PENDAHULUAN
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengelolaan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah guna
mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi
merupakan bagian dari industri. Hasil dari industri ini tidak hanya berupa barang,
akan tetapi juga dalam bentuk jasa.
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang
lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri.
Industri farmasi merupakan salah satu elemen yang berperan penting
dalam mewujudkan kesehatan nasional melalui aktivitasnya dalam bidang
pembuatan obat. Tingginya kebutuhan akan obat dalam dunia kesehatan dan
vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologi tubuh manusia melahirkan
sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu memproduksi obat yang
berkualitas. Oleh karena itu, semua industri farmasi harus benar-benar berupaya
agar dapat menghasilkan produk obat yang memenuhi standar kualitas yang
dipersyaratkan.
Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal
dari alam (tumbuhan dan hewan). Obat bahan alam dapat dikelompokkan
menjadi 3 jenis yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu
(Empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan
secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang
berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut dan
digunakan secara tradisional. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah
sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja. Obat herbal
1
terstandar (Scientific based herbal medicine) yaitu obat bahan alam yang
disajikan dari ekstrak atau penyaringan bahan alam yang dapat berupa tanaman
obat, binatang, maupun mineral.
Proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan mahal, serta
ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik.
Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine) merupakan bentuk obat bahan
alam dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses
pembuatannya telah terstandar serta ditunjang oleh bukti ilmiah sampai dengan
uji klinik pada manusia (Maheshwari, 2002). Namun ketiga jenis obat bahan
alam tersebut sering disebut juga sebagai jamu.
Keberadaan jamu tradisional sudah tidak aneh bagi masyarakat Indonesia.
Sejak jaman dahulu, nenek moyang kita sudah banyak mengkonsumsi jamu
tradisional untuk menjaga kesehatan ataupun mengobati penyakit. Dewasa ini,
dengan kesadaran back to nature atau kembali ke alam, nampaknya penggunaan
jamu tradisional yang berbahan baku alam perlu dipertimbangkan dibandingkan
dengan obat modern yang berbahan baku kimia. Ketersediaan bahan baku untuk
pembuatan jamu tradisional di Indonesia cukup melimpah. Hasil riset Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki
30.000 spesies tanaman obat dari total 40.000 spesies yang ada di di seluruh
dunia. Walaupun Indonesia baru memanfaatkan sekitar 180 spesies sebagai
bahan baku obat bahan alam dari sekitar 950 spesies yang berkhasiat sebagai
obat. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa dari segi ketersediaan bahan baku,
industri jamu tradisional tidak memiliki ketergantungan impor.
Selain untuk konsumsi nasional, jamu tradisional juga berpotensi untuk di
ekspor. Negara tujuan ekspor, menurut data Gabungan Pengusaha Jamu dan
Obat bahan alam Indonesia (GP Jamu), yaitu Malaysia, Korea Selatan, Filipina,
Vietnam, Hongkong, Taiwan, Afrika Selatan, Nigeria, Arab Saudi, Timur
Tengah, Rusia dan Cile. Ekspor jamu tradisional tersebut sebagian besar masih
dilakukan oleh industri jamu yang cukup besar.
Di Indonesia, industri jamu memiliki asosiasi yang diakui pemerintah
sebagai asosiasi bagi pengusaha jamu dan obat bahan alam di Indonesia yaitu
2
Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat bahan alam Indonesia (GP Jamu). Anggota
GP Jamu terdiri dari produsen, penyalur dan pengecer. Hingga saat ini GP Jamu
menghimpun 908 anggota, yang terdiri dari 75 unit industri besar (Industri Obat
bahan alam/IOT) dan 833 industri kecil (Industri Kecil Obat bahan alam/IKOT).
Sekitar tahun 1900-an, pabrik-pabrik jamu besar mulai berdiri di Indonesia
seperti Jamu Jago, Mustika Ratu, Nyonya Meneer, Leo, Sido Muncul, Jamu
Simona, Jamu Borobudur, Jamu Dami, Jamu Air Mancur, Jamu Pusaka Ambon,
Jamu Bukit Mentjos, dan tenaga Tani Farma (Aceh). Sedangkan di Kabupaten
Sukoharjo Jawa Tengah, industri kecil jamu tradisional mulai berdiri sejak tahun
1970-an dan terus berkembang di tahun 1980-an.
Sehingga saat ini Kabupaten Sukoharjo terkenal sebagai salah satu sentra
jamu tradisional di Indonesia. Dalam menjalankan usahanya, industri jamu
tradisional di Kabupaten Sukoharjo menggunakan modal sendiri dan modal
perbankan. Di Kabupaten Sukoharjo juga berdiri Koperasi Jamu Indonesia
(KOJAI) pada tahun 1995, yang merupakan wadah bagi pengusaha jamu di
Kabupaten Sukoharjo dan sekitarnya. KOJAI juga memberikan pembinaan-
pembinaan kepada pengusaha jamu dalam bentuk pengadaan seminar, pelatihan,
konsultasi, dan sebagainya. Kabupaten Sukoharjo khususnya Kecamatan Nguter
dipilih menjadi daerah survey karena daerah ini merupakan sentra penjualan
jamu tradisional yang cukup dikenal di Indonesia. Diharapkan hasil survey ini
dapat menjadi acuan bagi investor, perbankan, departemen teknis, dan
pengusaha dalam pengembangan industri jamu tradisional sehingga usaha ini
dapat lebih berkembang dan berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan
dan perekonomian daerah maupun nasional.
Adanya kecendrungan pola hidup kembali ke alam (back to nature)
menyebabkan masyarakat lebih memilih mengunakan obat alami yang di yakini
tidak memiliki efek samping seperti obat kimia dan harga lebih terjangkau dari
pada obat sintetik. Kondisi ini memacu peningkatan kebutuhan pasar dan
perkembangan jumlah industri obat tradisional didalam negri. Di dunia
internasional perkembangan obat herbal semakin pesat dengan pemasok terbesar
adalah Cina, Eropa, dan Amerika Serikat. Di Afrika persentase populasi yang
3
mengunakan obat herbal mencapai 60-90%, di Australia sekitar 40-50%, Eropa
mencapai 40-80%, Amerika mencapai 40%, Kanada mencapai 50%, dengan
jumlah penjualan termasuk bahan baku menapai US $ 43 miliar.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industi
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai
yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799
MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi. Industri Farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh
tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan
awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan
pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Fungsi industri
farmasi yaitu pembuatan obat dan/atau bahan obat, pendidikan dan pelatihan,
dan pengembangan.
Industri farmasi wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup, termasuk wajib memenuhi
memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Pemenuhan persyaratan CPOTB dibuktikan dengan sertifikat CPOTB.
5
penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart
pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang
higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis. Beberapa kriteria OHT, yang
dibaca sekilas hampir mirip fitofarmaka. yaitu:
Aman
Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Telah dilakukan standardisasi terhadap bahanbakuyang digunakan
dalam produk jadi.
2.3 Persyaratan Industri Obat Herbal Terstandar
Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh
industri farmasi. Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin
industri farmasi dari Direktur Jenderal. Direktur Jenderal yang dimaksud adalah
Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Persyaratan
untuk memperoleh izin industri farmasi sebagaimana yang tercantum dalam
Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah sebagai berikut:
1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas;
4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker Warga Negara
5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak
kefarmasian.
6
Dikecualikan dari persyaratan di atas poin 1 dan 2, bagi pemohon izin
Republik Indonesia.
yang bersangkutan.
7
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
8
c) Pemohon mengajukan surat permohonan ke Kementerian
Kesehatan RI Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan KepalaDinas Kesehatan Provinsi setempat.
d) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak
diterimanya tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan
audit pemenuhan persyaratan CPOB dan administrasi.
e) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dan administrasi
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.
Sesuai peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha
yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat. Maka kami sebagai pelaku usaha ingin
membangun industri farmasi obat herbal terstandar yang berlokasi di Propinsi
Sulawesi Selatan, kabupaten Tana Toraja, Kec Rembon.
2.6 Estimasi Anggaran Biaya Bangunan Industri Obat Herbal Terstandar
Estimasi biaya awal digunakan untuk studi kelayakan, alternatif
desain yang mungkin, dan pemilihan desain yang optimal untuk sebuah
bangunan. Hal yang penting dalam pemilihan metode estimasi biaya awal
haruslah akurat, mudah dan tidak mahal dalam penggunaannya. Estimasi
biaya mempunyai dampak pada kesuksesan bangunan dan perusahan pada
umumnya.
9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.1 VISI
3.1.2 MISI
10
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral. Di Indonesia sendiri bahan - bahan
tersebut sangat banyak dan mudah didapatkan. Dengan rencana pendirian
Industri Obat Herbal Terstandar dan memanfaatkan bahan - bahan yang ada
di Indonesia.
Total Biaya
Biaya tetap + biaya Variabel = Rp 850.000.000 + Rp 350.000.000
= Rp. 1.200.000.000
Perkiraan pendapatan perbulan
= Rp. 4.050.000.000
11
Total Pengeluaran
BEP (Unit) =
Harga jual (unit)−Biaya (unit)
Rp.1.600.000.000
=
Rp.35.000−Rp.27.000
Artinya,
Titik BEP unit poduk OHT PT. ISTN adalah 200.000 kemasan
dalam setahun yang harus dijual atau (200.000/27.000) = 7.4
tahun perusahaan ini akan mencapai titik BEP (balik modal).
Dan untuk memperoleh keuntungan harus melewati titik BEP
dengan melebihi batas unit jual produk yang ditetapkan yaitu
dengan menjual lebih dari 200.000 kemasan (misalnya;
200.000 kemasan dalam setahun). Dari analisa diatas dapat di
simpulkan pendirian Industri Obat Herbal Terstandar sangat
menguntungkan.
3.5 Rancangan Organisasi
yang lainnya.
12
a. President director : memimpin perusahaan, menentukan struktur;
organisasi serta menetapkan peraturan dan perizinan. Personalia
Direktur 1 orang.
b. HRD Manager : personalia 1 orang
c. QA Manager : menjamin produk sesuai dengan spesifikasi standar
produksi yang ditentukan, meliputi kualitas dan kuantitas proses
produksi serta material yang digunakan, personalia 1 orang.
d. Plant Manager : bertanggung jawab pada keseluruhan operasional
proses produksi, personalia 1 orang.
e. Apoteker : bertanggung jawab 3 orang
f. Asisten Apoteker :2
13
Lokasi bebas dari pencemaran dan tidak mencemari lingkungan.
b. Bangunan pabrik.
Mempunyai konstruksi yang baik dan mudah dibersihkan.
Ruangan sesuai dengan urutan proses pembuatan serta
mempunyai penerangan dan ventilasi yang cukup.
Peralatan sesuai kebutuhan dan menjamin keamanan, mutu
dan keseragaman bobot.
c. Fasilitas untuk pengendalian kebersihan.
Harus mempunyai sarana penyediaan air bersih.
Harus mempunyai sarana pembuangan air selokan dan
kotoran.
Harus mempunyai sarana toilet dan sarana cuci tangan bagi
karyawan.
d. Menjaga kebersihan dan kesehatan terhadap karyawan,
lingkungan, dan kebersihan peralatan proses produksi.
3.6.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan
Untuk memproduksi obat herbal terstandar dibutuhkan fasilitas dan
peralatan produksi sebagai berikut :Timbangan duduk, Timbangan
kecil, Mesin penggerak, mesin penggiling, mesin penyaring, alat
pengepres, alat pengukur kadar air, alat sortir, rak besar, tong, ember
besar, tempat penyimpanan. Alat produksi yang digunakan harus selalu
berada di tempatnya masing-masing. Peralatan produksi tersebut juga
harus digunakan dalam keadaan bersih dan higienis.
3.6.3 Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan pada industri obat herbal terstandar
yang ingin di produksi masih menggunakan teknologi yang relatif
sederhana/tradisional karena produk obat yang dihasilkan adalah berupa
serbuk obat.
Secara umum proses produksi yang dilakukan Meliputi tahapan sebagai
berikut :
14
Bahan baku datang dari pemasok dalam bentuk kering.
Penyaringan/pengayakan
Peramuan/pencampuran
15
3.8 Perancangan Distribusi
Proses pendistribusian yang dilakukan, ialah melalui distribusi
langsung dari perusahaan kami ke tempat-tempat tujuan pemasaran.
3.9 Perancangan Promosi
16
Selain itu, dapat juga dilakukan pendekatan atau lobi-lobi untuk
perluasan pasar, melakukan promosi yang gencar seperti pengadaan
bonus, potongan harga, kemudahan pembayaran, dan yang paling
penting adalah membangun loyalitas dan komitmen pada konsumen.
Selain promosi yang telah disebutkan di atas, promosi juga dapat
dilakukan dengan cara beriklan di media lokal seperti di radio ataupun
koran lokal. Hal ini perlu dilakukan mengingat persaingan yang cukup
ketat dan semakin banyaknya pesaing.
3.10.3 Harga
Sistem pembayaran di perusahaan pasti berbeda beda tergantung
siapa pembelinya, lokasi pembeli, jumlah produk yang dibeli dan
tingkat kepercayaan pengusaha kepada pembeli tersebut. Pada
umumnya sistem pembayarannya adalah kontan terutama untuk
konsumen langsung. Tetapi pembayaran juga dapat dilakukan setelah
pengiriman barang, setelah barang laku terjual ataupun pada
pengiriman berikutnya, bahkan setelah 1 bulan pengiriman baru
dibayar. Oleh karena itu ada biaya pemasaran/distribusi yang
dikeluarkan yang diperlukan untuk mengirim.
17
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
sebagai berikut :
Rp. 1.600.000.000
2. Saran
yang akan didapatkan agar Industri Obat Herbal Terstandar tetap berjalan sesuai
18
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik, Jakarta, Badan POM RI, 2005.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran
Obat Tradisional , Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
19