Roh
(2013) juga
melakukan penelitian mengatakan bahwa kehidupan spiritual penting untuk mengurangi
tingkat depresi pada lansia. Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang
Maha Pencipta (Hamid, 2008). Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang
memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan
perilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, alam, orang lain dan Tuhan (Padilla,
2013).

METHODOLOGY
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitikdengan desain penelitian cross
sectional study. Penelitian Penelitian inidilakukan di Panti Sosial Tresna Wherda (PSTW )
Sabai Nan Aluih Sicincin pada bulan September 2016 sampai Juni 2017.

RESULT
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari 52 orang respondenterdapat lebih dari
separoh (63,5%) respondendengan depresi ringan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2017. Hasil penelitian hampir sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Runingga (2015), tentang hubungan tingkat religiusitas dengan tingkat
depresi lansia beragama islam di panti tresna werdha budi mulia 4 margaguna Jakarta
Selatan, bahwa lanjut usia yang tingkat depresi normal sebanyak 37 dari 61 responden
(60,7%), depresi ringan sebanyak 17 dari 61 responden (27,8%) dan depresi berat
sebanyak 7 dari 61 responden (11,5%). Dari hasil penelitian tersebut sebagian besar lansia
memiliki depresi normal atau tidak depresi sebanyak 37 orang. Tapi hampir dari setengah
jumlah responden mengalami depresi.

Menurut analisa peneliti lansia yang depresi yaitu lansia yang merasa tidak puas dengan
kehidupannya saat ini, merasa dirinya tidak berguna, menjadi beban bagi orang lain,
merasa hidup ini tidak menyenangkan, lebih suka menyendiri, tampak tidak bersemangat,
berfikir bahwa orang lain lebih baik kehidupannya sehingga lansia cendrung mengalami
depresi. Hal ini juga dapat dilihat dari pengisian kuisioner pada saat penngumpulan data
lansia yang mengalami depresi yaitu ada (63%) lansia yang mengatakan tidak puas dengan
kehidupannya, (40%) merasa akhir-akhir ini banyak meninggalkan kegiatan atau
kesenangannya, (48%) tidak bersemangat setiap hari, (42%) takut bahwa suatu hal yang
buruk menimpanya, (54%) merasa khawatir dengan masa depannya, (52%) sering pelupa,
dan (44%) berfikir bahwa banyak orang yang lebih baik keadaannya dari dirinya.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukakan oleh Amir (2010)
mengenai gambaran kesehatan spiritual responden menunjukkan bahwa responden yang
berada dalam tingkat kesehatan spiritual yang seimbang yaitu sebesar 50% responden
dengan tingkatan tinggi dan 50% responden dengan tingkatan rendah. Spiritual adalah
keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Pencipta (Hamid, 2008). Spiritual juga
diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan
dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta dalam hubungannya dengan diri
sendiri, alam, orang lain dan Tuhan (Padilla, 2013).
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Jalaludin dalam Faradimah (2015) Saat
pengalaman terpisah dari ikatan spiritual seperti tidak dapat mengikuti kegiatan keagamaan
serta tidak dapat berkumpul dengan anggota keluarga atau teman dekat yang biasannya
memberikan dukungan setiap saat juga dapat berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritual
(Achir Yani, 2002). Bahwa saat manusia telah mencapai usia 65 tahun keatas maka
manusia akan menghadapi sejumlah permasalahan.

Lansia yang mengalami depresi yang memiliki spiritual yang buruk atau tidak baik 24
(82,8%) banyak mengalami depresi ringan, hal ini dapat dilihat dari pengisian kuisioner pada
saat pengumpulan data didapatkan lansia merasa tidak puas dengan kehidupannya,
banyak meninggalkan minat, takut bahwa sesuatu yang buruk terjadi padanya, sering
khawatir dengan masa depannya, sering pelupa, sering menyendiri di kamar. Hal ini sesuai
dengan teori menurut Azizah (2011) bahwa depresi yang terjadi pada lansia adalah
kurangnya pendekatan dalam bidang spiritual yang biasanya hanya ditekankan pada
pendekatan fisik, psikologis dan sosial. Hal ini karena pendekatan dari satu aspek saja tidak
akan menunjang suatu pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan pelayanan
yang komprehensif, sehingga kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis
terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya dan tidak bisa berbuat apaapa sehingga
merasa hidup tidak menyenangkan.

ANALYSIS/DISCUSSION
Salah satu strategi kompensasi yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi
beban dari masalah-masalah yang mereka hadapi adalah dengan lebih mendekatkan diri
pada sang pencipta, melalui ritual keagamaan dan penyembahan, karena tingkat spiritual
lanjut usia sangat berkaitan dengan kejadian depresi pada lanjut usia, dalam hal ini tingkat
religiusitas yang tinggi sangat dibutuhkan agar mereka terhindar dari perasaan depresif.

CONCLUSION
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan untuk
menjawab tujuan umum dan tujuan khusus untuk mengetahui hubungan antara spiritualitas
dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih
Sicincin.Sebanyak 63,5%respondendengan depresi ringan,sebanyak 55,8% responden
dengan spiritualitas yang tidak baik, hasil uji statistik didapatkan nilai pvalue sebesar 0,003
(p<0,05), berarti ada hubungan yang bermakna antara spiritualitas dengan depresi pada
lansia.

RECOMENDATIONS
Ucapan terima kasih kepada Pimpinan Panti Sosial Tresna Wherda (PSTW) Sabai Nan
Aluih Sicincin serta semua pihak terkait yang telah mendukung dan membantu dalam
proses pelaksanaan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Diharapkan peneliti selanjutnya untuk memperjelas bagian kesimpulan pada jurnal tersebut
serta menperjelas bagian

STRENGTHS
Berdasarkan apa yang telah saya baca pada jurnal ini, terdapat hasil analisis yang jelas
serta dasar teori yang mendukung untuk di baca para pembacanya.

WEAKNESSES
Pada jurnal ini tidak terdapat penjelasan teori yang spesifik serta kurangnya hasil
analisisnya yang bisa di pahami.
JURNAL 2
IDENTITY
Jurnal Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia
Judul Kesejahteraan Spiritual Keluarga Pasien Stroke dan
Kaitannya dengan Depresi
Penulis Muhammad Zulfatul A’la, Komarudin, Defi Efendi
Reviewer Kelompok 5

ABSTRACT
Penyakit stroke merupakan permasalahan utama dalam perawatan paliatif. Pengkajian
spiritual dan depresi keluarga pasien adalah elemen penting dalam proses perawatan
paliatif pasien stroke. Tujuan penelitian ini mengetahui gambaran kesejahteraan spiritual
keluarga dan kaitannya dengan depresi. Desain penelitian ini adalah cross-sectional
dengan jumlah responden 44 keluarga pasien stroke. Penelitian menggunakan spiritual
well-being (SWBS) untuk melihat kesejahteraan spiritual keluarga dan Center for
Epidemiologycal Studies Depression Scale (CES-D) untuk mengukur depresi keluarga.
Hasil penelitian menyebutkan kesejahteraan spiritual keluarga pasien stroke dalam kategori
tinggi dan depresi dalam kategori sedang. Terdapat hubungan antara kesejahteraan
spiritual dan depresi pada keluarga pasien stroke (p=0,000). Saran penelitian ini adalah
perlu adanya pengkajian secara komprehensif mengenai kesejahteraan spiritual dan
depresi pada keluarga pasien stroke serta perlu adanya penelitian tentang intervensi
terhadap keluarga dalam upaya penurunan depresi dan peningkatan kesejahteraan
spiritual.

THE INTRODUCTION AND


LITERATURE REVIEW
Perkembangan Keperawatan paliatif kekinian berkembang pesat dengan banyaknya
penyakit terminal dengan kebutuhan perawatan end-of-life. Keperawatan paliatif juga
mengarahkan terhadap perawatan yang berfokus terhadap keluarga. Stroke adalah salah
satu masalah kesehatan yang serius. Tahun 2015, WHO mengestimasi terdapat 20 juta
orang yang akan meninggal karena stroke. Masalah Spiritual merupakan masalah mandiri
keperawatan dan diselesaikan dengan intervensi mandiri. Dukungan spiritual tidak hanya
terbatas dalam praktik keagamaan seperti halnya membaca kitab suci maupun berdoa,
akan tetapi dukungan spiritual juga mengacu pada menenangkan, menghibur,
mendengarkan, menghormati privasi serta membantu mencari makna dan tujuan hidup
keluarga. Depresi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi spiritual.

Proses Keperawatan end-of-life diperlukan di RSD Soebandi jember karena merupakan


Rumah sakit daerah tipe B sebagai rujukan untuk wilayah bagian timur provinsi Jawa Timur.
Peneliti mendapatkan data dari rekam medis bahwa jumlah kunjungan pasien dengan
diagnosa Stroke selama bulan Januari-Agustus 2013 sebanyak 408 pasien.

Hasil wawancara dengan tiga orang perawat ada bulan Agustus 2013 di Ruang Melati RSD
Dr. Soebandi, menyebutkan bahwa dukungan spiritual sangat perlu untuk keluarga maupun
pasien. Hasil wawancara dengan perawat pelaksana dan kepala ruang menyebutkan
bahwa pernah terjadi histeria keluarga terhadap kejadian kematian pasien.

Dari data pengamatan selama tiga hari didapatkan hampir 90% pasangan suami/istri
mendampingi pasien di ruang perawatan. Hasil wawancara pada keluarga mengatakan
bahwa kebutuhan psikososial merupakan hal yang penting salah satunya dalam upaya
menurunkan stres.

METHODOLOGY
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional. Penelitian ini terdiri dari dua
variabel yaitu variabel bebas dan satu variabel tergantung. Variabel bebas penelitian ini
adalah tingkat kesejahteraan spiritual yang diukur menggunakan kuesioner SWBS (spiritual
well-being scale) pada keluarga pasien dengan stroke yang dikembangkan oleh Paloutzian.
Sedangkan variabel tergantung pada penelitian ini adalah depresi keluarga pasien stroke
yang diukur menggunakan alat kuesioner yang dimodifikasi dari kuesioner center for
epidemiologycal studies depression scale (CES-D) yang terdiri dari 20 item pertanyaan
meliputi gejala-gejala gangguan depresi yang sesuai untuk deteksi awal pada populasi
pasien dengan penyakit kronik.

RESULT
Terdapat hubungan antara kesejahteraan spiritual dan depresi pada keluarga pasien stroke
(p=0,000). Saran penelitian ini adalah perlu adanya pengkajian secara komprehensif
mengenai kesejahteraan spiritual dan depresi pada keluarga pasien stroke serta perlu
adanya penelitian tentang intervensi terhadap keluarga dalam upaya penurunan depresi
dan peningkatan kesejahteraan spiritual.

ANALYSIS/DISCUSSION
Hasil karakteristik responden menunjukkan bahwa keluarga pasien stroke adalah
perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa
perempuan lebih “care” terhadap pasien di rumah sakit, sehingga banyak perempuan
sebagai istri, kakak/adik maupun anak dari pasien stroke(4). Namun dalam penelitian
tersebut tidak disebutkan bahwa ada perbedaan kesejahteraan spiritual antara laki-laki dan
perempuan sehingga jumlah mayoritas jenis kelamin tidak mempengaruhi tingkat
kesejahteraan spiritual keseluruhan(4).

Terdapat hubungan antara kesejahteraan spiritual dan depresi pada keluarga pasien stroke
(p=0,000). Uji kerekatan didapatkan nilai -0,896 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa
semakin tinggi skor spiritual keluarga akan semakin rendah tingkat depresi keluarga dengan
nilai kerekatan 0,896. Hal ini sesuai dengan penelitian Strada-Russo yang menyebutkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara kesejahteraan spiritual dan tingkat depresi
pada keluarga pasien penyakit terminal(7). Penelitian Tan, et al juga menyebutkan bahwa
tingkat depresi sangat berkaitan erat dengan spiritual seseorang(13).

Depresi adalah gangguan mood (perasaan dasar), kondisi emosional berkepanjangan yang
mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan, dan berprilaku) seseorang.
McDowell & Nowell menjelaskan bahwa pola depresi dapat disebut sebagai dysfungsional
beliefs, yaitu faktor kerentanan seseorang dimana ketika seseorang mengalami suatu
peristiwa yang negatif (stress), seseorang cenderung menjadi depresi dan
menginterpretasikan kejadian atau pengalaman tersebut sebagai suatu yang negative.

CONCLUSION
Tingkat kesejahteraan spiritual keluarga pasien stroke dalam kategori tinggi 99,91 (2,24).
Tingkat Depresi pasien stroke dalam kategori tinggi 55,76 (2,46). Ada hubungan antara
tingkat kesejateraan spiritul dan depresi pada keluarga pasien stroke (p=0,000) dengan nilai
keeratan 0,896. Semakin tinggi kesejahteraan spiritual, semakin rendah depresi keluarga
pasien stroke.

RECOMENDATIONS
Saran dalam penelitian ini adalah perlu adanya pengkajian secara komprehensif mengenai
kesejahteraan spiritual dan depresi pada keluarga pasien stroke serta untuk penelitian
selanjutnya perlu adanya intervensi terhadap keluarga dalam upaya penurunan depresi dan
peningkatan kesejahteraan spiritual.

STRENGTHS
Abstrak, pendahuluan, metode kesimpulan dan saran terurut dengan rapih dan jelas

WEAKNESSES
Pendahuluan dan literatur kurang mendetail, serta tidak ada hambatan yang dicantumkan
oleh peneliti.

JURNAL 3
IDENTITY
Jurnal Jurnal InSight
Judul Evektivitas Mendengarkan Bacaan Al’quran
Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia
Penulis Listiani Amanah, Santi Esterlita Purnamasari
Reviewer Kelompok 5

ABSTRACT
Pendahuluan : Depresi pada lansia adalah suatu gangguan mental yang dijumpai pada
lansia akibat proses penuaan. Depresi yang dialami para lansia menyebabkan gangguan
kemampuan lansia untuk beraktivitas sehari-hari. Salah satu cara yang digunakan untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan mendengarkan bacaan Al-Quran. Menurut Undang-
Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia yang dimaksud dengan lanjut
usia (lansia) adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas (Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan, 2013). Di Indonesia jumlah penduduk lansia terus menerus
meningkat. Pada tahun 1970 jumlah penduduk yang mencapai umur 60 tahun ke atas
berjumlah sekitar 5,31 juta orang atau 4,48% dari total penduduk Indonesia. Pada tahun
1990 jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat yaitu menjadi 9,9 juta jiwa. Pada tahun
2020 jumlah lansia diperkirakan meningkat sekitar tiga kali lipat dari jumlah lansia pada
tahun 1990 (Maulana, 2011).
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas mendengarkan bacaan
Alquran terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia. Lansia yang mendengarkan
bacaan Al-Quran akan mengalami penurunan tingkat depresi sedangkan lansia yang tidak
mendengarkan bacaan Al-Quran tidak mengalami penurunan tingkat depresi.
Metode : Desain eksperimen penelitian ini adalah pretest-posttest group design.
Pengambilan data menggunakan Beck Depression Inventory (BDI). Analisis data
menggunakan teknik non paramaterik yaitu uji wilcoxon dan mannwhitney U test. Hasil
analis data terlihat nilai z sebesar 3,189 dengan probabilitas =0,001 (p<0,05) pada
kelompok eksperimen, menunjukkan bahwa ada perbedaan skor depresi sebelum dan
sesudah mendengarkan bacaan Al-Quran.
Hasil : hasil uji posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan nilai
probabilitas sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan skor depresi antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diberi perlakuan.

Kesimpulan : maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah
diperoleh, maka didapatkan beberapa simpulan yaitu mendengarkan bacaan Al-Quran
efektif untuk menurunkan tingkat depresi pada lansia.
THE INTRODUCTION AND
LITERATURE REVIEW
Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada tahun-tahun
terakhir kehidupan individu. Depresi merupakan kondisi yang mudah membuat lansia putus
asa, kenyataan yang menyedihkan karena kehidupan kelihatan suram dan diliputi banyak
tantangan (Maulana, 2011). Diperjelas oleh Irawan (2013) yang mengungkapkan bahwa
permasalahan depresi yang dialami para lansia menyebabkan gangguan kemampuan
lansia untuk beraktivitas sehari-hari. Depresi pada lansia sering berhubungan
dengan penyesuaian yang terlambat terhadap kehilangan dalam hidup dan berbagai stresor
serta penyakit-penyakit fisik. Lebih lanjut, Soejono, Probosuseno dan Sari (dalam Tamaroh
dan Puspitorini, 2008), mengungkapkan ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang
memiliki depresi sehingga disebut multifaktorial, yaitu gabungan dari beberapa faktor
biologis, genetika, psikososial, serta lingkungan. Wilkinson (1992) juga menyatakan bahwa
banyak faktor yang menyebabkan munculnya depresi seperti: faktor genetik, faktor
behavioral, faktor kognitif, jenis tubuh, perubahan suasana hati, stres, faktor kerentanan,
dampak psikis dari penyakit fisik, dan mekanisme psikologis.

METHODOLOGY
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen rancangan percobaan pretestposttest group
design. Metode pengumpulan data pada penelitian ini berupa skala inventori BDI (Beck
Depresion Inventory) yang sudah diadaptasi oleh Retnowati (1990) dengan cara dibacakan
oleh interviewer. Cara pemberian skor pada BDI subjek diminta untuk memilih pernyataan
pada masing- masing kategori, dan diperkenankan memilih lebih dari satu pernyataan.
Pernyataan yang tidak menunjukkan gejala depresi diberikan nilai 0, nilai 1 untuk gejala
ringan, nilai 2 untuk gejala sedang dan nilai 3 untuk gejala berat.

RESULT
Nilai untuk masing- masing kategori adalah nilai tertinggi yang dipilih subjek pada kategori
tersebut. Kemudian nilai total yang diperoleh dihitung, dengan menjumlahkan seluruh nilai
pada masing- masing kategori, jadi nilai total bergerak antara 0-63. Selanjutnya tinggi
rendahnya depresi pada subjek didasarkan pada kriteri sebagai berikut: 1) 0-9 = tidak ada
gejala depresi, 2) 10-15 = depresi ringan, 3) 16-23 = depresi sedang dan 24-63 = depresi
berat (Retnowati, 1990). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mendengarkan
bacaan Al- Quran cukup efektif untuk menurunkan tingkat depresi pada lansia.

ANALYSIS/DISCUSSION
Berdasarkan uji tambahan terlihat bahwa simptom fisik dan vegetatif adalah simptom
depresi yang paling tinggi dialami oleh para lansia. Dibuktikan dengan jumlah skor pada
simptom tersebut direntang 98-112 untuk pretest dan rentang 106-109 untuk posttest. Hasil
uji tambahan tersebut juga membuktikan bahwa mendengarkan bacaan Al-Quran efektif
untuk menurunkan tingkat depresi pada lansia. Hal tersebut terlihat pada penurunan jumlah
skor dari setiap simptom depresi pada kelompok eksperimen. Simptom emosional
mengalami penurunan jumlah skor sebesar 25. Simptom kognitif mengalami penurunan
jumlah skor sebesar 27. Simptom motivasional mengalami penurunan jumlah skor 3.
Simptom fisik dan vegetatif rata- mengalami penurunan jumlah skor sebesar 14. Penurunan
terbesar terjadi pada simptom kognitif. Selain itu dari uji tambahan terdapat hasil
peningkatan skor pada kelompok kontrol yaitu pada simptom emosional, kognitif, serta
motivasional. Peningkatan terbesar terjadi pada simptom kognitif sebesar 6 (dari 29 ke 35).

CONCLUSION
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa, Berdasarkan hasil analisis perbedaan tingkat depresi
sebelum dan setelah diberi perlakuan mendengarkan bacaan Al- Quran pada kelompok
eksperimen, terlihat nilai z sebesar 3,189 dengan probabilitas/sig 2 tailed=0,001 (p<0,05).
Selain itu, dari hasil analisis perbedaan tingkat depresi sebelum dan setelah pada kelompok
kontrol yang tidak di perdengarkan bacaan Al-Quran menunjukkan nilai z sebesar 1,633
dengan probabilitas/sig 2 tailed=0,102 (p>0,05). Hal itu menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok eksperimen yang diberi perlakuan mendengarkan bacaan Al-
Quran dan kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan.

RECOMMENDATIONS
Pada jurnal ini direkomendasikan agar pemberian bacaan Al-Quran yang lebih lama dari 8
hari, sehingga akan menimbulkan efek yang lebih besar dalam menurunkan skor depresi
pada lansia. Selain itu, perlu adanya pengukuran kedua setelah mendengarkan bacaan Al-
Quran untuk melihat seberapa lama bacaan Al-Quran yang diberikan mempengaruhi
kondisi depresi subjek. Penelitian selanjutnya dapat mengupayakan untuk menentukan
surat-surat dalam Al-Quran yang lebih spesifik untuk menciptakan perubahan kognitif yang
besar pada lansia yang mengalami gangguan depresi.

STRENGTHS
Setelah saya membaca dan memahami seluruh Jurnal ini terdapat beberapa kelebihan.
Kelebihan yang saya temukan adalah peneliti memberikan efek untuk menurunkan
permasalahan depresi pada para lansia dengan cara menyentuh sisi religiusitas yaitu
dengan memperdengarkan bacaan Al-Quran bagi para lansia untuk proses penyembuhan.

WEAKNESSES
Kelemahan dalam jurnal ini yaitu waktu untuk pemberian perlakuan kurang lama sehingga
hasil yang didapatkan tidak menimbulkan efek besar dalam menurunkan skor depresi pada
lansia serta peneliti juga harus menambahkan alat pengukuran kedua (posttest ke 2)
setelah mendengarkan bacaan Al-Quran untuk melihat seberapa lama bacaan Al-Quran
yang diberikan mempengaruhi kondisi depresi subjek.

JURNAL 4
IDENTITY
Jurnal JURNAL PSIKOLOGI
VOLUME 6, NO.1, APRIL 2011: 383 – 389
Judul RELIGIUSITAS SEBAGAI PREDIKTOR
TERHADAP KESEHATAN MENTAL
STUDI TERHADAP PEMELUK AGAMA ISLAM
Penulis Ghozali Rusyid Affandi
Dewanti Ruparin Diah
Reviewer Kelompok 5

ABSTRACT
Modern era that is more focus on materialism, individual and demand on the quickly change.
It makes people will get such problem if they can’t adjust their self. The incapability in
adaptation will make someone get anxiety, frustration and depression quickly; those are
manifestation of mental illness. This condition will be worse if someone has not paid
attention religion aspects of his life. This is caused by the base of religion if one of four
dimension which influence somebody’s life. If one of them is unfulfilled so human function
will be disturbed i.e. mental illness. The aimed of this research is to know whether religiosity
is the factor that effect mental illness. The sampling technique in this research is quota
sampling and accidental sampling. Subject of this research is 18-40 years old and Moslem
with the total number of 82 people. The instrument for collecting data is mental illness scale
and religiosity scale. The result of regression analysis was indicated that F (54,068) > F
table and r2 = 0,403. So the hypothesis is accepted, this means religiosity can predict mental
illness with the prediction capacity is 40,3%.

THE INTRODUCTION AND


LITERATURE REVIEW
Ketidaksehatan mental yang terjadi di era modern saat ini banyak dipengaruhi oleh pola fikir
manusia yang hanya mengedepankan kebutuhan badani yang bersifat materialistik semata
dan banyak meninggalkan kehidupan spiritualitas. Kehidupan spiritualitas ini berhubungan
dengan kehidupan kerohanian yang tercermin dalam kehidupan keagamaan atai disebut
dengan religiusitas. Jalaludin (2007) mengemukakan bahwa religiusitas yang ada dalam diri
individu akan mendorongnya untuk bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari sesuai
kadar ketaatannya kepada agama.
Yusuf (2004) menjelaskan pada dasarnya manusia adalah makhluk beragama
(homoreligius). Dikatakan bahwa manusia adalah homoreligius sebab manusia merupakan
makhluk yang memiliki rasa keagamaan dan kemampuan untuk memahami serta
mengamalkan nilainilai religi, baik yang bersifat ritual personal maupun ibadah sosial,
seperti menjalin hubungan antar manusia serta menciptakan lingkungan hidup yang
bermanfaat bagi kesejahteraan atau kebahagiaan umat manusia. Orang yang sadar akan
agamanya atau orang yang memiliki religious counsousness apabila menghadapi
kesukaran atau bahaya sebesar apapun akan mampu menghadapinya (Burhanuddin,
1999). Hal ini disebabkan nilai-nilai religi sudah masuk ke dalam kehidupannya, seperti:
rasa sabar, jauh dari rasa cemas serta keyakinan bahwa kesukaran dalam hidup
merupakan bagian dari cobaan Tuhan kepada hamba-Nya yang beriman. seseorang yang
berpegang teguh kepada agama, apabila mengalami kekecewaan, ia tidak akan merasa
putus asa dan akan menghadapinya dengan tenang dan tabah (Burhanuddin, 1999).
Keyakinan-keyakinan seperti inilah yang akan membawa seseorang tetap mempunyai
kesehatan mental sebab ia terhindar dari rasa cemas, depresi dan stress ketika mempunyai
masalah. Dalam konteks agama Islam, Hawari (2005) menyatakan bahwa orang yang
semakin dekat kepada Alloh SWT dengan semakin memperbanyak ibadah dan banyak
berdzikir (mengingat Alloh SWT), maka akan semakin tentramlah jiwanya serta semakin
mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran-kesukaran dalam hidup.

METHODOLOGY
Subjek penelitian yang diikutsertakan dalam penelitian ini berjumlah 82 orang yang
mempunyai kriteria sebagai berikut: 1). Usia dewasa yaitu 18 – 40 tahun; 2). Beragam Islam.
Adapun tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan kuota sampling
yaitu dengan menentukan sampel dari populasi yang mempunyai cirri-ciri tertentu sampai
jumlah kuota yang dinginkan (Sugiyono, 2007) dan dilanjutkan dengan aksidental sampling
guna mengambil individu secara aksidental sebagai subjek penelitian. Tempat penelitian ini
dilakukan di salah satu universitas swasta di Kota Malang dan di salah satu kelurahan di
Kota Malang. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan dua skala psikologis, antara lain: skala kesehatan mental dan skala
religiusitas khusus pemeluk agama Islam. Adapun tekhnik analisa data yang digunakan
adalah regresi linier sederhana dengan bantuan SPSS.

RESULT
Berdasarkan tabel korelasi didapatkan bahwa terdapat hubungan antara religiusitas dengan
kesehatan mental sebesar (rxy) 0,635 > rtabel (0,22). Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini
diperoleh F-hitung = 54,068 dan p = 0,000. Dengan taraf kepercayaan 5% diketahui
bahwa F-tabel =3,96, maka F-hitung (54,068) > F-tabel (3,96) dan P < 0,05 yang berarti
hiopotesis diterima. Hal ini berarti religiusitas dapat memprediksi kesehatan mental para
pemeluk agama Islam. Adapun besar daya prediksinya sebesar r = 0,403 atau 40,3%.

ANALYSIS/DISCUSSION
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa religiusitas dapat memprediksi
kesehatan mental pada pemeluk agama Islam dengan F = 54,068. Adapun nilai hubungan
antara religiusitas dengan kesehatan mental sebesar 0,635 dengan arah hubungan positif,
yang artinya semakin tinggi religiusitas seorang muslim maka semakin tinggi juga
kesehatan mentalnya. Daya prediksi religiusitas terhadap kesehatan mental pada pemeluk
agama Islam sebesar 40,3% dan sisanya diprediksi oleh faktor lain.
penganut agama Islam terhadap kesehatan mental ini seiring dengan apa yang
dikemukakan oleh Sundari (2005) bahwa dengan menyerahkan diri kepada Alloh SWT
niscaya akan mendapat ketentraman, segala derita atau kesusuhan diserahkan kepada
Alloh SWT karena semua hal merupakan bagian dari takdir-Nya.
Keyakinan dan kepercayaan semacam ini akan membuat seseorang menjadi lebih tentram,
menerima kehidupannya serta mengalami keharmonisan jiwa. Keharmonisan jiwa ini
berkaitan dengan kemampuannya dalam menggunakan mekanisme pertahanan diri yang
positif, terbebas dari perasaan ragu dalam mengambil keputusan, terhindar dari
kegelisahan akan masa depannya serta tidak terjadinya konflik dalam diri (Sundari, 2005).

CONCLUSION
Terdapat hubungan antara religiusitas dengan kesehatan. Hipotesis penelitian yang
mengatakan religiusitas dapat memprediksi kesehatan mental diterima. Kondisi psikologis
yang berkaitan dengan kesehatan mental dapat diperoleh apabila seorang penganut ajaran
Islam mempunyai keyakinan yang kuat terhadap nilai-nilai Islam. Adanya keyakinan yang
kuat serta penginternailisasian nilai-nilai Islam dalam kehidupan seorang muslim akan
dapat menjadikannya tidak mudah mengalami frsutrasi, tidak gelisah akan masa depan,
mampu bertahan dalam menghadapi sebuah masalah serta perasaan
tenang dan tentram (Yusuf, 2004). Ketenangan dan ketentraman tersebut merupakan
manifestasi dari kesehatan mental (Sundari, 2005).
Hawari (2005) menjelaskan bahwa apabila tidak terpenuhinya empat dimensimanusia yang
meliputi dimensi biologis, psikologis, sosial dan agama (religi), maka fungsi manusiapun
akan terganggu seperti terjadi disekuilibrium atau ketidakseimbangan fungsi manusia.
Adanya ketidakseimbangan fungsi manusia ini seperti tidak berfungsinya dimensi
religiusitas (agama) maka manjadikan terganggunya dimensi yang lain, seperti
terganggunya fungsi psikologis yang menyebabkan seseorang mengalami ketidaksehatan
mental (Hawari, 2005).

RECOMENDATIONS
Menambah lebih literature dan menambahkan kesimpulan dari penelitian ini dan menambah
subjek agar mendapat jawaban yang lebih variatif.

STRENGTHS
Terdapat data awal yang diperlihatkan untuk menguatkan fenomena yang terjadi.

WEAKNESSES
Referensi yang tergolong sedikit sehingga literature yang digunakan itu saja.

JURNAL 5
IDENTITY
Jurnal Jurnal Psikodimensia, Vol. 16; No. 2,
Judul Hubungan Kesepian Dengan Depresi Yang
DiModeratori Oleh Religiositas Pada Anak Yatim
Pondok Anak Yatim (PAY) As Salman, Malang
Penulis Ega Yahya Fadillah
Reviewer Kelompok 5

ABSTRACT
Depression generally occurs due to certain life events. Depressed teens tend to experience
loneliness, sadness and disappointment in their life.

This study aims to determine the relationship between loneliness and depression with the
religiosity as the moderator variable. The subjects of this study are 10-13 year old teenagers
in “As-Salman” Orphanage in Malang City as many as 32 people. This study uses
quantitative methods using UCLA Loneliness scale version 3 to measure loneliness, Beck
Depression Inventory (BDI) to measure depression, and Religious Orientatiosn Scale-
Revised (ROS-R) to measure religiosity in children.
The method of analysis uses Moderated Regression Analysis. The results of the analysis
show that there is a direct influence between loneliness and depression in teenagers.

Result of correlation coefficient is equal to p = 0,008 <0,05. In addition, it was found that
religiosity was able to be a significant mediator on the relationship between loneliness and
depression shown with correlation coefficient of p = 0,049 <0,05

THE INTRODUCTION AND


LITERATURE REVIEW
Religiusitas merupakan gabungan antara kognitif, emosional, motivasional dan aspek
perilaku (Hackneys & Ganders, 2003). Menurut beberapa ajaran agama, syarat untuk
mendapatkan keberuntungn, kemenangan, kesejahteraan psikologis yaitu dengan
beribadah. Seperti halnya umat muslim melaksanakan shalat untuk mendapatkan
ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Sependapat dengan hal tersebut

Shaw, & Emery (1979) menyatakan bahwa depresi terjadi karena pandangan yang negatif
terhadap diri sendiri, interpretasi yang negatif terhadap pengalam hidup dan harapan yang
negatif terhadap diri sendiri dan masa depan. Penyebab depresi pada remaja biasanya
terjadi karena adanya perasaan tidak berharga, tidak ada yang menolong dirinya, dan tidak
ada harapan. Depresi umunya terjadi karena peristiwa hidup tertentu. Setiap orang
mempunyai perbedaan mendasar pada suatu peristiwa yang dihadapi secara berbeda,
sehingga dapat memunculkan reaksi yang berbeda antara satu orang dengan dengan yang
lain

Kesepian yaitu kondisi emosi yang muncul ketika seseorang merasa asing, salah paham,
atau ditolak oleh orang lain, tidak memiliki teman (Rokach, 2002). Kesepian merupakan
masalah psikologis dan didefinisikan sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan akibat
kurangnya hubungan sosial, kecemasan, kurangnya kemampuan sosialisasi, dan
mengarah pada percobaan bunuh diri.

Kesepian merupakan reaksi emosi dan kognitif terhadap hubungan sosialyang dimiliki oleh
individu. Kesepian disertai emosi negatif, seperti depresi, kecemasan, tidak bahagia, dan
tidak puas yang muncul bersamaan dengan rasa pesimis, menyalahkan diri sendiri, dan
rasa mau

METHODOLOGY
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Yaitu metode penelitian
yang menjelaskan fenomena dengan menggunakan data numerik, kemudian dianalisis
dengan menggunakan statistik untuk mendapatkan temuannya

RESULT
Berdasarkan hasil analisis diperoleh deskripsi statistik untuk variabel kesepianmemiliki nilai
M = 42,16 dengan SD = 12,609. Pada variabel religiusitasdiperoleh nilai M = 29,00 dengan
SD = 9,059 dan pada variabel depresidiperoleh nilai M = 10,19 dengan SD = 5,970. Dari
tersebut dapat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara variabel kesepian dengan
depresi dengan nilai signifikansi sebesar 0.004, dan variabel religiusitas menunjukkan
signifikansi antara kesepian dengan depresi, dengan nilai p = 0,049 yang berarti bahwa
variabel moderator memiliki hubungan secara signifikan dan berpengaruh terhadap variabel
independen dan dependen. Artinya bahwa aspek religiusitasmemberikan kontribusi dalam
menentukan kesepian dan depresi pada anak Panti Asuhan As Salman Malang.

ANALYSIS/DISCUSSION
Penelitian ini menunjukkan hubungan yang positif antara variabel X dan Y kesepian dengan
depresi pada remaja memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai betasebesar β = 0.462
dan signifikansip = 0.008< 0,05.Dan pada variabel moderator nilai signifikansi sebesarp =
0,049 yang artinya variabel moderator mempengaruhi secara signifikan terhadap kedua
variabel. Jadi temuan ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kesepian yang dialami
remaja maka semakin tinggi pula kecenderungan untuk mengalami depresi begitu pula
sebaliknya jika individu tidak merasa kesepian maka cenderung untuk memiliki tingkat
depresi yang rendah. Pada penelitian ini religiusitas menjadi variabel moderator antara
kesepian dengan depresi, dari hasil analisis dapat diartkan bahwa religiusitas mampu
memberikan pengaruh terhadap kesepian dengan depresi akan tetapi berupa pengaruh
negatif, jadi semakin tinggi religiusitas seseorang maka akan semakin rendah tingkat
kesepian dan depresi yang dialami oleh individu. Hasil analisa tersebut mampu menjawab
ketiga hipotesis dan berarti ketiga hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu ada
hubungan positif antara kesepian dengan depresi, ada hubungan positif antara religiusitas
dengan depresi dan religiusitas mampu memoderatori antara kesepian dan depresi

Secara psikologis, remaja yang merupakan anak yatim di panti asuhan jauh lebih mungkin
mengalami masalah emosi seperti kesepian, namun belum tentu mempunyai resiko
munculnya depresi. Ada pula remaja yang justru mengalami perubahan positif setelah
berada dalam lingkungan panti asuhan, yaitu menjadi lebih tegar, mandiri, lebih
mendekatkan diri pada tuhan, serta lebih patuh pada orang lain yang tinggal bersama
mereka, bahkan ada pula remaja yang tidak mengalami perubahan apapun

Penelitian mengenai kesepian dengan depresi yang dilakukan oleh Yusuf (2013)
menyimpulkan bahwa ada hubungan anara kesepian dengan depresi pada remaja. Artinya
semakin tinggi kesepian yang dialami oleh seseorang maka semakin tinggi depresi yang
dialaminya. Kesepian dan depresi mampu dimoderatori oleh religiusitas. Menurut Allport
(1950) agama atau religiusitas merupakan tujuan akhir setiap individu dan harus ditempuh
sendiri karena bersifat sangat pribadi, karena agama memberi rasa nyaman, aman, dan
memiliki ikatan sosial. Menurut beberapa ajaran agama, syarat untuk mendapatkan
keberuntungn, kemenangan, kesejahteraan psikologis yaitu dengan beribadah.

Seperti halnya umat muslim melaksanakan shalat untuk mendapatkan ketenangan hati
dan ketentraman jiwa. Dengan adanya religiusitas maka individu dapat menemukan
ketenangan, ketentraman dan kenyamanan dalam hidupnya. Ketika seseorang merasa
kesepian dan cenderung untuk depresi, religiusitas sangat berpengaruh dalam
menurunkan rasa kesepian dan depresi tersebut. Dengan memahami, mengkaji dan dekat
dengan Tuhan mampu membuat individu merasa nyaman.

CONCLUSION
Dari pembahasan dan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesepian memiliki
hubungan positif yang signifikan dengan depresi dan religiusitas mampu menjadi variabel
moderator terhadap kesepian dengan depresi. Sehingga ketiga hipotesis dalam penelitian
ini diterima. diketahui hasil dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa kesepian memiliki
hubungan positif yang signifikan dengan depresi. Religiusitas mampu memberikan
pengaruh yang kuat terhadap kesepian dan depresi,

RECOMENDATIONS
Peneliti selanjutnya, penelitian ini berfokus pada remaja yang notabebenya merupakan
anak yatim Panti Asuhan As Salman Malang. Peneliti menyarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk lebih memperluas ranah penelitian, seperti anak-anak jalanan, dan anak-
anak yang mengalami kasus bulliying bahkan bisa juga dikembangkan pada anak yang latar
belakang keluarga yang broken home

STRENGTHS

1. Jurnal ini dapat membantu Pengelola atau pengurus Panti Asuhan, untuk selalu
menghadirkan suasana aman dan nyaman bagi anak-anak dengan memberikan perlakuan
yang sama tanpa ada bedanya antara anak satu dengan yang lain. Selain itu isi kegiatan
anak-anak panti dengan hal-hal yang positif, seperti segi keagamaan atau hal lain yang
bersifat religius secara konsisten dan berkelanjutan;

WEAKNESSES
1. pemilihan katanya terkadang masih ambigu yang mengakibatkan penalaran yang berbeda
dari tiap pembaca dan juga jurnal ini tidak mempunyai saran untuk peneliti selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai