Anda di halaman 1dari 72

Mengembangkan Budaya

Organisasi
Hp. 08116701561 - 081360789961
e-mail : zaiba8228@gmail.com
: zainuddiniba@yahoo.
com
Zainuddin Iba 1
Antara budaya organisasi dengan sumber daya manusia terdapat
hubungan yang bersifat saling mempengaruhi.
Budaya organisasi dibentuk oleh pendiri dan pemimpin
organisasidan pada gilirannya budaya organisasi akan
mempengaruhi sumber daya manusia yang masuk kedalamnya,
namun tidak tertutup kemungkinanmasuknya sumber daya
manusia baru dapat memengaruhi perubahan organisasi.

2
Budaya organisasi dengan perjalanan waktu akan berkembang
menjadi lebih dewasa dan lebih mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan.
Untuk bertahan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, suatu
organisasi harus mampu mengembangkan dirinya menjadi
organisasi cerdas budaya.
Organisasi cerdas budaya adalah suatu orgainsasi yang mampu
mensinergikan pengetahuan, kesadaran dan keterampilan
berperilaku.

Perubahan di Provinsi Aceh dengan Syariat Islam 3


Akhirnya, atas dasar keunggulan yang telah dibangun, suatu
organisasi akan mampu mewujudkan budaya berprestasi yang
dapat mendorong kinerja organisasi mencapai tujuannya.
Budaya berprestasi merupakan budaya organisasi yang
berorientasi pada peningkatan prestasi sumber daya manusia
dalam organisasi.

Fokus Peningkatan Kompetensi SDM


http://ptpn10.co.id/blog/fokus-peningkatan-kompetensi-sdm-ptpn-x-gelar-iht 4
A. Membangun Budaya
Organisasi

http://lspesq.id/pentingnya-budaya-organisasi-untuk-meningkatkan-produktivitas/

Membangun budaya organisasi baru dimungkinkan apabila terdapat


sumber-sumber yang dapat menjadi faktor pendorong bagi perlunya
budaya organisasi. Dengan adanya faktor pendorong tersebut
terjadilah proses terbentuknya budaya organisasi.
Selanjutnya budaya organisasi yang terbentuk perlu dipelihara dan
dengan menggunakan berbagai cara disampaikan kepada semua
anggota organisasi. Budaya organisasi hanya akan mempunyai arti
apabila diikuti oleh segenap sumber daya manusia dalam organisasi.

5
Sumber Budaya
Organisasi.
Budaya organisasi dapat
dibangun melalui berbagai
macam sumber, baik dari
internal maupun eksternal
organisasi, dan dapat pula
ditanamkan oleh pendiri,
pengalaman yang dibawa
oleh para pemimpin
berikutnya, maupun sumber
daya manusia lain yang
dibawa masuk ke dalam
organisasi.

https://www.google.com/search?q=gambar+sumber+budaya+organisasi&tbm=isch&ved=2ahUKEwjSrIaa__TtAhVFcisKHTwvA7IQ2-
cCegQIABAA&oq=gambar+sumber+budaya+organisasi&gs_lcp=CgNpbWcQA1AAWABghlNoAHAAeACAAQCIAQCSAQCYAQCqAQtnd3Mtd2l6LWlt
Zw&sclient=img&ei=5BLsX9KqCMXkrQG83oyQCw&bih=654&biw=1366&client=ms-google-coop&safe=strict
6
Robert P. Vecchio (1995) mengidentifikasi 4 (empat)
faktor yang dapat mempengaruhi asal mula sumber
budaya organisasi, yaitu:
1. Keyakinan dan nilai-nilai pendiri organisasi dapat
menjadi pengaruh kuat pada penciptaan budaya
organisasi. Selama kedudukan, keyakinan, dan nilai-
nilai dapat ditanamkan dalam kebijakan, program, dan
pernyataan informal organisasi yang dihidupkan terus
menerus oleh anggota organisasi selanjutnya. Nadiem Makarim (Go-Jek)
2. Norma sosial organisasi juga dapat memainkan peran
Budaya perusahaan Go-
dalam menentukan budaya organisasi. Budaya Jek bertumpu pada tiga
masyarakat sekitarnya memengaruhi budaya pilar utama, yaitu
organisasi yang ada didalamnya. kecepatan, dampak sosial,
3. Masalah adaptasi eksternal dan sikap terhadap dan inovasi.
kelangsungan hidup merupakan tantangan bagi
organisasi yang harus dihadapi anggotanya melalui
penciptaan budaya organisasi.
4. Masalah integrasi internal dapat mengarah pada
pembentukan budaya organisasi

7
Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (2003)
memperhatikan bahwa ada 3 (tiga) sumber yang
dapat menciptakan budaya organisasi, yaitu:
1. Company founder (pendiri perusahaan)
Budaya organisasi dapat dilacak, paling
tidak sebagian, pada perusahaan. Individu
ini sering mempunyai kepribadian dinamis,
strong values, dan visi yang jelas tentang
bagaimana organisasi harus bekerja.
Karena dia memainkan peran penting
dalam menerima staf pada awalnya, maka
sikap dan nilai-nilai siap disampaikan pada
pekerja baru. Sebagai hasilnya,
pandangan mereka diterima orang dalam
organisasi dan tepat seperti diinginkan
selama pendiri masih berperan.

8
2. Experience with the environment
(pengalaman dengan lingkungan)
Budaya organisasi sering berkembang
di luar pengalaman organisasi dengan
lingkungan ekstrelnal. Setiap organisasi
harus menemukan ceruk atau celah
bagi dirinya dalam industri dan di pasar.
3. Contact with others (interaksi dengan pihak
lain)
Budaya organisasi juga berkembang di
luar kontak antara kelompok individu
dalam organisasi yang datang berbagai
interpretasi kejadian dan tindakan
dalam organisasi

9
Proses Pembentukan.
Proses pembentukan budaya organisasi pada umumnya dimulai dari
sumbernya yaitu pendiri organisasi. Pendiri organisasi menanamkan
budaya organisasi seperti apa seharusnya dijalankan dalam
organisasi. Filosofi dasar ini sangat mempengaruhi kriteria yang
dipergunakan dalam merekrur dan meseleksi sumber daya manusia.
Dengan sumber daya manusia dimasukkan semua tenaga kerja yang
terdapat dalam organisasi pada berbagai tingkat kedudukannya, baik
pada tingkat pimpinan tingkat atas, menengah, bawah maupu para
pekerja.

10
Stepehen P Robbins (2003) memerhatikan bahwa proses
pembentukan budaya organisasi dilakukan melalui 3 (tiga) cara,
yaitu:
1. Pendiri hanya merekrut dan menjaga pekerja yang berpikir dan
merasa dengan cara yang sama untuk melakukannya.
2. Mengindoktrinasi dan mensosialisasi pekerja dalam cara berpikir
dan merasakan sesuatu.
3. Perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran (role
model) yang mendorong pekerja mengidentifikasi dengan
mereka dan kemudian menginternalisasi keyakinan, nilai dan
asumsi. Ketika organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat
sebagai determinan utama keberhasilan

11
Top
Management

Philosphy of Organization
Selection
Organization’s culture
criteria
founder

Socialization

Gambar 3.1. Pembentukan Budaya Organisasi

12
Tahapan yang penting dalam proses pembentukan
budaya adalah dalam proses sosialisasi kepada segenap
sumber daya manusia dalam organisasi.

Adapun proses sosialiasasi perlu dilakukan dengan


urutan sebagai berikut: Stepehen P Robbins (2003)
1. The pre-arrival stage, yaitu dilakukan sebelum pekerja
bergabung dalam organisasi.
2. The encunter stage, merupakan tahapan sosialisasi
dimana pekerja baru melihat apa yang diinginkan
organisasi dan menghadapi kemungkinan bahwa antara
harapan dan realitas mungkin berbeda.
3. The metamorphosis stage, yaitu suatu tahapan proses
sosialisasi dimana pekerja baru berubah dan
menyesuaikan diri pada pada pekerjaan, kelompok kerja
dan organisasi.

13
Sosialiasasi budaya menurut James L. Gibson, John M.
Ivancevich, dan James H. Donnelly (2000 : 36)

adalah suatu proses di mana organisasi membawa pekerja


baru ke dalam budaya. Dalam budaya terjadi transformasi
nilai-nilai, asumsi, dan sikap dari pekerja tua kepada yang
muda. Tahapan sosialisasi biasanya sesuai dengan jalannya
tahapan karier seseorang dalam oerganisasi. Dinyatakan
juga oleh mereka bahwa terdapat 3 (tiga) tahapan yag
apabila dilakukan dengan baik akan meningkatkan
kesempatan individu memperoleh karir yang efektif, yaitu:

14
1. Anticipatory socialization (sosialisasi antisipatif)
Tahapan ini menyangkut semua aktivitas yang dilakukan
individu sebelum memasuki organisasi atau mengambil
pekerjaan berbeda dalam organisasi yang sama. Maksud
utama dari aktivitas ini adalah mendapatkan informasi
tentang organisasi atau pekerjaan baru. Orang terutama
tertarik pada dua macam informasi.
Pertama, mereka ingin mengetahui sebanyak mungkin
tentang seperti apa sebenarnya bekerja untuk organisasi itu.
Bentuk pembelajaran tentang organisasi sebenarnaya
berusaha mengakses budaya perusahaan.
Kedua, mereka ingin mengetahui apakah mereka cocok
dengan pekerjaan yang tersedia dalam organisasi. Individu
mencari informasi dengan penuh usaha apabila
menghadapi keputusan untuk mengambil pekerjaan .

15
2. Accommodation (akomodasi)
Tahap kedua sosialisasi terjadi waktu individu menjadi
anggota organisasi, setelah mengambil pekerjaan. Selama
tahap ini mereka melihat organisasi dan pekerjaan untuk apa
mereka sebenarnya. Melalui berbagai aktivitas, individu
berusaha menjadi peserta aktif dalam organisasi dan
menjadi performer yang kompeten dalam pekerjaan.
Terdapat empat kegiatan selama terikat pada tahap
akomodasi:
1. Menciptakan hubungan antar pribadi baru baik dengan
rekan sekerja maupun supervisor.
2. Mempelajari tugas yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan.
3. Mengklarifikasi peran mereka dalam organisasi dan
dalam kelompok formal dan informal yang relevan
dengan peran.
4. Mengevaluasi kemajuan yang mereka buat terhadap
kepuasan permintaan pekerjaan dan peran.

16
3. Role Management (manajemen peran)
Sebaliknya dari tahap akomodasi, yang memerlukan
individu menyesuaikan permintaan dan harapan kelompok
kerja langsung. Tahap menajemen peran mengambil isu
dan masalah yang lebih luas. selama tahap ketiga ini timbul
konflik. Satu konflik antara pekerjaan individu dengan
kehidupan rumah. Individu harus membagi waktu dan energi
antar pekerjaan dan peran dalam keluarhga. Sumber konflik
kedua adalah antara kelompok kerja individu dengan
kelompok kerja lain dalam organisasi. Sumber konflik ini
dapat lebih nyata bagi beberapa pekerja dari lainnya.

17
Memelihara Budaya Organisasi .
Budaya akan diuji ketika pendiri organisasi
dan pekerja terdahulu mulai merekrut dan
menggaji anggota baru. Apabila anggota
tersebut tidak sesuai dengan budaya, maka
budaya menjadi dlemahkan atau dibedakan.
Ada dua proses untuk menjaga budaya
kuat, yaitu: attraction-selection-attrition
dan socialization (Jason A. Colquitt, Jeffry
A. LePine, Michael J. Wesson, 2015 : 544).
yaitu:
18
1. Attraction – Selection – Attrition (ASA)
Kerangka kerja ASA berpandangan bahwa pekerja
potensial akan tertarik pada organisasi yang
budayanya sesuai dengan kepribadian mereka sendiri,
artinya bahwa beberapa pelamar kerja potensial tidak
melamar karena merasa kurang sesuai. Organisasi
memilih kandidat didasarkan pada apakah
kepribadiannya sesuai dengan budaya, selanjutnya
membuang orang potensial yang tidak dapat
menyesuaikan diri. Akhirnya orang tersebut yang tetap
tidak sesuai akan tidak senang atau tidak efektif ketika
bekerja dalam organisasi, yang mengarah pada
pengurangan (perpindahan sukarela atau tidak
sukarela)

19
2. Socialization (Sosialisasi)
Memulai pekerjaan baru dengan perusahaan adalah
membuat stres, kompleks, dan menantang untuk
pekerja dan organisasi. Kenyataannya, tidak ada orang
kuat dapat mengerti dan memahami sepenuhnya
budaya organisasi dengan hanya melihat artifak yang
terlihat dari luar perusahaan. Memahami secara
lengkap budaya oerganisasi adalah suatu proses yang
terjadi sepanjang waktu. Sosialisasi adalah proses
utama dengan mana pekerja belajar pengetahuan
sosial yang memungkinkan mereka memahami dan
menyesuaikan pada budaya organisasi. Prosesnya
mulai dari sebelum pekerja mulai bekerja dan tidak
berakhir sampai pekerja meninggalkan organisasi.

20
Terdapat 6 (enam) dimensi yang penting dalam proses sosisaliasasi.
Masing-masing mempunyai kontribusi unik pada job-performance,
organizaional commitment, dan person-organization fit.

Goals and Values Performance Proficiency


Adoptation of the poken Knoledge of the roles
and unspoken goals Required and the tasks
and values of the Inovalved the job
organization

People Language
Succesful and Knowledge of the
satisfying Organizational Acronyms, slang, and
Relationships with
socialization Jargon thet are
Organizational unique to the
members organization

Politics
Information regading History
Formal and informal work Information regarding the
Relationships and power Ogganization’s tradition,
Structures within the Customs, myths, and
organization retuals

21
Stepehen P Robbins (2003) menjelaskan bahwa
terdapat 3 (tiga) tahapan sosialisasi:
1. The anticipatory stage, (tahap antisipatif) terjadi
bahkan sebelum pekerja berada dipekerjaa. Tahap ini
dimulai pada saat pekerja potensial mendengar nama
organisasi. Anticipatory socialization mulai segera
setelah pekerja potensial mengembangkan citra seperti
apa seharusnya bekerja pada organisasi tertentu.
Sejumlah informasi diperoleh selama tahap ini terjadi
selama proses rekrutmen dan seleksi yang diikuti
pekerja sebelum bergabung dalam organisasi.

22
2. The encounter stage, (tahap pertemuan).
Dimulai pada waktu pekerja mulai bekerja. Terdapat
sesuatu tentang organisasi dan budaya yang segera
dapat dipelajari ketika seseorang menjadi orang dalam
organisasi. Pada tahap ini, pekerja baru
membandingkan informasi yang diperoleh sebagai
orang luar dalam tahap anticipatory stage dengan
seperti apa sebenarnya organisasi sekarang sebagai
orang dalam. Apakah informasi pada kedua tahap
tersebut sama.

23
3. Understanding and adaptation, (Pengertian dan
adaptasi).
Pendatang baru datang untuk belajar bidang konten
sosialisasi dan internalisasi norma perilaku yang
diharapkan oleh organisasi. Bagian terpenting dari
tahapan ini adalah perubahan pada sebagian pekerja.
Pekerja menerima tujuan dan nilai-nilai organisasi,
memahami apa yang sudah dilakukan organisasi, dan
dapat berbicara dengan orang lain dalam organisasi
menggunakan bahasa teknis dan terminologi spesifik
yang hanya dipahami orang dalam.

24
Jason A. Colquitt, Jeffry A. LePine, Michael J. Wesson
(2015).

Menjelaskan langkah yang dapat dilakukan organisasi agar


pendatang baru menyesuaikan diri dengan budaya organisasi:

1. Realistic job previews, ( Pratinjau pekerjaan realistis) terjadi


selama anticipatory stage of socialization selama proses
rekrutmen. Mereka terlibat untuk memastikan pekerja potensial
mendapatkan gambaran akurat tentang seperti apa pekerjaan
tersebut dengan menyoroti aspek positif dan aspek negatif dari
pekerjaan.

25
2. Orientation program, (Program orientasi).
Cara paling efektif untuk memulai proses sosialisasi
adalah menyelenggarakan orientasi bagi pendatang
baru. Kebanyakan organisasi sepakat menjalankan
proses orientasi melalui pelatihan, tetapi bentuknya
dapat berbeda. Pekerja yang menyelesaikan
program orientasi diharapkan mempunyai tingkat
lebih tinggi dalamkepuasan, komitmen, dan
kinerjanya.

26
3. Mentoring,
Adalah suatu proses dengan mana pekerja pada tingkat yunior,
protege, mengembangkan hubungan mendalam dan
berlangsung lama dengan pekerja pada tingkat lebih senior,
mentor dalam organisasi. Mentor dapat memberikan
pengetahuan sisial, sumber daya, dan dukungan psikologis
pada protégé, baik pada awal kesmpatan kerja dan ketika
protégé melanjutkan kariernya dalam perusahaan.monitoring
terjadi dalam perusahaan berbasis informal. Tetapi, apabila
organisasi melanjutkan belajar tentang manfaat kuat dari
hubungan tersebut, mereka lebih sering menyelenggarakan
mentoringyngsecara foemal menyesuaikan pendatang baru
dengan mentor.

27
Menyebarkan Budaya Organisasi.
Apabila budaya organisasi telah terbentuk, maka
perlu segera disosialisasikan agar dapat lebih mudah
diketahuai dan diikuti segenap sumber daya manusia
dalam organisasi maupun oleh pihak lain di luar
organisasi.
Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk
mensosialisasikan budaya organisasi dan terdapat
beberapa kesamaan pandangan diantar para penulis.
Perbedaan diantara mereka tidak signifikan, namun
bersifat melengkapi atau memperinci.

28
Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (2003 : 523),
yang menunjukkan beberapa cara yang dapat
dipergunakan untuk menyebarkan budaya organisasi,
yaitu;
1. Simbol; yaitu suatu objek yang dapat mengatakan
lebih banyak daripada apa yang terlihat oleh mata.
Merupakan objek material yang memberikan arti lebih
luas melebihi kandungan intrinsiknya.
2. Slogan; merupakan ungkapan yang menangkap
budaya organisasi. Slogan juga mengomunikasikan
aspek penting dari budaya organisasi baik kepada
masyarakat umum maupun pekerja dalam organisasi
sendiri.

29
3. Cerita; cerita disampaikan secara formal maupun
informasl dan menggambarkan aspek kunci budaya
organisasi dan dengan memberitahu mereka dapat
memperkenalkan secara aktif atau menegaskan
kembali tentang nilai-nilai kepada pekerja.
4. Jargon; bahasa khusus yang mendefinisikan
budaya. Bahkan tanpa memberikan cerita, bahasa
sehari-hari yang dipergunakan dalam perusahaan
membantu melanjutkan budaya.
5. Upacara; kejadian khusus yang memperingati nilai-
nilai korporasi. Upacara dapat dilihat sebagai
perayaan nilai-nilai dasar dan asumsi organisasi.
6. Pernyataan tentang dasar, mengidentifikasikan
budaya dalam bentuk tertulis. Beberapa organisasi
secara eksplisit menuliskan dasar-dasarnya untuk
dapat ilihat semua orang.

30
Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2001 : 82)
Mengemukakan bahwa budaya asli organisasi
tumbuh dan ditanamkan melalui filosofi pendiri.
Budaya berprestasi umumnya berkembang apabila
pendiri didorong oleh orientasi untuk berprestasi dan
memperoleh sukses. Budaya asli akan ditanamkan
seperti apa adanya atau dimodifikasi agar sesuai
dengan kondisi lingkungan yang berlangsung.
Menanamkan budaya menyangkut proses
pembelajaran. Karena itu masing-masing anggota
organisasi saling mengejar tentang nilai, keyakinan,
harapan, dan perilaku organisasi yang disukai.

31
Kedewasaan Budaya.

Budaya kerja berkembang dan menjadi dewasa


dengan cara yang sama seperti orang, setiap
melangkah menambah pengalaman dan dimensi
batu. Perkembangan, mendewasakan dan evolusi
budaya merupakan deskripsi tentang jalur yang sama
Barry Phegan (2000). Barry Phegan (2000) juga
mengkategotikan kedewasaan budaya sebaagi
berikut:
1. Impulsive (menurutkan kata hati); ditunjukkan oleh
kekuatan atas pembalasan, ketergantungan,
memanfaatkan, agresif, perilaku stereotype dan
kebingungan konseptual

32
2. Self-protective (melindungi diri); ditunjukkan oleh
ketakutan ditangkap, menyalahkan pihak luar,
oportunistik, waspada, manipulatif dan lainnya.
3. Conformist (menyesuaikan diri); ditunjukkan
dengan mengikuti aturan eksternal, merasa menjadi
bagian, membangun, kebaikan dipermukaan,
perhatian terhadap tampilan dan penerimaan.
4. Concientious (berhati-hati); ditunjukkan standard
evaluasi diri, kritik diri, kesalahan atas konsekuensi,
tujuan dan idaman jangka panjang, intensif dan
lainnya.

33
5. Autonomous (mandiri); menambahkan pada
“conscientious”, menanggulangi dengan
mempertentangkan kebutuhan didalam, toleransi,
menghargai otonomi orang lain, menyampaikan
perasaan dengan jelas, integrasi pemikiran dan
tindakan, peran yang jelas dan lainnya.
6. Integrated (terintegrasi); ditambahkan pada
“autonomous”, mengabaikan konflik didalam,
meninggalkan yang tidak terjangkau, individualitas
nilai-nilai, identitas yang jelas.

34
Jeff Cartwright (1999) menunjukkan ciri kedewasaan
budaya manajemen sebagai berikut:
1. Kepedulian manajemen tentang seperti apa budaya
organisasi sekarang dan apa yang dilibatkan dalam
perubahan budaya.
2. Kepedulian manajemen tentang kebutuhan akan
perubahan budaya sebagai response atas tekanan internal
dan eksternal untuk berubah.
3. Suatu tingkatan dimana sikap dan praktek tradisional “kita
dan mereka” memberi jalan pada gaya manajemen yang
lebih partisipatif dan fleksibel.
4. Pemahaman manajemen tentang perbaikan budaya
berkelanjutan dan pengaruhnya pada semua aspek sistem
dan proses organisasi.

35
Perilaku dalam Budaya Organisasi.

Perilaku dalam organisasi mendasari dan menjadi


kontributor utama pada budayanya. Perilaku individu
mendorong perilaku organisasi dan akhirnya
mempengaruhi kinerja organisasi. Perilaku organisasi
dicerminkan dalam cara para pekerja, pelanggan,
atasan, bawahan dan pemasok saling berinteraksi.

36
Jarome Want (2006) menyebutkan sepuluh perilaku
yang disebut sebagai addictive behavior (perilaku
kecanduan) bertindak sebagai contributor budaya
organisasi:
1. Conformity (kesesuaian); berarti dapat mencapai kesesuaian
sehingga dapat diterima. Pada saat pertama bekerj, kita
didorong untuk melakukan dengan cara yang sudah biasa
dilakukan orang, sehingga dikenal antara lain sebagai HP way,
intel way, pepsi way, dan seterusnya.
2. Denial (penyangkalan); adalah Mekanisme bertahan secara
alami untuk melindungi diri dari kemarahan dan kesakitan
karena berbuat salah. Banyak perilaku kita dibentuk oleh masa
kanak-kanak sehingga belum berkembang integritas dan
tanggung jawab. Sementara dunia sekeliling kita tidak dapat
diduga dan oenuh tantangan.

37
3. Projection of blame (proyeksi kesalahan); dimana
menjadi epidemic dalam organisasi maupun
masyarakat luas yang terjadi ketika individu diketahui
perilakunya bahwa kinerja atau tanggung-jawabnya
belum terpenuhi maka daripada harus menerima
tanggung-jawab atas kelakuannya atau
kesalahannya, orang cenderung merasa lebih baik
menyalahkan pada mereka yang menuduh.
4. Passive-aggressive behavior (perilaku pasif-
agresif); dimana berhubungan dekat dengan
projection of blame dan ditemukan sangat luas
dilingkungan kerja dalam bentuk serangan secara
diam-diam yang paling tidak diharapkan sebagai
penolakan untuk memenuhi kebijakan, permohonan
atau keluhan.

38
5. Obsessive-compulsive behavior (perilaku
menggoda-memaksa); mencerminkan
ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk tetap
berada pada status quo karena menginginkan
sesuatu yang baru.
6. Punishment as a tool (hukuman sebagai alat).
Dunia bisnis tidak pernah malu menghukum pekerja.
Perusahaan dan manajmen selalu dapat menemukan
jalan untuk menutup kesempatan pekerja mencari
pekerjaan lain. Penghukuman dipergunakan sebagai
alat kontrol sehingga dapat menciptakan meluasnya
ketidak percayaan yng pada gilirannya menurunkan
inovasi dan team building. Sering kali hukuman
merupakan perkembangan dari sistem kepercayaan
pemimpin kuno tentang bagaimana mengelola dan
memimpin orang.

39
7. Politics as usual (politik seperti biasa)
Tidak ada sitem yang lebih bersifat politis dari pada
korporasi. Tetapi, kultur politis melakukan permainan
politik pada tingkat yang berbeda sebagai kelakuan
perusahaan bisnis ditandai oleh game playing, deal
making, coalition building, dan political maneuver.
8. Rampant Careerism (Merjalelanya Karir);
Karier berlebihan sebagai bentuk politik yang popular
dilakukan hamper di semua lingkungan kerja, terutama
dipakai di perusahaan konsultan manajemen, bank
investasi, dan beberapa perusahaan teknologi, seperti
Microsof dan Oracle.

40
9. Ethical Convinience (kenyamanan etika), Apabila pekerja
perusahaan merasa bahwa mereka mempunyai
kesempatan melakukan tindakan tidak etis atau illegal,
bisnis akan mendapatkan hukuman. Ditemukan adanya
tipe pekerja Enron tertawa tentang kegiatan curang
mereka sendiri.
10. Hubris (angkuh);
Hubris mengandung arti angkuh dan bangga, atau
kebanggan berlebihan. Masalah dengan banyak
perusahaan dan pemimpinnya sekarang adalah mereka
berpikir bahawa mereka adalah dewa dan berada di luar
kritik dan akuntabilitas.

41
B. Magnetic Culture
Keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kualitas
Sumber daya mausia yang memiliki talenta, kemampuan,
kompetensi, loyalitas, dedikasi dan komitmen pada
organisasi. Oleh karenanya itu, organisasi dan pemimpin,
manajer serta supervisor harus mampu menciptakan
lingkungan yang dapat menarik tenaga kerja seperti diatas.
Organisasi semacam itu oleh Kevin Sheridan dikatakan
sebagai organisasi yang dapat menciptakan budaya
organisasi yang dinamakan Magnetic Culture. Budaya yang
memiliki daya Tarik, magnet untuk menarik sumber daya
manusia disebut magnetic culture. Dengan magnetic culture,
organisasi mencipatkan tenaga kerja yang selalu siap,
mampu dan memiliki hasrat membawa organisasi ke tingkat
lebih tinggi.

42
1. Pendahuluan
Untuk menjadi yang terbaik dalam bisnis, adalah penting untuk
mempekerjakan orang yang terbaik.Tim pekerja yang berdedikasi
adalah menjadi dasar terpenting sebenarnya untuk keberhasilan
organisasi. Misalnya adalah, bagaimana pemberi kerja, employes
membangun tenaga kerja yang siap dan dapat membawa
organisasi ke tingkat selanjutnya.
Employers terbaik mempunyai banyak kesamaan. Terlepas dari
berapa banyak pekerjanya, elemen dasar untuk secara sukses
menarik, mempertahankan dan menggunakan, engaging pekerja
kurang lebih sama apa yang mereka pikirkan.
Strategi manajemen kemampuan bervariasi diantara organisasi
yang berbeda. Top employers mencapai tingkat sukses lebih
tinggi karena kemampuan mereka membangun magnetic culture.

43
Magnetic culture menarik pekerja berbakat ketempat kerja,
memberdayakan mereka, dan menopang lingkungan dimana lebih
memungkinkan mereka untuk tinggal. Budaya semacam ini
ditandai oleh engaged employee, keterlibatan pekerja yang
berbagai keinginan kuat menjadi bagian dari nilai yang diciptakan
organisasi.

Meskipun setiap pekerja bersifat unik dalam preferensi dantujuan


mereka, namun terdapat kesamaan luar biasa dalam keterlibatan
dan karena itu memberikan kontribusi dalam membangun
magnetic culture (Kevin Sheridan, 2012 : 1)

44
2. Pengertian dan dan Manfaat

Engaged employees (karyawan yang terlibat) memiliki komitmen


intelektual dan ikatan emosional (misalnya kebanggaan,
semangat, antusiasme) pada employee mereka, hasrat untuk
menggunakan baik kebebasan usaha ekstra dan kreativitas,
maupun keinginan menerima beberapa kepemilikan personal
untuk tingkat keikutsertaan mereka sendiri, semua ditujukan untuk
memaksimalkan hasil bagi pelanggan, organisasi dan mereka
sendiri.

Dalam employee engagement, terdapat tiga tipe pekerja


ditempat pekerjaan, dinamakan
1. Actively engaged employees (Karyawan yang terlibat aktif)
2. Ambivalent employees (Karyawan yang ambivalen)
3. Actively disengaged employees (Karyawan yang secara aktif
dilepaskan)

45
Kevin Sheridan (2012) menggambarkan ciri-ciri dari masing-
masing tipe sebagai berikut:
1. Actively engaged employees ( karyawan yang terlibat
aktif)
a. Mereka sering kali melakukan lebih daripada apa yang diminta
dari mereka.
b. Mereka dengan bangga mewakili dan mendukung company’s
brand.
c. Mereka bergairah tentang misi, visi dan nilai-nilai organisasi
mereka.
d. Mereka mempuyai kepedulian dan komitmen personal pada
tingkat engagement mereka.
e. Mereka memiliki motivasi diri dan berkinerja pada tingkat tinggi.
f. Mereka menerima denga baik dan mendukung pekerja baru
g. Mereka memberikan kontribusi gagasan baru, sering
untukmembuat organisasi lebih baik
h. Mereka menyesesuaikan dan memfasilisasi perubahan
i. Mereka optimistik tentang masa depen mereka dengan
organisasi
46
2. Ambivalent employees (karyawan yang ambivaleb)
a. Mereka tidak suka bekerja lebih banyak, mereka melakukan
apa yang diminta pada mereka dan tidak cenderung
melakukan lebih banyak.
b. Mereka jarang mengerjakan secara sukarela untuk
penugasan ekstra atau mengambil peran pemimpin.
c. Mereka menunjukkan energi lebih rendah dan kurangnya
kinerja.
d. Mereka memfokuskan sehari-hari hanya seperti yang
diperbolehkan.
e. Mereka dapat sering merasa tidak dihargai atau tidak
penting.
f. Mereka pergi bekerja terutama untuk mendapatkan bayaran
g. Mereka lebih mungkin memiliki catatan kedatangan tidak
teratur dan melihat jam untuk waktu giliran mereka selesai
h. Mereka tidak terlalu tertarik tentang situasi pekerjaan
mereka sekarang.

47
3. Actively disengaged employees (karyawan
yang secara aktif dilepaskan)
a. Mereka mempunyai sikap negatif tentang employer
mereka dan tugas pekerjaan mereka.
b. Mereka adalah tidak senang, mereka kadang-kadang
secara terbuka menunjukkan kebencian mereka
sementara di pekerjaan.
c. Mereka Fokus pada persoalan.
d. Mereka menyebabkan lebih banyak melukai daripada
dengan perilaku baik dan tindakan mereka.
e. Mereka tidak secara personal diinvestasikan dalam
keberhasilan organisasi.
f. Mereka mengatakan keburukan supervisor dibelakang
punggu manajer mereka, baik di pekerjaan atau pada
teman dan keluarga
g. Mereka secara aktif membagikan sudut pandang
persoalan negatif mereka dengan pekerja baru dan
ambivalent employees

48
3. Langkah Menciptakan Lingkungan Engagement (keterikatan)
Sebagai employer, pemberi kerja, anda ingin pekerja anda berfikir
dan bertidak sebagai owners, pemilik. Apabila anda
membangkitkan organizational structure of ownership, pekerja
akan menunjukkan gairah, bangga, dan loyalitas yang datang
dengan karakter ownership, kepemilikan.

Ada 8 (delapan) langkah yang dapat dilakukan untuk menciptakan


lingkungan shared engagement (keterlibatan bersama). menurut
Kevin Sheridan (2012), yaitu:
1. Teach the concept of engagement (mengajarkan konsep
engagement)
2. Help employees understand their own engagement level
(membantu pekerja memahami tingkat engagement mereka sendiri)
3. Employees should brainstorm on what could increase and decrease
their engagement level (pekerja harus mencurahkan apa yang
dapat meningkatkan dan menurunkan tingkat engagement mereka)

49
4. Emplyees and managers should meet one-on-one to talk
about how they can support each other to increase
engagement (pekerja dan manajer harus bertemu muka
membicarakan tentang bagaimana mereka dapat saling
mendukung untuk meningkatkan engagement)
5. Develop specific action plans and goals (membangun
rencana tindak dan tujuan spesifik)
6. Follow through and assess progress (melanjutkan dan
mengukur progress)
7. Make empoyees aware of your efforts to build engagement
and magnetic culture (membuat pekerja peduli atas usaha
anda membangun engagement dan budaya magnetik)
8. Lead by example (memimpin dengan contoh)

50
C. Pendorong Engagement
Beberapa manajer senior mempunyai kesulitan dalam menetukan
berkenaan dengan pentingnya investasi dalam engagement
pekerja.Dalam dunia bisnis, smua hal adalah tentang angka dan
ukuran. Sebelum melakukan investasi, manajemen ingin dapat
mengukur ROE: Return On Engagement

Terdapat sepuluh Key Drivers, pendorong utama employee


engagement yang menunjukkan terdiri dari menurutapa DNA
magnitic culture Kevin Sheridan (2012 : 55), yaitu:
1. Recognition (Rekognisi, pengakuan)
2. Career development (pengembangan karier)
3. Direct supervision Manager Leadership Ability (kemampuan
kepemimpinan supervisor /manajer langsung)
4. Strategy and mission (strategi dan misi)
5. Job content (konten pekerjaan)

51
6. Senior management’s relationship with employees
(hubungan manajemen senior dengan pekerja)
7. Open and effective communication (komunikasi
terbuka dan efektif)
8. Coworkersatisfaction/cooperation (kepuasan/kerja
sama rekan sekerja)
9. Availability of resources to perform the job
effectively (ketersediaan sumber daya untuk
melakukan pekerjaan secara efektif)
10. Organizational culture and core/shared values
(budaya organisasi dan nilai inti/bersama)

52
D. Tindakan menunju Engagement
Konsekwensi dari tidak melakukan tindakan adalah lebih buruk
dari pada potensi penolakan. Obsesi atas apa yang dipikirkan
orang lain terhadap anda adalah perilaku merusak diri dan
apabila berlanjut, kemungkinan akan destruktif bagi organisasi
anda. Pemimpin harus ercaya diri dalam gagasan mereka, dan
keberanian mengambil tindakan untuk membuat terjadi
kenyataan. Dengan hanya memfokus pada employee
engagement anda akan membuat perubahan berarti yang akan
berdampak nyata pada manajemen kemampuan dan sukses
keseluruhan. Tindakan yang dapat dilakukan untuk menuju
engagement menurut Kevin Sheridan (2012 : 215) adalah:

53
1. Developing an engagement strategy (membangun strategi
engagement)

2. Developing a recognition program (membangun program


rekognisi) Praktik terbaik untuk mengembangkan budaya
organisasi rekognisi adalah:
1. Define what shoukd be recognized (mendefinisikan apa yang harus diakui)
2. Be sincere (tulus)
3. Recognize in public and in private (mengakui didepan umum dan secara
privasi)
4. Balance the criticism ( kritik seimbang)
5. When in doubt, ask (bertanya ketika ragu)
6. Equal does not necessarily means fair (sama tidak berarti adik)
7. Do not overdo it (jangan berlebihan)
8. Determine appropriate reward (mempertimbangkan penghargaan yang
tepat)
9. Educate employees on your recognition efforts (mendidik pekerja tentang
usaha pengakuan anda)
10. Encourage employees to recognize one another (dorong pekerja untuk
saling mengenal)

54
3. The Path of Career Development (Jalan
Pengembangan Karier)
Perubahan dalam jabatan atau gaji kondusif untuk
mendukung engagement:
- Encourage leadership (mendorong kepemimpinan)
- Certifications (sertifikasi)
- Educational advancement (pendidikan untuk
kemajuan)

4. Trying feedback to your bottom line


(menghubungkan umpan balik pada bawahan anda)
Tidak banyak organisasi secara aktif bertanya pada
pekerja untuk umpan balik mereka tentang peluang
menghemat biaya.

55
5. Feeding coworker satisfaction (memberikan kepuasan
rekan sekerja);
Apabila anda tidak dapat mengontrol interakasi personal
antara pekerja, anda dapat menciptakan lingkungan yang
mendorong interaksi positif. Karena hubungan dengan rekan
kerja sering merupakan perekat yang mengikat pekerja oada
organisasi, maka pekerja harus membantu persahabatan
rekan sekerja.

6. The little things (hal-hal kecil);


Anda akan kagum atau heran pada dampak inisiatif yang
sepertinya sederhana. Anda perlu memerhatikan saran
pekerja, tak masalah berapapu kecilnya. Karena sesuatu
yang tidak penting pada anda tidak berarti tidak penting bagi
orang lain.

56
E. Membangun Keunggulan
Bisnis di abad ke-21 bersifat global sehingga menjadi
kepentingan bisnis untuk secara efektif mampu
menghadapi orang lain yang memiliki budaya berbeda.
Globalisasi terjadi karena terjadinya pergeseran ekonomi
scara dratis di berbagai negara dan didorong oleh
kemajuan dalam teknologi komunikasi. Setiap hari kita
harus menghadapi masalah internasional dan
berhubungan dengan orang dari negara dan dengan
budaya yang berbeda.

Dewasa ini setiap organisasi dituntut untuk selalu


meningkatkan daya saingnya apabila tidak mau digilas
oleh persaingan yang semakin ketat. Untuk dapat
mempunyai daya saing, maka organisasi harus
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pesaingnya
atau dengan kata lain untuk dapat memenangkan
persaingan, suatu organisasi harus mampu membangun
keunggulan.

57
Pengertian Keunggulan

Keunggulan sering diartikan sebagai melebihi batas


standard dan menjadi superior. Dalam
kenyataannya, keunggulan bukanlah seperti tiang
gawang maupun tujuan dimana suatu organisasi
dapat menyatakan bahwa telah sampai pada tujuan.
Keunggulan adalah tentang berusaha keras secara
berkelanjutan untuk menjadi yang terbaik (the best),
menjadi yang pertama (the first), dan menjadi
berbeda (being different), ditempat pekerjaan dan di
pasar serta di setiap cara yang mungkin (Victor S.L
Tan ,2002 : 78)

58
Keunggulan bagi suatu organisasi adalah tentang
membedakan dirinya dengan the Six P’s, yaitu: people
(orang), policies (kebijakan), Processes (proses), products
(produk), practices (praktik), dan Performance.

Policies
People

The Six P’s


Performance Excellence Processes
Model

Practices Products

The Six P’s Excellence Model 59


1. People excellence (keunggulan orang)
Hanya orang berkualitas dapat menciptakan keunggulan
organiasi. People excellence adalah tentang kompetensi dan
komitmen. Dalam era digital, pengetahuan, ketrampilan, dan
pengalaman akan menyusut dengan cepat. Untuk mendorong
pengetahuan dan ketrampilan, pemimpin harus
mengembangkan organisasi pembelajaran di tempat kerja.
Namun, mengembangkan organisasi pembelajaran tidak hanya
berarti mempunyai program pelatihan dan kursus untuk
karyawan.
2. Policies excellence (keunggulan kebijakan)
Menetapkan kebijakan yang tepat dalam organisasiadalah
strategi yang penting sekali untuk keunggulan bisnis. Policies
excellence adalah tentang berpikir strategis dan menetapkan
arah yang tepat untuk organisasi, bukan hanya menguntungkan
dan keberhasilan, tetapi juga dapat melanjutkan kinerjanya dan
bertahan dalam dalam jangka panjang.

60
3. Process excellence (keunggulan proses)
Business Process Re- Engeneering (BPR) sangat populer di awal
1990-an. Banyak penulis bisnis kemudian telah menentang
tentang kegagalan BPR dalam organisasi. Sebenarnya tidak ada
yang salah dengan BPR sebagai alat untuk memperbaiki
keunggulan bisnis. Kesalahannya terletak pada menganjurkan
menggunakan BPR sebagai alat yang terisolasi untuk mencapai
keunggulan bisnis.

61
4. Product excellence (keunggulan produk);

adalah tentang menghasilkan produk atau menyampaikan


jasa yang tepat, yang menawarkan kualitas dan nilai atas
uang kepada pelanggan. Product excellence dapat dicapai
melalui penelitian, pengembangan, dan komitmen untuk
menghasilkan produk berkualitas.

Kualitas produk adalah determinan penting Product


excellence . Ada delapan dimensi penting yang haarus
diperhatiakan organisasi untuk mencapai kualitas produk,
yaitu:
a. Performance (kinerja)
b. Features (tampilan)
c. Realibility (keandalan)
d. Conformance (kesesuaian)
e. Durability (daya tahan)
f. Serviceability (kemampuan pelayanan)
g. Aesthetics (estetika)
h. Perceived quality (kualitas dirasakan)

62
5. Practice excellence (keunggulan praktek)
Adalah tentang cara bekerja, cara ornga saling
memperlakukan satu sama lain dan cara orang
melayani pelanggan. Keunggulan dalam struktur,
sistem dan proses bukanlah sustitusi atas kurangnya
Practice excellence. Practice excellence lebih
dalam mengerjakan dari pada mengajarkan atau
merencanakan.
Practice excellence berada melebihi pengetahuan
dan ketrampilan, tetapi memerlukan cara unggul.
Karenanya mengetahui perilaku unggul dalam
pelayanan pelanggan tidaklah cukup. Melakukan
pelayanan pelanggan unggul sepanjang waktu adalah
kunci.
Practice excellence harus didasrkan pada nilai-nilai
utama yang dapat dipercaya dan etis tentang orang ,
organisasi, industri, dan masyarakat keseluruhan.

63
6. Performance excellence (keunggulan kinerja)
Adalah tentang menetapkan rekam jejak dan
melanjutkannya dalamjangka panjang. Performance
excellence harus didasarkan pada dasar dan nilai
nyata organisasi yang dapat dipercaya. Mereka
harus mempunyai strategi pemasaran efektif. Mereka
memerlukan mengembangkan orang yang kompeten
dan mempunyi komitmen. Mereka perlu mengelola
dan memanfaatkan sumber daya secara efisien dan
efektif untuk mengusahakan hasil yang menarik.

64
Menciptakan Keunggulan
Untuk menciptakan keunggulan, suatu organisasi harus
dapat menunjukkan bahwa dirinya adalah berbeda
dengan lainnya, menjadi yang pertama dan menjadi yang
terbaik Victor S.L Tan (2002 : 84). Untuk itu harus
ditetapkan tujuan yang ingin dicapai, mengembangkan
strategi untuk mencapainya, dan melakukan tindakan.
Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk menciptakan
keunggulan seperti berikut.

65
Berbegai pendekatan dapat dilakukan untuk menciptakan
keunggulan:
1. Being different (menjadi berbeda) ; satu jalan untuk mencapai
keunggulan adalah dengan berusaha menjadi berbeda dari
lainnya dimata pelanggan. Perbedaannya harus cukup menerik
dan bersaing sehingga pelanggan memilih produk atau jasa
kita melebihi dari lainnya.
2. Being the first (menjadi yang pertama); jelas terdapat
keunggulan menjadi yang utama. Misalnya Microsoft, ia
mendominasi pasar dengan menjadi yang pertama dan
mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Namun, ada yang
menolak bahwa menjadi kedua atau pengikut akan
menurunkan biaya dan risiko. Menjadi pengikut memperoleh
keuntungan pembelajaran dari kesalahan pemimpin pasar.

66
3. Being the best (menjadi yang terbaik); Suatu organisasi perlu
menjadi yang terbaik di setiap bidang. Kenyataannya tidak
ada organisasi yang menjadi terbaik dalam semua hal.
Sebaliknya, organisasi perlu memfokus dan memilih bidang
spesifik untuk unggul sehingga dapat dikenal sebagai yang
terbaik.
4. The way forward (cara untuk maju); Menuju keunggulan
harus dimulai dengan menetapkan tujuan untuk keunggulan.
Oleh karena itu, organisasi harus menetapkan tujuan spesifik
berkenaan dengan produk atau jasa yang diinginkan menjadi
terbaik, yang pertama atau menjadi berbeda.

67
Model Menciptakan
Keunggulan

The path Towards


Excellence Setting
Being
the Best The Goal

Being Developing
The First The Strategy

Being Defferent Taking Bold Action

68
Mengejar Keunggulan
Untuk mengejar keunggulan yang diinginkan dapat
dilakukan langkah dengan cara mencari kesempurnaan,
menjadi yang terbaik, bersedia mengkritik diri sendiri,
meningkatkan standar kita, menerima tantangan dan
menginspirasi keunggulan Robert Heller (1999 : 22).
1. Seeking perfection (mencari kesempurnaan)
2. Being the best (menjadi yang terbaik)
3. Being self critical (mengkritik diri sendiri)
4. Raising your standard (meningkatkan standar)
5. Accepting challenges (menerima tantangan)
6. Inspiring excellence (menginspirasi keunggulan)

69
F. Membangun Budaya
Berprestasi
Achievement culture
Budaya organisasi yang mendorong kemajuan
organisasi adalah budaya yang mengarah pada
peningkatan prestasi organisasi. Dengan demikian maka
kewajiban kita adalah membangun sebuah budaya
organisasi untuk selalu berprestasi yang dinamakan
Achievement culture adalah tipe budaya yang
mendorong dan menghargai kinerja orang Victor S.L
Tan (2002 : 30).
Dalam suatu Organisasi dengan budaya berprestasi
mempunyai sasaran yang dapat diukur dan
mempertahankan orang yang memiliki akuntabilitas
untuk mencapainya.

70
Untuk membangun budaya berprestasi diperlukan
adanya delapan core values atau nilai yang kuat
Victor S.L Tan (2002 : 31), yaitu:
1. Result oriented (orientasi pada hasil)
2. Superior customer service (pelayanan pelanggan
unggul)
3. Innovation (inovasi)
4. Fairness (kejujuran)
5. Respect (rasa hormat)
6. Change responsive (responsif terhadap perubahan)
7. Accountability (akuntabilitas)
8. Passion (keinginan/hasrat)

71
Sumber

72

Anda mungkin juga menyukai