PERILAKU KEORGANISASIAN
“BUDAYA ORGANISASI”
DOSEN PENGAMPU : Yenny Merinatul Hasanah,
Disusun Oleh :
Kelompok 5
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PAMULANG
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt atas karunia-Nya
yang dilimpahkan kepada kami selaku hamba-Nya yang lemah hingga kami
akhirnya memperoleh kekuatan/kemampuan untuk dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “BUDAYA ORGANISASI”
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah sederhana ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna baik isi maupun tata letak
desainnya, karena kami masih dalam proses tahap pembelajaran. Oleh karena itu
kritik dan saran dari dosen serta teman-teman sangatlah kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Kepada dosen pembimbing yang telah membantu dan memberikan ide-ide
serta dukungan dalam proses penyusunan makalah ini, kami ucapkan terimakasih
sebesar-besarnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap organisasi mempunyai budayanya masing-masing yang menjadi ciri
khas suatu organisasi. Budaya sebuah organisasi memegang peranan yang cukup
penting dalam organisasi tersebut karena budaya yang baik akan dapat
memberikan kenyamanan yang kemudian menunjang peningkatan kinerja
anggotanya. Sebaliknya, budaya organisasi yang kurang baik atau yang kurang
sesuai dengan pribadi anggotanya akan memicu penurunan kinerja setiap anggota.
Dewasa ini banyak perusahaan yang mengubah budayanya agar dapat
menunjang kemajuan perusahaan tersebut. Hal ini semakin membuktikan bahwa
budaya suatu organisasi dapat sedemikian mempengaruhi sebuah organisasi.
Keberlangsungan suatu organisasipun sedikit-banyak terpengaruh oleh budaya
organisasi. Sebagai contoh, budaya nepotisme di suatu organisasi atau perusahaan
sudah tentu akan mengantarkan organisasi atau perusahaan tersebut ke gerbang
kehancuran. Bagaimana tidak, dengan merekrut orang-orang yang hanya satu ras
saja atau satu keluarga dalam perusahaan tersebut tanpa merujuk pada prestasi,
kredibilitas, kemampuan serta kesetiaan pada perusahaan sudah pasti akan
menurunkan kualitas suatu perusahaan yang lama kelamaan akan tersingkir oleh
perusahaan lain yang lebih merekrut karyawan dengan kualitas yang baik tanpa
melihat ras, agama atau warna kulit.
Namun, dalam hal menciptakan serta menumbuhkan sebuah budaya
organisasi tidak hanya bertitik tumpu pada kenyamanan anggota saja. Ada banyak
faktor-faktor lain yang harus diperhatikan. Diperlukan pemikiran yang matang
untuk dapat menciptakan dan menumbuh-kembangkan budaya yang akan dapat
berdampak baik perusahaan.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Budaya Organisasi ?
2. Bagaimana asal muasal Budaya Organisasi ?
3. Apasaja fungsi Budaya Organisasi ?
4. Bagaimana karakteristik Budaya Organisasi ?
5. Apa nilai dominan dan sub Budaya Organisasi ?
6. Bagaimana cara menciptakan budaya organisasi yang etis ?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui, menambah pemahaman tentang hal apasaja yang
berkaitan dengan Budaya Organisasi, termasuk definisi, fungsi, asal
muasal, karakteristik, serta bagaimana cara menciptakan budaya
organisasi yang etis.
5
BAB 11
PEMBAHASAN
6
muasal budaya organisasi bersumber dari pendirinya karena pendiri dari
organisasi tersebut memiliki pengaruh besar akan budaya awal organsiasi
baik dalam hal kebiasaan atau ideology. Budaya mengikat anggota
kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan
keseragaman berperilaku atau bertindak.
2. Pengertian Budaya Oragnisasi Menurut Para Ahli
a. Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli : • Susanto
Pengertian budaya organisasi menurut susanto adalah nilai-nilai
yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi
permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam
perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus
memahami nilai-nilai yang ada dan sebagaimana mereka harus
bertingkah laku atau berperilaku.
b. Robbins Budaya organisasi menurut Robbins adalah suatu sistem
makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang
membedakan organisasi tersebut dengan yang lain.
c. Definisi budaya organisasi menurut Gareth R. Jones adalah suatu
persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi,
suatu sistem dari makna bersama.
d. Pengertian budaya organisasi menurut Walter R. Freytag bahwa
budaya organisasi adalah asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang
disadari atau tidak disadari yang mampu mengikat kepaduan suatu
organisasi.Asumsi dan nilai tersebut menentukan pola perilaku
para anggota di dalam organisasi.
7
diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya
sebuah organisasi: para pendirinya. Secara tradisional, pendiri organisasi
memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut. Pendiri
organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi
sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih
jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota
organisasi.
Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri
hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan
seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan
menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan.
Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang
mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian,
menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila
organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor
penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para
pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.
8
4. Keagresifan
5. Kemantapan/stabilitas
6. Invasi dan keberanian mengambil resiko.
Dalam teori diatas dijelaskan bahwa sebuah organisasi daoat
memiliki karakteristik yang terkandung dalam budaya organisasinya.
Sejauh mana organisasi berfokus kepada hasil dan bukan hanya pada
proses, melihat sejauh mana keputusan manajemen memprhitungkan efek
hasil pada idividu di dalam organisasi itu. Kemudian sejauh mana kegiatan
organisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu, melihat sejauh
mana kegiatan organisasi menekankan agresif dan kompetitif, bukan
secara santai, sejauh mana karyawan berani bermovasi dan menghadapi
resiko pekerjaan. Sampai pada akhirnya sejauh mana karyawan
mencermati pekerjaan lebih presisi dan memfokuskan pada hal-hal yang
lebih rinci.
9
6. Control (jumlah aturan, ketentuan, dan pengawasan langsung
terhadap perilaku karyawan)
7. Identity (identitas)
8. Reward system (didasarkan pada relatif kinerja)
9. Conflict tolerance (konflik dan kritikan secara terbuka)
10. Communication pattern (pola komunikasi dibatasi pada
kewenangan hierarki formal)
10
E. Bentuk Budaya Organisasi
Jeff Catwright (1999:11) membagi empat bentuk budaya yang
dipandang sebagai siklus budaya, yaitu:
1. Monoculture; individu atau kelompok berfikir sama sesuai dengan
norma budaya yang sama, dicirikan ekstrem (fanatik dan
fundamentalik)
2. Superordinate Culture; sub kultur terkoordinasi (setiap individu
bergerak dengan keyakinan dan nilai-nilai, gagasan dan sudut
pandang sendiri, namun bekerja dalam satu organisasi dan semu
termotivasi). Superordinate culture merupakan bentuk ideal budaya
organisasi. Perbedaan budaya menjadi akibat pemisahan dan
konflik atau sumber vitalitas, kreativitas, dan energi.
3. Divisive Culture; bentuk ini memecah belah karena setiap individu
memiliki agenda dan tujuan sendiri. Dalam model ini, organisasi
ditarik kearah yang berbeda. Gejala budaya ini adalah vandalisme,
kejahatan, inefisiensi dan kekacauan.
4. Disjunctive Culture; diindikasikan dengan pemecahan organisasi
secara eksplosif atau menjadi unit budaya individual.
11
Manajemen yang dapat dilakukan untuk menciptakan kultur yang
lebih etis dapat dilakukan dengan praktik-praktik:
1. Menjadi model peran yang visibel. Karyawan akan melihat
perilaku manajemen puncak sebagai acuan standar untuk
menentukan perilaku yang semestinya mereka ambil. Ketika
manajemen senior dianggap mengambil jalan yang etis, hal ini
memberi pesan positif bagi semua karyawan.
2. Mengkomunikasikan harapan-harapan yang etis. Ambiguitas etika
dapat diminimalkan dengan menciptakan dan mengomunikasikan
kode etik organisasi. Kode etik ini harus menyatakan nilai-nilai
utama organisasi dan berbagai aturan etis yang diharapkan akan
dipatuhi para karyawan.
3. Memberikan pelatihan etis. Selenggarakan seminar. Lokakarya,
dan program-program pelatihan etis. Gunakan sesi-sesi pelatihan
ini untuk memperkuat standar tuntunan organisasi, menjelaskan
praktik-praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani
dilema etika yang mungkin muncul.
4. Secara nyata memberikan penghargaan atas tindakan etis dan beri
hukuman terhadap tindakan yang tidak etis. Penilaian kinerja
terhadap para manajer harus mencakup evaluasi hal demi hal
mengenai bagaimana keputusan-keputusannya cukup baik menurut
kode etik organisasi. Penilaian harus mencakup sarana yang
dipakai untuk mencapai sasaran dan juga pencapaian tujuan itu
sendiri. Orang-orang yang bertindak etis harus diberi penghargaan
yang jelas atas perilaku mereka. Sama pentingnya, tindakan tidak
etis harus diganjar secara terbuka/nyata.
5. Memberikan mekanisme perlindungan. Organisasi perlu memiliki
mekanisme formal sehingga karyawan dapat mendiskusikan
dilema-dilema etika dan melaporkan perilaku tidak etis tanpa takut.
Cara ini bisa meliputi pembentukan konselor etis, badan pengawas
(ombudsmen), atau petugas etika.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
14