Anda di halaman 1dari 19

POLICY PAPER

Kebijakan Pengurangan Risiko


Bencana pada Kaum Marginal di
Kota Padang

Dibuat oleh:
LARA SHINTA (1910841003)
Jurusan Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Andalas
2021
RINGKASAN EKSEKUTIF

Policy paper ini disusun sebgai salah satu tugas mata kuliah Formulasi Kebijakan dan
Legal Drafting. Policy paper ini disusun dengan tujuan untuk membahas terkait kebijakan
pengurangan risiko bencana bagi kaum marginal di Kota Padang. Dimana Kota Padang sebagai
salah satu wilayah rawan bencana, seperti banjir, abrasi pantai, angin puting beliung, banjir rob,
longsor, kebakaran, gempa bumi dan tsunami. Apalagi Kota Padang sendiri pada 30 September
2009 yang lalu pernah terjadi gempa besar berkekuatan 7,6 SR yang terjadi akibat adanya
pelepasan energi di patahan Sumatera (sesar Semangko) melalui segmen Singkarak. Gempa
bumi yang terjadi mengakibatkan banyak kerusakan baik material maupun jiwa. Menurut data
Satkorlak PB, terdapat rincian 1.117 orang meninggal, 1.214 orang luka berat, 1.688 orang luka
ringan. Sedangkan 135.448 rumah yang rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang dan 78.604
rumah rusak ringan.

Akibat dari gempa besar 2009 tersebut muncul ancaman bencana baru di Kota Padang
sendiri yaitu likuefaksi yang merupakan fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau
agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran dari
gempa bumi atau perubahan ketegangan mendadak sehingga tanah padat berubah menjadi
cairan atau air berat. Likuefaksi ini sudah terdeteksi ada tiga wilayah di Kota Padang yaitu Ulak
Karang-Tabing, Lapai-Siteba, dan Lolong-Padang Baru. Oleha karena itu, masyarakat di Kota
Padang dan pemerinta juga diharapkan untuk waspada dan siap-siaga. Kesiap-siagaan tersebut
bukan hanya untuk likuefaksi tetapi juga bencana lain yang mungkin saja dapat terjadi kapan
saja. Pada policy paper ini menitik beratkan pada kaum marginal yang merupakan masyarakat
terpinggirkan, tidak menjadi perhatian baik masyarakat maupun pemerintah.

Mereka yang tergolong dalam masyarakat yang terpinggirkan yaitu orang miskin,
gelandangan, pemulung, kaum buruh dengan gaji rendah, anak jalanan, para penyandang cacat
(disabilitas), terjangkit penyakit HIV dan AIDS dan lainnya. Sedangkan ketika terjadi suatu
bencana kaum marginal lah yang akan mendapatkan dampak terbesar dari adanya bencana
tersebut. Untuk itu terdapat beberapa alternatif kebijakan terkait pengurangan risiko bencana
bagi kaum marginal di Kota Padang yaitu pertama, Pembentukan atau perumusan kebijakan
terkait pengurangan risiko bencana bagi kaum marginal di Kota Padang tentu menjadi
alternatif kebijakan utama. Adanya suatu kebijakan yang melandasi pengurangan risiko
bencana bagi kaum marginal ini maka akan menjadi penguat atau penyokong dalam melakukan
kegiatan atau program yang berkaitan dengan mitigasi bencana atau program terkait pengurang

1
risiko bencana bagi kaum marginal menjadi jelas. Kedua, Pembentukan Masyarakat
Tangguh Bencana yang ditujukan bagi kaum marginal atau masyarakat marginal yang
terinspirasi dari desa Tangguh bencana. Bahwa masyarakat dibentuk agar dapat memiliki
kemampuan mandiri untuk beradapktasi dan menghadapi berbagai macam ancaman bencana
serta dapat memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan mereka, jika
terkena bencana.

Ketiga, Penerapan Komunikasi Mitigasi Bencana sebagai tindakan yang harus


dilakukan terutama dilakukan kepada masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah rawan
bencana. Di mana pemerintah atau badan terkait menyiapkan masyarakat yang tinggal di
wilayah rawan bencana untuk bersiap menghadapi bencana dengan cara menyampaikan
informasi awal masalah tentang kebencanaan. Keempat, Pemberian Sosialisasi dan Pelatihan
bagi Masyarakat Kaum Marginal salah satu kebijakan pengurangan risiko bencana kaum
marginal dapat terlaksana dan mencapai keberhasilan. Dengan pemberian sosialisasi kepada
mereka maka mereka akan menjadi paham bagaimana tindakan atau langkah yang perlu diambil
setiap sebelum bencana, saat bencana sedang terjadi dan bahkan setelah terjadi bencana
sehingga risiko bencana terutama korban jiwa akibat ketidak tahuan akan hal yang dilakukan
dapat diminimalisir. Masyarakat akan sulit mempraktekannya jika hanya dijelaskan saja. Maka
dari itu perlu adanya pelatihan dan simulasi bencana bagi kaum marginal, karena pada biasanya
masyarakat akan lebih mudah ingat jika sudah pernah dipraktekan. Rekomendasi terhadap
pemerintah berupa peningkatakan kesejahteraan kaum marginal perkotaan melalui pemberian
pelatihan, peningkatan skill dan pemberian modal agar mereka lebih dapat hidup sejahtera.
Karena mitigasi atau program terkait pengurangan risiko bencana saja mungkin tidak cukup
selain dengan meningkatkan kesejahteraannya.

2
DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................ 1


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
DESKRIPSI MASALAH.................................................................................................. 7
ANALISIS.......................................................................................................................... 10
ALTERNATIF KEBIJAKAN.......................................................................................... 12
REKOMENDASI .............................................................................................................. 14
KESIMPULAN ................................................................................................................. 14
REFERENSI...................................................................................................................... 15
LAMPIRAN....................................................................................................................... 17

3
PENDAHULUAN

Bencana sebagai sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dapat mengancam dan
mengganggu kehidupan dan kegiatan masyarakat yang dapat disebabkan oleh adanya faktor
alam atau pun faktor non alam seperti manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kehilangan harta benda dan dampak psikologis atau mental
akibat bencana yang terjadi. Bencana sendiri tergabi menjadi tiga yaitu bencana alam, non alam
dan bencana sosial. tetapi bencana yang paling sering terjadi dan menelan korban jiwa maupun
material yaitu bencana alam. Bencana alam memang sering terjadi di Indonesia, karena terdapat
beberapa wilayah Indonesia yang dilewati oleh jalur The Ring of Fire atau cicin api yang
mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Jenis bencana alam yang sering terjadi yaitu mulai
dari bencana banjir, angin putting beliung, longsor, gunung api, gempa bumi, tsunami,
kekeringan dan abrasi pantai.

Bencana alam yang terjadi mengakibatkan gangguan dalam kehidupan manusia, banyak
kerugian yang dialami baik material maupun korban jiwa. Salah satu daerah di Indonesia yang
juga mengalami banyak bencana alam yaitu Provinsi Sumatera Barat. Sumatera Barat terletak
di pesisir barat di bagian tengah pulau Sumatera yang terdiri dari dataran rendah di pantai barat
dan dataran tinggi vulkanik yang dibentuk oleh Bukit Barisan. Provinsi ini memiliki daratan
seluas 42.297,30 km2 yang setara dengan 2,17% luas Indonesia. Dari luas tersebut, lebih dari
45,17% merupakan Kawasan yang masih ditutupi hutan lindung.

Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudra Hindia sepanjang
2.420.357 km dengan luas perairan laut 186.580 km2. Dan Kepulauan Mentawai yang terletak
di Samudra Hindia termasuk dalam provinsi ini. Iklim Sumatera Barat secara umum bersifat
tropis dengan suhu udara yang cukup tinggi yaitu antara 22,6 oC sampai 31,5 oC. Provinsi ini
juga dilalui oleh Garis Khatulistiwa, tepatnya di Bonjol, Pasaman. Terdapat 29 gunung yang
tersebar di 7 kabupaten dan kota di Sumatera Barat.

Sumatera Barat merupakan salah satu daerah rawan gempa di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena letaknya yang berada pada jalur patahan Semangko, tepat di antara
pertemuan dua lempeng benua besar, yaitu Eurasia dan Indo-Australia. Oleh karenanya,
wilayah ini sering antaranya adalah Gempa bumi 30 Septermber 2009 dan Gempa bumi
Kepulauan Mentawai 2010. Bencana alam yang sering terjadi di Kota Padang berupa gempa
bumi, bencana banjir juga sering muncul terutama di wilayah dataran rendah Kota Padang

4
sehingga ketika hujan deras sedikit saja maka air akan tergenang, bencana lainnya yang terjadi
yaitu banjir rob ketika air laut pasang karena wilayah Kota Padang yang berbatasan langsung
dengan laut. Kota Padang secara geografis berada di pertemuan patahan Lempeng Indo-
Australia dan Eurasia.

Pada 30 September tahun 2009 silam pernah terjadi gempa magnitudo dengan kekuatan
7,6 SR yang berpusat di Padang yang merupakan pusat atau ibu kota Provinsi Sumatera Barat.
Gempa tersebut terjadi akibat adanya pelepasan energi di patahan Sumatera (sesar Semangko)
melalui segmen Singkarak. Gempa bumi yang terjadi mengakibatkan banyak kerusakan baik
material maupun jiwa. Menurut data Satkorlak PB, terdapat rincian 1.117 orang meninggal,
1.214 orang luka berat, 1.688 orang luka ringan. Sedangkan 135.448 rumah yang rusak berat,
65.380 rumah rusak sedang dan 78.604 rumah rusak ringan.

Gempa Padang 2009 yang terjadi menimbulkan bencana baru khususnya bagi daerah
Kota Padang yaitu Ulak Karang-Tabing, Lapai-Siteba, dan Lolong-Padang Baru. Bencana yang
kemungkinan akan terjadi tersebut yaitu likuefaksi yang merupakan fenomena yang terjadi
ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya
tegangan, misalnya getaran dari gempa bumi atau perubahan ketegangan mendadak sehingga
tanah padat berubah menjadi cairan atau air berat. Dan menurut Hatta Putra, mahasiswa S2
Teknik Sipil UGM yang telah melakukan penelitian terhadap likuefaksi di Kota Padang.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa likuefaksi pernah terjadi di Kota


Padang pada saat gempa bumi tahun 2009, dan menurutnya hal tersebut terjadi akibat lempeng
Indo-Australia menuju Eurasi yang pergerakannya sekitar 5-7 cm per tahun, bagian barat
bergerak ke selatan dan bagian timur bergerak ke utara. Jika pergerakan segmen tersebut
berlangsung cukup lama, maka akan memicu terjadinya gempa besar dan likuefaksi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa Kota Padang memiliki potensi likuefaksi sehingga
pemerintah dan masyarakat harus waspada dan bersiap-siaga akan terjadinya hal tersebut dan
tidak disarankan untuk melakukan pembangunan didekat area-area yang berpotensi likuefaksi.

Proses pemulihan kembali Kota Padang beserta masyarakatnya akan dampak dari
adanya gempa bumi besar yang terjadi membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar
untuk membangun kembali Kota Padang, yang mana banyak gedung-gedung pemerintahan
serta fasilitas umum lainnya yang mengalami rusak berat. Selain itu upaya pemulihan juga
dilakukan terhadap trauma yang dialami oleh banyak masyarakat. Bencana alam memang
terjadi kapan pun dan dimana pun serta dapat menimpa siapa pun tanpa ada peringatan atau

5
lainnya. Walaupun pemerintah sendiri telah mempunyai lembaga atau institusi terkait dengan
penanggulangan bencana yaitu BNBP (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) tetapi tetap
yang namanya sebuah bencana tidak dapat diprediksi walaupun kita mengetahui tanda-
tandanya.

Oleh karena itu perlu adanya kegiatan mitigasi bencana yang diberikan kepada seluruh
masyarakat terutama yang berada di wilayah rawan bencana untuk dapat mengurangi adanya
dampak yang ditimbulkan terutama bagi masyarakat saat bencana terjadi serta dengan adanya
mitigasi bencana dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi resiko
bencana sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman. Mitigasi bencana sendiri
ialah definisi mitigasi menurut UU No. 24 tahun 2007 adalah “serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana”. Menurut Wardyanningrum (2014)
yang dikutip oleh Anita Yunia (2020), menyebutkan bahwa mitigasi merupakan tindakan
pencegahan berkelanjutan yang bertujuan untuk meminimalisir dampak risiko bencana, baik
terhadap harta benda maupun korban jiwa.

Bencana alam yang terjadi dapat menimpa siapa saja dan kapan saja, oleh sebab itu
sangat perlu adanya mitigasi atau kegiatan pra bencana yang perlu diketahui masyarakat agar
dapat meminimalisir atau menekan dampak dari adanya bencana. Pemerintah sendiri telah
membuat peraturan terkait penanggulangan bencana dan juga telah banyak program-program
terkait mitigasi bencana alam. Terkhususnya Kota Padang juga telah memiliki peraturan terkait
soal mitigais becana yaitu Pasal 1 ayat 6 PP No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana. Bencana bisa terjadi pada siapa saja termasuk kaum marginal yang
ada di Kota Padang.

6
DESKRIPSI MASALAH

Bencana yang terjadi sering memberikan dampak baik material bahkan korban jiwa.
Bencana alam terjadi bisa menimpa siapa saja tanpa pandang bulu, baik orang kaya atau kelas
atas bahkan orang susah sekalipun akan kena imbasnya. Masyarakat yang terdampak bencana
bukan hanya dari kalangan atas tetapi juga mereka kaum marginal. Apa sebenarnya kaum
marginal tersebut yang selalu disebutkan sebagai salah satu pihak yang terdampak dalam suatu
bencana bahkan yang paling sengsara akibat adanya bencana baik itu bencana alam maupun
bencana non alam.

Kata marjinal sendiri berasal dari bahasa inggris “marginal” yang berarti jumlah atau
efek yang sangat kecil, maksudnya marjinal adalah suatu kelompok yang jumlahnya sangat
kecil atau sebagai kelompok pra-sejahtera. Kaum marginal dapat dikatakan jarang atau tidak
pernah mendapatkan perhatian dari berbagai pihak bahkan dari masyarakat sendiri. Mereka
yang tergolong dalam masyarakat yang terpinggirkan yaitu orang miskin, gelandangan,
pemulung, kaum buruh dengan gaji rendah, anak jalanan, para penyandang cacat (disabilitas),
terjangkit penyakit HIV dan AIDS dan lainnya.

Mereka terpinggirkan karena tekanan ekonomi, sosial, budaya, dan politik termasuk
kebijakan dan program pemerintah yang tidak berpihak pada mereka dan suara serta akses
mereka untuk penentuan kebijakan atau pun dalam menyampaikan ekspresinya tidak diberikan
tempat. Ada beberapa kondisi yang membentuk kondisi struktural dari kaum marginal itu di
wilayah-wilayah perkotaan Indonesia yaitu pertama, karakter kebijakan kota yang
memprioritaskan pembangunan ekonomi dan investasi. Kedua, sedikitnya akses kelompok
sosial tertentu terhadap proses pengambilan keputusan, dan ketiga, kurangnya transparansi dan
keterbukaan dalam membuat dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan kota. Serta nasib
kaum marginal juga dipengaruhi oleh sikap pejabat pemerintahan. Ketika terjadi suatu bencana,
kelompok marginal lah yang akan mendapatkan dampak terbesar dari adanya bencana tersebut.

Oleh karena kaum marginal sering dipinggirkan dan tidak diperhatikan keadaan dan
kondisinya. Masyarakat miskin dan kaum marginal yang tinggal di kawasan rawan akan
menjadi pihak yang paling dirugikan, karena jumlah korban terbesar biasanya berasal dari
kelompok ini dan pemiskinan yang ditimbulkan oleh bencana sebagian besar akan menimpa
mereka. Apabila risiko masyarakat tidak dapat ditindaklanjuti secara cepat dan tepat,
dikhawatirkan akan memicu terjadinya krisis. Hal tersebut dikarenakan dana yang seharusnya

7
dapat digunakan untuk pembangunan nasional dan program-program pengentas kemiskinan
terpaksa dialihkan akibat adanya bencana sehingga yang seharunya pemerintah setidaknya
dapat mengurangi kemiskinan bagi kaum marginal tidak dapat terlaksana dan bahkan mereka
menjadi lebih sengsara ketika bencana terjadi.

Di Kota Padang sebagai daerah yang termasuk dalam wilayah rawan bencana seperti
gempa bumi pada tahun 2009 yang lalu, yang menghancurkan bangunan-bangunan besar dan
rumah-rumah masyarakat hingga rata dengan tanah serta korban jiwa akibat bencana tersebut.
Dampak dari bencana itu ialah kaum marginal sebagai masyarakat yang paling dirugikan karena
bagi masyarakat yang berada diluar kaum marginal, saat terjadi bencana mereka masih dapat
mengamankan asetnya sehingga dapat dijual ketika mereka membutuhkannya. Berbanding
terbalik dengan kaum marginal yang tidak dapat mengamankan aset karena tidak adanya aset
bagi mereka yang bisa dijual.

Masyarakat marginal Kota Padang termasuk dalam masyarakat marginal perkotaan


yang merupakan akibat dari adanya laju urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota)
yang tidak terbendung dan juga akibat dari langkanya peluang kerja produktif dari lembaga
pemerintahan ataupun swasta untuk masyarakat marginal. Sehingga mereka mencari sendiri
peluar kerja mandiri dengan menggunakan kemampuan seadanya yang dimiliki yang dapat
menopan kehidupan sehari-hari.

Mengingat wilayah Kota Padang yang berbatasan langsung dengan laut membuat resiko
akan dampak terjadinya bencana akan semakin besar karena banyak masyarakat yang
bermukim disekitaran pantai dan wilayah sibuk seperti perkantoran, sekolah, serta pasar yang
tidak begitu jauh dari pantai. Apalagi sesuai dengan yang sudah dijelaskan sebelumnya pada
bagian pendahuluan terkait bencana alam yang sering terjadi, bahkan akan terjadi di Kota
Padang terutama pada wilayah sekitaran atau di dekat pantai. Membuat pemerintah harus siap
terutama masyarakat yang tinggal di sekitaran pantai karena bencanan yang terjadi bukan
berarti hanya likuefaksi, tapi juga bencana lain yang bahkan tidak dapat diduga seperti gempa
besar dan tsunami.

Ada empat permasalahan pokok yang terdapat di desa Pesisir di Indonesia, yakni
tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir, tingginya kerusakan sumberdaya alam pesisir,
rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal dan
rendahnya infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan pemukiman. Keempat persoalan pokok
ini juga memberikan andil terhadap tingginya tingkat kerentanan terhadap bencana alam dan

8
perubahan iklim yang cukup tinggi pada desa-desa pesisir, terutama di wilayah pesisir pulau-
pulau kecil. Hal tersebut juga terjadi di daerah pesisir Kota Padang, walaupun tidak semua tetapi
terdapat beberapa seperti tingkat kemiskinan masyarakat pesisir yang tinggi dan lainnya.
Berikut presentase jumlah penduduk miskin kota padang pada tahun 2018-2020 yang
mengalami penurunan tetapi masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan kota lainnya.

Tabel Diagram. Presentasi Penduduk Miskin Kota Padang

Presentase Penduduk Miskin


5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2018 2019 2020
Kota Padang Kota Solok Kota Sawahlunto

Sumber: Data BPS Kota Padang

Presentasi diatas menunjukkan bahwa angka kemiskinan Kota Padang dalam bentuk
persen masih sangat tinggi dibandingkan dengan Kota Solok dan Kota Sawahlunto yang jauh
lebih rendah dari Kota Padang. Itu artinya masyarakat terpinggirkan atau kaum marginal masih
banyak dan menjadi tugas pemerintah khususnya Kota Padang untuk memerhatikan
kesejahteraan kehidupan mereka.

9
ANALISIS

Tingginya kemungkinan bencana alam yang akan terjadi di wilayah Sumatera Barat
terutama di Kota Padang sebenarnya telah ditangani oleh pemerintah dengan dikeluarkannya
peraturan terkait dengan penanggulangan bencana berupa melakukan mitigasi bencana yang
tertuang dalam PP No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Yang menjadi sorotan kebijakan tersebut tidak terlalu berjalan sebagaimana mestinya. Dimana
mitigasi bencana diberikan di sekolah-sekolah atau pendidikan formal artinya tidak semua
kalangan akan bisa mendapatkan informasi soal mitigasi bencana.

Bagaimana dengan kaum marginal yaitu mereka yang miskin dan terpinggirkan atau
kaum lainnya yang tergolong dalam kaum marginal, dimana mereka tidak dapat mengakses
atau pun mendapatkan informasi terkait dengan mitigasi bencana. Kondisi masyarakat marginal
sendiri apabila dibiarkan akan berdampak pada beberapa persoalan seperti (1) Semakin banyak
angka putus sekolah (drop out) dan buta huruf di kalangan mereka. (2) Semakin menurunya
kualitas SDM yang tidak sebanding dengan kuantitas SDM. (3) Semakin tingginya angka
pengangguran. (4) Semakin tingginya angka penyakit sosial masyarakat dan kerawanan sosial.
(5) Indeks kemajuan pendidikan di Indonesia akan tertinggal jauh dari negara-negara lain.

Itu artinya bahwa kaum marginal harus mendapatkan perhatian dari pemerintah akan
kemajuan atau perkembangan mereka sehingga tidak ada peningkatan kaum marginal, yang ada
penurunan kaum marginal yang juga akan berdampak positif bagi masyarakat lainnya dan juga
pemerintah sendiri. Yang paling utama ialah perhatian masyarakat dan juga yang utama dari
pemerintah terhadap kaum marginal dalam hal mitigasi bencana agar mereka yang selalu
mendapat dampak tersebesar dan paling dirugikan, supaya dapat teratasi sehingga mereka tidak
mendapat dampak yang paling besar atau dampak dapat diminimalisir ketika terjadi suatu
bencana baik bencana alam maupun bencana sosial lainnya.

Di Kota Padang sendiri belum ada penanganan akan sebuah kebijakan atau aturan terkait
dengan mereka kaum marginal yang ada hanya peraturan terkait pengurangan resiko bencana
bagi penyandang disabilitas di Kota Padang yang tertuang dalam Perda Kota Padang No. 3
Tahun 2015. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Nurul dan Dzikri Alhadi dari
mahasiswa UNP terkait dengan Implementasi Perda Kota Padang No. 3 Tahun 2015 dalam
pengurangan resiko bencana untuk penyandang disabilitas di Kota Padang menunjukkan hasil
bahwa dalam penerapan peraturan tersebut masih terdapat kendala yaitu berupa sarana dan

10
prasarana khusus disabilitas tidak ada, pendataan yang tidak dilakukan secara rutin, dan belum
adanya pelatihan khusus terkait mitigasi bencana bagi penyandang disabilitas.

Hal tersebut menunjukkan bahwa peraturan yang dibuat tidak terimplementasi dengan
baik dan sebagaimana mestinya. Jika peraturan yang sudah ada saja belum terlaksana dengan
baik, bagaimana dengan masyarakat marginal lainnya yang belum diperhatikan keberadaannya
terutama dalam hal mitigasi bencana yang seharunya mereka juga dapatkan, karena sampai saat
ini pemerintah terutama Kota Padang belum membentuk atau merumuskan kebijakan yang
khusus terkait dengan pengurangan risiko bencana bagi masyarakat marginal di Kota Padang.
Sehingga dapat mengurangi risiko bencana yang terjadi. Maka dari itu melalui policy paper ini,
pemerintah Kota Padang seharusnya membuat kebijakan terkait pengurangan risiko bencana
pada kaum marginal di Kota Padang.

11
ALTERNATIF KEBIJAKAN

Dari adanya analisis permasalahan yang telah dilakukan maka dalam policy paper ini
akan memberikan alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana
terhadap kaum marginal atau masyarakat marginal di Kota Padang sebagai daerah yang
termasuk rawan bencana.

A. Pembentukan dasar Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana bagi Kaum


Marginal di Kota Padang

Pembentukan atau perumusan kebijakan terkait pengurangan risiko bencana bagi kaum
marginal di Kota Padang tentu menjadi alternatif kebijakan utama. Adanya suatu kebijakan
yang melandasi pengurangan risiko bencana bagi kaum marginal ini maka akan menjadi
penguat atau penyokong dalam melakukan kegiatan atau program yang berkaitan dengan
mitigasi bencana atau program terkait pengurang risiko bencana bagi kaum marginal menjadi
jelas. Adanya peraturan juga akan memungkinkan pemerintah untuk menyisipkan dana pada
RAPBD sehingga pelaksanaan pemberdayaan masyarakat kaum marginal semakin dapat
tercapai dan dapat terlaksana.

B. Pembentukan Masyarakat Tangguh Bencana


Salah satu alternatif kebijakan ini yaitu program masyarakat tanggunh bencana yang
ditujukan bagi kaum marginal atau masyarakat marginal yang terinspirasi dari desa Tangguh
bencana. Bahwa masyarakat dibentuk agar dapat memiliki kemampuan mandiri untuk
beradapktasi dan menghadapi berbagai macam ancaman bencana serta dapat memulihkan diri
dengan segera dari dampak bencana yang merugikan mereka, jika terkena bencana. Dengan hal
tersebut, artinya masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana khususnya masyarakat kaum
marginal memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman bencana yang mungkin terjadi
diwilayah mereka dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk dapat mengurangi
kerentanan dan meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana yang akan terjadi.

C. Penerapan Komunikasi Mitigasi Bencana


Penerapan komunikasi mitigasi bencana merupakan tindakan yang harus dilakukan
terutama dilakukan kepada masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah rawan bencana. Di
mana pemerintah atau badan terkait menyiapkan masyarakat yang tinggal di wilayah rawan
bencana untuk bersiap menghadapi bencana dengan cara menyampaikan informasi awal
masalah tentang kebencanaan. Komunikasi mitigasi bencana dapat dilakukan dari sosialisasi

12
langsung, melalui media, baik cetak atau elektronik dan simulasi teknis kebencanaan. Hal ini
dapat dilakukan kepada kaum marginal untuk dapat meminimalisir risiko bencana yang akan
terjadi terutama pemberian informasi secara langsung.

Mengingat tidak semua kaum marginal dapat mengakses atau menemukan informasi
melalui media cetak atau elektronik. Komunikasi mitigasi bencana ini merupakan inti dari
keberhasilan sebuah mitigasi bencana. Tentu sebelum hal ini dilakukan perlu sosialisasi dan
pengenalan kepada kaum marginal soal komunikasi mitigasi bencana tersebut apa dan tujuan
serta berguna untuk apa. Sehingga ketika masyarakat sudah paham akan istilah komunikasi
mitigasi bencana sebagai pemberian informasi mengenai kondisi atau suatu hal terkait bencana
dan pemberian informasi mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh masyarakat, maka
komunikasi mitigasi bencana ini dapat terlaksana dengan baik.

D. Pemberian Sosialisasi dan Pelatihan bagi Masyarakat Kaum Marginal


Pemberian sosialisasi dan pelatihan terkhusus bagi masyarakat kaum marginal adalah
salah satu kunci agar kebijakan pengurangan risiko bencana kaum marginal dapat terlaksana
dan mencapai keberhasilan. Mengingat masyarakat marginal adalah mereka yang terpinggirkan
dan tidak terlalu menjadi perhatian baik masyarakat dan juga pemerintah, serta kehidupan yang
susah membuat tingkat pengetahuan dan pendidikan mereka sangat rendah. Sehingga
informasi-informasi terkait mitigasi bencana, sudah pasti tidak akan mereka pahami dan
mengerti karena kemiskinan yang terjadi.

Pemerintah pun juga tidak memberikan informasi kepada mereka yang memiliki
keterbatasan dalam mendapatkan informasi terutama terkait mitigasi bencana. Oleh karena itu,
dengan pemberian sosialisasi kepada mereka maka mereka akan menjadi paham bagaimana
tindakan atau langkah yang perlu diambil setiap sebelum bencana, saat bencana sedang terjadi
dan bahkan setelah terjadi bencana sehingga risiko bencana terutama korban jiwa akibat ketidak
tahuan akan hal yang dilakukan dapat diminimalisir. Melakukan sosialisasi saja sudah pasti
tidak cukup karena kebanyakan masyarakat akan sulit mempraktekannya jika hanya dijelaskan
saja. Maka dari itu perlu adanya pelatihan dan simulasi bencana bagi kaum marginal, karena
pada biasanya masyarakat akan lebih mudah ingat jika sudah pernah dipraktekan.

13
REKOMENDASI

Alternatif kebijakan diatas akan semakin dapat terlaksana dengan lebih baik apabila
kaum marginal yang ada berkurang dan memiliki kehidupan lebih sejahtera sehingga ketika
mereka terdampak bencana, mereka dapat menyelamatkan asetnya jika mereka telah memiliki
kehidupan yang sejahtera. Serta perhatian pemerintah juga bukan hanya terletak pada
pengurangan risiko bencana bagi kaum marginal saja tetapi perhatian pemerintah harus tertuju
pada bagaimana meningkatkan kesejahteraan kaum marginal yang ada di perkotaan terkhusus
di Kota Padang. Apalagi jumlah angka kemiskinan yang mungkin akan terus bertambah pada
saat pandemi Covid-19 ini.

Yang mana untuk itu Pemerintah seharusnya dapat memberikan pelatihan terkait
pengembangan skill atau kemampuan lainnya agar mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih
layak sehingga kesejahteraan hidup mereka juga lebih meningkat dan terjamin. Selain itu,
pemerintah juga dapat memberikan mereka modal usaha agar mereka dapat mengembangkan
usahanya atau membuka usaha baru yang lebih baik sehingga mendapatkan penghasilan lebih
dan kehidupan mereka yang lebih sejahtera. Sehingga mereka kaum marginal dapat
berkembang dan merubah hidupnya serta dapat keluar dari kategori kaum marginal atau
setidaknya tidak berada pada posisi atau golongan masyarakat yang sangat rendah.

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa selain dari adanya tindakan yang berupaya untuk dapat
mengurangi risiko bencana bagi kaum marginal seperti regulasi, mitigasi dan lainnya. Perlu
adanya tindakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan kaum marginal perkotaan,
sehingga kehidupan mereka dapat lebih layak dan lebih sejahtera. Bisa dilakukan dengan
pemberian pelatihan keterampilan, peningkatan skill, dan dapat diberikan modal usaha.
Pasalnya pemerintah masih kurang memberikan perhatian kepada kaum marginal terkhusus di
Kota Padang. Jadi ketika pemerintah memperhatikan kaum marginal, setidaknya yang
tergolong pada kaum marginal tidak putus sekolah dan tidak rendah pengetahuan. Kaum
marginal yang ada juga tidak menganggur dan bekerja dengan skill atau keterampilan yang
lebih berkualitas sehingga penghasilan yang dimiliki juga dapat bertambah. Intinya ketika
pemerintah mulai memperhatikan kaum marginal tentu kesejahteraan hidup mereka juga akan
berubah dan perhatian pemerintah akan kaum marginal yang selalu mendapat dampak terbesar
dari adanya bencana dapat dikurangi.

14
REFERENSI

Admin Akatiga. “Kelompok Marjinal di Perkotaan: Dinamika, Tuntutan, dan Organisasi”.


Akatiga.org. 11 Februari 2009. (https://www.akatiga.org/language/id/kelompok-
marjinal-di-perkotaan-dinamika-tuntunan-dan-organisasi-2/, diaksesk pada 17
Desember 2021).

Alfarizi, Moh Khory. “Potensi Likuefaksi di Padang: Pernah Terjadi saat Gempa 2009”.
Tempo.co. 30 September 2019. (https://tekno.tempo.co/read/1253969/potensi-
likuefaksi-di-padang-pernah-terjadi-saat-gempa-2009, diakses pada 17 Desember
2021).

BPS. 2021. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Kota Padang.

BPBD. 2019. Mengenang Gempa 2009 di Kota Padang. Badan Penanggulangan Bencana
Daerah, Kota Padang.

Diana, Yus. “Dilema Kaum Marjinal”. Kompasiana.com. 3 November 2013.


(https://www.kompasiana.com/dianay/552e5b396ea83493518b4589/dilema-kaum-
marjinal, diakses pada 17 Desember 2021).

Fatdri, Nurul Al dan Dzikri Alhadi. 2020. Implementasi Perda Kota Padang No. 3 Tahun 2015
Dalam Pengurangan Resiko Bencana Bagi Penyandang Disabilitas Di Kota Padang.
Jurnal of Multidicsiplinary Research and Development, Vol.2, No. 2:117-122.

Habibullah. 2013. Kebijakan Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas: Kampung Siaga


Bencana dan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. Jurnal Informasi, Vol. 18, No. 2:133-
150.

Hendriyanto, Agoes dan Nimas Permata P. 2017. Menuju Desa Tangguh Bencana (Di Desa
Sirnoboyo). Jurnal Tranformasi, Vol. 13, No. 1:1-3.

Kalsel, MC. “Kaum Marginal Jadi Sasaran Program Peduli”. Infopublik.id. 12 April 2017.
(https://infopublik.id/read/197646/kaum-marginal-jadi-sasaran-program-peduli.html,
diakses pada 17 Desember 2021).

Linnas, Khoirunnas Anfa’uhum. “Rekomendasi Kebijakan Upaya Mitigasi Bencana”.


Geoenviron.com. 02 Juli 2012. (http://geoenviron.blogspot.com/2012/07/rekomendasi-
kebijakan-upaya-mitigasi.html, diakses pada 17 Desember 2021).

15
Mahmuda, Mardan dan Buhkhari. 2020. Dakwah Pada Masyarakat Marginal Perkotaan (Studi
Kasus Kota Padang). Jurnal At-Taghyir, Vol. 2, No. 2: 183-205.

“Memberdayakan Kelompok Marjinal dalam Pembangunan Desa”. Caritra.org. 15 Juli 2020.


(https://www.caritra.org/2020/07/15/memberdayakan-kelompok-marjinal-dalam-
pembangunan-desa/, diakses pada 17 Desember 2021).

PTA. “Mitigasi Bencana”. PTA.go.id. 17 Desember 2021. (https://www.pta-


padang.go.id/pages/mitigasi-bencana, diaksesk pada 17 Desember 2021).

Roskusumah, Titan. 2013. Komunikasi Mitigasi Bencana oleh Badan Geologi Kesdm Di
Gunung Api Merapi Prov. D.I. Yogyakarta. Jurnal Kajian Komunikasi, Vol. 1, No. 1:
59-68.

Sabat, Olivia. “ Pernah Dengar Mitigasi Bencana? Ini Pengertian & 10 Langkahnya”.
Detik.com. 28 September 2021. (https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-
5743168/pernah-dengar-mitigasi-bencana-ini-pengertian--10-langkahnya, diakses
pada 17 Desember 2021).

Syafarud, Laila. “ Menilik Potensi Likuefaksi di Kota Padang”. Antaranews.com. 30 Januari


2020. (https://www.antaranews.com/berita/1272385/menilik-potensi-likuefaksi-di-
kota-padang, diaksesu pada 17 Desember 2021).

Wikipedia. “Sumatera Barat”. Wikipedia, ensiklopedia gratis. 20 Mei 2021.


(https://id.wikipedia.org/wiki/Sumatra_Barat, diakses pada 17 Desember 2021).

Yunia, Anita, Jannette MP, Diandra Forceila, Lystia Ivana. 2020. Program Berbasis Masyarakat
dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana di Kabupaten Pandeglang. Jurnal of
Comunication Studies, Vol. 7, No.2:172-189.

16
LAMPIRAN

Peta tentang sejumlah lokasi yang terdampak likuefaksi di Padang

Kabupaten/Kota Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota


di Sumatera Barat (Persen)
2018 2019 2020
Kab. Kep. Mentawai 14.44 14.43 14.35
Kab. Pesisir Selatan 7.59 7.88 7.61
Kab. Solok 8.88 7.98 7.81
Kab. Sijunjung 7.11 7.04 6.78
Kab. Tanah Datar 5.32 4.66 4.40
Kab. Padang Pariaman 8.04 7.10 6.95
Kab. Agam 6.76 6.75 6.75
Kab. Lima Puluh Kota 6.99 6.97 6.86
Kab. Pasaman 7.31 7.21 7.16
Kab. Solok Selatan 7.07 7.33 7.15
Kab. Dharmasraya 6.42 6.29 6.23
Kab. Pasaman Barat 7.34 7.14 7.04
Kota Padang 4.70 4.48 4.40
Kota Solok 3.30 3.24 2.77
Kota Sawahlunto 2.39 2.17 2.16
Kota Padang Panjang 5.88 5.60 5.24
Kota Bukittinggi 4.92 4.60 4.54

17
Kota Payakumbuh 5.77 5.68 5.65
Kota Pariaman 5.03 4.76 4.10
Provinsi Sumatera Barat 6.65 6.42 6.28

18

Anda mungkin juga menyukai