Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PERILAKU KEORGANISASIAN
“KULTUR ORGANISASI DALAM SUDUT PANDANG MANAJEMEN ”

DISUSUN OLEH :
MANAJEMEN 03

KELOMPOK I
1. M.FARIH FARADISI R (1861 2011 438)
2. SITI SRI WAHYUNI (1861 2011 301)
3. VERNANDA KURNIAWAN (1861 2011 286)

FAKULTAS EKONOMI
PRODI MANAJEMEN
UNIVERSITAS ANTAKUSUMA PANGKALAN BUN
TAHUN AKADEMIK 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga kami panjatkan kehadirat allah SWT, atas

berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan

makalah ini.

Adapun tujuan disusunnya makalah ini ialah sebagai salah satu agenda

kegiatan akademis yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa/mahasiswi dalam

menyelesaikan studi di tingkat perkuliahan semester V (lima), adapun judul dalam

makalah ini adalah mengenai “ Kultur Organisasi Dalam Sudut Pandang

Manajemen”

Dalam proses penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan,

dukungan, serta do’a dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkanlah didalam

kesempatan ini kami menghaturkan terima kasih dengan penuh rasa hormat serta

dengan segala ketulusan hati kepada:

1. Kedua orang tua, atas curahan kasih sayang yang tiada henti, yang senantiasa

mendukung secara moril & materiil serta yang selalu mendo’akan kami

didalam menempuh pendidikan ini.

2. Dosen mata kuliah Perilaku Keorganisasian yang dengan segala

keikhlasannya telah memberikan bimbingan, arahan, serta nasehat kepada

kami hingga terselesaikannya makalah ini.

3. Teman-teman seperjuangan khususnya fakultas SI-MANAJEMEN yang

senantiasa memberi masukan untuk penulis menyelesaikan makalah ini.

2
Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah bagi

keikhlasan dan ketulusan atas dukungannya.

Sangatlah disadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan didalam

penyusunannya dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan

masukan baik saran maupun kritik yang kiranya dapat membangun dari para

pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya

bagi kita semua.

3
DAFTAR ISI

Cover ..................................................................................................................1

Kata Pengantar.....................................................................................................2

Daftar Isi..............................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................5

1.2 Perumusan Masalah..........................................................................6

1.3 Tujuan Perumusan ...........................................................................7

1.4 Manfaat Perumusan..........................................................................7

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kultur Organisasi ...........................................................8

2.2 Pengertian Budaya Organisasi .........................................................8

2.3 Proses Pembentukan Kultur Organisasi ........................................17

2.4 Asal Muasal Budaya ......................................................................18

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kultur Organisasi ................19

3.2 Upaya-Upaya Untuk Mewujudkan Kultur Organisasi .................21

3.3 Karakteristik Budaya Organisasi ..................................................24

3.4 Menciptakan Budaya Organisasi Yang Etis .................................26

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan.....................................................................................29

4.2 Saran...............................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................31

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah organisasi mempunyai budaya masing-masing. Ini menjadi salah satu

pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya sebuah

organisasi ada yang sesuai dengan anggota atau karyawan baru, ada juga yang

tidak sesuai sehingga seorang anggota baru atau karyawan yang tidak sesuai

dengan budaya organisasi tersebut harus dapat menyesuaikan kalau dia ingin

bertahan di organisasi tersebut.

Budaya organisasi ini dapat membuat suatu organisasi menjadi terkenal dan

bertahan lama. Yang jadi masalah tidak semua budaya organisasi dapat menjadi

pendukung organisasi itu. Ada budaya organisasi yang tidak sesuai dengan

perkembangan zaman. Maksudnya tidak dapat menyocokkan diri dengan

lingkungannya, dan lebih ditakutkan lagi organisasi itu tidak mau menyesuaikan

budaya nya dengan perkembangan zaman karena dia merasa paling benar.

Dalam keadaan inilah anggota tidak akan mendapatkan kepuasan kerja.

Memang banyak faktor lain yang menyebabkan anggota tidak memperoleh

kepuasan kerja, tapi faktor budaya organisasi merupakan faktor yang utama.Meski

telah disadari bahwa budaya organisasi bersifat dinamik dan pluralistic,

perdebatan tentang apakah budaya organisasi dapat di-manage dan dikendalikan

masih terjadi. Pandangan pertama yang diwakili oleh Gagliardi menyatakan

bahwa budaya organisasi dapat di-manage dan dikendalikan. Argumentasi yang

digunakan adalah bahwa budaya organisasi merupakan komponen illusive yang

5
menyatu dalam diri setiap orang pada dataran yang paling mendasar (alam bawah

sadar), sehingga untuk merubah budaya organisasi membutuhkan pengetahuan

yang mendalam tentang bagaimana alam bawah sadar terbentuk dan berfungsi

serta memungkinkan akan menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Pandangan kedua menyatakan bahwa budaya organisasi dapat di-manage dan

dikendalikan. Pandangan ini terpecah menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu pendapat

bahwa perubahan budaya organisasi sangat bergantung kemauan para eksekutif

dan pendapat yang mengatakan bahwa perubahan hanya mungkin dilakukan jika

memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya kondisi-kondisi yang memungkinkan

terjadinya perubahan budaya organisasi. Sementara ada pandangan yang lebih

moderat dalam mensikapi terjadinya perdebatan ini, yaitu pandangan yang tidak

mempertentangkan apakah budaya organisasi dapat di-manage dan dikendalikan

ataukah tidak, tetapi lebih menekankan tentang bagaimana, kapan dan dalam

keadaan apa sebaiknya budaya organisasi dirubah. Diantara kondisi lingkungan

yang memerlukan perubahan antara lain terjadinya krisis organisasi, pergantian

kepemimpinan dan pembentukan organisasi baru.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kultur organisasi ?

2. Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi?

3. Bagaimana proses pembentukan kultur organisasi?

4. Bagaimana asal muasal budaya organisasi ?

5. Apa saja karakteristik budaya organisasi ?

6. Bagaimanakah menciptakan budaya organisasi yang etis ?

6
1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian budaya organisasi.

2. Untuk menjelaskan asal muasal budaya organisasi

3. Untuk mengetahui karakteristik budaya organisasi.

4. Untuk mengetahui bagaimana menciptakan budaya organisasi yang etis.

1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai

pengembangan konsep mata kuliah Perilaku Keorganisasian khususnya materi

“Kultur Organisasi Dalam Sudut Pandang Manajemen” dan secara praktis

makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Penulis, sebagai wahana meningkatkan pengetahuan dan konsep keilmuan,

khususnya tentang materi Budaya Organisasi.

2. Pembaca, sebagai media informasi mata kuliah Perilaku Keorganisasian

khususnya materi “Kultur Organisasi Dalam Sudut Pandang Manajemen”

7
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kultur Organisasi

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, budaya (culture) diartikan sebagai :

pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang menjadi

kebiasaan yang sukar diubah. Dalam pemakaian sehari-hari, orang biasanya

mensinonimkan pengertian budaya dengan tradisi (tradition). Dalam hal ini tradisi

diartikan sebagai idea-idea umum, sikap dan kebiasaan dari masyarakat yang

nampak dalam perilaku sehari-hari yang menjadi kebiasaan dari kelompok dalam

masyarakat tertentu.

Edward B. Tylor mengatakan bahwa budaya adalah suatu keseluruhan yang

kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta

kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai

anggota masyarakat.Kata organisasi berasal dari bahasa inggris, organization yang

berarti organisasi atau hal yang mengatur. Dalam kamus bahasa Indonesia

organisasi merupakan susunan atau aturan dan berbagai bagian sehingga

merupakan satu kesatuan yang teratur.

Istilah organisasi memiliki dua arti secara umum. Pertama, organisasi

diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional, misalnya sebuah

perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan dan badan-badan pemerintahan.

Kedua, merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur

dan dialokasikan diantara apra anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat

tercapai secara efektif. Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja dalam

8
tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang

sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya serta

mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi.

Sedangkan pengertian organisasi menurut para pakar ilmu adalah

a) Menurut Oliver Sheldon.

Organisasi adalah proses penggabungan pekerjaan yang para individu atau

kelompok-kelompok harus melakukantugas-tugas, sedemikian rupa,

memberikan saluran terbaik untuk pemakaian yang efisien, sistematis, positif,

dan terorganisasi dari usaha yang tersedia.

b) Menurut Schein.

Organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk

mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi

melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab.

c) Menurut Kohler.

Organisasi adalah sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasi

usaha suatu kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.

Suatu organisasi dapat berkembang melebihi organisasi yang lain walaupun

organisasi itu bergerak dalam bidang dan lokasi yang sama. Contoh, Harvard

University dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT) hanya dipisahkan

oleh Sungai Charles. Masing-masing mempunyai keunikan. Hal ini

dilatarbelakangi karakteristik dan struktur organisasinya (Robbin, 2001; MIT,

2002). Keunikan suatu organisasi tersebut dipengaruhi berbagai hal antara lain

nilai dan norma yang dianut anggotanya, kepercayaan, kebiasaan yang berlaku di

9
dalam organisasi, dan filosofi organisasi yang dianut. Berbagai faktor tersebut

termasuk dalam pengertian kultur organisasi (Ouchi,1981).

Koentjaraningrat (1994) menyatakan bahwa budaya berasal dari bahasa

Sanskerta, budhayah, sebagai bentuk jamak budhi, yang artinya budi atau akal.

Dalam bahasa Inggrisnya, budaya sama dengan culture. Culture berasal dari

bahasa Latin, colere yang artinya segala daya dan upaya manusia untuk mengubah

alam. Kotter & Heskett (1992) mendefinisikan budaya sebagai totalitas pola

perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya

dan pemikiran manusia yang menjadi ciri suatu masyarakat atau penduduk yang

ditransmisikan bersama.

Kultur organisasi adalah istilah yang mudah diucapkan, tetapi sulit

didefinisikan seperti halnya yang dinyatakan Robbin (2001), ”Organizational

culture is one of those topics about which many people will say, ‘Oh, yeah, I

know what you mean, ‘but one of that is quite difficult to define in any specific

form.” Meskipun demikian, Robbin (2001) mendefinisikan kultur organisasi

cenderung dimaknai oleh anggota organisasinya sebagai sistem yang dianut, yang

membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.

Kultur organisasi (Organizational Culture) adalah istilah yang sering

dikacaukan orang awam maupun ilmuwan dengan istilah kultur perusahaan

(Corporate Culture). Padahal yang dimaksud dengan budaya perusahaan seperti

yang dinyatakan oleh Ndraha (1997) adalah sebagai penerapan dari kultur

organisasi pada lingkungan perusahaan. Jadi, kultur perusahaan lebih bersifat

10
praktis, sedangkan kultur organisasi bersifat teoretis. Kultur organisasi

mendeskripsikan bagaimana orang-orang di dalam organisasi berpikir (cipta),

berperasaan (rasa), dan bertindak (karsa). Kultur organisasi adalah nilai-nilai yang

dimiliki dan dipatuhi oleh anggota organisasi dalam berpikir, berperasaan, dan

bertindak.

Jones (1995) memberikan definisi kultur organisasi dan karakteristik’

karakteristiknya. Kultur organisasi menurut Jones adalah seperangkat nilai yang

mengontrol anggota organisasi dalam berinteraksi, baik dengan sesamanyll

maupun dengan orang-orang di luar organisasinya. Sedangkan karakteristik kulmf

organisasi menurut Jones (1995) meliputi: nilai-nilai, kontrol koordinasi dat1

motivasi, etika, struktur, dan proses desain organisasi. Nilai adalah suatu keadaan

yang ditinjau dari kegunaannya bagi hidup manusia, baik lahir maupun batin,

jasmani maupun rohani, dunia maupun akhirat. Nilai dapat dikategorikan atas

nilai ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, militer, keamanan, dan agama.

Kultur organisasi menurut Marquardt (1996) ialah nilai, kepercayaan, praktik,

ritual yang dipakai organisasi. Ndraha (1997) menyatakan kultur organisasi ialah

bagian yang integral dengan teori organisasi yang di dalamnya terdapat iklim

organisasi. Oleh sebab itu, konsep kultur organisasi dapat mengadaptasi teoriteori

iklim organisasi.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak

kesamaan pendapat dalam mendefinisikan kultur organisasi. Kultur organisasi

ialah keyakinan dan nilai bersama yang mengikat kebersamaan seluruh anggota

organisasi. Kultur organisasi ada dan melekat di semua organisasi, baik besar

11
maupun kecil, di manapun, kapanpun, termasuk organisasi lembaga

pendidikan.Jadi kultur organisasi ialah suatu kemampuan-kemampuan dan

kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat yang

memiliki aturan-aturan atau susunan dan berbagai bagian sehingga menjadi satu

kesatuan yang teratur untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.

Dari sini dapat dipahami bahwa kultur organisasi terdapat 3 komponen yang

harus da dalam suatu lembaga atau organisasi agar organisasi menjadi lebih baik,

yakni : kelompok orang, kerja sama yang harmonis dan pembagian hak,

kewajiban dan tanggung jawab. Adapaun Prinsip-prinsip Kultur organisasi yang

harus dimiliki dalam suatu lembaga atau kelompok adalah:

a) Perumusan tujuan. Tujuan organisasi harus jelas dan diketahui oleh seluruh

elemen yang terkait dalam organisasi itu. Dengan tujuan tertentu, aktivitas-

aktivitas yang dilakukan dengan mengarah pada tujuan yang telah

dirumuskan.

b) Pembagian kerja. Untuk mencapai efektivitas dan efisiensi, perlu adanya

pembagian tugas yang jelas. Tanpa pembagian tugas yang jelas, akan terjadi

tumpang tindih pekerjaan dan dari sini akan terjadi pemborosan.

c) Pembagian wewenang. Dengan kekuasaan yang jelas pada masing-masing

orang/kelompok dalam suatu organisasi maka dapat dihindarkan terjadinya

benturan kepentingan dan tindakan. Hal ini dimungkinkan karena setiap

orang akan mengetahuia batas-batas wewenang untuk bertindak.

d) Kesatuan komando. Dalam sistem organisasi yang baik harus ada kesatuan

komando/perintah agar tidak terjadi kebingungan di tingkat pelaksana. Oleh

12
karena itu, sistem organisasi perlu dihindarkan adanya dualism pengaruh dan

kekuasaan dalam berbagai tingkat manajerial, baik manjerial puncak,

manajerial menengah maupun manajerial lini.

e) Koordinasi. Koordinasi merupakan suatu proses pengintegrasian tujuan pada

satuan-satuan yang terpisah dalam suatu lembaga untuk mencapai tujuan

organisasi secara efisien. Koordinasi ini sangat penting bagi suatu lembaga

untuk menyatukan langkah, mengurangi benturan tugas dan mengurangi

timbulnya konflik.

2.2 Pengertian Budaya Organisasi

Pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi sangat signifikan.

Karena itu menciptakan budaya organisasi yang sifatnya unik untuk setiap

organisasi amatlah penting. Untuk itu perlu dipahami apa budaya organisasi itu.

Budaya organisasi memiliki makna yang luas. Walter R. Freytag mendefinisikan

budaya organisasi sebagai “a distint and shared set of conscious and unconscious

assumptions and values that binds organizational members together and prescribes

appropriate patters of behavior.” Freytag menitik beratkan pada asumsi-asumsi

dan nilai-nilai yang disadari atau tidak disadari yang mampu mengikat kepaduan

suatu organisasi.[1] Asumsi dan nilai tersebut menentukan pola perilaku para

anggota di dalam organisasi.

Peneliti lain seperti Larissa A. Grunig, et.al., mendefinisikan budaya

organisasi sebagai “the sum total of shared values, symbols, meaning, beliefs,

assumption, and expectations that organize and integrate a group of people who

work together.” Definisi Grunig et.al. ini mirip dengan yang telah disampaikan

13
Freytag sebelumnya, yaitu bahwa budaya organisasi adalah totalitas nilai, simbol,

makna, asumsi, dan harapan yang mampu mengorganisasikan suatu kelompok

orang yang bekerja secara bersama-sama.

Menurut Lathans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan

nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota

organisasi akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh

lingkungannya. Sarplin (1995) mendefinisikan budaya organisasi merupakan

suatu system nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling

berinteraksi dengan struktur system formalnya untuk menghasilkan norma-norma

perilaku organisasi. Sebagai suatu cognitive framework yang meliputi sikap, nilai-

nilai, norma perilaku dan harapan-harapan yang disumbangkan oleh anggota

organisasi. Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai- nilai (value)

organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola

tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam

organisasi.

Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari

asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu

kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi dan

menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan

integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu

diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami,

memikirkan dan merasakan berkanaan dengan masalah-masalah tersebut.[2]

14
Menurut Mondy dan Noe (1996), budaya organisasi adalah system dari

shared values,[3] keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang

saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma

perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar- standar yang

mengarahkan perilaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara

keseluruhan. Sedangkan Hodge, Anthony dan Gales (1996) mendefinisikan

budaya organisasi (corporate culture) sebagai konstruksi dari dua tingkat

karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang kelihatan (observable) dan yang

tidak kelihatan (unobservable). Pada level observable, budaya organisasi

mencakup beberapa aspek organisasi seperti arsitektur, seragam pola perilaku,

peraturan, legenda, mitos, bahasa, dan seremoni yang dilakukan perusahaan.

Sedangkan pada level unobservable budaya organisasi mencakup shared values,

norma-norma, asumsi-asumsi, kepercayaan para anggota organisasi untuk

mengelola masalah dan keadaan-keadaan disekitarnya. Budaya perusahaan juga

dianggap sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, megarahkan apa yang

boleh dilakukan, dan yang tidak boleh dilakukan, serta bagaimana

mengalokasikan sumber daya dan mengelola sumber daya perusahaan, dan

sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan.

Dari sejumlah pengertian diatas, tampak bahwa budaya organisasi memiliki

peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas kinerja

organisasi, khususnya kinerja manajemen dan kinerja ekonomi, baik dalam jangka

pendek maupun jangka panjang. Peran budaya organisasi adalah sebagai alat

untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan

15
yang tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya dan

mengelola sumber daya organisasional, dan juga sebagai alat untuk menghadapi

masalah dan peluang dari lingkungan internal dan eksternal.

Menurut Susanto, “Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi

pedoman sember daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan

usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing

anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka

harus bertingkah laku atau berperilaku.” Menurut Robbins, Budaya organisasi

adalah suatu system makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang

membedakan organisasi tersebut dengan yang lain.[4] Menurut Gareth R. Jones,

“Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-

anggota organisasi, suatu system dari makna bersama.” Jadi budaya organisasi itu

adalah suatu budaya yang dianut oleh suatu organisasi dan itu menjadi pembeda

antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.Dari semua pendapat para ahli

diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan

norma perilaku yang diterima dan dipahami bersama oleh anggota organisasi

sebagai dasar aturan perilaku di dalam organisasi.

16
2.3 Proses Pembentukan Kultur Organisasi

Munculnya gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam

suatu budaya dalam organisasi bisa bermula dari mana pun, dari perorangan atau

kelompok, dari tingkat bawah atau puncak. Taliziduhu Ndraha (1997)

menginventarisir sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya :

a) pendiri organisasi

b) pemilik organisasi

c) Sumber daya manusia asing

d) luar organisasi

e) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stake holder);

f) masyarakat

Selanjutnya dikemukakan pula bahwa proses budaya dapat terjadi dengan cara:

 kontak budaya;

 benturan budaya

 penggalian budaya.

Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sekejap, namun

memerlukan waktu dan bahkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat menerima

nilai-nilai baru dalam organisasi.

Dalam suatu organisasi sesungguhnya tidak ada budaya yang “baik” atau

“buruk”, yang ada hanyalah budaya yang “cocok” atau “tidak cocok” . Jika dalam

suatu organisasi memiliki budaya yang cocok, maka manajemennya lebih

berfokus pada upaya pemeliharaan nilai-nilai- yang ada dan perubahan tidak perlu

17
dilakukan. Namun jika terjadi kesalahan dalam memberikan asumsi dasar yang

berdampak terhadap rendahnya kualitas kinerja, maka perubahan budaya mungkin

diperlukan. Karena budaya ini telah berevolusi selama bertahun-tahun melalui

sejumlah proses belajar yang telah berakar, maka mungkin saja sulit untuk

diubah. Kebiasaan lama akan sulit dihilangkan

2.4 Asal Muasal Budaya

Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada

di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan

sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal

ini mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.

Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap

budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena

kebiasaan atauideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan

organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada

seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara:

Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran

dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan

menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir,

perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan

untuk mengidentifikasi diri. Dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai,

dan asumsi pendiri tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri

lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh

kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.

18
BAB III
PEMBAHASAN

4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kultur Organisasi

Sekolah sebagai suatu organisasi, memiliki budaya sendiri yang dibentuk dan

dipengaruhi oleh nilai- nilai, persepsi, kebiasaan, kebijakan pendidikan dan

perilaku orang yang ada didalamnya. Sebagai suatu organisasi, sekolah s kekhasan

sesuai dengan cure bisnis yang dijalankan yaitu pembelajaran. Budaya sekolah

seharusnya menunjukkan kapabilitas yang sesuai dengan tuntunan pembelajaran

yaitu menumbuh kembangkan peserta didik sesuai dengan prinsip- prinsip

kemanusiaan. Budaya sekolah harus disadari oleh seluruh konstituen sebagai

asumsi dasar yang dapat membuat sekolah tersebut memiliki citra yang

membanggakan stakeholders. Oleh sebab itu, semua individu memiliki posisi

yang sama untuk mengangkat citra melalui performance yang merujuk pada

budaya sekolah yang efektif.

Pembentukan dan Manajemen Budaya sekolah yang Efektif, Pada awal

kemunculanya, budaya organisasi mengacu pada visi pendirinya yang dipengaruhi

oleh cita- cita internal dan tuntutan eksternal yang meliputinya. Pada hakekatnya

suatu budaya adalah sebuah fenomena kelompok. Oleh sebab itu, dalam menelaah

proses terbentuknya budaya organisasi tidak dapat lepas dari proses kelompok.

Selain itu, proses kemunculan budaya organisasi memakan waktu yang cukup

lama yang pada umumnya melibatkan seorang tokoh yang mengintroduksikan visi

dan misi kepda stafnya, yang kemudian dijadikan sebagai acuan anggota

kelompok.

19
Disamping itu pengelolaan kultur organisasi perlu diketahui faktor yang

mempengaruhinya yaitu

1. Komunikasi

Komuniaksi merupakan proses pengintegrasian tujuan terhadap anggota-

anggota yang lainnya. Komunikasi ini sangat penting sekali untuk

menyatukan dalam sebuah organisasi, karena dengan adanya komunikasi

diharapkan terjadi saling mengisi secara yang baik dan lancar yang akan

mengurangi timbulnya konflik yang terjadi secara internal.

2. Motifasi

Dalam suatu lembaga harus memiliki motivasi yang sangat kuat untuk

mencapai lembaga yang maju. Dan motivasi ini harus mampu mendorong

anggota organisasi agar lebih kerja keras dalam lembaga. Jangan sampai

suatu organisasi tidak memiliki motivasi yang dibutuhkan dalam lembaga.

3. Karakteristik organisasi

Karakter merupakan watak atau sifat yang ada dialam suatu organisasi.

Karakter sangat berpengaruh untuk kemajuan dan perkembangan dalam suatu

organisasi. Karakter dalam suatu organisasi tidak boleh individual, karena

dalam suatu organisasi harus memiliki sifat yang memasyarakat antar

anggota.

4. proses administrasi

proses administrasi ini behubungan dengan mekanisme kerja untuk

mengkoordinasikan perkerjaan dalam suatu kesatuan yang harmonis. Pada

saat setiap orang dan setiap bagian melaksanakan pekerjaan, kemungkinan

20
timbul konflik diantara anggota, dan mekanisme administrasi ini untuk

mengkoordinasikan memungkinkan setiap anggota organisasi untuk tetap

bekerja secara efektif.

5. struktur oeganisasi

sturktur organisasi sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu

organisasi. Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi

dan mengkoordinasikan tugas orang dan kelompok agar tercapai tujuan. Pada

struktur organisasi tergambar posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang

harus dilakukan, hubungan tasan dan bawa han, kelompok, komponen atau

bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi.

6. gaya manajemen

melakukan monitoring dan mengambil langkah-langkah penyesuaian

untuk mempertahankan dan mneingkatkan manajemen. Gaya untuk mengatur

dalam suatu organisasi harus menarik dan mampu membuat anggota agar bias

bekerja dengan baik dan benar. Gaya menajemn yang baik dan menarik akan

menghasilkan potensi atau hasil yang sangat memuaskan untuk suatu

organisasi, namun jika manajemen suatu organisasi rusak, maka organsisasi

itu juga akan mengalami kerusakan dan tidak akan mencapai target atau

tujuan yang diinginkan.

4.4 Upaya-Upaya Untuk Mewujudkan Kultur Organisasi

Pembentukan dan pengelolaan budaya organisasi adalah suatu hal yang

mutlak untuk memperoleh budaya organisasi yang kental. Membentuk budaya

organisasi merupakan tanggung jawab pimpinan yang realisasinya merupakan

21
tanggung jawab seluruh personel sekolah. Pimpinan perlu memahami cara

pembentukan dan pengelolaan budaya organisasi. Budaya organisasi bisa

terbentuk dengan tiga cara yaitu:

1. Seleksi, sejak awal sudah ditekankan bahwa hanya pegawai yang memenuhi

kriteria organisasi yang diterima.

2. Manajemen puncak, pimpinan menjadi pendorong kuat bagi tumbuhnya

perilaku bawahan.

3. Sisoalisasi, penanaman norma- norma yang ditetapkan organisasi dapat

dilakukan dengan cara membicarakan dalam rapat- rapat, pertemuan atau

bahkan dengan media khusus.

Untuk mewujudkan organisasi yang efektif, perlu adanya upaya-upaya yang harus

dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan. Adapaun langkah-langkah yang harus

ditempuh yaitu :

1. Organisasi tersebut harus memiliki visi, misi dan tujuan yang jelas yang

diarahkan pada upaya mewujudkan cita-cita atau tujuan yang diharapkan.

2. Organisasi tersebut harus dipimpin oleh orang yang memiliki visi, capability,

loby dan morality. Visi berkaitan dengan gagasan, cita-cita dan imajinasi

yang terus mengalir. Adapun capability berkaitan dengan kesanggupan untuk

mewujudkan cita-cita dan visi tersebut. Sementara loby terkait dengan

kemampuan berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan berbagai pihak

yang memungkinkan dapat diakses untuk mencapai tujuan. Selanjutnya

22
morality berkaitan dengan akhlak yang mulia seperti keihlasan dalam bekerja,

jujur, amanah, sabar, pemaaf, toleransi dan sebagainya.

3. Organisasi tersebut harus memiliki sumber ekonomi yang dihasilkan melalui

berbagai usaha. Untuk ini kelompok yang berada dalam pengelolaan sarana

dapat dilihat sebagai market.

4. Organisasi tersebut harus mampu membaca peluang yang memungkinkan

dapat dilakukan berbagai kegiatan yang dibutuhkan oleh kelompok

5. Organisasi tersebut harus didukung oleh sarana dan prasarana pendukung

yang baik. Dalam hal ini teknologi yang canggih dalam bidang komunikasi,

informasi dan pengelolaan data seperti telepon, computer, fakximile dan

sebagainya yang harus digunakan

6. Organisasi tersebut harus memperoleh legimitasi dan masyarakat dengan cara

menciptakan berbagai kegaitan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Adapun Kultur organisasi memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :

1. Budaya mempunyai suatu peran menempatkan tapal batas; artinya budaya

menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan jangkauannya.

2. Budaya membawa satu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas dari

pada kepentingan-kepentingan dari individual seseorang.

4. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem social. Budaya merupakan

perekat social yang membantu mempersatuakan organisasi itu dengan

memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan

dilakukan oleh para anggota.

23
5. Akhirnya budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali

yang memadu dan membentuk sikap serta perilaku anggaotanya.

4.5 Karakteristik Budaya Organisasi

Adanya budaya organisasi sesungguhnya tumbuh karna diciptakan dan

dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan

diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada

setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi setiap

anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi tersebut, dan dapat

dianggap sebagai Ciri khas yang membedakan sebuah organisasi dengan

organisasi lainnya.

Antonius dan Antonina mengatakan mengenai karakteristik dan dimensi nilai

yang terkandung dalam budaya organisasi yaitu :

1. Orientasi Hasil.

2. Orientasi Orang.

3. Keagresifan.

4. Kemantapan/stabilitas,

5. Inovasi dan keberanian mengambil resiko.

6. Perhatian pada hal-hal yang lebi rinci.

Dalam teori diatas dijelaskan bahwa sebuah organisasi dapat memiliki

karakteristik yang terkandung dalam budaya organisasinya. Sejauh mana

organisasi berfokus kepada hasil, dan bukan hanya pada proses, melihat sejauh

mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada individu di dalam

24
organisasi itu. Kemudian sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-

tim, bukannya individu-individu, melihat sejauh mana karyawan itu agresif dan

kompetitif, bukannya santai-santai, sejauh mana kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya status quo[5] sebagai kontras dari pertumbuhan, lalu sejauh

mana karyawan berani berinovasi dan menghadapi resiko pekerjaan. Sampai pada

akhirnya sejauh mana karyawan mencermati pekerjaan lebih presisi dan

memfokuskan pada hal-hal yang lebih rinci.

Diperkuat dengan pendapat Robbins dan Judge bahwa Kultur Organisasi

mengacu kepada sebuah system makna bersama yang dianut oleh para anggota

yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. System makna

bersama ini, bila dicermati secara lebih seksama, adalah sekumpulan karakteristik

kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa ada

tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat kultur

organisasi.

1. Innovation and Risk Taking (Inovasi dan pengambilan resiko), suatu

tingkatan dimana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan mengambil

resiko.

2. Attention to Detail (Perhatian pada hal-hal detail), dimana pekerja diharapkan

menunjukkan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal detail.

3. Outcome Orientation (Orientasi pada manfaat), dimana menajemen

memfokus pada hasil atau manfaat daripada sekadar pada teknik dan proses

yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut.

25
4. People Orientation (Orientasi pada orang), di mana keputusan manajemen

mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang dalam organisasi.

5. Team Orientation (Orientasi pada tim), dimana aktivitas kerja di organisasi

berdasar tim daripada individual.

6. Aggresiveness (Agresivitas), dimana orang cenderung lebih agresif dan

kompetitif daripada easygoing.

7. Stability (Stabilitas), dimana aktivitas organisasional menekankan pada

menjaga status quo sebagai lawan dari perkembangan.

Dari semua pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa

karakteristik budaya organisasi, yaitu inovasi dan pengambilan resiko, perhatian

pada detail, orientasi hasil, orientasi kepada para individu, orientasi kepada tim,

keagresifan, serta stabilitas.

4.6 Menciptakan Budaya Organisasi Yang Etis

Isu dan kekuatan suatu kultur mempengaruhi suasana etis sebuah organisasi

dan perilaku etis para anggotanya. Kultur sebuah organisasi yang punya

kemungkinan paling besar untuk membentuk standar etika tinggi adalah kultur

yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, rendah sampai sedang dalam hal

keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga hasil. Para manajer dalam kultur

semacam ini didorong untuk mengambil resiko dan berani berinovasi, dilarang

terlibat dalam persaingan yang tak terkendali, dan akan memberikan perhatian

pada bagaimana tujuan dicapai dan juga pada tujuan apa yang akan dicapai.

26
Manajemen yang dapat dilakukan untuk menciptakan kultur yang lebih etis dapat

dilakukan dengan praktik-praktik:

1. Menjadi model peran yang visibel. Karyawan akan melihat perilaku

manajemen puncak sebagai acuan standar untuk menentukan perilaku yang

semestinya mereka ambil. Ketika manajemen senior dianggap mengambil

jalan yang etis, hal ini memberi pesan positif bagi semua karyawan.

2. Mengkomunikasikan harapan-harapan yang etis. Ambiguitas etika dapat

diminimalkan dengan menciptakan dan mengomunikasikan kode etik

organisasi. Kode etik ini harus menyatakan nilai-nilai utama organisasi dan

berbagai aturan etis yang diharapkan akan dipatuhi para karyawan.

3. Memberikan pelatihan etis. Selenggarakan seminar. Lokakarya, dan program-

program pelatihan etis. Gunakan sesi-sesi pelatihan ini untuk memperkuat

standar tuntunan organisasi, menjelaskan praktik-praktik yang diperbolehkan

dan yang tidak, dan menangani dilema etika yang mungkin muncul.

4. Secara nyata memberikan penghargaan atas tindakan etis dan beri hukuman

terhadap tindakan yang tidak etis. Penilaian kinerja terhadap para manajer

harus mencakup evaluasi hal demi hal mengenai bagaimana keputusan-

keputusannya cukup baik menurut kode etik organisasi. Penilaian harus

mencakup sarana yang dipakai untuk mencapai sasaran dan juga pencapaian

tujuan itu sendiri. Orang-orang yang bertindak etis harus diberi penghargaan

yang jelas atas perilaku mereka. Sama pentingnya, tindakan tidak etis harus

diganjar secara terbuka/nyata.

27
5. Memberikan mekanisme perlindungan. Organisasi perlu memiliki mekanisme

formal sehingga karyawan dapat mendiskusikan dilema-dilema etika dan

melaporkan perilaku tidak etis tanpa takut. Cara ini bisa meliputi

pembentukan konselor etis, badan pengawas (ombudsmen), atau petugas

etika.

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kultur organisasi ialah suatu kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya

yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat yang memiliki aturan-aturan

atau susunan dan berbagai bagian sehingga menjadi satu kesatuan yang teratur

untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.Disamping itu pengelolaan kultur

organisasi perlu diketahui faktor yang mempengaruhinya yaitu Komunikasi,

Motifasi, Karakteristik organisasi, proses administrasi struktur oeganisasi dan

gaya manajemen.

Adapun fungsi dari kultur organisasi ialah Budaya mempunyai suatu peran

menempatkan tapal batas; artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas

antara satu organisasi dan jangkauannya, Budaya membawa satu rasa identitas

bagi anggota-anggota organisasi, Budaya mempermudah timbulnya komitmen

pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan-kepentingan dari individual

seseorang., Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem social. Budaya

merupakan perekat social yang membantu mempersatuakan organisasi itu dengan

memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan

dilakukan oleh para anggota dan Akhirnya budaya berfungsi sebagai mekanisme

pembuat makna dan kendali yang memadu dan membentuk sikap serta perilaku

anggaotanya.

Upaya untuk mengembangkan budaya organisasi di sekolah terutama

berkenaan tugas kepala sekolah selaku leader dan manajer di sekolah. Dalam hal

29
ini, kepala sekolah hendaknya mampu melihat lingkungan sekolahnya secara

holistik, sehingga diperoleh kerangka kerja yang lebih luas guna memahami

masalah-masalah yang sulit dan hubungan-hubungan yang kompleks di

sekolahnya. Melalui pendalaman pemahamannya tentang budaya organisasi di

sekolah, maka ia akan lebih baik lagi dalam memberikan penajaman tentang nilai,

keyakinan dan sikap yang penting guna meningkatkan stabilitas dan pemeliharaan

lingkungan belajarnya.

4.2 Saran

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makala ini terdapat banyak

kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kami sebagai penulis makalah ini

mengahrapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi

perbaikan makalah ini agar menjadi lebih baik dalam pembuatan makalah ke

depannya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta


: PT. Balai Pustaka, 1991

Fattah, Dr. Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung :


Rosadakarya,2001 cet,5,

Indrafachrudi, Soekarto, Bagaimana Mengakrabkan Sekolah dengan Orang Tua


Murid dan Masyarakat. Malang, IKIP Malang, 1994.

Ismail SM, M.Ag, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Cet
ke-IV Semarang: RaSAIL, 2009

John M.Echols dan hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia,
1980 cet, 8

Komariah, Aan, Visionary Leadership Menuju Sekolah efektif. Jakarta: Bumi


Aksara,2005

Laza HS, Manajemen Perpustakaan.Yogyakarta : GAMA Media, 2008) Cet, 2

Muhammad, Dr. Arni, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta, cet.ke-7,


2005

Nata, Prof. Dr. Abudin, MA , Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan


pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. cet
4

P. Robbins, Stephen, Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, Jilid 2,


Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta, PT Prenhallindo, 1996

Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka,


1999, Cet, 8

Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, Yogyakarta, 2002

Tilaar, M.Sc, Ed, Prof. Dr. H. A.R.. Manajemen pendidikan nasional. Bandung :
Rosdakarya,

Wahab, Abdul Azis. 2011. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan


(Telaah Terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan). Bandung:
Alfabeta

31
Wibowo. 2010. Budaya Organisasi. (Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan
Kinerja Jangka Panjang). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Larissa A. Grunig, James E. Grunig, Dkk. 2002. Excellent Public Relations and
Effective Organizations: A Study of Communication Management in Three
Countries. New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers

Antonius Atoshoki Gea dan Antonina Panca Yuni Wulandari. 2006. Character
Building IV :Relasi dengan Dunia. Jakarta: Elex Media Komputindo)

Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi Buku 2.


Jakarta: Salemba Empat.

32

Anda mungkin juga menyukai