Anda di halaman 1dari 12

Tugas Biofarmasetika dan Farmakokinetika

Mekanisme Absorbsi Obat dan Kasus

Disusun Oleh

Kelompok 5 AC:

Siti Annisa Syafira 11171020000004


Putri Kurniasih 11171020000013
Sarah Nahdah Z 11171020000015
Dery Akmal Arhandika 11171020000017
Nurul Aisyah 11171020000022
Ghina Syarifah 11171020000056
Kartika Sekar 11171020000057
Rahmah Dinda Purnama 11171020000060
Luna Septie Pramudita 11171020000066

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA

2020
I. MEKANISME ABSORPSI OBAT

Large molecules
membrane
transport

small molecules endositosis eksostiosis pinositosis

passive
active transport
transport

facilitated
simple diffusion pumps
diffusion

channels water cootransporters

permeases nonpolar

ions
II. PENYELESAIAN KASUS

1. Salah satu sistem yang dikembangkan dalam sediaan yang pelepasannya


diperpanjang adalah sistem Mukoadhesif. Jelaskan alasan yang
melatarbelakangi dikembangkannya sistem mukoadhesif pada jenis
sediaan ini! Apa kelemahan dari sistem ini? Kaitkan dengan karakteristik
GIT (Gastrointestinal Tract)!

• Prinsip mukoadhesif adalah memperpanjang waktu tinggal obat pada jaringan


biologis yang mempunyai lapisan mukus serta terjadi kontak yang erat antara
bentuk sediaan dan jaringan yang mengabsorbsi sehingga meningkatkan aliran
obat (fluks) obat melewati jaringan yang mengabsorbsi dan kadar obat yang
diabsorbsi lebih tinggi (Agoes G., 2000).
• Beberapa definisi mukoadhesif antara lain:
1. Keadaan dimana dua material yang salah satunya bersifat biologi, bersatu
dalam periode waktu yang cukup lama karena adanya gaya antarmuka
2. Terikatnya suatu sistem pembawa obat pada lokasi biologi spesifik,
permukaan biologi dapat berupa jaringan epitel atau mukus yang melapisi
permukaan jaringan
3. Interaksi antar permukaan musin dengan polimer sintetis atau alami
(Gurny et al., 1990; Mortazavi, 2002).
Mekanisme mukoadhesif
1. Tahap kontak
Terjadi antara polimer mukoadhesif dan membran mukosa yang menyebabkan
pengembangan basis film sehingga dapat kontak dengan lapisan gel mukus.
2. Tahap konsolidasi (penggabungan)

Basis mukoadhesif diaktifkan dengan adanya kelembaban yang


memungkinkan molekul mukoadhesif untuk pecah keluar dan
menghubungkan ikatan Van der Waals.

(Morales dan McConville, 2011)


Keuntungan sediaan mukoadhesif
a. Mudah dalam pemberian dan penghentian
b. Memungkinkan terjadi lokalisasi obat pada rongga mulut untuk periode
waktu yang panjang
c. Dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar
d. Dosis obat dapat diturunkan sehingga memperkecil terjadinya efek samping
e. Alternatif pemberian untuk obat – obat hormon, antiinflamasi, analgesik
narkotik, enzim, dan steroid
Kelemahan Sediaan Mukoadhesif
- Obat yang dapat mengiritasi mukosa mulut, berasa pahit dan berbau tidak enak tidak
dapat dihantar sistem bukal.
- Makan dan minum dapat membatasi penghantaran obat.
- Obat yang tidak stabil pada pH bukal tidak dapat dihantarkan dengan sistem ini.
- Sekresi air liur terus menerus menyebabkan terjadinya pengenceran obat sehingga
konsentrasinya menjadi kecil.
- Obat yang mengembang oleh saliva dapat kehilangan efeknya dengan rute bukal.
- Dapat membentuk struktur permukaan yang licin dan integritas struktur formulasi
dapat tergantung akibat pengembangan dan hidrasi polimer bioadhesif.
- Area absorbsi yang cukup kecil

Mukoadhesif terhadap Gastrointestinal Tract


• Prinsip penghantaran obat dengan sistem mukoadhesif adalah memperpanjang
waktu tinggal obat pada organ tubuh yang mempunyai lapisan mukosa.
• Sistem mukoadhesif akan dapat meningkatkan kontak yang lebih baik antara
sediaan dengan jaringan tempat terjadinya absorpsi sehingga konsentrasi obat
terabsorpsi lebih banyak dan diharapkan akan terjadi aliran obat yang tinggi
melalui jaringan tersebut.
• GIT (Gastrointestinal tract) merupakan saluran yang menerima makanan dari
luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses
pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat
cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus (syaifuddin,1997).

2. Salah satu sistem penghantaran obat yang dirancang untuk melepaskan obat
di kolon adalah dengan memanfaatkan polimer yang memiliki ikatan silang
seperti azoaromatik yang hanya dapat didegradasi secara enzimatik di kolon.
Beri penjelasan kenapa hanya dapat degradasi kolon!

Kolon merupakan salah satu organ tubuh yang penting bagi tubuh. Fungsi utama
kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat
dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan (Guyton, 2008), kolon
mengubah 1000-2000mL kimus isotonik yang masuk setiap hari dari ileum menjadi
tinja semipadat dengan volume sekitar 200-250mL (Ganong, 2008). Banyak bakteri,
khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi.
Bakteri-bakteri ini mampu mencernakan sejumlah kecil selulosa, dengan cara ini
menyediakan beberapa kalori nutrisi tambahan untuk tubuh (Guyton, 2008).

Salah satu strategi untuk menargetkan obat ke kolon adalah dengan menggunakan
polimer atau obat yang terdegradasi oleh mikroflora dalam kolon. Mikroflora yang
hidup dalam kolon inilah yang menghasilkan Azoreductase yang dapat memotong
polimer ikatan silang seperti azo aromatik. Azoreductase adalah flavoenzim yang
dikarakterisasi dalam berbagai prokariot dan eukariot. Bacteri azoreduktase
dihubungkan dengan dua kelas obat yaitu obat azo untuk pengobatan radang usus dan
antibiotik nitrofuran. Azoreduktase pada manusia diketahui memberikan peran
penting dalam metabolisme sejumlah obat kemoterapi kanker yang mengandung
quinon. Pemotongan ikatan reduktif azo ini bertujuan untuk mendonorkan elektron
oleh NADH dan FMN (flavin mononukelotida) sebagai kofaktor. Enzim ini
memfasilitasi transpor elektron untuk proses biokimia meliputi jalur metabolisme.
Mediator flavin dipercaya dapat mendegradasi senyawa azoaromatik untuk
penghantaran obat di lokasi tertentu ke kolon. Contoh prodrugnya yaitu Sulfasalazine,
ipsalazin, balsalazine dan olsalazine.

3. obat quinidine diketahui mengalami first pass metabolism yang cukup


signifikan yang mengakibatkan kadar obat dalam darah kecil. Namun, tenyata
setelah diperiksa kadar obat dalam hati pun kecil. Di mana quinidine mengalami
first pass metabolism?

Jawab:

Menurut jurnal “Intestinal First-Pass Metabolism of CYP3A4 Subtrate” oleh


Matohiro Kato, CYP3A4 ditemukan pada usus kecil dan memiliki fungsi yang sama
seperti dihati. Beberapa substrat CYP3A4 mengakibatkan bioavailabilitas obat yang
rendah dikarenakan first pass metabolism di usus dan quinidine merupakan salah satu
dari obat tersebut. Sehingga quinidine mengalami first pass metabolism di usus kecil
oleh enzyme CYP3A4.

4. Dalam suatu penelitian dibandingkan profil farmakokinetik digoksin dengan


pemberian dosis tunggal digoksin oral dan i.v 1mg sebelum dan setelah
pemberian rifampin (600mg/hari) selama 8 hari. Hasilnya menunjukan kadar
digoksin dalam darah yang diberikan secara oral menurun secara drastis setelah
pemberian rifampin. Perubahan tidak terlalu terlihat pada digoksin yang
diberikan secara i.v. Jelaskan penyebab fenomena tersebut!

Jawab :

• Menurut Badan POM RI , Interkasi obat Digoksi dan obat Rifampisin


yaitu:
o Antibakteri : gentamisin, telitromisin dan trimetoprim dapat
meningkatkan konsentrasi plasma digoksin; neomisin menurunkan
absorpsi digoksin; rifampisin dapat menurunkan konsentrasi
plasma digoksin ; makrolida meningkatkan konsentasi plasma
digoksin (meningkatkan risiko toksisitas); rifampisin mempercepat
metabolisme digoksin (mengurangi efek)
• Obat digoksin yang diberikan secara oral dipengaruhi absorbsi nya oleh obat
rifampisin, karena ketersediaan beberapa obat itu dibatasi oleh aksi protein
transport.

• Transport yang terkarakteristik baik adalah P-glikoprotein.

• Digoksin memiliki transport P-glikoprotein dan sedangkan obat dari


rifampisin dapat menginduksi protein sehingga dapat mengurangi ketersediaan
hayati dari digoksinnya (Stockley,2008)

• Mekanisme umum bersihan digoksin tampaknya melibatkan transport yang


diperantarai oleh P-glikoprotein (goodman gilman,Vol. 2)
• P-glikoprotein (P-gp) berkontribusi terhadap eliminasi digoxin. Terapi rifampin
atau rifampisin secara bersamaan dengan digoksin dapat memengaruhi
disposisi digoksin pada manusia dan menurunkan kadar digoksin dengan
menginduksi p-glikoprotein. P-glikoprotein dalam epitel dinding usus
menentukan konsentrasi plasma digoxin yang diberikan secara oral dan
rifampisin bekerja menginduksi ekspresi p-glikoprotein usus pada manusia.

• Pengobatan rifampisin meningkatkan kadar P-gp usus 3,5 ± 2,1 kali lipat, yang
berhubungan dengan AUC (Area di bawah kurva konsentrasi-waktu obat
plasma) setelah digoxin yang diberikan secara oral tetapi tidak berpengaruh
setelah pemberian digoxin intravena.

• Pemberian rifampisin secara bersamaan melalui oral ataupun intravena


mengurangi konsentrasi plasma digoksin secara substansial terlebih pada
pemberian oral tetapi pada pada pemberian intravena tingkatnya lebih rendah.

• Mekanisme lainnya, rifampisin dikenal sebagai penginduksi enzim sitokrom


P450 (CYP3A4), yang berfungsi untuk metabolisme digoksin, maka dengan
pemberian rifampisin maka akan menginduksi enzim sitokrom P450 (CYP3A4)
dan metabolisme digoksin akan meningkat.

Kesimpulan :

• Perbedaan antara pemberian secara oral dengan i.v dapat dipengaruhi dari
proses farmakokinetiknya yang melibatkan ADME. Pada pemberian oral
diperlukan absorbsi terlebih dahulu sebelum mencapai sistemiknya. bersihan
digoksin tampaknya melibatkan transport yang diperantarai oleh
P-glikoprotein (goodman gilman,Vol. 2)

• Rifampisin menginduksi transproter P-glikoprotein di usus,sehingga terjadi


penurunan kadar plasma digoksin (Buku Ajar Penyakit Dalam.Edisi 4.)

• Rintangan absorbsi terjadi di 3 lingkungan yaitu di Lumen GI, Unstirred


water, dan GI membran.

• Interaksi digoksin rifampisin terjadi hambatan di GI membran, karena


digoksin melewati membran melibatkan transporter P-Glikoprotein dan
rifampisin menginduksi transporter tersebut sehingga menurunkan
absorbsi digoksin.

5. Diketahui Jus anggur dapat meningkatkan BA terfenadin. Jelaskan!

Terfenadin merupakan obat antagonis reseptor H1 yang berfungsi sebagai


anti histamin. Obat ini termasuk prodrug dan mengalami metabolisme lintas
pertama di hati untuk aktif. Terfenadin mengalami eliminasi pra-sistemik hampir
sempurna yang dimediasi oleh CYP3A4 biasanya tidak dapat dideteksi dalam
plasma. Jus anggur diketahui meningkatkan bioavailbilitas obat dengan
menghambat CYP3A4 dalam usus kecil (Edwards et al, 1996; Lown et al, 1997).
Pemberian jus anggur bersamaan dengan terfenadin secara signifikan meningkat
konsentrasi terfenadin plasma (bioavailbilitas meningkat) karena CYP3A4 yang
seharusnya memetabolisme terfenadine justru dihambat.

6. bagaimana bioavailabilitas ketokonazol bila diberikan 2 jam setelah simetidin


dibandingkan dengan ketokonazol sendiri ?

Absorpsi tablet ketoconazole harus dilarutkan oleh keasaman lambung. Terapi


bersamaan dengan obat-obat yang dapat mengurangi sekresi lambung (seperti
antikolinergik, obat antiparkinsonisme, antasida, simetidin atau ranitidin) akan
menurunkan bioavailabilitas ketokonazol. Ketoconazole sedikit larut dalam air,
penyerapan obat ini tergantung pada keasaman lambung.

Ketika cimetidine diberikan 2 jam sebelum ketoconazole 200 mg, AUC


berkurang lebih banyak dari 60%. Ketika ketoconazole dicampur dalam larutan
asam dan diberikan 2 jam setelah simetidin, AUC atau konsentrasi dalam plasma
lebih dari 50% lebih besar daripada ketika obat itu diberikan sendiri.
Bioavailabilitas ketokonazol ketika diberikan sendiri adalah 76% (drugbank).
7. Danazol memiliki BA yang lebih baik pada saat diberikan bersama makanan
dibandingkan pada saat diberikan dalam kedaan perut kosong. Jelaskan!

Food Effects

Kehadiran makanan pada jalur gastrointestinal dapat merubah biovailabilitas obat


oral melalui perubahan kecepatan dan/ pemanjangan waktu absorpsi, metabolisme
presistemik, dan klirens obat sistemik. Makanan juga dapat menghambat FPE
(perombakan) obat, sehingga bioavailabilitasnya meningkat. Interaksi fisiko kimia
yang dapat terjadi antara obat dan komponen makanan yang spesifik, yaitu perubahan
absorpsi yang disebabkan umumnya karena perubahan antara fase puasa dan fase saat
ada makanan. Perubahan tersebut disebabkan karena :

- Sekresi dari asam lambung, empedu serta cairan pancreas


- Modifikasi pada pola motilitas lambung dan usus
- Perubahan dalam aliran darah visceral dan aliran limpa yang menjadi dampak
paling signifikan terhadap absorpsi

Sekresi cairan empedu

Dengan adanya makanan akan menstimulasi sekresi dari garam empedu. Garam
empedu merupakan surfaktan yang dapat meningkatkan biovailabilitas obat yang
sukar larut dalam air dengan meningkatkan laju disolusi dan/atau kelarutan.
Peningkatan laju disolusi dapat dicapai dengan :
- Pengurangan rintangan energy interfisial antara obat padat dan medium
disolusi
- Peningkatan solubilitas melalui solubilisasi miselar

Danazol adalah obat yang sukar larut dalam air. Danazol termasuk obat yang
bersifat merangsang mukosa lambung dan untuk menguranginya harus digunakan
pada waktu d.c atau setelah makan. Danazol dapat diserap 2-4 kali lebih banyak bila
diminum dengan makanan (yang kaya akan lemak) atau susu. Pemakaian bersamaan
dengan waktu makan dapat memperkecil efek metabolisme tahap pertama, makanan
dapat menunda absorbsi dan akan meningkatkan AUC serta konsentrasi dalam serum
hingga 25%, waktu konsentrasi plasma puncak lebih lama dengan begitu
biovailabilitasnya akan lebih baik.

8.Diketahui Kaptopril memiliki jendela absorpsi yang sempit yaitu disaluran


pencernaan bagian atas .Namun pemberian kaptopril bersama makanan malah
menurunkan BA.padahal adanya makanan dapat meningkatkan waktu
transitnya dilambung.Dengan demikian kaptopril banyak dikembangkan
menjadi sediaan gastroretentif untuk meningkatkan BA dan mengurangi
frekuensi pemberian.tolong jelaskan kasus tersebut!

Jawab :

Kaptopril banyak dikembangkan menjadi sediaan gastroretentif karena


Gastroretentive drug delivery system adalah salah satu jenis sediaan lepas lambat
yang dibuat untuk dapat tinggal dan dapat bertahan di dalam lambung dalam
waktu yang relatif lama, sehingga mampu memperbaiki pengontrolan
penghantaran obat yang memiliki indeks terapeutik sempit dan absorbsinya baik
di lambung (Rocca dkk., 2003). Sediaan lepas lambat memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan beberapa sediaan tablet konvensional, kelebihan tersebut
antara lain dapat mengurangi frekuensi pemberian obat, mengurangi efek yang
merugikan karena tidak ada fluktuasi kadar obat di dalam darah, serta durasi efek
terapi yang diinginkan lebih panjang. Upaya untuk meningkatkan waktu tinggal
tablet di dalam lambung dapat digunakan beberapa cara antara lain mucoadhesive,
pengapungan, pengendapan, pengembangan atau modifikasi bentuk tablet yang
lain. Kecepatan pelepasan obat dari sistem matriks sangat bergantung pada jenis
dan jumlah matriks yang digunakan. Kombinasi matriks yang tepat akan
mempengaruhi kecepatan pelepasan obat dari sediaannya (Wikarsa & Valentina,
2011). Captopril sebaiknya dikonsumsi saat lambung kosong, idealnya 1 jam
sebelum atau 2 jam sesudah makan. Obat ini biasanya dianjurkan untuk diminum
sebelum tidur karena dapat memicu pusing pada tahap awal penggunaan.Pastikan
ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya. Usahakan
untuk mengonsumsi captopril pada jam yang sama setiap hari untuk
memaksimalkan efektifitas obat.
Daftar Pustaka :

Greiner Bernd, et al. 2002. The role of intestinal P-glycoprotein in the interaction of
digoxin and rifampin. American Society for Clinical Investigation. The Journal
of Clinical Investigation. 1999 Jul 15; 104(2): 147–153. Diakses dari laman
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC408477/ pada tanggal 28
Maret 2020.
Goodman dan Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Vol.2, 48:
1247-1253, Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB,
Penerbit Buku Kedokteran.

Interkasi obat Digoksi dan obat Rifampisin http://ioni.pom.go.id/ioni/cari/interaksi-


obat?field_obat_1_value=&field_obat_2_value=&page=230 diakses pada tanggal
28 Maret 2020

Stockley, I.H. (2008). Stockley’s Drug Interaction. Edisi kedelapan. Great Britain:
Pharmaceutical Press.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam
Edisi IV 2006, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2015, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Ketujuh, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta

Matijević, Egon. 2008. Medical Applications of Colloids, Springer Science+Business


Media, New York

Hayashi, Joey Y. & Tamanoi, Fuyuhiko. 2017. Peptidomics of Cancer-Derived


Enzyme Products. The Enzymes. Science Direct.

Misal, Santosh A. & Gawai, Kachu R. 2018. Azoreductase : a key player of


xenobiotic metabolism. Bioresources and Bioprocessing 5:17

Jain A., et al. 2006. Azo chemistry and its potential for colonic delivery. Pubmed.
23(5) : 394-400

Anda mungkin juga menyukai