Anda di halaman 1dari 18

BAB I

LATAR BELAKANG
Indonesia kaya akan pengetahuan mengenai pengobatan
tradisional.Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus
dilestariakan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan
kesehatan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Produksi,
dan penggunaan obat tradisional di Indonesia memperlihatkan
kecendrungan terus meningkat, baik jenis maupun volumenya.
Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat
tradisional, mulai dari usaha budidaya tanaman obat, usaha industry obat
tradisional, penjaja dan penyeduh obat tradisional atau jamu. Bersamaan
itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan
formal juga terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik kearah
pengembangan fito farmaka (Ditjen POM, 1999).

Perkembangan obat tradisional dan pengobatan tradisional saat ini


berkembang pesat sekali khususnya obat tradisional yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Hal ini bisa kita lihat semakin banyaknya bentuk-
bentuk sediaan obat tradisional dalam bentuk kemasan yang sangat
menarik konsumen. Perkembangan ini membuat Pemerintah atau instansi
terkait merasa perlu membuat aturan perundang-undangan yang
mengatur dan mengawasi produksi dan peredaran produk-produk obat
tradisional agar masyarakat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan
khususnya masalah kesehatan.

Menurut UU Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,


dan Sediaan Farmasi. Dalam Undang Undang ini yang dimaksud Sediaan
Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Dalam
Undang-undang ini juga disebutkan bahwa hakekat obat atau pengertian
obat adalah bahan atau campuran yang dipergunakan untuk diagnosa,
mencegah, mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit,
luka atau kelainan badaniah dan mental pada manusia atau hewan,
mempercantik badan atau bagian badan manusia.

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa


bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau
campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman Hal ini sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990,
tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat
Tradisional. Perkembangan selanjutnya obat tradisional kebanyakan
berupa campuran yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga dikenal
dengan obat herbal Khusus untuk Obat herbal ada 3 yaitu jamu, obat
herbal terstandarisasi dan fitofarmaka.
BAB II
ISI
A. Obat Tradisional dan Suplemen
Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional,
turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat,
kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun
pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan
tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan saat ini
penggunaannya cukup gencar dilakukan karena lebih mudah dijangkau
masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat Tradisional
adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan
tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
Perkembangan selanjutnya obat tradisional kebanyakan berupa
campuran yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga dikenal dengan
obat herbal atau obat bahan alam Indonesia. Obat Herbal atau Obat
Bahan Alam Indonesia adalah obat tradisonal yang diproduksi oleh
Indonesia dan berasal dari alam atau produk tumbuhan obat Indonesia.
Bentuk-bentuk sediaan Obat Tradisional (Jamu, OHT dan
Fitofarmaka) yang saat ini beredar di masyarakat secara umum di
kelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu
1. Sediaan Oral : Serbuk, rajangan, kapsul (ekstrak), tablet (ekstrak), pil
(ekstrak), sirup, dan sediaan terdispersi.

2. Sediaan Topikal : Salep/krim (ekstrak), Suppositoria (ekstrak),


Linimenta (Ekstrak) dan bedak.

Suplemen makanan adalah produk tambahan yang mengandung


zat gizi dan non gizi dalam bentuk kapsul, tablet, bubuk, atau cairan yang
berfungsi sebagai pelengkap kekurangan zat gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh guna menjaga vitalitas tubuh agar tetap prima. Suplemen makanan
hanya pelengkap dan bukan pengganti (substitusi) makanan sehari-hari.

Suplemen makanan dapat berupa elemen-mineral, vitamin atau zat


gizi lain seperti serat, asam amino, asam lemak maupun zat esensial lain.
Beberapa suplemen memang mengandung bahan berkhasiat yang
berasal dari alam, sehingga dalam keadaan tertentu pemberian suplemen
memang dianjurkan.

B. Golongan Obat Tradisional

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan


tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan
secara berjenjang menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional,
misalnya dalam bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh
bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan
secara tradisional. Golongan ini tidak memerlukan pembuktian ilmiah
sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah
digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan
mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat
secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu. Contoh dari jamu yaitu
jamu kuat, jamu kunyit asam, dll.
Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
 - Aman
 - Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
 - Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Bentuk sediaan yang beredar dipasaran beserta contohnya pada
golongan jamu, yaitu :
- Serbuk yaitu smarta untuk meningkatkan kekebalan tubuh pada anak-
anak ( imunomodulator )
- Tablet yaitu Tolak angin tab untuk mengobati gejala masuk angin
- Kapsul yaitu Montalin untuk mengobati pegal linu dan asam urat
- Pil yaitu Merit digunakan sebagai pelangsing
- Sirup yaitu tolak angin cair untuk meringankan gejala masuk angin
- Elixir yaitu Batugin untuk mengobati penyakit ginjal

2. Obat Herbal Terstandar


Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang berasal
dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan maupun mineral. Perlu dilakukan uji
pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan
yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar
pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis
seperti halnya fitofarmaka. Dalam proses pembuatannya, OHT
memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal serta
memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan
pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga diberlakukan sama pada
fitofarmaka.

Obat Herbal dapat dikatakan sebagai Obat Herbal Terstandarisasi


bila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Aman
2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi.
Bentuk sediaan yang beredar dipasaran beserta contohnya pada
golongan OHT, yaitu :
- Kaplet yaitu Lelap untuk membantu meringankan gangguan tidur.
- Sirup yaitu kiranti untuk mengurangi nyeri haid ( analgetik )
- Kapsul yaitu diapet untuk menyembuhkan diare
- Krim yaitu virugon sebagai antivirus

3. Fitofarmaka.
Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisionalyang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang
telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis.
Fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis
dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir.

Ketiga golongan atau kelompok obat tradisional tersebut di atas,


fitofarmaka menempati level paling atas dari segi kualitas dan keamanan.
Hal ini disebabkan oleh karena fitofarmaka telah melalui proses penelitian
yang sangat panjang serta uji klinis yang detail, pada manusia sehingga
fitofarmaka termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah
memiliki kesetaraan dengan obat, karena telah memiliki clinical evidence
dan siap di resepkan oleh dokter.
Obat Herbal dapat dikatakan sebagai fitofarmaka apabila obat
herbal tersebut telah memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Aman
2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4. Telah dilakukan standardisasi bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi
Indonesia pada saat ini telah memproduksi dan beredar di
masyarakat sebanyak 5 buah fitofarmaka, seperti Nodiar (PT Kimia
Farma), Stimuno (PTDexa Medica), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer),
Tensigard dan X-Gra (PT Phapros).
Bentuk sediaan yang beredar dipasaran beserta contohnya pada
golongan OHT, yaitu :
- Tablet yaitu Nodiar untuk mengobati diare
- Kapsul yaitu rheumaneer untuk menyembuhkan nyeri sendi, tensigard
sebagai antihipertensi, X-Gra untuk meningkatkan stamina pria
- Sirup yaitu Stimuno sebagai imunomodulator

C. Regulasi Obat Tradisional dan Suplemen

1. Regulasi Obat Tradisional


Regulasi-regulasi yang terkait dengan obat tradisional yang ada di
Indonesia yaitu :
1. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan
manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional
suatu bangsa. Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting
adalah tersedianya obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan
masyarakat. Hal itu disebabkan karena obat digunakan untuk
menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan.
2. Permenkes No. 381 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Nasional Obat
Tradisional (Kotranas).
Kebijakan Obat Tradisional Nasional selanjutnya disebut
KOTRANAS adalah dokumen resmi yang berisi pernyataan komitmen
semua pihak yang menetapkan tujuan dan sasaran nasional di
bidang obat tradisional beserta prioritas, strategi dan peran berbagai
pihak dalam penerapan komponen-komponen pokok kebijakan untuk
pencapaian tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang
kesehatan.
Ruang lingkup KOTRANAS meliputi pembangunan dibidang obat
tradisional untuk mendukung terlaksananya pembangunan kesehatan
dan ekonomi dalam upaya mendapatkan sumber daya manusia
Indonesia yang berkualitas.

3. Permenkes No. 006 Tahun 2012 Tentang Usaha dan Industri Obat
Tradisional.
Usaha obat tradisional meliputi :
- UKOT (Usaha Kecil Obat Tradisional)
- UMOT (Usaha Mikro Obat Tradisional)
- Usaha Jamu Racik
- Usaha Jamu Gendong
Industri obat tradisional meliputi :
- IOT (Industri Obat Tradisional)
- IEBA (Industri Ekstrak Bahan Alam)

4. Permenkes No. 007 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat


Tradisional.
Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat
tradisional untuk mendapatkan izin edar. Izin edar adalah bentuk
persetujuan registrasi obat tradisional untuk dapat diedarkan di
wilayah Indonesia. Tata cara registrasi obat tradisional:
- Permohonan registrasi diajukan kepada Kepala Badan.
- Ketentuan mengenai tata laksana registrasi ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Badan.
- Dokumen registrasi merupakan dokumen rahasia yang
dipergunakan terbatas hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang
berwenang.
- Terhadap permohonan registrasi dikenai biaya sebagai penerimaan
negara bukan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
- Dalam hal permohonan registrasi bila ditolak, maka biaya yang telah
dibayarkan tidak dapat ditarik kembali.

Obat tradisional dilarang mengandung :


- Etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur
yang pemakaiannya dengan pengenceran;
- Bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik
berkhasiat obat;
- Narkotika atau psikotropika; dan/atau
- Bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau
berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan.
Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam
bentuk sediaan :
- Intravaginal;
- Tetes mata;
- Parenteral;
- Suppositoria, kecuali digunakan untuk wasir.

5. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makan RI No. HK


00.05.41.1384 Tahun 2005 Tentang Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.
Adapun kriteria untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat;
b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat
yang Baik yang berlaku;
c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil
evaluasi dalam rangka pendaftaran.

6. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No.


HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan
dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia.
1. Jamu
- Jamu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir a untuk
pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan “JAMU”
sebagaimana contoh terlampir.
- Logo sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa “RANTING DAUN
TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian
atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur.
- Logo (ranting daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau
warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.
- Tulisan “JAMU” sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus jelas
dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna
putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”
2. Obat Herbal Terstandar
- Obat herbal terstandar sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir
b harus mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL
TERSTANDAR” sebagaimana contoh terlampir.
- Logo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa” JARI-JARI
DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan
ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/
brosur.
- Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas warna putih atau warna
lain yang menyolok kontras dengan warna logo.
- Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” yang dimaksud pada ayat
(1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di
atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok kontras
dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.
3. Fitofarmaka
- Kelompok Fitofarmaka sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir c
harus mencantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA”
sebagaimana contoh terlampir.
- Logo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa “JARI-JARI
DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK
DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah
kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur
- Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna
lain yang menyolok kontras dengan warna logo
- Tulisan “FITOFARMAKA” yang dimaksud pada ayat (1) harus jelas
dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna
putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan
“FITOFARMAKA”.

7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 12


Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional.
Persyaratan mutu obat tradisional dari segi bahan baku yaitu
berlandaskan dari Materi Medika Indonesia dan Farmakope Herbal
Indonesia. Sedangkan parameter untuk produk jadi yaitu uji
organoleptik, kadar air, cemaran mikroba, aflatoksin total, cemaran
logam berat, keseragaman bobot, waktu hancur, volume
terpindahkan, pH, dan bahan tambahan yang sesuai dengan sediaan
dan kegunaannya.
2. Regulasi Suplemen
Regulasi-regulasi yang terkait dengan suplemen yaitu :
1. Peraturan P 72/1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional
dan kosmetika. Alat kesehatan adalah bahan, instrumen, aparatus,
mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk
mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada
manusia dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh.
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang mengalami
kerusakan kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk
sediaan farmasi dan alat kesehatan, dilarang untuk diedarkan.
Sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimana dimaksud
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan mengenai pemusnahan
sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dilaksanakan terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan yang:
- Diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku;
- Telah kadaluwarsa;
- Tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan;
- Dicabut izin edarnya;
- Berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi
dan alat kesehatan.
2. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.
HK.00.06.23.3644 2005 Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan
Suplemen Makanan
Suplemen makanan harus memiliki kriteria sebagai berikut:
- Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan
persyaratan keamanan serta standar dan persyaratan lain yang
ditetapkan;
- Kemanfaatan yang dinilai dari komposisi dan atau didukung oleh
datapembuktian;
- Diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan yang Baik;
- Penandaan yang harus mencantumkan informasi yang lengkap,
obyektif, benar dan tidak menyesatkan;
- Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, setengah
padat dan cairan yang tidak dimaksud untuk pangan.
Penandaan harus mencantumkan sekurang-kurangnya :
Tulisan “Suplemen Makanan”; Nama produk, dapat berupa nama
generik atau nama dagang; Nama dan alamat produsen atau
importir; Ukuran, isi, berat bersih; Komposisi dalam kualitatif dan
kuantitatif; Kandungan alkohol, bila ada; Kegunaan, cara
penggunaan dan takaran penggunaan; Kontra indikasi, efek
samping dan peringatan, bila ada; Nomor izin edar; Nomor bets /
kode produksi; Batas kadaluwarsa; dan Keterangan lain yang
berkaitan dengan keamanan atau mutu atau asal bahan tertentu
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.


HK.00.06.41.1381 2005 Tentang Tata Laksana Pendaftaran
Suplemen Makanan.
Keterangan Penomoran:
Digit 1,2 : Tahun Produksi ( Ex: 08= tahun 2008; 11= tahun 2011)
Digit 3 : bentuk perusahaan (1 = pabrik farmasi; 2 = pabrik jamu; 3
= pabrik perusahaan jamu)
Digit 4 : bentuk sediaan (1 = rajangan; 2 = serbuk; 3 = kapsul; 4 =
pil, granul, boli, pastiles, jenang, tablet/kaplet; 5 = dodol, majun; 6 =
cairan; 7 = salep, krim; 8 = plester, koyok; 9 = bentuk lain : dupa,
mangir, permen
Digit 5, 6, 7, 8 : menunjukkan urut jenis produk yang terdaftar
Digit 9 : jenis atau macam kemasan (1= 15 ml; 2 = 30 ml; 3 = 45
ml)

4. Undang-undang No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan


Konsumen
Perlindungan konsumen yaitu adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen. Adapun tujuan perlindungan konsumen yaitu :
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi;
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
- Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III
KESIMPULAN

Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional,


turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat,
kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun
pengetahuan tradisional.
Namun penggunaan obat tradisional tetap memiliki peraturan-
peraturan dan dalam pengawasan dan cakupan dari Balai POM (Balai
Pengawas Obat dan Makanan). Obat tradisonal berdasarkan proses
pembuatannya terbagi atas tiga yaitu jamu, obat herbal terstandarisasi,
dan fitofarmaka.
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM. 2015. Rencana Strategis Deputi II Bidang Pengawasan Obat


Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen

Badan POM. 2017. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
30 Tahun 2017 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan
Makanan

Ditjen POM. 1995. Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Jakarta:


Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 103-113.
Departemen Kesehatan RI. 1996. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa
Perguruan Tinggi di Indonesia, Jilid I-VIII. Jakarta
Rina M. 2012. Kenali Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.
RS. Husada Utama. Surabaya
Menteri Kesehatan RI. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I :
standar untuk simplisia dan ekstrak yang berasal dari tumbuhan
atau tanaman obat

Anda mungkin juga menyukai