Anda di halaman 1dari 31

A.

Gaya Belajar

1. Pengertian Gaya Belajar

Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan

mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh

masing-masing orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai

informasi yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda. Gaya

bersifat individual bagi setiap orang, dan untuk membedakan orang yang

satu dengan orang yang lain. Dengan demikian secara umum gaya belajar

diasumsikan mengacu pada kepribadian-kepribadian, kepercayaan-

kepercayaan, pilihan-pilihan dan perilaku-perilaku yang digunakan oleh

individu untuk membantu dalam suatu situasi yang telah dikondisikan.

Pada dasarnya, gaya belajar yang digunakan merupakan kunci

untuk mengembangkan kinerja dalam belajar. Perlu disadari bagaimana

orang yang satu dengan yang lain menyerap dan menggali informasi, dan

dapat menjadikan belajar dan berkomunikasi lebih mudah dengan gaya

sendiri.

Para ahli di bidang pendidikan mencoba mengembangkan teori

mengenai gaya belajar sebagai cara untuk mencari jalan agar belajar

menjadi hal yang mudah dan menyenangkan. Sebagaimana koita ketahui,

belajar membutuhkan konsentrasi. Situasi dan kondisi untuk

10
berkonsentrasi sangat berhubungan dengan gaya belajar. Jika kita

mengenali gaya belajar, maka kita dapat mengelola pembelajaran pada

kondisi apa, dimana, kapan dan bagaimana cara pembelajaran yang baik

dan efektif.

Gaya belajar setiap orang dipengaruhi oleh faktor alamiah

pembawaan dan faktor lingkungan. Jadi ada hal-hal tertentu yang tidak

dapat diubah dalam diri seseorang bahkan dengan latihan sekalipun.

Tetapi ada juga hal-hal yang dapat dilatihkan dan disesuaikan dengan

lingkungan yang terkadang justru tidak dapat diubah.

Gaya belajar siswa sangat mempengaruhi hasil yang di dapat dalam

proses belajar. Menurut Nasution (2013:94) Gaya Belajar adalah cara

yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap

stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal.

Menurut Dunn dan Dunn dalam Nasution (2013:94) menjelaskan

bahwa : “Gaya Belajar merupakan kumpulan karakteristik pribadi yang

membuat suatu pembelajaran efektif untuk beberapa orang dan tidak

efektif untuk orang lain”. Dengan gaya belajar, peserta didik akan lebih

mudah memahami pelajaran. Sebagian peserta didik lebih suka pendidik

mengajar dengan cara menullis pelajaran di papan tulis lalu

memahaminya.

Sedangkan menurut Bobbi Deporter & Hernacki (2016:109) Gaya

Belajar merupakan suatu kombinasi dan bagaimana seseorang menyerap,

dan kemudian mengolah informasi. Berarti gaya belajar berhubungan

dengan cara belajar yang paling disukai.


Berdasarkan beberapa defenisi diatas, gaya belajar dapat

disimpulkan sebagai cara seseorang dalam menerima hasil belajar dengan

tingkat penerimaan yang optimal dibandingkan dengan cara yang lain.

Setiap orang memiliki gaya belajar masing-masing. Pengenalan gaya

belajar sangat penting. Bagi guru dengan mengetahui gaya belajar tiap

siswa maka guru dapat menerapkan teknik dan strategi yang tepat baik

dalam pengembangan diri. Hanya dengan penerapan yang sesuai maka

tingkat keberhasilannya lebih tinggi.

Seorang siswa juga harus memahami jenis gaya belajarnya. Dengan

demikian, ia telah memiliki kemampuan mengenal diri yang lebih baik

dan mengetahui kebutuhannya. Pengenalan gaya belajar akan

memberikan pelayanan yang tepat terhadap apa dan bagaimana

sebaiknya disediakan dan dilakukan agar pembelajaran dapat

berlangsung optimal.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Belajar

Pada dasarnya gaya belajar yang digunakan merupakan kunci untuk

mengembangkan kinerja dalam belajar. Perlu disadari bagaimana orang

yang satu dengan yang lain menyerap dan menggali informasi, dan dapat

menjadikan belajar dan berkomunikasi lebih mudah dengan gaya sendiri.

Pada beberapa sekolah dasar lanjutan di Amerika, para guru

menyadari cara yang optimal dalam mempelajari informasi baru. Mereka

memahami bahwa beberapa siswa perlu diajarkan cara-cara yang lain

dari metode mengajar standar. Jika siswa-siswa ini diajarkan dengan


metode standar kemungkinan kecil mereka dapat memahami apa yang

diberikan. Mengetahui gaya belajar yang berbeda ini telah membantu

para guru di mana pun untuk dapat mendekati semua atau hamper semua

siswa hanya dengan menyampaikan informasi dengan gaya yang

berbeda-beda.

Setiap orang memiliki dan mengembangkan gaya belajar tersendiri

yang dipengaruhi oleh tipe kepribadian, kebiasaan atau habit, serta

berkembang sejalan dengan waktu dan pengalaman. Pola atau gaya

belajar tersebut dipengaruhi oleh jurusan atau bidang yang digeluti, yang

selanjutnya akan mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam meraih

prestasi yang di harapkan.

Menurut David Kolb dalam Ghufron dan Risnawita (2013:101)

gaya belajar siswa dipengaruhi oleh tipe kepribadian, jurusan yang

dipilih, karier kebiasaan atau habit, serta berkembang sejalan dengan

waktu dan pengalaman.

Gaya Belajar seorang anak tidak semuanya sama, hal ini

dikarenakan bahwa gaya belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Mengutip dari buku Quantum Learning Bobbi Deporter & Mike

Hernacki menurut Rita Dunn (2016:110) dikemukakan :

a. Faktor Intern

1) Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah mencakup dua bagian yaitu kesehatan
dan cacat tubuh. Faktor kesehatan berpengaruh pada kegiatan
belajar. Proses belajar akan terganggu, selain itu akan cepat
lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk bila
badannya lemah, kurang darah ataupun gangguan pada alat
indera serta tubuh. Sedangkan cacat tubuh adalah sesuatu yang
menyebabkan kurang kurang baik atau kurang sempurna
mengenai tubuh. Cacat itu bisa berupa buta, tuli, setengah tuli,
patah kaki, lumpuh dan lain-lain.
2) Faktor Psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke
dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-
faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan dan kesepian.
3) Faktor Kelelahan
Kelelahan pada manusia walaupun susah dipisahkan tetapi
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan rohani
(bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan menurunnya
daya tahan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat
dengan adanya kurangnya minta belajar, kelesuan dan
kebosanan untuk belajar, sehingga minat dan dorongan untuk
menghasilkan sesuatu hilang.
b. Faktor Ekstern

1) Faktor Keluarga
Seseorang yang belajar akan menerima pengaruh dari
keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota
keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.
2) Faktor Sekolah
Faktor Sekolah yang akan mempengaruhi cara atau gaya
belajar siswa antara lain metode mengajar, kurikulum, hubungan
guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, disiplin atau
tata tertib sekolah, suasana belajar, standar pelajaran, keadaaan
gedung, letak sekolah dan lainnya. Faktor guru misalnya,
kepribadian guru, kemampuan guru memfasilitasi siswa dan
hubungan antara guru dengan siswa turut mempengaruhi cara
atau gaya belajar siswa.
3) Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga
mempengaruhi terhadap gaya belajar siswa. Faktor-faktor
masyarakat yang mempengaruhi cara atau gaya belajar siswa
meliputi kegiatan peserta didik dalam masyarakat, mass media,
teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

3. Macam- Macam Gaya Belajar

Gaya belajar yang dimiliki siswa banyak sekali macamnya dan

unik bila dilihat. Gaya belajar adalah metode terbaik yang

memungkinkan dalam mengumpulkan dan menggunakan pengetahuan

secara spesifik.
Setiap individu memungkinkan untuk memiliki satu macam gaya

belajar atau dapat memiliki kombinasi dari Gaya Belajar yang berbeda.

Tanpa disadari dan direncanakan sebelumnya, setiap anak memiliki cara

belajarnya sendiri. Mencoba mengenali “Gaya Belajar” anak, dan

tentunya setelah guru mengenali gaya belajarnya sendiri akan membuat

belajar-mengajar jauh lebih efektif.

Menurut Witkin dkk, dalam Ghufron dan Risnawita (2013:86) ada

dua tipe Gaya Belajar pada individu yaitu, Gaya Belajar Field

Dependence dan Gaya Belajar Field Independence.

a. Gaya Belajar Field Dependence


Gaya Belajar Field Dependence adalah ketika individu
mempersepsikan diri dikuasai oleh lingkungan.
Contoh sederhana individu yang mempunyai Gaya Belajar
Field Dependence adalah ketika individu tersebut naik bus dan
ingin membaca buku, individu dengan gaya ini akan merasa
terganggu dan kurang konsentrasi dengan suasana berisik dan
gaduh dalam bus tersebut.
b. Gaya Belajar Field Independence
Gaya Belajar Field Independence adalah apabila individu
mempersepsikan diri bahwa bahwa sebagian besar perilaku tidak
dipengaruhi oleh lingkungan.
Contoh sederhana individu yang mempunyai Gaya Belajar
Field Independence adalah ketika individu tersebut naik bus dan
ingin membaca buku , individu dengan gaya ini bisa berkonsentrasi
dalam dan tidak merasa terganggu dengan suasana bus yang berisik
dan gaduh.

Menurut David Kolb dalam Ghufron dan Risnawita (2013:97)

mengemukakan ada tiga macam gaya belajar sebagai berikut:

a. Gaya Diverger
Gaya Belajar Diverger merupakan kombinasi dari perasaan
dan pengamatan. Individu dengan tipe diverger unggul dalam
melihat situasi konkret dari banyak sudut pandang yang berbeda.
Pendekatannya pada setiap situasi adalah mengamati dan bukan
bertindak, termasuk perilaku orang lain diskusi dan sebagainya.
Individu seperti menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk
menghasilkan ide-ide (brainstorming), mempelajari hal-hal baru,
biasanya juga menyukai isu budaya. Ingin segera mengalami suatu
pengalaman, misalnya memecahkan suatu persoalan, dan tidak
takut untuk mencoba.
b. Gaya Assimilator
Gaya Belajar Assimilator merupakan kombinasi dari berpikir
dan mengamati. Individu dengan tipe assimilator memiliki
kelebihan dalam memahami berbagai sajian informasi yang
dikumpulkan dari berbagai berbagai sumber, dan dipandang dari
berbagai berbagai perspektif dirangkum dalam suatu format yang
logis, singkat dan jelas.
c. Gaya Konverger
Gaya Belajar Konverger merupakan kombinasi dari berpikir
dan berbuat. Individu dengan tipe konverger unggul dalam
menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya
mereka punye kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan.
d. Gaya Akomodator
Gaya Belajar Akomodator merupakan kombinasi dari
perasaan dan tindakan. Individu dengan tipe akomodator memiliki
kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang
dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan
melibatkan dirinya dalam pengalaman baru dan menantang.
Sedangkan Menurut Bobbi Deporter & Mike Hinercki (2016:119),

Gaya Belajar dibagi dalam 3 jenis atau modalitas belajar yaitu:

a. Gaya Belajar Visual (Belajar dengan Cara Melihat)


Seseorang yang memiliki gaya belajar visual cenderung
belajar melalui hubungan visual (penglihatan). Dengan demikian
dalam belajar visual yang sifatnya eksternal, ia menggunakan
materi atau media yang bisa dilihat atau mengeluarkan tanggapan
indera penglihatan. Bagi siswa yang bergaya belajar visual,
penglihatan (mata) merupakan peranan yang sangat penting dalam
hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih
banyak/ dititikberatkan pada peragaan atau media, obyek-obyek
yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara
menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau
menggambarkannya di papan tulis.
Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi
siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan
penting adalah mata atau penglihatan (visual), dalam hal ini metode
pengajaran yang digunakan guru lebih banyak/dititikberatkan pada
peragaan atau media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan
dengan pelajaran, atau dengan menunjukkkan alat peraganya

Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat


bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi
pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat
melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan tampilan-
tampiulan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan
video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai
detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
b. Gaya Belajar Auditorial ( Belajar dengan Cara Mendengar )
Gaya belajar auditorial ini cenderung menggunakan
pendengaran/ audio sebagai sarana mencapai keberhasilan dalam
belajar.Gaya belajar auditori yang bersifat eksternal adalah dengan
mengeluarkan suara atau ada suara. Gaya auditori yang bersifat
internal adalah memerlukan suasana yang hening-hening sebelum
mempelajari sesuatu. Setelah itu diperlukan perenungan beberapa
saat terhadap materi apa saja yang telah dikuasai dan yang belum.
Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar
lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan
apa yang guru katakan. Informasi tertulis terkadang mempunyai
makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak
seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca
teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
c. Gaya Belajar Kinestetik (Belajar dengan Cara Bergerak,
Bekerja dan Menyentuh)
Gaya belajar ini belajar melalui gerakan-gerakan sebagai
sarana memasukkan informasi ke dalam otaknya. Penyentuhan
dengan bidang objek sangat disukai karena mereka dapat
mengalami sesuatu dengan diri sendiri. Gaya belajar jenis ini
bersifat eksternal adalah melibatkan kegiatan fisik, membuat
model, memainkan peran, berjalan dan sebagainya. Sedangkan
yang bersifat internal menekankan pada kejelasan makna dan
tujuan sebelum memperlajari sesuatu hal.
Lirikkan ke bawah bila berbicara, berbicara lebih lambat.
Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui
bergerak, menyentuh, dan melakukan sesuatu. Anak seperti ini sulit
untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk
beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat.

Berdasarkan beberapa macam model gaya belajar yang

dikemukakan olehh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya

belajar pada penelitian ini mengangkat teori dari Bobbi Deporter & Mike

Hernacki, yaitu gaya belajar siswa terdiri dari Gaya Belajar Visual, Gaya

Belajar Auditori, Gaya Belajar Kinestetik.


4. Ciri - ciri Gaya Belajar

Banyak ciri perilaku lain merupakan petunjuk kecendrungan

belajar. Ciri-ciri berikut ini membantu anda menyesuaikan dengan

modalitas belajar yang terbaik. Menurut Bobbi Deporter dan Mike

Hernacki (2016: 117) ciri-ciri gaya belajar sebagai berikut:

a. Ciri-ciri Gaya Belajar Visual, yaitu:


1) Rapi dan teratur
2) Berbicara dengan cepat
3) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
4) Teliti dan detail
5) Mementingkan penampilan,
6) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang
sebenarnya dalam pikiran mereka
7) Mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar
8) Mengingat dengan asosiasi visual
9) Biasanya tidak terganggu oleh keributan
10) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal
kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang
untuk mengulanginya
11) Pembaca cepat dan tekun
12) Lebih suka membaca daripada dibacakan
13) Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
14) Menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya/ tidak
15) Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada berpidato
16) Lebih suka seni dari pada musik

b. Ciri-ciri Gaya Belajar Auditorial, yaitu:


1) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
2) Mudah terganggu oleh keributan
3) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
4) Dapat mengulangi kembali dan mengulangi nada, birama,
dan warna suara
5) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
6) Berbicara dalam irama yang terpola
7) Biasanya pembicara yang fasih
8) Lebih suka musik daripada seni
9) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang di
diskusikan daripada yang dilihat
10) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menulisnya
11) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
12) Suka berbicara, berdiskusi, dan penjelasan yng panjang lebar
13) Bermasalah dengan pekerjaan yang melibatkan visualisasi,
c. Ciri-ciri Gaya Belajar Kinestetik
1) Berbicara dengan perlahan
2) Menanggapi perhatian fisik
3) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
4) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
5) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
6) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
7) Belajar melalui memanipulasi dan poraktik
8) Mengahafal dengan cara berjalan dan melihat
9) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
10) Banyak menggunakan isyarat tubuh
11) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama
12) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka
memang telah pernah berada di tempat itu
13) Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
14) Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot mereka
mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saaat membaca
15) Kemungkinan tulisannya jelek
16) Ingin melakukan segala sesuatu
17) Menyukai permainan yang menyibukkan

5. Hakekat Gaya Belajar

Gaya belajar siswa merupakan kunci untuk mengembangkan

kinerja dalam belajar. Setiap siswa tentu memiliki gaya belajar yang

berbeda. Mengetahui gaya belajar siswa yang berbeda ini dapat

membantu para guru dalam menyampaikan bahan pembelajaran kepada

semua siswa sehingga hasil belajar akan lebih efektif.

Dunn dan dunn dalam Nasution (2013:95 mengatakan bahwa “gaya

belajar merupakan kumpulan karakteristik pribadi yang membuat suatu

pemebelajaran efektif untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang

lain”. Berarti gaya belajar berhubungan dengan cara anak belajar, serta

cara belajar yang paling disukai.


6. Upaya Mengoptimalkan Gaya Belajar Siswa

Strategi belajar bersifat individual, artinya strategi belajar yang

efektif bagi diri seseorang belum tentu efektif bagi orang lain. Untuk

memperoleh strategi belajar efektif, seseorang perlu mengetahui

serangkaian konsep yang akan membawanya menemukan strategi belajar

yang efektif bagi dirinya sendiri. Menurut Bobbi Deporter dan Mike

Hinarcki (2016:124) strategi untuk mempermudah proses belajar anak

meliputi :

a. Strategi untuk Gaya Belajar Visual


1) Gunakan materi visual seperti, gambardiagram dan peta.
2) Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting
3) Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi
4) Gunakan multi-media (contohnya computer dan video).
5) Ajak anak mencoba mengilustrasikan idenya ke dalam gambar

b. Strategi untuk Gaya Belajar Auditorial


1) Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi, baik di dalam
kelas maupun di dalam keluarga
2) Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras
3) Gunakan musik untuk mengajarkan anak
4) Diskusikan ide dengan anak secara verbal
5) Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan
dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur

c. Strategi untuk Gaya Belajar Kinestetik


1) Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam
2) Ajak anak belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya
3) Gunakan pewarna untuk menghilte hal penting dalam bacaan
4) Izinkan anak belajar sambil mendengarkan musik

Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak. Jika

diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat

berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari

orang belajar. Artinya setiap orang mempunyai gaya belajar uyang

berbeda-beda
B. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar menurut Djamarah (2011:24) adalah “penilaian

pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di

sekolah yang menyangkut pengetahuan atau kecakapan/keterampilan

yang dinyatakan sesudah penilaian”. Purwanto dalam Habsari (2005:75)

menyatakan: “Prestasi belajar adalah hasil-hasil belajar yang telah

diberikan guru kepada murid-murid atau dosen kepada mahasiswanya

dalam jangka tertentu”.

Sedangkan menurut Ahmadi dalam Hasbari (2005:75) menyatakan;

“Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha (belajar)

untuk mengadakan perubahan atau mencapai tujuan”. Pada umumnya

prestasi belajar dinyatakan dalam angka atau huruf untuk

membandingkan dengan satu kriteria. Prestasi belajar adalah kemampuan

bagi murid dalam pencapaian berfikir yang tinggi. Harus dimiliki tiga

aspek dalam prestasi belajar yaitu kognitif, aspek afektif dan psikomotor.

Fungsi prestasi belajar bukan saja untuk mengetahui sejauh mana

kemajuan siswa setelah menyelesaikan suatu aktifitas, tetapi lebih

penting adalah sebagai alat untuk memotivasi setiap siswa agar lebih giat

belajar, baik secara individu maupun kelompok. Djamarah (2011:24).

Beberapa ahli diatas sependapat bahwa prestasi belajar merupakan

penilaian hasil belajar yang dicapai dalam suatu usaha untuk

mengadakan perubahan yang telah diberikan guru kepada murid-murid

dalam jangka waktu tertentu.


Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil

yang diperoleh dari suatu proses kegiatan yang dilakukan yang

mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil aktivitas

dalam belajar yang diberikan dalam jangka waktu tertentu oleh guru

kepada murid-muridnya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Keberhasilan belajar peserta didik disekolah dipengaruhi oleh dua

faktor, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern adalah faktor yang

ada dalam diri peserta didik dan faktor ekstern adalah faktor ada dari luar

peserta didik.

Slameto (2010:54) mengatakan bahwa “faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi dapat dikelompokkan

menjadi dua golongan saja yakni faktor intern dan ekstern”.

a. Faktor Intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar terdiri dari:
1) Faktor jasmaniah, terdiri dari faktor kesehatan, dan cacat
tubuh.
2) Faktor psikologis, terdiri dari intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
3) Faktor kelelahan

b. Faktor Ekstern adalan faktor yang ada di luar individu, yakni terdiri
dari:
1) Faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi
antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan
ekonomi, pengertian orang tua, dan latar kebudayaan.
2) Faktor masyarakat, seperti kegiatan yang diikuti siswa dalam
masyarakat.
3) Faktor sekolah, seperti metode mengajar, Kurikulum, relasi
guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah.
Menurut Syah (2013:144) dalam psikologi belajar,

mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi tiga

macam, yaitu:

a. Faktor internal
Faktor ini terdiri dari:
1) Aspek fisiologis,
Kondisi umum jasmani seseorang yang menandai
tingkat kesehatan organ-organ tubuh dan sendisendinya dapat
mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran, hal ini dikarenakan
kesehatan organ tubuh, khususnya organ indera pendengar
dan penglihatan akan sangat mempengaruhi kemampuan
siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan dalam
kegiatan pembelajaran.
Jika kondisi kesehatan sendiri kurang sehat, maka
siswa tersebut tidak akan dapat berkonsentrasi dikarenakan
perhatiannya beralih pada ketidaknyamanan tubuh yang
dirasakan.
2) Aspek psikologis,
Banyak faktor yang termasuk dalam aspek psikologis
diantaranya faktor rohaniah yang dianggap lebih penting.
Faktor-faktor ini seperti: tingkat kecerdasan, sikap, bakat,
minat dan motivasi.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal terdapat dua macam yaitu:
1) Lingkungan sosial, Lingkunagan sosial mencakup
lingkungan sekolah, masyarakat dan lingkungan keluarga.
2) Lingkungan nonsosial, Faktor yang termasuk lingkungan
nonsosial yaitu gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat
tinggal keluarga dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan
cuaca, dan waktu belajar yang digunakan dalam belajar.
3) Faktor pendekatan belajar, Faktor pendekatan belajar
merupakan upaya belajar yang meliputi strategi dan metode
yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
mempelajari materi pelajaran.

Sardiman, (2014:27) mengungkapkan bahwa “untuk mencapai

prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu

diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara

lain; faktor intern dan faktor ekstern”.


a. Faktor dari dalam diri siswa (Intern)

Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu

sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu

kecedersan/ intelegensi, bakat, minat dan motivasi.

1) Kecerdasan/ intelegensi
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.
Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya
intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai
dengan tingkat perkembangan sebaya.
2) Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki
seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Bakat dalam hal ini
lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti
kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan. Dalam
proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang
peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang
baik.
3) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang
dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan
rasa sayang. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya.
4) Motivasi
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena
hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa
untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam
belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat
ditingkatkan. Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu (a) Motivasi instrinsik dan (b) Motivasi
ekstrinsik.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa

pengalamanpengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan

sebagainya. Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan

tidak memberikan paksaan kepada individu.


1) Keadaan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat
tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan.Keluarga adalah
lembaga pendidikan pertama dan utama. Adanya rasa aman dalam
keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam
belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk
belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu
kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk
belajar. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan
motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak
memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar.

2) Keadaan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang
sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa,
karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk
belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara
penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat
pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang
baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya.

3) Lingkungan Masyarakat
Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu
faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa
dalam proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam
sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi
anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak
bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada.
Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di
suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka kemungkinan
besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya, sehingga
ia akan turut belajar sebagaimana temannya.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini faktor-faktor

yang mempengaruhi perolehan prestasi belajar siswa secara garis besar

terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

3. Fungsi Prestasi Belajar

Menurut Slameto (2010:2) Prestasi Belajar adalah kemajuan atau

keberhasilan yang bersifat positif yang dicapai setelah ada proses,

pengalaman, motivasi, adaptasi, perhatian dan latihan. Prestasi semakin

terasa penting untuk dipermasalahkan, karena beberapa fungsi utama

adalah:
a. Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah
dikuasai anak didik.
b. Sebagai pemuasaan hasrat ingin tahu. Hal ini sebagai tendensi
keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum pada manusia
termasuk kebutuhan anak didik dalam suatu program pendidikan.
c. Sebagai bahan informasi dan instansi pendidikan.
d. Sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.
e. Sebagai indikator daya serap kecerdasan anak.

4. Penilaian Prestasi Belajar

Menurut Rosyada (2013:23) belajar dalam hal ini adalah

membentuk sejumlah ikatan stimulus-respon pada diri individu. Untuk

membentuk assosiasi dalam proses belajar mengejar perlu dilakukan

latihan secara mekanis, yakni dengan banyak memberikan stimulus

sehingga akan memunculkan respon dari diri individu pembelajar.

Pengukuran dan penilaian mempunyai hubungan yang erat dengan

evaluasi. Evaluasi dilakukan setelah pengukuran., artinya keputusan

(judgement) yang harus ada dalam setiap evaluasi berdasarkan data yang

diperoleh dari pengukuran. Untuk mengetahui seberapa jauh pengalaman

belajar yang telah dimiliki siswa, dilakukan pengukuran tingkat

pencapaian siswa. Dari hasil pengukuran ini guru memberikan evaluasi

atas keberhasilan pengajaran dan selanjutnya melakukan langkah-

langkah guna perbaikan proses belajar mengajar berikutnya.

Secara rinci,fungsi evaluasi dalam pengajaran dapat

dikelompokkan menjadi empat yaitu:

a. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan


siswa setelah melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu
tertentu.
b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.
c. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah

d. Untuk keperluan bimbingan konseling.

Salah satu tahap kegiatan evaluasi, baik yang berfungsi formatif


maupun sumatif adalah tahap pengumpulan informasi melalui

pengukuran. Pengumpulan informasi hasil belajar dapat ditempuh

melalui cara yaitu :

a. Teknik Tes

Teknik tes biaanya dilakukan di sekolah-sekolah dalam rangka

mengakhiri tahun ajaran atau semester. Menurut pola jawabannya

tes dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, tes objektif, tes

jawaban singkat, dan tes uraian.

b. Teknik Non Tes

Pengumpulan informasi atau pengukuran dalam evaluasi hasil

belajar dapat juga dilakukan melalui observasi, wawancara dan

angket. Teknik non tes lebih banyak digunakan untuk mengungkap

kemampuan psikomotorik dah hasil belajar efektif.

5. Macam-Macam Evaluasi Prestasi Belajar

Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Kata lain

yang sepaddan dengan kata evaluasi dan sering digunakan untuk

menggantikan kata evaluasi adaalah tes. Istilah evaluasi sering

dikacaukan dengan pengukuran, keduanya memang ada kaitan yang erat,

Menurut Suryabrata (2012: 101) pengukuran mencakup segala cara

untuk memperoleh informasi yang dapat dikuantifikasikan.

Evaluasi dibagi menjadi 4 jenis yaitu : evaluasi formatif, eveluasi

somatif, evaluasi placement dan evaluasi diagnostik.

a. Evaluasi Formatif
Berfungsi untuk memperbaiki proses belajar mengajar kea rah yang
lebih baik. Tujuannya untuk mengetahui hingga dimana
penguasaan murid tentang bahan yang telah diajarakan dalam suatu
program satuan pelajaran. Aspek-aspek yang dinilai berkanaan
dengan hasil pelajaran murid, meliputi pengetahuan, keterampilan,
sikap dan penguassaan terhadap bahan pelajaran yang telah
disajikan.
b. Evaluasi Somatif
Berfungsi untuk menentukan angka/nilai murid setelah mengikuti
program pengajaran dalam satu semester atau akhir dari suatu
program bahan pengajaran dari suatu unit pendidikan. Tujuannya
untuk mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai oleh murid
setelah menyelesaiakan program bahan pengajaran dalam satu
semester atau akhir. Aspek-aspek yang dinilai yaitu kemajuan
belajar siswa.
c. Evaluasi Placement (penempatan)
Berfungsi untuk mengetahui keadaan anak termasuk keadaan
seluruh pribadinya, agar anak tersebut dapat ditempatkan pada
posisinya yang tepat. Tujuannya untuk menempatkan anak didik
pada kedudukan yang sebenarnya, berdasarkan bakat, minat,
kemampuan, kesanggupan serta keadaan-keadaan yang lainnya,
sehingga anak tidak mengalami hambatan dalam mengikuti setiap
program/bahan yang disajikan guru. Aspek-aspek yang meliputi
yaitu keadaan fisik, psiskis, bakat, kemampuan/pengetahuan,
keterampilan, sikap dan lain-lain aspek yang dianggap perlu bagi
kepentingan pendidikan anak selanjutnya.
d. Evaluasi Diagnostik
Berfungsi untuk mengetahui masalah-masalah apa yang diderita
atau yang mengganggu anak didik, sehingga ia mengalami
kesulitan hambatan atau gangguan ketika mengikuti program
tertentu. Tujuannya untuk mengatasi/membantu pemecahan
kesulitan atau hambatan yang dialami anak didik waktu mengikuti
kegiatan belajar mengajar pada suatu studi atau keseluruhan bidang
pengajaran. Aspek-aspek yang dinilai yaitu hasil belajar, latar

6. Indikator Prestasi Belajar

Prestasi Belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang

diharapkan dapat dicapai setelah seseorang belajar. Untuk mengungkap

prestasi belajar pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor diperlukan

patokan-patokan atau indikatior-indikator sebagai penunjuk bahwa

seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu.

Muhibbin Syah (2008:150) mengemukakan bahwa kunci pokok

untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah

mengetahui garis besar indikator-indikator dikaitkan dengan jenis

prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.


Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai

indikator-indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika seseorang

akan menggunakan alat dan kiat evaluasi. Muhibbin Syah (2008:151)

mengemukakan mengenai indikator prestasi belajar adalah bahwa

pemilihan dan penggunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat,

reliabel, dan valid.

C. Kaitan Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar

Salah satu faktor yang mempengaruhi belajar siswa adalah faktor yang

datang dari luar diri siswa, yaitu faktor ekstern. Faktor yang datang dari luar

diri siswa antara lain, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor

masyarakat (Slameto, 2010:60).

Faktor dari sekolah salah satunya adalah kondisi lingkungan sekolah saat

itu. Dari lingkungan sekolah inilah mengarah kepada kegiatan belajar mengajar

disekolah. Dalam proses belajar siswa gaya belajar siswa yang mempengaruhi
belajar antara lain gaya belajar visual, gaya belajar auditori, dan gaya belajar

tactual.

Gaya belajar siswa sangat mempengaruhi hasil yang di dapat dalam

proses belajar. Menurut Nasution (2013:94) gaya belajar adalah cara yang

konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau

informasi, cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal.

Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai

bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang

untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang sulit dan baru

melalui persepsi yang berbeda. Gaya bersifat individual bagi setiap orang, dan

untuk membedakan orang yang satu dengan orang yang lain. Dengan demikian

secara umum gaya belajar diasumsikan mengacu pada kepribadian-

kepribadian, kepercayaan-kepercayaan, pilihan-pilihan dan perilaku-perilaku

yang digunakan oleh individu untuk membantu dalam suatu situasi yang telah

dikondisikan.

Pada dasarnya, gaya belajar yang digunakan merupakan kunci untuk

mengembangkan kinerja dalam belajar. Perlu disadari bagaimana orang yang

satu dengan yang lain menyerap dan menggali informasi, dan dapat

menjadikan belajar dan berkomunikasi lebih mudah dengan gaya sendiri.

Seorang siswa juga harus memahami jenis gaya belajarnya. Dengan

demikian, ia telah memiliki kemampuan mengenal diri yang lebih baik dan

mengetahui kebutuhannya. Pengenalan gaya belajar akan memberikan

pelayanan yang tepat terhadap apa dan bagaimana sebaiknya disediakan dan

dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung optimal.


Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa apabila

siswa memiliki gaya belajar yang baik dan tepat bagi dirinya maka dengan

sendirinya ia juga akan mendapat prestasi belajar yang baik pula. Namun,

apabila siswa memiliki gaya belajar yang kurang baik dan kurang tepat

terhadap proses belajar maka hasil belajar yang diperolehnya juga rendah. Ini

semua dikarenakan adanya interaksi antara gaya belajar dengan prestasi

belajar. Upaya untuk menumbuhkan gaya belajar yang baik pada siswa tidak

terlepas peran aktif dari guru disekolah baik guru mata pelajaran maupun guru

pembimbing

Pengantar
Bangsa yang memprioritaskan pendidikan dalam program-program pemerintahannya akan
menjadi bangsa yang maju dan dapat bersaing di dunia internasional. Bangsa yang memperhatikan
pendidikan akan membuatnya sebagai bangsa terdepan dalam ilmu pengetahuan dan pada gilirannya
bisa menjadi penguasa dunia karena bangsa yang pendidikan dan teknologinya maju akan menjadi
kiblat bagi bangsa-bangsa yang lain.
Pendidikan individu dapat dilakukan melalui pendidikan formal, non formal maupun informal.
Salah satu tempat untuk mendapatkan pendidikan secara formal adalah perguruan tinggi, yakni
merupakan pendidikan lanjutan bagi peserta didik setelah selesai menempuh pendidikan
menengah atas. Menurut UU No. 12 Tahun 2012, perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi (Pasal 1 Ayat 6), penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat (Pasal 1 Ayat 9).
Aktifitas pendidikan atau belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara
wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang
dipelajari, kadang- kadang terasa amat sulit. Demikian kenyataan yang sering dijumpai pada setiap
anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu
memang tidak ada yang sama. Perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan
tingkah laku dikalangan anak didik. Siswa yang tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah
yang disebut dengan kesulitan belajar. Menurut Djamarah (2002) bahwa gangguan yang
menyebabkan seseorang mengalami kesulitan belajar dapat berupa sindrom psikologis yang dapat
berupa ketidakmampuan belajar (learning disability). Sindrom berarti gejala yang muncul sebagai
indikator adanya ketidaknormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak. Kesulitan
belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar
tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah
kesulitan belajar.
Gangguan belajar merupakan terjemahan dari istilah Bahasa Inggris lerning disorder. Namun
amat langka pembahasan tersebut akan dijumpai baik dari versi bahasa Inggris maupun Indonesia.
Yang paling sering dijumpai adalah handaya kesulitan belajar (learning disability). Tulisan berikutnya
menyamakan gangguan belajar dengan handaya kesulitan belajar. Tulisan ini beusaha untuk
mengidentifikasi factor yang berperan mempengaruhi kesulitas belajar pada anak.

Konsep dan Karakteristik Anak Dengan Hendaya Kesulitan Belajar


(Learning Disability)
Menurut Nathan istilah kesulitan belajar (learning disability) diberikan kepada anak yang
mengalami kegagalan dalam situasi pembelajaran tertentu. Dalam hal ini belajar didefinisikan
sebagai ”perubahan perilaku yang terjadi secara terus menerus yang tidak diakibatkan oleh kelelahan
atau penyakit” (dalam Cruickshank & Hallahan, 1975). Maka setiap karakteristik yang bersifat
individu merupakan hasil dari perpaduan pengaruh-pengaruh lingkungan dan kondisi-kondisi
genetika. Dengan demikian variabel- variabel organismik, dan genetika sangat berpengaruh
terhadap perilaku selama lingkungan juga turut berpengaruh. Pengaruh organismik dan
genetika memerlukan adanya respon lingkungan yang efektif (Throne dalam Cruickshank & Hallahan,
1975).
Perubahan-perubahan dalam perilaku dan belajar setiap individu dapat terjadi melalui
manipulasi variabel lingkungan dan genetika pada situasi khusus dari suatu perkembangan yang
bersifat individu. Dengan demikian terhadap anak-anak dengan hendaya kesulitan belajar (learning
disability)
tunagrahita (mentally retarded) dan cerebral palsy mempunyai dampak terhadap kemampuan
mengatasi kondisi-kondisi lingkungan secara luar biasa yang berbeda dengan anak-anak normal. Jika
inteligensi didefinisikan secara operasional sebagai ”proses melalui pembelajarn terhadap anak yang
menggunakan sarana budaya dalam upaya untuk mengetahui dan melakukan manipulasi lingkungan”,
maka dapat dikatakan bahwa setiap perkembangan inteligensi secara langsung berkaitan dengan
dukungan yang berhubungan dengan azas keturunan (genetika) dari perseorangan dan beberapa
lingkungan tempat anak hidup. Perbedaan lingkungan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
perkembangan inteligensi. Dan secara relatif proporsi genetika dan lingkungan akan berbeda-beda
pula hasilnya dalam tes intelegensi.
Karakteristik anak dengan hendaya kesulitan belajar khusus, sangat berbeda dengan anak-
anak lain. Oleh karena itu beberapa tipe umum dari karakteristik mereka sering digunakan oleh para
pendidik sebagaimana yang diungkapkan oleh Delphi (2006) sebagai berikut :
a. Kemampuan Persepsi yang Rendah (poor perceptual abilities)
Kemampuan persepsi yang rendah, berkaitan dengan persepsi pendengaran, persepsi visual,
dan persepsi taktil. Kekurangan dapat terjadi pada kemampuan persepsi pendengaran (auditory
perception) menyangkut :
1) membedakan pendengaran, yaitu kemampuan untuk dapat membedakan suara, bunyi huruf
hidup (vowel), dan bunyi huruf mati (consonant) yang sama
2) pengakhiran pendengaran, kemampuan untuk melakukan sintesis bunyi-bunyi dari bagian
keseluruhan (contohnya, mendengar bagian suatu kata, dan kemudian mengetahui apa yang
ada dalam seluruh kalimat)
3) bentuk dasar pendengaran, kemampuan untuk menghiraukan latar belakang suara yang tidak
selaras, dan
4) atensi dan pengalokasian pendengaran, kemapuan untuk mengetahui lokasi sumber suara dan
arah suara.
Pada persepsi visual (visual perception), kekurangan kemungkinan terjadi dala
kemampuankemampuan persepsi visual sebagai berikut :
Klosur visual (visual closure). Pola melengkapi, mekanisme tanggung
tunagrahita (mentally retarded) dan cerebral palsy mempunyai dampak terhadap kemampuan
mengatasi kondisi-kondisi lingkungan secara luar biasa yang berbeda dengan anak-anak normal. Jika
inteligensi didefinisikan secara operasional sebagai ”proses melalui pembelajarn terhadap anak yang
menggunakan sarana budaya dalam upaya untuk mengetahui dan melakukan manipulasi lingkungan”,
maka dapat dikatakan bahwa setiap perkembangan inteligensi secara langsung berkaitan dengan
dukungan yang berhubungan dengan azas keturunan (genetika) dari perseorangan dan beberapa
lingkungan tempat anak hidup. Perbedaan lingkungan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
perkembangan inteligensi. Dan secara relatif proporsi genetika dan lingkungan akan berbeda-beda
pula hasilnya dalam tes intelegensi.
Karakteristik anak dengan hendaya kesulitan belajar khusus, sangat berbeda dengan anak-
anak lain. Oleh karena itu beberapa tipe umum dari karakteristik mereka sering digunakan oleh para
pendidik sebagaimana yang diungkapkan oleh Delphi (2006) sebagai berikut :
b. Kemampuan Persepsi yang Rendah (poor perceptual abilities)
Kemampuan persepsi yang rendah, berkaitan dengan persepsi pendengaran, persepsi visual,
dan persepsi taktil. Kekurangan dapat terjadi pada kemampuan persepsi pendengaran (auditory
perception) menyangkut :
1) membedakan pendengaran, yaitu kemampuan untuk dapat membedakan suara, bunyi huruf
hidup (vowel), dan bunyi huruf mati (consonant) yang sama
2) pengakhiran pendengaran, kemampuan untuk melakukan sintesis bunyi-bunyi dari bagian
keseluruhan (contohnya, mendengar bagian suatu kata, dan kemudian mengetahui apa yang
ada dalam seluruh kalimat)
3) bentuk dasar pendengaran, kemampuan untuk menghiraukan latar belakang suara yang tidak
selaras, dan
4) atensi dan pengalokasian pendengaran, kemapuan untuk mengetahui lokasi sumber suara dan
arah suara.
Pada persepsi visual (visual perception), kekurangan kemungkinan terjadi dala
kemampuankemampuan persepsi visual sebagai berikut :
Klosur visual (visual closure). Pola melengkapi, mekanisme tanggung jawab untuk melengkapi
secara otomatis terhadap simbol-simbol visual yang sudah dikenal (contohnya, melihat bagian
yang tidak lengkap suatu gambar dan tahu bagaimana bentuk keseluruhan dari gambar
tersebut). Diartikan sebagai kemampuan untuk menggambarkan keseluruhan hanya dengan
melihat sebagian dari bentuk keseluruhan.
1) Membedakan secara visual (visual discrimination). Kemampuan untuk mengetahui perbedaan
antara bnda-benda yang bentuknya sama, surat-surat, atau kata-kata (seperti huruf “b” dan “d”
dapat ditangkap berbeda oleh anak)
2) Membedakan bentuk secara visual (visual form discrimination). Kemampuan untuk dapat
membedakan adanya perbedaan antara bentuk auditori masa kini (seperti dapat membedakan
antara segitiga dan bentuk gambar intan pada sebuah kartu gambar)
3) Menghubungkan figur dasar secara visual (visual gigure ground relationship). Mampu
mengidentifikasi sati bentuk figure seseorang (misalnya, gadis) dari gambar yang
memunculkan tiga figure yang sama
4) Persepsi terhadap ukuran (size perception). Kemampuan untuk merasakan secara tepat
tentang ukuran suatu benda dengan kemampuan visual
5) Persepsi mengenai jarak dan kedalamannya (depth and distance perception). Kemampuan
terhadap persepsi ukuran, panjang, kedalaman, dan jarak dari berbagai benda dan mampu
melihat benda-benda yang bergerak
6) Mengenali suatu benda (object recognition). Kemampuan untuk mengintegrasikan rangsang
visual ke dalam bentuk secara keseluruhan
Pada persepsi taktil (tactile perception), kemampuan persepsi taktil yang utama adalah
membedakan benda dengan meraba. Kemampuan untuk mengenal benda-benda yang dikenal,
atau tekstur dan lokasi dari anggota badan yang dapat disentuh oleh seseorang.

c. Kesulitan Menyadari Tubuh Sendiri (body wareness difficulties)


Kesadaran terhadap tubuh didefinisikan sebagai konsep dan pemahaman bahwa adanya saling
keterhubungan yang erat antara tubuh seseorang dengan lingkungannya selama proses perubahan
perilaku. faktor-faktor yang terlibat dalam perkembangan kesadaran terhadap tubuh adalah
kinasthesia, asimilasi, dan perlengkapan visual. Kesulitan- kesulitan terhadap kesadaran tubuh
dimungkinkan terjadi dalam wilayah ketrampilan gerak diantaranya :
1) Orientasi ruang (spatial orientation) yaitu pemahaman terhadap ruang sekitar diri seseorang
berkaitan dengan jarak, arah, dan posisi
2) Secara kesamping (laterality) yaitu mengetahui yang mana sisi kiri atau kanan dari tubuh
3) Secara tegak lurus (vertically) yaitu konsep tentang arah ke atas dan ke bawah
4) Terhadap kesan tubuh (bodi image) yaitu konsep pemahaman bagian-bagian tubuh
5) Berkaitan denga garis tengah tubuh (midline body) yaitu konsep tentang garis tengah tubuh
secara tegak lurus dari tubh manusia yang memisahkan tubuh ke dalam dua sisi yang sama.
Permasalahan yang sering dijumpai dalam pemahaman tubuh antara lain :
a) kelainan tubuh untuk melakukan orientasi dan ketidakmampuan untuk mengenal bagian-
bagian tubuh (autotopegnosis)
b) ketidakmampuan untuk mengenali jari-jari selama dilakukan tes lokalisasi jari-jari (finger
agnosia)
d. Kelainan Kegiatan Gerak (disorder of motor activity)
Kelainan gerak seringkali dapat diamati pada anak-anak dengan hendaya kesulitan
belajar. Hal itu dimungkinkan karena masalah gerak dan kesulitan belajar mempunyai etiologi
yang sama (Myers & Hammill dalam Geddes, 1981).
Kelainan gerak dapat diamati melalui : pertama, kegiatan saat mempertahankan
keseimbangan dan bentuk tubuh (balance and postural mainbtenance) yaitu dalam kesulitan
belajar untuk duduk, berdiri, mempertahankan postur dan keseimbangan khusus; kedua, gerak
dasar dan gerak lokomotor (locomotion and basic movement) kekurangan terjadi pada
ketrampilan untuk berjalan, berlari, memanjat, mekanisasi tubuh, melompat, meloncat-loncat, dan
pola-pola gerak tubuh secara gross motor.
Termasuk tipe-tipe umu kelainan gerak antara lain :
1) hyperactivity (hyperkinethesis), yaitu mobilitas yang resah, tidak menentu, secara
serampangan, dan mobilitas yang berlebihan
2) hypoactivity (hypokinethesis), yaitu sifat pendiam, tidak aktif, dan kegiatan geraknya kurang
cukup
3) clumsiness, yaitu sifat kesulitan dalam mengontrol gerak dengan adanya ketidakserasian dan
ketidakefisien perilaku gerak dalam bentuk kekakuan secara fisik dan tidak ada koordinasi
gerak
4) apraxia (dyspraxia), yaitu ketidakmampuan untuk berinisiatif atau melakukan gerak dalam
pola-pola gerak yang rumit, seperti serangkaian tugas gerak untuk melakukan loncatan
5) ketekunan (perseveration), yaitu sifat yang secara otomatis dan seringkali secara sukarela
untuk menindaklanjuti perilaku yang dapat diamati sewaktu melakukan kegiatan berbicara,
menulis, membaca secara oral, menggambar dan melukis
6) adiadochokinesia, yaitu ketidakmampuan untuk melakukan gerak alternatif dan gerak cepat.
e. Kesulitan dalam ketrampilan psikomotor sangat erat hubungannya dengan ketidakberfungsian
persepsi khusus, antara lain :
1) Respon psikomotor yang lemah terhadap petunjuk yang diperoleh melalui pendengaran berupa
perbedaan suara dengan kegiatan yang berbeda, seperti kat-kata ”talk” dan ”walk” dalam bahasa
Inggris, ”jalan” dengan ”jualan” dalam bahasa Indonesia
2) Respon psikomotor terhadap persepsi visual yang lemah. Kemampuan persepsi visual yang
spesifik penyebab adanya respon psikomotor terhadap persepsi visual yang lemah, dapat
menyebabkan seseorang tidak mampu membedakan bola putih yang dilambungkan di udara
dengan latar belakang awan sehingga yang bersangkutan tidak dapat menangkap bola putih
dengan baik
3) Rendahnya respon psikomotor terhadap persepsi taktil. Ketidaktepatan respon psikomotor
terhadap ciri-ciri khusus taktil menjadi penyebab kesalahan membedakan benda-benda
dengan cara taktil. Contohnya, seorang anak tidak mampu membedakan dua nikel dalam
kumpulannya dengan dua perempat nikel yang ada di atas meja.
f. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak dengan hendaya
kesulitan belajar adalah kemampuan persepsi yang rendah, kesulitan menyadari tubuh sendiri dan
kelainan kegiatan gerak dan kesulitan dalam ketrampilan psikomotor.
g.
h. Faktor yang berperan pada Kesulitan Belajar Anak
i. Faktor-faktor lingkungan anak, nutrisi, dan kesehatan merupakan hal yang penting bagi
perkembangan dan pertumbuhan bayi dan anak- anak. Perhatian terhadap perbedaan-
perbedaan dalam strategi belajar yang memasukkan pengaruh-pengaruh lingkungan dan
perkembangan mental merupakan aspek-aspek kualitatif dari perilaku anak-anak. Konsep
dasar dalam kesehatan anak menyatakan bahwa pemberian makanan secara tepat dalam kuantitas
dan kualitas merupakan prasyarat bagi pertumbuhan dan perkembangan optimal bagi bayi dan
anak. Dengan demikian malnutrisi saat kehidupan dini mempunyai kontribusi terhadap
keberfungsian di bawah normal dan ketidakmampuan belajar di kemudian hari (Cruickshank &
Hallahan, 1975). Interpretasi dari peran nutrisi terhadap perkembangan mental dan belajar
merupakan hal yang rumit. Hal tersebut terjadi karena malnutrisi merupakan hasil akhir
(outcome) ekologis.
j. Proses belajar pada seorang anak dilakukan melalui penerimaan secara selektif dan diterima
sebagai masukan sensori yang memberikan informsi berkaitan dengan lingkungan hidup. Untuk
mendapatkan makna, stimuli sensori yang bekerja harus mampu melakukan proses, dapat
menghubungkan, dan berintegrasi dalam kulit lapisan otak (cortex) untuk menyalurkan informasi
dan mendapatkan pengertian yang sama.Informasi diperoleh melalui kemampuan persepsi dan
ketrampilan kesadaran tubuh, disimpan di otak untuk nantinya digunakan sebagai bentuk respon.
Tipe respon antara lain berbicara, menulis, mengaja huruf, bahasa tubuh, ekspresi wajah, gerak,
ketrampilan khusus psikomotor (seperti memukul bola).
k. Penyebab terjadinya hendaya kesulitan belajar (Geddes, 1981) adalah faktor organ
tubuh (organically based etiologies), dan lingkunga (environmentally based etiologies). Ahli
lainnya menyebutkan bahwa penyebab terjadinya anak dengan hendaya kesulitan belajar
adalah disebabkan oleh tiga kategori, yaitu : faktor organik dan biologis (organic and biological
factors), faktor genetika (genetic factors), dan faktor lingkungan (envoronmental factors)
(Hallahan & Kauffman, 1991).
Penyebab dari faktor organ tubuh (Geddes, 1981) disebabkan oleh adanya faktor-faktor
berikut :
a) Konsep tentang minimal disfungsi otak. Kegiatan otak yang berada di bawah optimal tidak terjadi
dikarenakan adanya cedera pada struktur lapisan luar otak (cortex)
b) Faktor patologis terjadinya disfungsi otak, disebabkan adanya kondisi- kondisi seperti cerebral
hemorrhage, penyakit, luka akibat kecelakaan pada kepala, kelahiran prematur, anoxia (kelangkaan
oksigen), ketidaksesuaian faktor Rh, kecacatan bawaan, dan faktor-faktor genetika.
c) Hubungan di antara tipe-tipe disfungsi otak ketrampilam neural di bawah optimal menyebabkan
terjadinya hendaya pada daerah cerebral berkaitan dengan manifestasi tanda-tanda yang bersifat
neurologis halus.
d) Hubungan antara disfungsi otak dan kelainan belajar khusus pada anak dimungkinkan menunjukkan
:
1) gejala-gejala disfungsi otak tetapi tidak terdeteksi mempunyai ketidakmampuan belajar
2) kedua-duanya, baik disfungsi otak dan ketimampuan belajar, atau
3) adanya ketidakmampuan belajar tetapi tanda-tanda adanya malfungsi otak tidak teramati.
e) Adanya kelainan-kelainan yang bersifat medis dewasa ini (Kauffman & Hallahan, 1976) lebih
f) menitikberatkan pada kegiatan melakukan hipotesis tentang kasus-kasus yang meliputi : kelainan
kelenjar, hypoglycemia, narcolepsy complex, penyimpangan penggunaan vitamin, dan alergi.
Sedangkan etiologi berdasarkan atas faktor lingkungan (Geddes, 1981), meliputi hal-hal sebagai
berikut :
1) Pengaruh dari gangguan emosional. Indikasinya adalah anak dengan masalah-masalah emosional
berkecenderungan mempunyai kelemahan dalam persepsi, bicara, dan mata pelajaran akademik
(Myers & Hammill, 1976)
2) Pengalaman-pengalaman yang tidak memadai yang diperoleh sebelumnya. Diperlukan adanya
peningkatan dalam proses sensori motor untuk meningkatkan ketrampilan-ketrampilam
perseptual (oleh karena itu dalam setiap program yang berkaitan dengan persepsi gerak selalu
diimplementasikan sensori motor guna meningkatkan ketrampilan perseptual) (Myers & Hammill,
1976)
3) Kehilangan lingkungan (Kauffman & Hallahan, 1976). Kecenderungan kehilangan lingkungan bagi
seorang anak akan menimbulkan masalah belajar yang mungkin menjadi penyebab adanya
pengalaman-pengalaman belajar yang kurang memadai, kegiatan belajar yang sangat rendah,
rendahnya perawatan yang bersifat medis menjadikan seorang anak mempunyai cedera pada otak.
Faktor organik dan biologis sebagai penyebab anak dengan hendaya
kesulitan belajar (Hallahan & Kauffman, 1991) adalah sebagai berikut :
a. Adanya pengembangan terhadap suatu teori yang menyatakan bahwa mixed dominance sebagai
indikasi dari patologi otak sebagai penyebab adanya kesulitan membaca. Mixed dominance
merupakan istilah yang diterapkan terhadap seseorang yang mempunyai kondisi yang
mengutamakan penggunaan secara tetap campuran sisi anatomisnya, sehingga memberikan
gambaran adanya perkembangan tidak normal pada otak. Contohnya, kegiatan yang dilakukan
lebih mengutamakan menggunakan gerak campuran dari beberapa anggota tubuh secara
bersamaan, seperti tangan kana dengan mata sebelah kiri (Orton dalam Hallahan & Kauffman,
1991, Kelly & Vergasson, 1978)
b. Kebanyakan anak dengan hendaya kesulitan belajar mempunyai getaran otak yang tidak normal,
jika diukur dengan komputer digital dan dilakukan analisis dengan electroencephalogram (EEG).
Pencatatan kegiatan elektris pada otak dengan menempatkan elektrode pada lokasi yang berbeda
pada anak yang bersangkutan
c. Melalui penggunaan metode baru, seperti penggunaan computerized tomographic scans (CT
Scans), bertujuan untuk meninjau sampai sejauh mana fisiologis otak. (Hynd & Semrud-Clikeman
dalam Hallahan & Kauffman, 1991).
Berdasarkan ketiga pendapat di atas, para ahli mempercayai bahwa ketidakberfungsian otak
(the brain dysfunction) merupakan penyebab utama (the root of) dari hendaya kesulitan belajar.
Di sisi lainnya menyatakan juga bahwa hendaya kesulitan belajar terjadi diakibatkan adanya
gangguan terhadap perkembangan sel saraf pada saat perkembangan seorang bayi pada usia dini
(Hynd & Semrud-Clikeman dalam Hallahan & Kauffman, 1991).
Menurut Hallahan & Kauffman (1991), faktor genetika menunjukkan bahwa keturunan sebagai
penyebab terjadinya hendaya kesulitan belajar, khususnya pada hambatan membaca. Misalnya,
seringkali terjadi ketika salah satu anak kembaran mempunyai ketidakmampuan membaca,
kembaran lainnya juga sama mempunyai ketidakmampuan membaca. Mereka yang bersangkutan
dikatakan mempunyai monozygotic dari telur yang sama. Monozygotic terjadi dari adanya
pemisahan dari satu telur saat pembuahan sehingga diidentifikasikan sebagai komposisi genetik
(Kelly & Vergasson, 1978).
Sedangkan faktor lingkungan (Hallahan & Kauffman, 1991), menyatakan bahwa
kasus lingkungan sebagai kasus yang dianggap sulit untuk didokumentasikan. Namun yang
paling memungkinkan pada kasus lingkungan sebagai penyebab hendaya kesulitan belajar adalah
kekurangan penanganan belaja (poor teaching). Apabila anak dengan hendaya kesulitan belajar dapat
ditangani semenjak usia sekolah secara dini, dimungkinkan hendaya kesulitan belajar tersebut
dapat dihindari.
Berdasarkan konsep keterlambatan kematangan diri ditinjau dari aspek
perkembangan neurologis, seorang anak mempunyai tingkat perkembangan yang berbeda-beda,
termasuk di dalamnya adalah fungsi kognitif (Bender dalam Lerner, 1985). Seorang anak yang
menunjukkan adanya ketidaksesuaian di antara berbagai kemampuan tidak semata-mata disebabkan
oleh adanya ketidakberfungsian sistem saraf pusat atau adanya cedera pada otak. Agaknya
ketidasesuian itu dapat juga menunjukkan adanya berbagai kemampuan yang mengacu pada
kematangan pada tingkat yang berbeda.

Konsep tentang keterlambatan kematangan diri, menunjukkan bahwa beberapa hendaya


kesulitan belajar yang muncul pada diri seorang anak dapat saja terjadi disebabkan oleh
adanya perilaku-perilaku masyarakat yang ada di sekitarnya. Perilaku masyarakat tersebut
dapat menjadi suatu ”tekanan” pada diri seorang anak sebelum anak tersebut siap
menghadapi kegiatan pencapaian prestasi akademiknya. Hal ini dibuktikan oleh suatu
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 177 siswa-siswa dengan hendaya
kesulitan belajar (learning disability) dalam kelas-kelas khusus. Hasilnya menunjukkan
bahwa mereka secara signifikan menunjukkan adanya ”perkembangan yang lambat”
dalam pencapaian prestasi kademiknya (Koppitz dalam Learner, 1985). Penelitian
tersebut juga menunjukkan adanya ketidakberimbangan dan sangat rendahnya
pengintegrasian diri mereka, sehingga mereka membutuhkan waktu belajar yang lebih
banyak dalam upaya untuk melakukan kompensasi diri terhadap kelambatan dalam
perkembangan neurologisnya. Pada umumnya mereka membutuhkan waktu sekitar dua tahun atau
lebih untuk menyelesaikan pendidikan yang diterima di sekolah dibandingkan dengan siswa lain.
Menuru Koppitz, apabila anak dengan hendaya kesulitan belajar diberikan waktu tambahan yang
cukup dan dilakukan bantuan-bantuan dalam pembelajaran pada umumnya, anak bersangkutan dapat
menyelesaikan prestasi akademiknya dengan baik.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sovern Hagin tahun 1966 terhadap anak-anak
dengan hendaya kesulitan belajar yang ada di klinik Bellevue Hospital Hygiene menunjukkan
bahwa anak remaja dengan hendaya kesulitan belajar usia 17 hingga 24 tahun tidak
menunjukkan adanya hambatan dalam orientasi terhadap simbol-simbol, membedakan
berdasarkan pendengaran, atau membedakan antara sisi kiri dan kanan. Beberapa anak dengan
hendaya kesulitan belajar tersebut, tidak mempunyai hambatan belajar lagi setelah melalui suatu
proses perkembangan dirinya. Pada anak-anak dengan hendaya kesulitan belajar di usia taman
kanak- kanak diprediksi mempunyai kelemahan dalam membaca, dan mengeja huruf.
Selanjutnya, penelitian dari deHirsch, Jansky dan Langford tahun 1966 telah membuktikan
bahwa teori tentang keterlamabatan kematangan diri anak merupakan faktor yang sangat penting saat
memperkirakan tingkat pencapaian kemampuan membaca (dalam Lerner, 1985).
Mengenai tingkat perkembangan kedewasaan anak, Piaget menyatakan bahwa perkembangan
kognitif terjadi dalam serangkaian tingkatan yang tetap dan dalam keadaan saling
ketergantungan. Setiap tingkatan, anak hanya mampu belajar pada tugas-tugas kognitif tertentu
(Piaget dalam Lerner, 1985). Kemampuan berpikir dan belajar anak akan berubah sesuai dengan
umurnya. Dengan kata lain, bahwa kemampuan berpikir dan belajar anak dicapai melalui
serangkaian perkembangan pada tingkat perkembangan kedewasaannya. Selama belajar akan
terjadi tingkatan- tingkatan perkembangan fungsi kemampuan dalam kuantitas, kualitas,
kedalaman, dan keluasan belajar.
Tingkat perkembangan anak berdasarkan teori Piaget secara sistematis menunjukkan tingkatan-
tingkatan sebagai berikut :
Periode pertama disebut dengan periode sensori motor (sensorimotor period). Periode ini
terjadi pada usia satu hingga dua tahun. Selama masa ini anak belajar melalui indera dan gerak
serta melakukan interaksi dengan lingkungan secara fisik. Pada masa ini, mereka belajar melalui
cara memindahkan, menyentuh, memukul, menggigit, dan memanipulasi benda-benda secara
fisik. Anak mulai mempelajari tentang ruang, waktu, lokasi, ketetapan dan sebab-akibat. Pada
anak dengan hendaya kesulitan belajar, perkembangan gerak difokuskan pada gerak sensori
(sensory- motor) dan gerak persepsi (perceptual motor). Misalnya, dalam gerak keseimbangan
seorang anak dengan hendaya kesulitan belajar akan terlihat ketidakmampuannya dalam melakukan
koreksi terhadap posisi tubuh dan hubungan tubuhnya dengan gaya berat. Umumnya, anak
dengan hendaya kesulitan belajar tidak mampu melakukan koordinasi gerak dalam kegiatan-
kegiatan yang menggunakan gross motor (gerak dengan menggunakan otot- otot besar). Dalam
koordinasi gerak yang menggunakan fine motor (gerak dengan menggunakan otot-otot halus),
anak dengan hendaya kesulitan belajar kurang memahami kemampuan tubuh sendiri, tidak tahu
arah, serta merasa bingung untuk melakukan gerak secara menyamping (Lerner, 1985).
Periode kedua disebut dengan periode preoperasional (preoperational period). Periode ini
terjadi pada usia dua hingga tujuh tahun. Pada masa ini anak mulai melakukan pertimbangan-
pertimbangan intuisi tentang hubungan-hubungan antarobjek dan berpikir tentang simbol-simbol.
Bahasa menjadi hal yang amat penting, karena anak mulai belajar menggunakan simbol-simbol untuk
menggambarkan dunia nyata. Anak mulai mempelajari lambang dan sifat objek yang ada di sekitar
dirinya. Daya berpikir anak didominasi oleh pemikiran yang berkaitan dengan persepsi, khususnya
dimensi ruang dan waktu. Dalam menghadapi benda-benda secara simbolik, anak memerlukan
pengamatan-pengamatan terhadap waktu dan ruang serta hubungan antara keduanya terhadap objek
dan kejadian-kejadian yang ada. Untuk kepentingan ini, program-program berkaitan dengan
pengembangan kemampuan konsep dan kognitif banyak dilakukan sebagai upaya pendekatan
pendidikan terhadap anak dengan hendaya kesulitan belajar. Pendekatan pendidikan tersebut
dilakukan melalui upaya pengaplikasian teori-teori tentang gerak persepsi. Persepsi merupakan
ketrampilan yang perlu dipelajari oleh anak dengan hendaya kesulitan belajar. Dalam proses belajar
seharusnya kegiatan diarahkan langsung dengan adanya fasilitas-fasilitas berkaitan dengan persepsi.
Beberapa bentuk persepsi yang mempunyai impilikasi dalam pembelajaran terhadap anak dengan
handaya kesulitan belajar antara lain konsep-konsep persepsi berkaitan dengan pengandaian, persepsi
bagian-bagian dan keseluruhan, persepsi pendengaran, persepsi berkaitan dengan indra raba, persepsi
pengandaian silang, persepsi bentuk
dan arah, serta persepsi sosial (Delphi, 2006).
Periode ketiga disebut dengan periode operasi kongkrit. Periode ini terjadi pada usia tujuh
hingga sembilan tahun. Pada masa ini anak mulai mampu berpikir melalui hubungan
(relationship), merasakan konsekuensi tindakan dan melakukan pengelompokan yang
sungguh-sungguh berdasarkan cara-cara logis. Anak mulai mampu melakukan sistematisasi dan
pengorganisasian cara berpikirnya. Pemikiran-pemikiran mereka dibentuk melalui pengalaman-
pengalaman sebelumnya dan tergantung pada objek-objek kongkrit dengan cara memanipulasi atau
memahami sesuatu melalui panca indranya (Delphi, 2006).
Periode keempat adalah periode operasi nyata (formal operations). Periode ini terjadi pada
usia 11 tahun dan menggambarkan adanya perubahan besar dalam proses berpikir. Dalam periode ini,
berpikir anak mengarahkan pengamatan-pengamatan langsung, tidak seperti periode
sebelumnya yakni pengamatan-pengamatan mengarahkan cara berpikir. Anak mulai mempunyai
kapasitas kerja dengan abstraksi, teori-teori, dan hubungan antar objek secara logis tanpa
mengacu pada hal yang kongkrit. Lebih lanjut, periode operasi nyata menyediakan orientasi secara
menyamaratakan ke arah kegiatan yang bersifat pemecahan masalah (Delphi, 2006).
Menurut Piaget, transisi dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya melibatkan
kedewasaan. Tingkatan-tingkatannya bersifat berurutan dan berjenjang, dan hal yang esensial
adalah anak diberikan kesempatan untuk memantapkan perilakunya, dan memikirkan tentang apa
yang ada dalam setiap tingkatan. Di sisi lain, kurikulum sekolah seringkali memerlukan
pengkonseptualisasian terhadap perkembangan anak dan perkembangan logikanya dengan
memberikan kesempatan yang cukup untuk mncapai pemahaman pada tingkat-tingkat sebelumnya
(Lerner, 1985).
Implikasi dari teori perkembangan kedewasaan terhadap anak dengan handaya kesulitan belajar
sangat signifikan, khususnya dalam memahami dan mempelajari tentang ”keberadaan kelainannya”.
Teori ini menyatakan bahwa kemampuan kognitif anak selalu berbeda secara kualitatif. Dengan
demikian, perkembangannya akan selalu berurutan, sehingga perubahan cara berpikir akan terjadi
secara terus-menerus. Dalam hal ini sekolah hendaknya dapat menyusun suatu pola pembelajaran
berdasarkan pengalaman- pengalaman belajar anak guna mencapai pertumbuhan secara alamiah
yang lebih menitik beratkan pada landasan berpikir dan adanya kesiapan
untuk belajar dari anak yang bersangkutan. Misalnya kesiapan untuk berjalan akan
memerlukan tingkatan perkembangan gabungan dari sistem neurologis, kekuatan otot yang
memadai, dan perkembangan fungsi motorik. Jadi, bagi anak dengan handaya kesulitan belajar
memerlukan perhatian yang lebih khusus dari guru kelasnya. Perhatian secara khusus oleh guru
sangat membantu perkembangan anak melalui pemberian latihan-latihan berkaitan dengan
kemampuan kesiapan belajar sebagai prasyarat untuk melakukan langkah-langkah belajar
berikutnya. Bagi anak dengan dengan handaya kesulitan belajar yang belum siap dalam
mempelajari suatu mata mata pelajaran tertentu, hendaklah dilakukan suatu evaluasi yang sensitif
dan pola pembelajaran yang bersifat klinis (Delphi, 2006).
Pembelajaran yang bersifat klinis, merupakan proses asesmen pembelajaran dalam bentuk
khusus guna membantu siswa yang mempunyai hambatan-hambatan belajar. Tujuan dari
pembelajaran yang bersifat klinis adalah untuk menyesuaikan pengalaman-pengalaman belajar siswa
yang bersangkutan terhadap kebutuhan unik dari siswa dengan hendaya kesulitan belajar. Melalui
asesmen dan analisis terhadap masalah belajar anak yang bersifat khusus, maka hasilnya dapat
dijadikan informasi penting dalam penyusunan program pembelajaran yang bersifat klinis oleh guru
khusus.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor secara umum yang berperan menjadi
penyebab anak berkesulitan belajar adalah faktor, faktor organik dan biologis (organic and biological factors),
faktor genetika (genetic factors), dan faktor lingkungan (envoronmental factors) dan faktor perkembangan.

DAFTAR PUSTAKA

Bandi Delphi. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Dalam Setting Pendidikan Inklusi. Bandung:
Refina Aditama
Djamarah, S.B. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Geddes, D. (1982). Psychomotor Individualled Educational Program for Intellectual, Learning and
behavioral Disabilities. Boston: Allyn Bacon, Inc.
Hallahan D.P.& Kauffman (1991). Exeptional Children: Introduction to Special Education. New Jersey:
Prentice-Hall, Englewood Cliffs.
Kauffman & Hallahan D.P. (2005). Special education: What it is and Why We Need it. Boston: Pearson
Education, Inc.
Kelly, L.J.&Vergasan, G.A.(1978). Dictionary of Special education and Rehabilitation, Dever: Colorado:
Love Publishing Company.
Lerner, R. M. (1985). Individual and context in developmental psychology: Conceptual and theoretical issues. In
J. R. Nesselroade & A. Von Eye (Eds.), Individual development and social change: Explanatory analysis (pp.
155-183). New York:

Anda mungkin juga menyukai