Anda di halaman 1dari 11

KAJIAN ANALISIS ARTIKEL

A. Identitas Artikel
1. Judul Artikel : MINAT, TINGKAH LAKU DISTRUPTIF DAN
GAYA PEMBELAJARAN MURID BERMASALAH
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH RENDAH
2. Penulis : Dayang Julida Abang Tar, Muhd Izwan Mahmud
3. Penerbit : Asian Scholars Network
4. Tahun Terbit : 2021
5. Volume :3
6. Edisi :1
B. Latar Belakang
Gaya pembelajaran juga merupakan cara seseorang individu
bertindak balas terhadap dunia sekitarnya dan menggunakan gaya
pembelajarannya berinteraksi dengan persekitaran. Menurut Dunn & Dunn
(1981), sesetengah individu dapat belajar dengan amat berkesan dalam
keadaan yang sejuk, senyap dan teratur. Ada pula hanya boleh belajar
dengan adanya muzik. Menurut Peterson (1979) & Steward (1981), gaya
pembelajaran boleh merujuk kepada pendekatan pengajaran digemari oleh
pelajar. Ada pelajar yang gemar cara belajar sendiri. Menurut Honey &
Munford pula, pengalaman individu akan menentukan sama ada seseorang
itu gemar pengalaman yang baru, menjalankan refleksi, mencoba ide-ide
baru atau bersifat objektif. Tidak ada satu pun gaya pembelajaran yang
lebih baik atau tidak bagus kerana gaya pembelajaran ini bergantung
kepada setiap individu itu tersendiri. Contohnya Naufal suka belajar
menggunakan gaya pembelajaran kinestetik dan dia berasa seronok apabila
guru menggunakan gaya pembelajaran ini dalam sesi pengajaran dan
pembelajaran di dalam kelas menyebabkan dia melibatkan diri secara
aktif. Manakala Farhan pula seorang yang pemalu, dia tidak suka gaya
pembelajaran kinestetik atau pun auditori, dia lebih suka gaya
pembelajaran visual yaitu guru memberi lembaran kerja dan latihan
bertulis. Apabila aktiviti bertulis, dia dapat menghasilkan penulisan yang

1
baik dan jawapan yang lengkap berbanding aktiviti secara lisan yaitu gaya
pembelajaran auditori.
Peranan guru dalam memilih kaedah dan aktiviti pengajaran yang
sesuai merupakan perkara yang penting untuk menjamin keberkesanan
pembelajaran. Terdapat tiga gaya pembelajaran yang lebih umum yaitu
gaya pembelajaran visual, gaya pembelajaran auditori, dan gaya
pembelajaran kinestetik. Gaya pembelajaran visual adalah orang yang
gemar belajar dengan huruf , gambar rajah, teks, benda-benda maujud dan
sebagainya. Gaya pembelajaran auditori merupakan jenis pembelajaran
yang menekankan pendengaran perkataan dan arahan lisan.
Terdapat dua model yang berkaitan dengan gaya pembelajaran
yaitu model gaya pembelajaran Honey & Mumford dan model gaya
pembelajaran Dunn & Dunn. Menurut Honey dan Mumford (1992),
pembelajaran berlaku apabila manusia boleh mempamerkan sesuatu yang
baru, sama ada dalam bentuk pemahaman, kesedaran, mahupun
kemahiran. Kecenderungan ini termasuklah kecenderungan untuk
memiliki pengalaman semasa mempelajari sesuatu, kecenderungan untuk
mengimbas kembali, kecenderungan untuk membuat kesimpulan dan
kecenderungan memastikan implementasi. Selain itu, Homey & Mumford
menekankan gaya pembelajaran didefinisikan sebagai penerangan ke atas
sikap dan individu yang mengamalkannya. Oleh itu, sikap dan tingkah
laku akan menentukan jenis gaya pembelajaran seseorang.
Gaya pembelajaran siswa bermasalah dengan pelajaran berbedaa
dengan siswa normal. Mereka didapati tidak dapat memahami dan
menyimpan masalah terlalu lama karena tujuan dan daya ingatan yang
lemah. Guru yang mengajar siswa dengan minat kurang tidak mendapat
pencerahan tentang isu dan pentingnya gaya pembelajaran yang bisa
menyebabkan guru tidak paham konsep gaya pembelajaran siswa tersebut.
Mereka tidak menggunakan gaya pembelajaran yang sesuai dengan siswa
yang terlibat dalam proses pengajaran dan pembelajaran (PdPc).
Pengajaran yang membosankan menyebabkan siswa tidak berminat dan
tidak dapat menyelaraskan tujuan serta susah untuk mengingat pelajaran

2
apa yang diajar kerana guru kurang peka terhadap gaya pembelajaran
siswa semasa proses PdPc dijalankan. Pengajaran guru kurang berkualiti
dan kurang memuaskan kerana tidak mempunyai persediaan dan
perancangan dalam PdPc,
Kompetensi gaya pembelajaranpun merupakan salah satu
kompetensi dasar yang harus dimiliki guru berupa kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar,
dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, pengetahuan guru terhadap
kompetensi gaya pembelajaran apa saja yang perlu mereka miliki dan
kembangkan menjadi penting, agar guru dapat melakukan penerapan
kurikulum merdeka secara optimal dalam proses belajar mengajar.
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas kajian yang
melihat pengaruh minat dan tingkah laku siswa bermasalah dalam
pembelajaran terhadap gaya pembelajaran mereka.
C. Kajian Pedagogika
1. Teori, Model, Isu – Isu yang Relevan
1.1. Teori Vygotsky
Teori ini merupakan gabungan teori konstruktivisme
vygotsky (zon perkembangan prokmisal-ZPD) dengan tiga model
gaya pembelajaran yaitu model gaya visual, auditori dan kinestetik
(VAK). Hasil gabungan ini dibuat untuk mengenalpasti gaya
pembelajaran yang menonjol terhadap kanak-kanak dan untuk
mengetahui sama ada kanak-kanak tersebut boleh menyelesaikan
soalan dengan bantuan orang lain atau menyelesaikannya sendiri
kerana setiap individu mempunyai latar belakang, pengalaman,
interaksi dan berbeza budaya. Jika dilihat dalam model VAK,
setiap orang mempunyai tiga jenis gaya pembelajaran yaitu gaya
pembelajaran visual, auditori dan kinestetik tetapi setiap orang
akan memilih salah satu gaya tersebut yang paling menonjol dalam
dirinya. Proses pembelajaran adalah melalui bermain, penyampaian

3
formal dan bekerjasama dengan siswa lain yang lebih mahir.
Motivasi siswa untuk belajar adalah dipengaruhi oleh pengalaman
yang berkesan dan percaya diri yang tinggi. Prinsip teori
konstruktivisme adalah pembelajaran guru berpusatkan pada siswa
apabila guru sebagai fasilitator atau pembimbing. Pengetahuan
dibina melalui teknik scaffolding yaitu pembelajaran melalui
proses interaksi sosial bersama siswa dan siswi yang lain di
sekitarnya. Implikasi teori ini adalah guru merancang pengajaran
dan pembelajaran dengan teliti serta menyediakan aktiviti
mengikut kemampuan siswa, selaras dengan pemikiran dan laras
bahasa mereka. Berikut adalah panel atau tabel dari cara teori
vygotsky :

Menurut Vygotsky yang dikutip oleh Tedjasaputra, “setiap


anak dapat membina mental mereka melalui lingkungan sosial.
Lingkungan sosial inilah yang membentuk dasar berpikir,
pendapat, keterampilan dan termasuk juga sikap mereka.
Pertumbuhan mental mereka sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sosial dan juga tingkah laku orang lain”.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak
antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan
sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan
tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih

4
mampu. Vygotsky mengemukakan konsepnya tentang zona
perkembangan proksimal (Zone Of Proximal Development).
Menurut Vygotsky yang dikutip oleh Tedjasaputra,
“perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam
dua tingkat yaitu, tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal
atau yang kita kenal dengan Zone of Proximal Development
(ZPD). Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-
fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang
masih berada di dalam proses pematangan. Kemampuan-
kemampuan ini akan menjadi matang apabila berinteraksi dengan
orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih
berkompeten.
Gaya pembelajara model VAK, model pembelajaran VAK
(Visual, Auditori dan Kinestetik) adalah model pembelajaran yang
mengutamakan pengalaman belajar secara langsung dan
menyenangkan bagi siswa. Model pembelajaran ini dianggap
efektif karena memperhatikan tiga jenis modalitas atau cara belajar
siswa, yaitu cara belajar dengan mengingat (visual), belajar dengan
mendengar (auditori) dan belajar dengan gerak dan emosi
(kinestetik). Melalui model pembelajaran VAK potensi yang
dimiliki oleh siswa menjadi lebih terlatih dan berkembang dengan
baik.
Model pembelajaran Visual, Auditori, Kinestetik (VAK)
adalah model pembelajaran yang menekankan bahwa belajar
haruslah memanfaatkan alat indra yang dimiliki siswa.
Pembelajaran dengan model pembelajaran Visual Auditori
Kinestetik (VAK) adalah suatu pembelajaran yang memanfaatkan
gaya belajar setiap individu dengan tujuan agar semua kebiasaan
belajar siswa akan terpenuhi.
Gaya belajar visual, auditori dan kinestetik (VAK) adalah
gaya belajar multi-sensorik yang melibatkan tiga unsur gaya

5
belajar yaitu penglihatan, pendengaran dan gerakan. Gaya belajar
multi-sensorik ini merepresentasikan bahwa guru sebaiknya tidak
hanya mendorong siswa untuk menggunakan satu modalitas saja,
tetapi berusaha mengkombinasikan semua modalitas tersebut untuk
memberi kemampuan yang lebih besar dan menutupi kekurangan
yang dimiliki masing-masing siswanya. Menurut ahli yang
dikemukakan pendapatnya pada tahun 2011 pembelajaran dengan
menggunakan model VAK dapat direncanakan dalam tiga tahap,
yaitu: Pada tahap visual, siswa belajar melalui melihat sesuatu.
Siswa melihat gambar atau peragaan yang dilakukan oleh guru
terhadap objek yang telah dimanipulasi menggunakan alat peraga.
Pada tahap auditori, siswa belajar melalui mendengar
sesuatu. Siswa tidak hanya mendengar informasi dari guru tetapi
mampu memberi informasi dalam kelompok diskusi yang telah
dibentuk oleh guru. Pada tahap kinestetik, siswa belajar melalui
aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. Siswa belajar mandiri
dengan bimbingan dari guru secara aktif melakukan percobaan.
1.2. Teori Pembelajaran Kognitif
Teori ini adalah berkaitan dengan proses mental yang
melibatkan pengamatan, pengetahuan dan pemahaman. Teori
pembelajaran kognitif sering digunakan dalam aktiviti P&P di
dalam kelas. Sebagai seorang guru perlu menguasai teori ini dan
seterusnya mengamalkannya semasa mengajar di dalam kelas bagi
meningkatkan aras perkembangan kognitif anak didik. Antara
pelopor teori pembelajaran kognitif ialah Wolfgang Kohler, Jerome
Bruner, Ausubel dan juga Gagne. Para ahli ini telah membuat
beberapa kajian dan ekpserimen bagi mencari cara pembelajaran
yang sesuai dan berkesan. Dengan adanya beberapa teori yang
telah dikaji, guru bolehlah menggunakan teori tersebut dalam kelas
semasa menjalankan pengajaran dan pembelajaran.
Piaget percaya, bahwa anak - anak semua melalui tahapan,
meskipun mungkin setiap tahap dilalui dalam usia berbeda. Setiap

6
tahap dimasuki ketika otak kita sudah cukup matang untuk
memungkinkan logika jenis baru atau operasi. Semua manusia
melalui setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda, jadi
mungkin saja seorang anak yang berumur 6 tahun berada pada
tingkat operasional konkrit, sedangkan ada seorang anak yang
berumur 8 tahun masih pada tingkat pra-operasional dalam cara
berfikir. Namun urutan perkembangan intelektual sama untuk
semua anak, struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan
termasuk sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya.
Tingkatan perkembangan intelektual manusia
mempengaruhi kedewasaan, pengalaman fisik, pengalaman logika,
transmisi sosial dan pengaturan sendiri. Teori Piaget jelas sangat
relevan dalam proses perkembangan kognitif anak, karena dengan
menggunakan teori ini, manusia dapat mengetahui adanya tahap-
tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak di
levelnya. Dengan demikian bila dikaitkan dengan pembelajaran
kita bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi anak, misalnya
dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa sesuai dengan
tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh anak.
1.3. Teori Humanistik
Pendekatan ini dipelopori oleh Carl Rogers dan Abraham
Maslow. Carl Rogers menyatakan bahawa bakat atau peluang yang
terdapat dalam diri seseorang akan mewujudkan esteem kendiri
dan seterusnya membantu kepada perkembangan potensi diri. Pada
pendapat beliau, apabila seseorang menerima sesuatu rangsangan
yang baik tanpa diduga (unconditional positive regard), dia turut
bertindak balas secara positif terhadap rangsangan tersebut yaitu
melayan orang lain dengan baik walaupun mereka mempunyai
pendapat yang berbeda.
Berdasarkan pendekatan Teori Humanisme, menjelaskan
bahawa manusia mempunyai suatu kelebihan, kuasa dalaman atau
bakat dalam dirinya yang boleh memberi kesan terhadap diri

7
sendiri dan berpeluang menjadikan individu tersebut sebagai
manusia yang hebat dan memberi manfaat kepada masyarakat
sekitarnya.
Apabila seseorang mempunyai kontrol diri sendiri yang
rendah, dia akan kurang menghargai orang sekelilingnya. Ini
menjelaskan hubungan sosial dalam masyarakat. Dengan
mengambil contoh di sekolah, jika di sekitar sekolah mempunyai
suasana yang kondusif, guru dan rekan sejawat dapat memberi
rangsangan positif terhadap siswa, maka ini boleh membentuk
pencapaian kontrol diri sendiri yang tinggi di kalangan siswa di
sekolahan. Sebaliknya, siswa yang mempunyai kontrol diri sendiri
yang rendah akan selalu banyak melakukan kesalahan kedisplinan
di sekolah dikarenakan tidak dapat mengawal diri dan sentiasa
berfikiran negatif serta berasa rendah diri. Akibatnya, mereka
hilang minat untuk belajar dan bertambahnya masalah di dalam
kelas ataupun sekolah, melakukan perbuatan vandalisme dengan
merusak harta benda sekolah, melawan guru, ribut dan sebagainya
sebagai bentuk protes.
2. Minat Belajar
Minat terbagi menjadi dua jenis yaitu minat belajar individu dan
minat belajar situasi atau kelompok. Minat belajar individu adalah
bersifat alami yang didorong oleh naluri tentang pembelajaran yang
disukai. Sifat ini sudah ada dalam diri tanpa harus dianalisis. Ini
merujuk pada kepuasan dan rasa senang dan dikarenakan adanya
pengembangan ilmu pengetahuan, pencapaian diri atau memperoleh
pengalaman yang menyenangkan bagi dirinya.
Sedangkan sifat belajar situasi atau kelompok merupakan situasi
yang bersifat atau tingkah lakunya di dorong oleh lingkungan. Faktor
lingkungan sosialnya bisa menyebabkan minat yang negatif atau
positif. Salah satu faktor sosialnya yang negatif adalah gaya
pembelajaran guru yang kurang menarik. Sehingga membuat siswa
menjadi malas untuk belajar.

8
3. Tingkah Laku
Masalah tingkah laku siswa dewasa ini melibatkan banyak
kesalahpahaman dan masalah sosial yag semakin meningkat dan
mengkhawatirkan. Bukan saja mengkhawatirkan para orangtua dan
masyarakat tetapi sangat mempengaruhi prestasi guru di sekolah.
Anak – anak yang bermasalah dengan tingkah laku biasanya tidak
disukai oleh rakan sebaya di sekolah. Mereka tidak mahir dalam
bersosial lantaran rasa berkecil hati karena sering melakukan kelalaian
di sekolah. Mereka susah untuk menyesuaikan diri dalam budaya
sekolah yang ketat akan persaingan tetapi mudah dipengaruhi oleh
teman sebaya yang bermasalah dengan perilakunya.
Tingkah laku menganggu ini juga dikenali sebagai tingkah laku
distruptif. daripada masalah ini, dapat dilihat dengan jelas bahawa
tingkah laku ini memberikan efek kurangnya kelancaran proses
pengajaran dan pembelajaran sekaligus menyebabkan objektif pada
saat pelaksanaan pembelajaran di sekolah
D. Hasil & Pembahasan
Tahap penguasaan siswa yang hyperaktif atau bermasalah bagi
guru untuk membina mereka dengan cara yang sesuai. Terlebih lagi
jumlah siswa yang cukup ramai di dalam satu kelas yaitu antara 30 sampai
40 orang, dapat menyebabkan guru tidak dapat menyesuaikan tata cara
mengajar dengan gaya pembelajaran siswa yang berbagai ragam. Kesan
daripada keadaan yang ramai, penyampaian guru yang tidak kreatif,
menyebabkan siswa tidak berminat mengikuti pembelajaran. Mereka
merasa tidak senang dan terpaksa datang ke sekolah.
Fenomena ini akan menyebabkan berlakunya masalah tingkah laku
seperti kabur dari sekolah, bolos dari kelas, tidak memberikan perhatian
terhadap pembelajaran di dalam dan di luar sekolah serta menimbulkan
tingkah laku distruptif dan ini menganggu siswa lain yang sedang belajar
dan guru yang mengajar. Masalah hilang minat dan tumpuan siswa untuk
belajar perlu diberikan perhatian kerana adanya pendorong siswa berasa

9
senang hadir ke sekolah dan pada akhirnya mendapatkan pencapaian
mereka kurang dalam pelajaran. Penulis berpendapat, kajian yang
berkaitan dengan minat, gaya pembelajran dan tingkah laku distruptif
siswa perlu diperluaskan kerana kajian seumpama ini masih kurang
dilaksanakan pada masa ini. Menteri pendidikan lebih menjurus kepada
peningkatan pencapaian siswa dalam akademik dan tidak memberikan
fokus kepada peningkatan minat, motivasi dan penglibatan dalam
pembelajaran.
Terlebih lagi dunia pendidikan masih dilanda penularan wabah
Covid-19 yang menyebabkan pembelajaran jarak jauh dan dalam jaringan
atau online serta pemerintah menyuruh untuk menutup sekolah. Guru
harus melakukan sesuatu untuk mencapai minat dan perhatian dari siswa
ini dalam pelajaran yang dapat menarik minat mereka untuk belajar. Guru
perlu tahu gaya pembelajaran siswa agar dapat menyediakan pengajaran
yang bersesuaian dengan gaya pembelajaran siswa yang akhirnya mampu
merangsang minat untuk belajar. Apabila siswa berminat untuk belajar,
secara otomatis dapat mengurangi masalah tingkah laku dan menaikkan
prestasi pembelajaran meraka.
E. Kesimpulan
Kesimpulan dalam jurnal yang sudah dianalisi ini, penulis
merumuskan bahawa minat, tingkah laku dan gaya pembelajaran siswa
saling berkaitan dan sangat penting dalam menentukan keberhasilan siswa.
Ini merupakan faktor yang penting dalam menentukan pencapaian siswa
dalam pelajaran. Gaya pembelajaran yang sesuai dengan siswa amat
penting semasa proses PdP dijalankan. Guru memainkan peranan yang
penting dalam menyediakan aktivitas pembelajaran dan bahan yang sesuai
dengan gaya pembelajaran siswa namun yang diutamana adaalah siswa
yang bermasalah dalam pelajaran karena mereka tidak dapat memberi
perhatian yang lama selama belajar.
F. Ide atau Gagasan
Gaya pembelajaran yang tidak sesuai menimbulkan rasa kurang
minat dan bosan dalam diri siswa dan akhirnya menimbulkan masalah

10
pada tingkah laku. Perasaan minat amatlah penting dalam melakukan suatu
masalah. Jika tidak berminat, siswa akan bertindak gaduh didalam kelas
dan tidak bersungguh-sungguh saat pelajaran dimulai. Ada yang langsung
tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru karena faktor
kurang minat dan bosan. Keadaan ini amat mempengaruhi pencapaian
dalam pembelajaran siswa. Berbanding terbalik dengan siswa yang betul-
betul ada minat untuk belajar dan yang sesuai dengan gaya
pembelajarannya. Mereka tidak perlu disuruh atau dipaksa melakukan
sesuatu sebaliknya terdorong oleh sendirinya.

11

Anda mungkin juga menyukai