Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH GEOMORFOLOGI

GUNUNG KRAKATAU

Oleh :

Aldo Yulio Perdana (H1C016038)

Dhofaeri Wildan (H1C018011)

Dita Rahma Fadila (H1C018023)

M. Faturrachman J. (H1C018040)

Muhammad Syaddad S.H. (H1C018055)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

PURBALINGGA

2019
Gunung Krakatau

1. DESKRIPSI

Gunung Krakatau merupakan salah satu nama gunung berapi di Indonesia.


Saat ini hanya tersisa kepulauan vulkanik yang masih aktif . karena letusan
kataklismik pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Kepulauan vulkanik ini berada
di Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatra. Pada tahun 2019, kawasan yang
sekarang merupakan cagar alam ini memiliki empat pulau kecil: Pulau
Rakata, Pulau Anak Krakatau, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang (Rakata Kecil).
Berdasarkan kajian geologi, semua pulau ini berasal dari sistem gunung berapi
tunggal Krakatau yang pernah ada di masa lalu.

Gunung Krakatau diketahui memiliki tipe strato. Gunung api strato terbentuk
akibat erupsi yang berganti ganti antara efusif dan eksplosif, sehingga
memperlihatkan batuan beku yang berlapis-lapis pada dinding kawahnya. Batuan
yang berlapis ini berasal dari pembekuan lava dan eflata yang silih berganti. Hampir
semua gunung gapi di Indonesia merupakan tipe strato. Beberapa contohnya antara
lain Gunung Merapi, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung
Semeru, dan Gunung Tambora.

Bentuk dari gunung ini yaitu kaldera vulkanis. Kaldera merupakan suatu
kawasan berbentuk bulat yang membentang rendah di tanah. Kawasan ini terbentuk
pada saat tanah amblas akibat letusan eksplosif. Bentuk morfologinya seperti kawah
tetapi garis tengahnya lebih dari 2 km.

Berdasarkan letusan yang pernah terjadi pada tahun 1883, Gunung Krakatau
memiliki tipe letusan Perret atau Plinian. Letusan ini adalah letusan yang sangat
berbahaya. Letusan ini adalah letusan gunung berapi yang disertai ledakan yang
sangat dasyat dan dapat merusak lingkungan. Karena ledakannya yang dasyat,
material yang dikeluarkan pun bisa terlepar sejauh hingga 80 km. ciri khusus yang
dimiliki oleh letusan ini adalah disertai gas yang sangat tinggi dan juga awan yang
menyembur menyerupai kembang kol. Letusan tipe Perret ini dapat menyebabkan
puncak vulkan terbobol sehingga dinding kawah melorot melemparkan kepundan.

Tipe lava dari gunung api tersebut yaitu lava andesit. Lava
andesit merupakan lava yang memiliki komposisi antara basalt dan rhyolite atau
sering disebut juga intermediate. Lava andesit memiliki ciri kental dan tidak mampu
mengalir jauh dari pusat erupsi. Pada saat membeku lava jenis ini dapat membentuk
struktur seperti tiang, bantal tapi jarang membentuk struktur Pahoehoe.

2. MORFOLOGI

Kenampakan geomorfologi komplek vulkanik Krakatau terdiri dari dinding


kaldera, bentukan kerucut vulkanik, aliran lava, dataran dan daerah pantai.
Morfologi kaldera dicirikan oleh dinding sangat curam yang terbentuk di bagian
utara pulau Rakata dengan bentuk cekung menghadap ke utara. Morfologi dinding
kaldera di pulau Sertung dan Panjang dibentuk oleh erupsi paroksismal pra-sejarah,
sedangkan dinding kaldera Rakata terbentuk pada saat pembentukan kaldera 1883.
Kenampakan morfologi pulau-pulau tersebut dicirikan oleh topografi bentuk lereng
yang dapat dijumpai di sebelah selatan P. Rakata, sebelah barat P. Sertung dan
sebelah timur P. Panjang. Bentuk morfologi lereng ini terdiri dari perulangan
lembah dan punggungan dan di P. Rakata menampakkan pola radial sedangkan di
P. Panjang dan P. Sertung semi-radial. Bagian morfologi ini tersusun oleh endapan
aliran piroklastik hasil erupsi 1883.

Morfologi kerucut vulkanik dijumpai di pulau Rakata dan Anak Krakatau.


Kerucut vulkanik Rakata teramati jelas mulai ketinggian 500 m sampai ke bagian
puncak, 813 m dari muka laut. Bagian puncak Rakata tersusun oleh sumbat
vulkanik dan endapan aliran piroklastik. Kerucut vulkanik Anak Krakatau terdiri
atas kerucut vulkanik tua dan kerucut vulkanik muda yang masih aktif. Kerucut
vulkanik tua tidak menunjukkan kerucut yang sebenarnya karena bagian atas
kerucut menghilang oleh erupsi dan meninggalkan dinding kawah besar dan puncak
tertinggi 155,66 m dml. Dinding kawah ini terbuka ke arah tenggara, tetapi pada
1999 kerucut vulkanik tua dan kerucut aktif menyatu membentuk kerucut vulkanik
besar yang tersusun oleh perlapisan jatuhan piroklastik dan aliran lava. Sebelum itu,
kerucut aktif ini terbentuk di bagian tengah kawah kerucut tua dan puncak
tertingginya pada 1983 adalah 201,446 m. Akibat erupsi yang terjadi secara
periodik, pertumbuhan kerucut muda ini menjadi semakin besar dan menutupi
kerucut tua. Pada tahun 2000, kerucut muda ini mencapai tinggi 300 m dml.

Aliran lava mempunyai morfologi khusus yang terbentuk hampir kesemua


arah, terdiri atas beberapa aliran hasil kegiatan vulkanik tahun 1963, 1972, 1973,
1975, 1979, 1980 (Bronto, 1982), 1988, 1992, 1993 dan 1996 (Sutawidjaja, 1997).
Morfologi ini memperlihatkan berbagai bentuk permukaan kasar yang
mencerminkan bongkahan lava atau "aa" lava, tersebar dalam berbagai ukuran dan
umumnya memperlihatkan pola aliran yang jelas dan membentuk punggungan yang
membentang dari sumbernya ke arah pantai. Banyak dari aliran lava masuk ke laut
dan menambah besar pulau tersebut.
Morfologi pedataran menempati bagian timurlaut P. Sertung dan permukaannya di
beberapa tempat tingginya tidak lebih dari 5 m, tersusun atas material vulkanik
lepas dan pasir. Tepi barat dan timurlaut daerah ini seringkali berubah, karena
daerah ini mudah sekali diterpa ombak besar yang menyebabkan abrasi, terutama
pada musim angin barat.

3. SEJARAH ERUPSI

Meletusnya Gunung Krakatau yang memicu tsunami besar pada 1883 dan
menelan puluhan ribu korban jiwa ternyata bukan peristiwa erupsi terbesar gunung
yang tertanam di Selat Sunda ini. Jauh sebelumnya, Gunung Krakatau Purba pernah
meledak amat hebat. Efeknya konon sampai membelah Pulau Jawa dan melahirkan
Pulau Sumatra (Sumatera).

Tinggi Gunung Krakatau Purba lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut
dan memiliki lingkaran pantai mencapai 11 kilometer. Letusan pada abad ke-5 itu
berlangsung sekitar 10 hari dan memuntahkan material erupsi mencapai 1 juta ton
per detik. Kala itu, Selat Sunda belum ada dan Gunung Krakatau Purba masih
berdiri di Pulau Jawa.

Suhu udara yang terus-menerus mendingin pasca-erupsi Gunung Krakatau Purba


memicu mewabahnya penyakit sampar bubonic dan mengurangi jumlah penduduk
di berbagai tempat di dunia secara signifikan. Dikutip dari buku Disaster and
Human History (2009) karya Benjamin Reilly, iklim yang tidak menentu itu
menyebabkan maraknya wabah pes di sejumlah kawasan, terutama di Afrika bagian
timur, dan menimbulkan kerugian besar bagi manusia.

David Keys (2000) merumukan beberapa kesimpulan terkait letusan Gunung


Krakatau Purba. Salah satunya, ledakan tersebut berdaya sangat besar dan
mengguncang Jawa. Akibatnya, sebagian tanah ambles yang membentuk Selat
Sunda serta membelah sebagian Pulau Jawa yang melahirkan Pulau Sumatera.
Gunung Krakatau Purba hancur setelah erupsi dahsyat pada abad ke-5 itu dengan
menyisakan kaldera atau kawah besar di bawah laut. Tepi kawahnya membentuk
tiga pulau, yakni Pulau Rakata, Pulau Panjang (Pulau Rakata Kecil), dan Pulau
Sertung. Setelah itu, mulai terbentuk Gunung Krakatau baru yang kelak juga
meledak hebat serta hancur pada 1883. Di lokasi bekas berdirinya Gunung Krakatau
Purba dan Gunung Krakatau lanjutannya di Selat Sunda, lahirlah Gunung Anak
Krakatau yang kini sedang meningkat aktivitasnya dan sempat memicu tsunami
pada 22 Desember 2018 lalu.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Krakatau

https://www.geografi.org/2017/11/tipe-tipe-gunung-berapi.html

https://tirto.id/sejarah-erupsi-gunung-krakatau-purba-konon-membelah-jawa-sumatra-
dcEU

https://geograph88.blogspot.com/2013/06/tipe-lava-gunung-api.html

Anda mungkin juga menyukai