Anda di halaman 1dari 122

LAPORAN

MUSYAWARAH MASYARAKAT KOMUNITAS 1

OLEH:
KELOMPOK E

Nadiya Ayu Nopihartati (2241312038)


Intan Putri Andriani (2241312039)
Yuni Mellianti (2241312040)
Endriani Gusni (2241312012)
Sucika Apreliza (2241312011)
Putri Mulyani (2241312081)
Aisyah Mardiah Fezani (2241312013)
Yulia Mustika Sari (2241312008)
Olga Mulyanes (2241312097)
Agesty Dwiriani Putri (2241312016)
Oktaghina Jennisya (2241312026)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
b

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa mengancam dan


menganggu kehidupan masyarakat disebabkan faktot alam ataupun non alam,
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Lansantika,
2022). Bencana juga diartikan sebagai gangguan serius yang terjadi dan
berdampak tidak berfungsinya tatanan kehidupan di suatu komunitas atau
masyarakat (Heylin, 2015).

Negara Indonesia secara geografis berada di antara dua benua dan


samudera serta di lewati oleh garis khatulistiwa, dimana merupakan salah satu
wilayah yang berpotensi terjadi bencana. Secara tektonik Negara Indonesia
terletak pada pertemuan lempeng besar dunia dan beberapa lempeng kecil
(microblocks) menyebabkan Indonesia berpotensi mengalami banyak kejadian
gempa bumi. Negara Indonesia juga dikelilingi oleh empat lempeng utama, yaitu
Lempeng Eurasia, Lempeng Laut Filipina, Lempeng Indo-Australia, dan
Lempeng Pasifik (Tim Pusat Studi Gempa Nasional, 2017).

Indonesia memiliki beberapa patahan yang cukup besar seperti patahan


Semangko di Sumatera, patahan Palukoro di Sulawesi, dan patahan Sorong di
Papua dan Maluku. Pengaruh dari aktifitas patahan tersebut salah satunya adalah
gempa bumi (BNPB, 2016). Maka dari itu data menunjukkan Indonesia adalah
salah satu negara yang memiliki tingkat gempa bumi tertinggi di dunia, bahkan
lebih dari 10 kali lipat dari tingkat gempa bumi di Amerika Serikat (Pribadi &
Ayu, 2009).

Bencana gempa bumi merupakan kejadian yang tidak dapat dihindari dan
terjadi secara mendadak. Dalam 10 tahun terakhir DIBI (2020) mencatat terjadi
187 gempa bumi dengan kategori bencana dan sebanyak 9 kali tsunami yang
berdampak terhadap 1 juta lebih jiwa. Fasilitas umum yang paling banyak

1
b

mengalami kehancuran adalah fasilitas pendidikan yaitu mencapai 13.696 unit. Di


Indonesia pada tahun 2018 terjadi dua gempa bumi besar yang memakan banyak
korban jiwa, yaitu gempa berkekuatan 6,9 skala Richter di Lombok Timur, NTB
yang memakan korban jiwa sebanyak 390 korban meninggal dunia, 1.447 korban
luka-luka, dan 352.793 orang mengungsi. Kemudian gempa di Palu, Donggala,
dan Sigi dimana memakan 2.037 korban jiwa (BMKG, 2020).

Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi 5


provinsi tertinggi kejadian bencana Kondisi ini disebabkan karena geografis
Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan sehingga beresiko terhadap
bencana, dan Kota Padang menjadi urutan pertama daerah yang paling beresiko
tinggi (BNPB, 2014). Patahan besar Sumatera (sumatera great fault) yang masih
aktif akan selalu mengancam kawasan itu apabila terjadi pergeserasan di zona
patahan tersebut.

Provinsi Sumatera Barat pernah mengalami gempa bumi pada tahun 2009
yang cukup kuat yaitu dengan kekuatan 7,6 SR di lepas pantai Sumatera Barat
pada tanggal 30 September 2009. Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera
sekitar 50 km barat laut Kota Padang. Menurut Satkorlak PB pada tahun 2009
korban tewas sebanyak 1.117 orang, korban luka sebanyak berat mencapai 1.214
orang, korban luka ringan 1.688 orang, dan korban hilang sebanyak 1 orang.
Gempa ini menyebabkan kerusakan yang parah di beberapa wilayah di Sumatera
Barat. Sebanyak 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, dan
78.604 rumah rusak ringan. Pada tahun 2022 ini terjadi gempa bumi di Pasaman
Barat dengan kekuatan 6,1 SR yang menyebabkan korban jiwa dan sebanyak
7.186 jiwa mengungsi akibat gempa yang dirasakan (BNPB, 2022).

BPBD Kota Padang mengatakan bahwa kota Padang diapit oleh dua
patahan gempa, yaitu patahan Semangko dan patahan Megathrust. Selama
sepuluh tahun (2009- 2019) terdapat 3 gempa besar mengguncang Kota Padang
yang mengakibatkan 386 jiwa meninggal dunia, 1.219 jiwa luka-luka dan 3.547
kerusakan pada fasilitas pendidikan (DIBI, 2020). Gempa bumi mengguncang
Kota Padang dan sekitarnya pada tanggal 30 September 2009 berkekuatan 7,9

2
b

skala Richter mengakibatkan banyak korban jiwa, jumlah korban jiwa di Kota
Padang sendiri sebanyak 385 jiwa meninggal dunia dan
1.216 jiwa luka-luka.
Kelurahan Parupuk Tabing merupakan salah satu kelurahan yang terdapat
di Kota Padang. Kelurahan Parupuk Tabing berada pada pesisir pantai Sumatra
yang termasuk dalam kategori daerah rawan terhadap beberapa bencana seperti
gempa bumi, tsunami, banjir (Neflinda dkk, 2019). Berdasarkan hasil survey yang
mahasiswa lakukan pada RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing didapatkan bahwa
daerah ini memiliki potensi bencana terbanyak yaitu gempa bumi, banjir dan
tsunami. Akan tetapi berdasarkan hasil survey kuesioner didapatkan bahwa
tingkat pemahaman masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana masih rendah.
Maka dari itu, disini mahasiswa profesi keperawatan universitas andalas ingin
mengaplikasikan segala yang telah dipelajari sehingga masyarakat RW 01 dapat
mengetahui tentang kesiapsiagaan bencana di RW 01 kelurahan Parupuk Tabing.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka kami mengangkat rumusan


masalah “Bagaimana Kesiapsiagaan Bencana Gempa dan Tsunami di RW 01
Kelurahan Parupuk Tabing”.

C. Tujuan

a. Tujuan Umum

Mengatahui tingkat kesiapsiagaan bencana gempa bumi, dan tsunami


pada RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing.

b. Tujuan Khusus
• Memberikan informasi tentang data-data bencana yang terdapat RW 01
Kelurahan Parupuk Tabing.
• Menjelaskan bencana yang terdapat di RW 01 Kelurahan Parupuk
Tabing berdasarakan data-data yang sudah dikumpulkan

3
b

D. Manfaat
a. Bagi Masyarakat
Diharapakan laporan hasil kegiatan ini dapat dijadikan pedoman dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan kedepannya guna
mengatasi masalah kesiapsiagaan bencana di RW 01 Kelurahan Parupuk
Tabing.
b. Bagi Pihak Terkait (Lintas Program dan Sektoral)
Diharapakan laporan hasil kegiatan ini dapat dijadikan data maupun bahan
untukmenyusun program kerja dan kebijakan dalam bidang kebencanaan di
masa yang akan datang.
c. Bagi institusi pendidikan
Diharapakan laporan hasil kegiatan ini menjadi bahan perbandingan untuk
mahasiswa profesi yang akan menjalankan siklus keperawatan bencana
berikutnya dan menjadi bahan evaluasi.

4
b

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Teori

a. Definisi Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa mengancam dan


menganggu kehidupan masyarakat disebabkan faktot alam ataupun non
alam, maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Lansantika, 2022). Undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
oleh faktor alam dan/atau faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampak psikologis.

b. Jenis-Jenis Bencana Alam

Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam. Jenis-jenis bencana
alam menurut (Lansantika, 2022) diantaranya adalah :

a) Gempa bumi

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi


dipermukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukkan antar lempeng
bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api, atau runtuhan batuan.

b) Letusan gunung api

Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas


vulkanik berupa awan panas, lontaran istilah “erupsi”. Bahaya
letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material
(pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami, dan banjir lahar.

5
b

c) Tsunami

Tsunami adalah rangkaian gelombang laut dengan periode


panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impluisif dari dasar laut.
Tsunami dapat disebabkan oleh gempa bumi diikuti dengan
dislokasi/perpindahan masa tanah/batuan yang sangat bear di bawah
air laut/danau, tanah longsor di dalam laut, letusan gunung api di
bawah laut atau gunung api pulau. Kecepatan tsunami sekitar25-100
km/jam di dekat pantai, bahkan hingga lebih 800 km/jam di laut
dalam, ketinggian air tsunami bisa mencapai 5-40 meter.

d) Tanah longsor

Tanah longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah


atau batuan, ataupun pencapuran keduanya, menuruni atau keluar
lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun
lereng.

e) Banjir

Banjir merupakan peristiwa atau keadaan dimana


terendamnya suatu daerah atau daratan karna volume air yang
meningkat.

f) Kekeringan

Kekeringan adalah hubungan antara kesediaan air yang jauh


di bawah kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan
lingkungan.

g) Angin topan atau Badai

Angin topan atau badai merupakan pusaran angin kencang


dengan kecepatan angin120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di
wilayah tropis di antara garis balik utara dan selatan, kecuali di
daerah-daerah yang sangat dekat dengan khatulistiwa.

h) Kebakaran hutan dan lahan

Perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik


yang menyebabkan kurang berfungsinya hutan atau lahan dalam

6
b

menunjang kehidupan yang berkelanjutan sebagai akibat dari


penggunaan api yg tidak terkendali maupun faktor alam yang dapat
mengakibatkan terjadinya kebakaan hutan atau lahan.

c. Dampak Bencana

Dampak bencana secara psikologis dapat terjadi pada semua


kalangan usia, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, hingga
lansia. Dampak bencana secara umum berkaitan dengan kesehatan,
kehidupan sosial, ekonomi, kehidupan keagamaan, dan psikologis.
Dampak secara psikologis dapat berupa stres pasca trauma, penghayatan
terhadap pengalaman selama terjadinya bencana, berkurangnya
dukungan sosial, kurang optimalnya kemampuan menyesuaikan diri
terhadap perubahan yang terjadi, berkurangnya penghargaan diri yang
dimiliki, hingga berkurangnya pengharapan yang positif. Dampak
bencana dapat diminimlisir dengan melakukan upaya pencegahan
bencana yang disebut mitigasi bencana (Dewi, 2019).

2. Tahapan Bencana

Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-


disaster, tahap serangan atau saat terjadi bencana (impact),
tahapemergency dan tahap rekonstruksi (Kurniyanti, 2012).

a. Tahapan Pra Disaster

Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya
mulai saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact.
Tahap ini dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis
karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap
terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan
kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah
besarnya korban saat menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan
kepada masyarakat pada tahap pra bencana. Dengan pertimbangan
bahwa, yang pertama kali menolong saat terjadi bencana adalah
masyarakat awam atau awam khusus (first responden), maka
masyarakat awam khusus perlu segera dilatih oleh pemerintah

7
b

kabupatenkota. Latihan yang perlu diberikan kepada masyarakat awam


khusus berupa : Kemampuan minta tolong, kemampuan menolong diri
sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat, memberikan pertolongan
serta melakukan transportasi. Peran tenaga kesehatan dalam fase Pra
Disaster adalah :

1) Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang


berhubungan denganpenanggulangan ancaman bencana untuk tiap
fasenya.

2) Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah,


organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-
lembaga kemasyarakat dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi bencana kepada masyarakat.

3) Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatanuntuk


meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana
yang meliputi hal-hal berikut ini :

a) Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana

b) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong


anggota keluarga yang lain

c) Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor


telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan
ambulance.

b. Tahapan Bencana (Impact)

Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase),


waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau
bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai
serang berhenti. Waktu serangan yang singkat misalnya : serangan angin
puting beliung, serangan gempa di Jogyakarta atau ledakan bom,
waktunya hanya beberapa detik saja tetapi kerusakannya bisa sangat
dahsyat. Waktu serangan yanglama misalnya : saat serangan tsunami di
Aceh terjadi secara periodik dan berulang-ulang, serangan semburan
lumpur lapindo sampai setahun lebih bahkan sampai sekarang belum

8
b

berhenti yang mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat besar. Peran


tenaga kesehatan pada fase Impact adalah bertindak cepat.

a) Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan


apapun secara pasti dengan maksud memberikan harapan yang
besar pada korban selamat

b) Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan

c) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap


kelompok yang menanggulangi untuk setiap kelompok yang
menanggulangi terjadinya bencana

3. Tahapan Emergency

Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang


pertama, bila serangan bencana yang pertama, bila serangan bencana terjadi
secara periodik seperti di Aceh dan semburan lumpur Lapindo sampai
terjadinya rekonstruksi. Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Pada tahap emergensi ini, korban memerlukan
bantuan dari tenaga medis spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat, awam
khusus yang terampil dan terseftifikasi. Diperlukan bantuan obat-obatan,
balut bidai dan alat evakuasi, alat transportasi yang efisien dan efektif, alat
komunikasi, makanan, pakaian dan lebih khusus pakaian anak-anak,
pakaian wanita terutama celana dalam, BH, pembalut wanita yang kadang
malah hampir tidak ada. Diperlukan mini hospital dilapangan, dapur umum
dan manajemenperkemahan yang baik agar kesegaran udara dan sanitasi
lingkungan terpelihara dengan baik.

Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency adalah :

a) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan


sehari-hari.

b) Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenagaan kesehatan harian

c) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan


penanganan kesehatan di RS

d) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian

9
b

e) Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanankhusus


bayi, peralatan kesehatan

f) Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit


menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya

g) Mengidentifikasi raksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,


depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi
diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia,
fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)

h) Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat


dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi
bermain.

i) Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh parapsikolog


dan psikiater

j) Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan


kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

4. Tahap Rekonstruksi

Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti
sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada
tahap rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang
lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu
melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re- orientasi nilai-nilai dan
norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab.Dengan melakukan
rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap
kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana.
Situasi ini seharusnya bisa dijadikan momentum olehpemerintah untuk
membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun,
lebih cerdas hidupnya, lebih memiliki daya saing di dunia internasional.
Hal ini yang nampaknya kita rindukan, karena yang seringkali kita baca dan
kita dengar adalah bencana dan saling tunggu antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat.

10
b

Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah :

• Tenaga tenaga kesehatan pada pasien post traumatic stress disorder


(PTSD)

• Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait


bekerjasama dengan unsur lintas sector menangani masalah kesehatan
masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan
(Recovery) menuju keadaan sehat dan aman

5. Respon Individu Terhadap Bencana

Dampak psikologis yang diakibatan bencana sangat bervariasi.


Faktor keseimbangan yang mempengaruhi respons individu terhadap krisis
adalah persepsi terhadap kejadian, system pendukung yang memiliki dan
mekanisme koping yang digunukan. Reaksi emosi dapat diobsevasi dari
individu yang menjadi korban. Ada 3 tahapan reaksi emosi yang dapat
terjadisetelah bencana:

Reaksi individu segera (24 jam) setelah bencana adalah:

a) Tegang, cemas, panic

b) Terpaku, syok, tidak percaya

c) Gembira atau euphoria, tidak terlalu merasa menderita

d) Lelah, bingung

e) Gelisah, menangis, menarik diri

f) Merasa bersalah.

Reaksi ini masih termasuk reaksi normal terhadap situasi yang


abnormal dan memerlukan upaya pencegahan primer

a) Minggu pertama sampai ketiga setelah bencana

b) Ketakutan, waspada, sensitive, mudah marah, kesulitan tidur

c) Khawatir, sangat sedih

d) Mengulang-ulang kembali (fleshback) kejadian

11
b

e) Bersedih

Reaksi positif yang masih dimiliki: berharap atau berfikir tentang


masa depan, terlibatdalam kegiatan menolong dan menyelamatkan

a. Menerima bencana sebagai takdir

Kondisi ini masih termasuk respon yang membutuhkan tindakan


psikososial minimal.

b. Lebih dari minggu ketiga setelah bencana

Reaksi yang diperlihatkan dapat menerapakan dan dimanifestasikan


dengan:

• Kelelahan

• Merasa panic

• Kesedihan terus berlanjut, pesimis dan berfikir tidak realistis

• Tidak beraktivitas isolasi dan menarik diri

• Kecemasan yang dimanifestasikan dengan palpitasi, pusin g, letih,


mual, sakit kepala,dll.

Pada sebagian korban bencana yang selamat dapat mengalami


gangguan mental akut yang timbul dari beberapa minggu hingga
berbulan-bulan sesudah bencana. Beberapa bentuk gangguan tersebut
antara lain reaksi akut terhadap stress, berduka dan berkabung.
Gangguan mental yang terdiagnosis, gangguan penyesuaian. Kondisi ini
membutuhkan bantuan psikososial dari tenaga kesehatan professional.

6. Kelompok Rentan Bencana

Memahami secara utuh batasan tentang bencana dan fokus


konseptual penanggulangan bencana adalah manusia yang potensial sebagai
korban, maka dua hal mendasar yang perlu menjadi fokus utama adalah
mengenali kelompok rentan (vulnerable group) dan meningkatkan
kapasitas masyarakat sebagai subjek penyelenggaraan penanggulangan
bencana.

12
b

Kerentanan adalah suatu perilaku atau keadaan manusia yang


menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman dari
potensi bencana untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan
menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan ini bias ditimbulkan oleh
berbagai macam penyebab yang mana mencakup kerentanan fisik, ekonomi,
sosial, dan perilaku.

Dalam undang-undang penanggulangan bencana pasal 55 dan


penjelasan pasal 26 ayat 1, disebutkan bahwa masyarakat rentan bencana
adalah masyarakat yang memerlukan bantuankarena keadaan yang dihadapi
seperti bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, penyandang cacat,
dan lanjut usia.Secara umum, kerentanan masyarakat dalam menghadapi
bencana dapat dikelompokkan menjadi berikut:

1) Kerentanan Fisik

Kerentanan masyarakat dalam menghadapi ancaman dalam bahaya


tertentu, seperti kekuatan bangunan rumah untuk masyarakat yang
tinggal di daerah yang rawan bencana.

2) Kerentanan Ekonomi

Kemampuan ekonomi masyarakat dalam pengalokasian sumber


daya untuk pencegahan atau mitigasi dalam penanggulangan bencana.
Pada umumnya, masyarakatyang kurang mampu lebih beresiko terhadap
bahaya karena tidak punya kemampuan finansial yang memadai dalam
melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.

3) Kerentanan Sosial

Suatu kondisi sosial dimana ancaman dan resiko bencana pada


masyarakat dilihat dari aspek pendidikan dan pengetahuan.

4) Kerentanan Lingkungan

Suatu keadaan dimana ancaman dan resiko bencana dilihat dari


lingkungan disekitar tempat tinggal masyarakat. Misalnya masyarakat
yang tinggal di lereng pegunungan atau lereng bukit lebih rentan terhadap

13
b

ancaman bencana tanah longsor, sedangkan masyarakat yang berada di


daerah yang sulit mendapatkan air akan rentan terhadap bencana
kekeringan (Efendi, 2009).

7. Penanggulangan Bencana

Dalam Bidang Kesehatan Dilihat dari faktor resiko yang terjadi,


maka penanggulangan bencana dari bidang kesehatan bisa dibagi menjadi 2
aspek yaitu aspek medis dan aspek kesehatan masyarakat. Pengendalian
penyakit dan menciptakan kesehatan lingkungan adalah salah satu bagian
dari aspek kesehatan masyarakat. Pelaksanaannya tentu harus melakukan
kerjasama dengan sektor dan program terkait. Berikut ini beberapa ruang
lingkup dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan pada
fase bencana dan pasca bencana :

a) Sanitasi Darurat

Kegiatan yang dapat dilakukan dalam sanitasi darurat yaitu dengan


penyediaan dan pengawasan air bersih, kualitas tempat pengungsian,
serta pengaturan limbah sesuai standar. Peningkatan resiko penularan
penyakit dipengaruhi juga oleh kekurangankualitas atau pun kuantitas.

b) Pengendalian Vektor

Keberadaan vector bisa diakibatkan karena tempat pengungsian


berada pada kategori tidak ramah. Timbunan sampah dan genangan air
yang merupakan hal yang utama dalam peningkatan perindukan vector.
Maka kegiatan pengendalian vector yang dapat dilakukan dalam hal
tersebut adalah fogging, larva siding, dan manipulasi lingkungan.

c) Pengendalian Penyakit

Bila terdapat peningkatan kasus penyakit, terutama yang berpotensi


KLB, maka hal yang harus dilakukan adalah pengendalian melalui
intensifikasi penatalaksanaan kasus serta penanggulangan faktor
resikonya. Penyakit ISPA dan Diare merupakan penyakit yang
memerlukan perhatian khusus.

14
b

d) Imunisasi Terbatas

Yang rentan terkena penyakit pada umumnya adalah pengungsi,


terutama orang tua,ibu hamil, bayi dan balita. Imunisasi campak perlu
diberikan pada bayi dan balita bila dalam catatan program daerah
tersebut belum mendapatkan crash program campak.

e) Surveilans Epidemiologi

Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemiologi


penyakit potensi KLB dan faktor risiko. Penentuan pengendalian
penyakit diperoleh dari informasiepidemiologi. Informasi epidemiologi
yang harus diperoleh melalui kegiatan surveilansepidemiologi adalah:
penyakit menular, reaksi sosial, pengaruh cuaca, perpindahan penduduk,
makanan dan gizi, kesehatan jiwa, persediaan air dan sanitasi, kerusakan
infrastruktur kesehatan (Efendi, 2009).

8. Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana

Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana (UU No. 24 tahun 2007) :

a) Cepat dan tepat

Prinsip cepat dan tepat merupakan hal yang harus dilaksanakan


dalam melakukanpenanggulangan bencana

b) Prioritas

Yang harus dilakukan dalam melakukan penanggulangan bencana


adalah menyelamatkan jiwa manusia dan penolongan harus bersifat
prioritas.

c) Koordinasi dan Keterpaduan

Penanggulangan bencana harus dilakukan dengan kerjasama dan


koordinasi yang baik dan saling mendukung antar pihak yang ikut
terlibat.

d) Berdayaguna dan berhasil guna

Kegiatan penanggulangan bencana harus mempunyai tujuan


mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang tenaga, biaya

15
b

dan waktu yang berlebihan, dari itu barulah kegiatan bisa dikatakan
berhasil dan berdaya guna.

e) Transparansi dan akuntabilitas

Penanggulangan bencana pada dasarnya membutuhkan biaya yang


cukup besar maka dari itu harus dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dana yang digunakan harus dapat
dipertanggungjawabkan karena mengingat sumber dana berasal dari
berbagai pihak termasuk pemerintah maupun swasta. Dan harus
meyakinkan semua elemen masyarakat bahwa kegiatan penanggulangan
bencana dilakukan secara terbuka dan bisa dipertanggungjawabkan.

f) Kemitraan

Dalam kegiatan penanggulangan bencana kemitraan dan kerjasama


harusdibentuk terutama kepada masyarakat dan pemerintahan.
Kemitraan dan kerjasama ini harus konsisten dan memiliki sifat
berkesinambungan, karena jika ada pihak yang tidak mendukung
kegiatan maka akan menimbulkan akibat yang mungkin tidak
menguntungkan dalam penanganan bencana.

g) Pemberdayaan

Yang terpenting dalam penanganan bencana adalah pemberdayaan


masyarakat karena dapat mendukung dan meminimalisir kemungkinan
yang akan menimbulkan kerugian dalam pelaksanaan kegiatan.

h) Non diskriminatif

Sudah sewajarnya jangan melakukan atau memberikan perlakuan


yang berbeda dalam kegiatan penanganan bencana karena akan
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.

i) Non proletisi

Ada beberapa hal yang sering dilanggar oleh suatu lembaga dalam
memberikan bantuan kepada korban bencana yaitunya menyebarkan
keyakinan atau agama yang mereka anut.

16
b

9. Jenis Kegiatan Siaga Bencana

Ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi
tanggap bencana:

a. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik

Adanya korban ketika terjadinya bencana merupakan hal yang


sangat mungkin kita jumpai baik kerusakan tempat tinggal, korban
meninggal dunia, korban luka-luka. Pengobatan dari tim kesehatan
merupakan halyang paling dibutuhkan oleh korban bencana. Pengobatan
yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik, Pemberian obat,
perawatan luka, dan pengobatan lainnya sesuai dengan kompetensi
keperawatan.

b. Pemberian Bantuan

Selain memberikan pengobatan perawat juga dapat membantu


dalam melakukan aksi penggalangan dana untuk korban bencana. Bisa
dilakukan dengan menghimpun dana yang didapat dari berbagai
kalangan dalam bentuk makanan, Uang, obat-obatan, keperluan sandang
dan lain sebagainya. Perawat bisa langsung memberikan bantuan
dilokasi bencana dengan cara mendirikan posko khusus perawat. Dalam
kegiatan ini ada hal yang harus difokuskan yaitu pemerataan bantuan di
tempat bencana sesuai dengan yang dibutuhkan oleh korban bencana,
sehingga tidak ada lagi korban yang tidak mendapatkan bantuan
dikarenakan bantuan yang menumpuk atau pun tidak tepat sasaran.

c. Pemulihan Kesehatan Mental

Korban akibat bencana pasti akan mengalami trauma psikologis


yang diakibatkan atas kejadian yang menimpanya. Trauma yang muncul
dapat berupa kesedihan, ketakutan dan kehilangan. Trauma ini banyak
menimpa Ibu-ibu dan anak-anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan. Jika hal tersebut berkelanjutan maka akan mengakibatkan
stres lebih berat dan juga dapat menimbulkan gangguan mental.
Pemulihan mental merupkan hal yang dibutuhkan oleh korbandan
pemulihannya dapat dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa

17
b

pemulihan dapat dilakukan dengan kegiatan sharing atau mendengarkan


semua keluhan yang dihadapi korban. Kemudian perawat memberikan
sebuah solusi dan memberikan semangat agar korban dapat bangkit.
Sedangkan pada anak-anak mengingat sifat lahiriyah mereka adalah
bermain maka bisa dengan mengajaknya bermain dan mengembalikan
keceriaannya.

d. Pemberdayaan Masyarakat

Memburuknya kondisi daerah akibat bencana menimbulkan sifat


patah arah dalam menentukan kelanjutan hidup pada korban bencana.
Yang mana mereka kehilangan harta benda akibat bencana tersebut.
Untuk mewujudkan tindakan diatas perlu adanya beberapa hal yang
harus dimiliki oleh seorang perawat, diantaranya:

1) Perawat Harus Memiliki Skill Keperawatan Yang Baik Dalam


melakukan penanganan bencana perawat harus mempunyai skill
keperawatan yang baik karena dengan skill itulah akan mampu
memberikan pertolongan yang optimal.

2) Perawat Harus Memiliki Jiwa Kepedulian Yang Tinggi Pemulihan


daerah atau lingkungan akibat bencana membutuhkan sikap peduli
dari setiap elemen masyarakat terutama pemerintah setempat dan
juga termasuk perawat. kepedulian seorang perawat bisadalam
bentuk sikap empati dan mau berkontribusi secara maksimal dalam
segala situasi bencana.

3) Perawat Harus Memahami Manajemen Siaga Bencana Dalam


keadaan bencana membutuhkan penanganan yang berbeda,
Manajemen yang baik adalah hal yang paling utama yang perlu
dibentuk agar segala tindakan yang dilakukan dapat efektif dan
tidak sia-sia.

18
b

10. Mekanisme Penanggulangan Bencana

Mekanisme penanggulangan bencana mengacu pada UU No 24


Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah
No.21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Dari peraturan perundang-undangan tersebut, dinyatakan bahwa
mekanisme penanggulangan bencana dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu:

Fungsi BPBD Pada pra bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.


Pada saat darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana. Pada pasca
bencana bersifat koordinasi dan pelaksana

a. Pra Bencana

Pada fase pra bencana setiap lembaga atau jajaran pers dapat memainkan
perannya sebagai pendidikan publik melalui penyuluhan yang disajikan
secara terencana, priodik, populer, digemari dan mencerahkan serta
memperkaya khazanah alam pikiran publik dengan target antara lain :

1. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang


bencana, mekanisme penanggulangan bencana, langkah-langkah
penanganan yang perlu dengan cepat dan tepat untuk meminimalisasi
korban serta kerusakan lingkungan ataupun kehilangan harta benda.
2. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pembinaan
yang dapat dilakukan oleh lembaga swasta atau pemerintah yang
bersifat penumbuhankesadaran masyarakat terhadap potensi, jenis dan

19
b

sifat bencana.
3. Rencana pengembangan wilayah dan pertumbuhan tata-ruang.
4. Pelestarian lingkungan.
5. Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan pada fase pra bencana dapat
berupa:Pendidikan dengan tujuan peningkatan kesadaran bencana
6. Persiapan teknologi tahan bencana
7. Latihan penanggulangan bencana
8. Membangun sistem sosial yang tanggap bencana
9. Merumuskan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana.

Prosedur dan Tahapan Penanggulangan Pada Fase Pra Bencana:


1. Merencanakan dan melakukan kegiatan Ronda (pemantauan, melalui
informasi dan dengan komunikasi).
2. Mengamati perkembangan bencana dengan saling memberikan
informasi dan komunikasi.
3. Merencanakan dan mensosialisasikan kesepakatan tanda bahaya:
Kentongan, sirine, peluit atau apa yang disepakati.
4. Merencanakan dan mensosialisasikan kesepakatan jalur dan tempat
pengungsian evakuasi: Disepakati jalur dan tempat yang akan
digunakan untuk penyelamatan. Mensosialisasikan tentang kesiapan
masing-masing keluarga: Yang perlu diselamatkan adalah surat-surat
berharga, ternak, pakaian secukupnya.
5. Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat/Komunitas yang Ada Pada
Fase Pra Bencana:
Perangkat Komunikasi & Informasi
a.) Peralatan komunikasi (HT, Telpon Dll)
b.) Denah jalur pengungsian yang bisa dipahami dan dimengerti
oleh masyarakat.
c.) Alat pemberitahuan adanya bahaya yang disepakati (kentongan
atau sirene)
d.) Tempat pengungsian yang telah disepakati
e.) Sosialisasi bencana melalui selebaran, penyuluhan, pelatihan

20
b

sederhana.
f.) Menginformasikan bahaya merapi.
6. Membantu Pengorganisasian Masyarakat
7. Siskamling dan pengamatan bencana
8. Kerjasama dengan perangkat desa setempat seperti PEMDA, LSM
9. Mempersiapkan/membuat alat penyampai tanda bahaya yang
disepakati
10. Mempersiapkan alat bantu transportas
11. Mempersiapkan/membuat alat bantu penerangan (obor, senter,
dll).

Pada tahap pra bencana ini meliputi 2 keadaan yaitu:


1. Dalam situasi tidak terjadi bencana
Dalam situasi terhadap potensi bencana
1) Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi
suatu wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana
pada periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman
bencana yang nyata. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi:
Perencanaan penanggulangan bencana Dalam perencanaan
siaga bencana ada lima komponen kesiapsiagaan
penanggulangan bencana yang harus dibangun
kemampuannya, agar pelayanan jasa penanggulangan bencana
dapat di lakukan denganbaik. Komponen-komponen tersebut
antara lain: a. Organisasi, merupakan struktur organisasi
penanggulangan bencana, meliputi aspek pengarahan unsur,
koordinasi, komando, dan pengendalian, kewenangan, lingkup
penugasan dan tanggungjawab penanggulangan bencana. b.
Komunikasi, sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi
adanya bencana, fungsi komando, pengendalian operasi dan

21
b

koordinasi selama operasi penaggulangan bencana. c. Fasilitas


adalah suatu komponen unsur, peralatan atau perlengkapan
serta fasilitas pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam
kegiatan penanggulangan bencana. d. Pertolongan darurat
adalah kegiatan yang dilakukan dengan cepat dan tepat pada
saat kejadian bencana untuk mencegah dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, memberikan perlindungan,
pemenuhan kebutuhan dasar, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, pemberian pengobatan serta pemenuhan sarana
dan prasarana. e. Dokumentasi berupa pendataan laporan,
analisa, serta data kemampuan operasi penanggulangan
bencana guna kepentingan misi penanggulangan bencana yang
akan datang.
Pengurangan resiko bencana Penanggulangan resiko
bencana adalah salah satu sistem pendekatan untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengurangi resiko yang
diakibatkan oleh bencana. Tujuan utamanya adalah untuk
mengurangi resiko fatal di bidang sosial, ekonomi, juga
lingkungan alam serta penyebab pemicu bencana: PRB sangat
dipengaruhi oleh penelitian massal pada hal-hal yang
mematikandan telah di cetak dan dipublikasikan pada
pertengahan tahun 1970. Kegiatan ini seharusnya dilakukan
secara berkesinambungan agar kesiapan dalam menangani
bencana dapat efektif. PRB memiliki jangkauan sangat jelas
dan memiliki cakupan yang luas dan dalam. Dibandingkan
dengan managemen penanggulangan bencana darurat biasa,
PRB dapat melakukan inisiatif kegiatan dalam segala bidang
pembangunan dan kemanusiaan.
Pencegahan adalah bagaimana cara mencegah atau
menghindar dari bencana, kita tahu bahwa ada beberapa
bencana tidak dapat dicegah, khususnya bencana alam.

22
b

Namun resiko kehilangan nyawa atau cedera dapatdikurangi


dengan rencana evakuasi yang baik, perencanaan lingkungan
yangbaik dan sebagainya. Upaya pencegahan bencana ini
merupakan satu hal yang sangat penting, harus dilakukan
terus menerus dan berkelanjutan oleh kita semua.
Situasi, terdapat Potensi Bencana Situasi ini perlu adanya
kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam
penanggulangan bencana. Kegiatan – kegiatan pra bencana ini
dilakukan secara lintas sektor dan multitake holder, oleh karena
itu fungsi BNPB / BPBD adalah fungsi koordinasi.
Saat Bencana (Tanggap Darurat)
b. Saat Bencana (Tanggap Darurat)
Tanggap darurat merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan cepat dan tepat pada saat terjadinya bencana yang
bertujuan untuk mencegah dan menangani dampak buruk yang
mungkin ditimbulkan. Tahap ini meliputi kegiatan: Penyelamatan
dan evakuasi korban maupun harta benda Pemenuhan kebutuhan
dasar Perlindungan Pengurusan pengungsi Penyelamatan dan
pemberian pengobatan.
c. Pasca Bencana (Recovery).
Kondisi pasca bencana adalah keadaan suatu wilayah berada
proses pemulihan setelah terjadinya bencana. Pada kondisi ini dapat
dilihat langkah apa yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait dalam
hal upaya untuk mengembalikan atau merekonstruksi tatanan
masyarakat/lingkungan sepertisemula sebelum terjadinya bencana.
Beberapa hal yang dapat dipelajari dalam kondisi pasca bencana ini
adalah kecepatan dan ketepatan terutama dalam hal:
1. Penanganan korban (pengungsi)
2. Lively hoodrecovery
3. Pembangunan infrastruktur
4. Konseling trauma
5. Tindakan-tindakan preventif ke depan

23
b

6. Organisasi kelembagaan
7. Stake holders yang terlibat.
Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan
utama yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi adalah
suatu perbaikan atau pemulihan semua aspek masyarakat
sampai tingkat yang memadai pada wilayah setelah
terjadinya bencana dengan tujuan utama untuk normalisasi
semua aspek pemerintah dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pasca bencana. Rekonstruksi adalah pembangunan
kembali semua pra sarana dan sarana wilayah setelah
terjadinya bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat. Hal ini memiliki tujuan utamayaitu agar
pertumbuhan dan perkembangan kegiatan ekonomi,
sosialdan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam kegiatan sehari-
hari.
d. Peran Perawat Dalam Manajemen Bencana
1. Peran Perawat Dalam Fase Pra Bencana
a. Mengenali adanya ancaman bahaya
b. Perawat mengikuti pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
kesiapsiagaan terhadappenanggulangan ancaman bencana
2. Melatih penanganan pertama korban bencana
Perawat ikut terlibat dalam lintas sektor termasuk dinas
pemerintahan, palang merah nasional, organisasi lingkungan,
maupun lembaga- lembaga kemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi bencana
Perawat terlibat dalam program pendidikan kesehatan untuk
meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
bencana Pendidikan kesehatan diarahkan kepada:
a. Usaha pertolongan diri sendiri terhadap korban bencana
b. Pelatihan pemberian pertolongan pertama dalam keluarga
seperti menolong anggota keluarga dengan kecurigaan patah

24
b

tulang, perdarahan dan pertolongan pertama pada korban


luka bakar
c. Memberikan beberapa alamat dan nomor telpon darurat
seperti pemadam kebakaran, Rumah Sakit dan Ambulance
d. Memberikan informasi tentang perlengkapan bisa dibawa
dan digunakan ketika dalam keadaan darurat
e. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif
penampungan dan pengungsan ataupun posko-posko
bencana.
e. Peran perawat dalam Fase Terjadinya Bencana
a. Bertindak segera, cepat dan tepat
b. Perawat seharusnya tidak menjanjikan memberikan apapun kepada
korban bencana dengan maksud memberikan harapan Berkonsentrasi
penuh terhadap apa yang dilakukan
c. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan
Untuk jangka panjang. Bersama-sama pihak yang terkait dapat
mendiskusikan dan merencanakan master plan of revitalizing,
biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.
f. Peran Perawat Dalam Fase Pasca Bencana
Bencana pasti memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik dan
psikologi korban. Stress psikologi yang terjadi dapat terus berkembang
hingga terjadi post traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan
sindrom dengan 3 kriteria utama: Gejala trauma yang pastidapat
dikenali Individu tersebut mengalami gejala ulang terutama melalui
ingatan, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang menyerupai Individu
akan menunjukan adanya gangguan fisik. Selain itu, individu dengan
PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan
gangguan memori. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain
yang terkait bekerjasama dengan lintas sektor menangani masalah
kesehatan masyarakat paska bencana serta mengoptimalkan dalam
mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan seperti
sebelum bencana yang sehat dan aman.

25
b

BAB III

HASIL KEGIATAN

1. Kegiatan di RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing

A. Fase Pra Bencana

1) Gambaran Umum daerah Kecamatan Koto Tangah

Gambaran Umum Daerah Kecamatan Kecamatan Koto Tangah

merupakan salah satu kecamatan di Kota Padang, Provinsi Sumatra

Barat. Kecamatan ini terletak 00°58 Lintang Selatan dan 99°36‟40”-

100°21‟11” Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kecamatan

ini memiliki batas wilayah, yaitu, sebelah utara berbatasan dengan

Kabupaten Padang Pariaman, sebelah selatan Kecamatan Padang Utara

dan Kecamatan Nanggalo, sebelah barat Samudera Hindia, sebelah

timur Kabupaten Solok. Kecamatan ini memiliki luas 232,25 km2,

terletak 0-1.600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan

384,88 mm / bulan.

Kelurahan Parupuk Tabing berada di Kecamatan Koto Tangah,

Kota Padang, Provinsi Sumatra Barat. Luas kelurahan: 9,41 kilometer

persegi.

2) Gambaran Demografis Kelurahan

Kelurahan Parupuk Tabing merupakan salah satu dari 13 kelurahan

yang ada di Kecamatan Koto Tangah yaitu : 1)Kelurahan Balai Gadang,

2)Kelurahan Lubuk Minturun, 3)Kelurahan Aie Pacah, 4)Kelurahan

Dadok Tunggul Hitam, 5)Kelurahan Koto Panjang Ikur Koto,

26
b

6)Kelurahan Batipuh Panjang, 7)Kelurahan Koto Pulai, 8)Kelurahan

Batang Kabung Ganting, 9)Kelurahan Bungo Pasang, 10)Kelurahan

Lubuk Buaya, 11)Kelurahan Padang Sarai, 12)Parapuk Tabing,

13)Kelurahan Pasie Nan Tigo, 14) Kelurahan Sungai Lareh.

Keluarahan parupuk tabing memiliki Jarak dari kantor lurah ke

kantor camat 5 kilometer, ke balai kota 7 kilometer, ke kantor gubernur

9 kilometer. Kelurahan Parupuk Tabing terdiri dari 20 RW dan 82 RT.

Kelurahan Parupuk Tabing berpenduduk 20363 jiwa (2017) terdiri dari

10520 laki-laki dan 9843 perempuan. Fasilitas Pendidikan

Taman Kanan Kanak: 11 Unit Sekolah Dasar: 3 Unit Sekolah Menengah

Pertama: 2 Unit Sekolah Menengah Atas: 1 Unit Fasilitas Kesehatan

Puskesamas Pembantu: 1 Unit Fasilitas Agama

Masjid : 19 Unit

3) Batas Wilayah

Kelurahan parupuk tabing memiliki batas wilayah dengan beberapa

kelurahan. Dimana batas wilayah Kelurahan Parupuk tabing pada

sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan bungo pasang. Pada sebelah

Selatan berbatasan dengan wilayah kecamatan nanggalo, pada sebelah

timur berbatasan dengan wilayah kelurahan dadok tunggul hitam, dan

pada sebelah barat berbatasan dengan wilayah Samudra Indonesia.

Kelurahan parupuk tabing terdiri dari 20 RW. Wilayah RW 01

merupakan RW binaan kelompok E dalam siklus Keperawatan bencana.

Dimana batasan RW 01 ini terdiri atas bagian utara adalah kelurahan

bunga pasang, bagian selatan adalah daerah sungai, bagian timur

27
b

keluarahan bungo pasang dan bagian barat adalah perumahan Filano.

a. Lingkungan terbuka

Luas lahan RW 01 adalah ± 7,5 ha dengan jenis penggunaan

dominan yaitu permukiman warga.

b. Jumlah Penduduk Berdasarkan data survey lapangan penduduk RW

01 mencapai 1017 jiwa.

c. Perumahan dan Lingkungan

Kondisi fisik rumah masyarakat di RW 01 pada umumnya permanen

dengan lantai terbuat dari keramik dan berpagar tinggi. Sumber air

masyarakat di RW 01 umumnya berasal dari air PDAM.

d. Tingkat sosial ekonomi

Tingkat social ekonomi masyarakat RW 01 dengan tingkat sosial

menengah ke atas. Dengan pekerjaan tebanyak sebagian besar

adalah pegawai negeri sipil dan pegawai BUMN.

e. Kebiasaan

Kebiasaan warga di RW 01 adalah kegiatan wirid atau majelis

ta’lim, senam mingguan, dan kegiatan gotong royong serta pos

ronda.

f. Transportasi

Sarana transportasi di RW 01 umumnya masyarakat menggunakan

motor dan mobil yang merupakan kendaraan pribadi. Untuk sarana

angkutan umum sejak tahun 2000 hingga sekarang transportasi yang

digunakan yaitu mobil angkot dan ojek online.

28
b

g. Pusat pelayanan / fasilitas umum

Sarana pendidikan yang ada di RW 01 yaitu Ketersediaan fasilitas

peribadatan satu mesjid yang terletak di RT 02 yaitu Masjid

Baiturahim dan TPA Baiturahim. Fasilitas perdagangan terdapat

beberapa toko harian yang biasa digunakan warga untuk berbelanja

kebutuhan sehari-hari.

h. Pusat perbelanjaan

Pusat perbelanjaan di Kelurahan parupuk tabing yaitu pasar pagi

dan beberapa toko. barang yang dijual pada umumnya adalah

barang-barang kebutuhan pokok seperti sayur- sayuran, lauk pauk

(ayam, daging, ikan asin, ikan dan sebagainya), cabe, bawang,

bumbu-bumbu dan lain-lain.

i. Ras/suku bangsa

Rata-rata rasa atau suku masyarakat yang ada di RW 01 adalah suku

minang diantaranya ada suku sikumbang, suku caniago, suku

tanjung, suku jambak, batang mansiang dan beberapa suku-suku

lainnya.

j. Agama

Mayoritas agama yang dianut masyarakat di kelurahan parupuk

tabing di RW 01 adalah agama Islam.

k. Kesehatan dan morbiditas

Masyarakat RW 01 memanfaatkan kegiatan posyandu anak dan

kegiatan kesehatan lainnya yang berada di lokasi rumah warga di RT

04.

29
b

l. Sarana penunjang

Sarana penunjang yang biasanya digunakan untuk posyandu yaitu di

rumah warga yang terletak di RT 04. Selanjutnya ada pasar yang

digunakan masyarakat untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan

juga digunakan sebagai tempat mata pencaharian. Masjid dan

mushalla juga di gunakan sebagai sarana peribadahan dan

perkumpulan permusyawarahan

4) Pengkajian Berdasarkan Metode Survey


a. Data umum komunitas

Jenis Kelamin

Laki-laki
52% 48%
Perempuan

1. Berdasarkan diagram diatas bahwa terdapat jenis kelamin laki-laki di


wilayah RW 1 kelurahan Parupuk Tabing sebanyak 48% dan jumlah
perempuan sebanyak 52%.

30
b

Agregat

Bayi (0-12 bln)


0%
1% Balita (1-5 thn)
25%
Anak (6-12 thn)
Remaja (12-19 thn)
Dewasa (20-60 thn)
74%
Lansia (>60 thn)
Ibu Hamil

2. Berdasarkan diagram diatas bahwa terdapat agregat dewasa di wilayah


RW 1 kelurahan Parupuk Tabing sebanyak 74% dan agregat lansia
sebanyak 25%

Status

1%
Cerai
40%
Belum Kawin
59%
Kawin

3. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar 59%


masyarakat di wilayah RW 1 di Kelurahan Parupuk Tabing berstatus
kawin.

31
b

Pendidikan

2% Tidak tamat SD
20%
SD
SMP
61% 17% SMA
Perguruan Tinggi

4. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir setengah (61%)


pendidikan terakhir masyarakat di wilayah RW 1 di Kelurahan Parupuk
Tabing adalah Sekolah menengah Atas

Pekerjaan

Tidak bekerja

13% 2%
3% Wiraswasta
Wirausaha
16% PNS
4% 62% Buruh
Nelaya
Ibu Rumah Tangga

5. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir setengah (62%)


pekerjaan masyarakat di wilayah RW 17 di Kelurahan Parupuk Tabing
adalah wiraswasta

32
b

Lama tinggal

9% 4% 12%
<5 tahun
5-20 tahun
21-35 tahun
22%
36-50 tahun
>50 tahun
53%

6. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir setengah (53%)


masyarakat di wilayah RW 1 di Kelurahan Parupuk Tabing sudah
tinggal di wilayah dalam waktu 5-20 tahun.

Memliki Listrik

1%

Ya
Tidak

99%

7. Berdasarkan diagram diatas bahwa hampir seluruh (99%) masyarakat di


RW 1 Kelurahan Parupuk tabing menggunakan listrik.

33
b

Memiliki air ledeng

2%

98%

8. Berdasarkan diagram diatas bahwa hampir seluruh (98%) masyarakat di


RW 1 Kelurahan Parupuk tabing air ledeng

Akses layanan kesehatan

Ada
Tidak

99%

9. Berdasarkan diagram diatas bahwa seluruh (99%) masyarakat di RW 1


Kelurahan Parupuk Tabing memiliki akses ke layanan kesehatan

34
b

Seberapa Jauh

1%

< dari 30 meni


1 jam
1 1/2 jam ( 90 menit)
99% 3 jam ( 180 menit)

10. Berdasarkan diagram diatas bahwa hampir seluruh (99%) masyarakat di


RW 1 Kelurahan Parupuk Tabing membutuhkan waktu kurang dari 30
menit ke layanan kesehatan.

Akses ke sekolah

1%

Ada
Tidak ada

99%

11. Berdasarkan diagram diatas bahwa hampir seluruh (99%) masyarakat di


RW 1 Kelurahan Parupuk Tabing memiliki akses ke sekolah

35
b

Kepemilikan tanah tempat


dibangun rumah

3%

Ada
Tidak ada

97%

12. Berdasarkan diagram diatas bahwa hampir seluruh (97 %)


masyarakat di RW 1 Kelurahan Parupuk Tabing mempunyai
kepemilikan rumah

Rumah sewa

12%

Tidak
Ya

88%

13. Berdasarkan diagram diatas bahwa kepemilikan rumah di RW 1 di


kelurahan Parupuak Tabing yang memiliki rumah sebanyak 88% dan
sewa sebanyak 12%

36
b

Bentuk bangunan

1%
8%1%
Permanen
Semi permanen
Rumah kayu
90%

14. Berdasarkan diagram diatas bahwa sebagian besar (90%) bentuk


bangunan di RW 1 Kelurahan Parupuk Tabing adalah semi permanen

Kondisi bangunan

1%
0%
Layak Huni
Tidak Layak Huni

99%

15. Berdasarkan diagram diatas bahwa hampir seluruh (99%) kondisi


bangunan di RW 1 Kelurahan Parupuk Tabing adalah rumah layak huni

37
b

b. Survey Interaksi Sosial

1. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (80,6%)


masyarakat di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing merasa
terlibat dan berkontribusi terhadap situasi yang terjadi di wilayah
tempat tinggal.

2. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (88,2%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
berkomitmen untuk keadaan yang lebih baik di wilayahnya.

38
b

3. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (90%)


masyarakat di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
berkomitmen untuk mencapai harapan ke depan

4. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (89,1%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
saling membantu satu sama lain.

39
b

5. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (89,6%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
merasa diperlakukan dengan adil oleh orang lain.

6. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (88,6%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
selalu mendukung program dan kegiatan yang dirancang oleh
komunitas.

7. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (85,8%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk menangani masalah
yang ada.

40
b

8. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (88,5%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
merasa memiliki pemimpin yang efektif.

9. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (90,5%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
merasa mudah mendapatkan pelayanan yang mereka butuhkan.

41
b

10. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (90,5%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
paham kemana harus pergi untuk menyelesaikan sesuatu.

11. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (79,1%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
bekerja dengan organisasi dan lembaga diluar komunitas untuk
menyelesaikan sesuatu.

12. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (91%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
berkomunikasi dengan para pemimpin ketika terjadi masalah.

42
b

13. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (90,5%)


masyarakat memiliki kerja sama yang bagus untuk memajukan wilayah
RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing.

14. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (88,6%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
mampu melihat kebersihan dan kegagalan sehingga dapat belajar dari
masa lalu.

43
b

15. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (86,7%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
mampu mengembangkan keterampilan dan menentukan sumber daya
untuk memecahkan dan mencapai tujuannya.

16. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (86,7%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
memiliki prioritas dan menetapkan tujuan ke depan.

44
b

17. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (76,8%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
berusaha untuk mencegah bencana.

18. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar (74,2%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
aktif mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana yang mungkin
terjadi di masa depan.

45
b

19. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar (67,8%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
dapat memberikan layanan darurat ketika bencana terjadi.

20. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar (65,9%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
memiliki layanan dan program untuk membantu masyarakat setelah
bencana.

46
b

21. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar (69,7%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
terus memberikan informasi kepada warga (misalnya melalui TV,
radio, surat kabar, internet, telepon dan tetangga) tentang masalah-
masalah yang relavan dengan mereka.

22. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar (73,9%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
memberikan informasi tentang apa yang harus dilakukan ketika terjadi
bencana.

47
b

23. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar (73,5%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
mendapatkan informasi melalui komunitas untuk membantu kehidupan
dan pekerjaan.

24. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (80,1%)


masyarakat yang tinggal di wilayah RW 01, Kelurahan Parupuk Tabing
mempercayai pejabat publik.

48
b

c. Survey Pengalaman Bencana

1. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (92,4%)


keluarga RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing dalam 5 tahun terakhir pernah
terkena bencana alam.

2. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (93,8%)


keluarga RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing dalam 5 tahun terakhir pernah
terkena bencana alam gempa bumi.

49
b

15% Ya

31% Tidak
Tidak tahu

54%

3. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (54%)


keluarga RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing tidak cukup siap jika terjadi
bencana.

4. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir setengah (48,3%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing dan hampir setangahnya lagi
(29,9%) mendapatkan informasi tentang bencana di komunitas dari
camat/lurah/ ketua RT/ ketua RW serta anggota keluarga/tetangga/teman.

50
b

5. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (95,3%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing pernah menerima informasi
lain tentang bencana dari radio/televisi/internet.

6. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir setengah (42,2%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing dalam satu tahun terakhir
mengalmi pemahaman dengan kategori sedikit/tidak ada peningkatan.

51
b

7. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (79,6%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing mengetahui bahwa ada
system untuk memperingatkan jika terjadi keadaan darurat.

8. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (73%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing mengetahui bahwa ada
system untuk memperingatkan keadaan darurat diaktifkan dan dengan
tanggapan jelas menjawab sesuai dengan seharusnya/prokol bencana .

52
b

9. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (56,9%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing mengetahui tidak ada panitia
atau tim koordinasi bencana.

10. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (57,4%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing dengan tanggapan tidak
jelas: responden menjawab tidak sesuai dengan yang seharusnya
dilakukan/protocol bencana

53
b

11. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (58%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing mengetahui tidak ada tim
tanggap untuk keadaan darurat.

12. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir setengah (58%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing dengan tanggapan tidak
jelas: responden menjawab tidak sesuai dengan yang seharusnya
dilakukan/protocol bencana.

54
b

13. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (63%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing mengetahui rute evakuasi.

14. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir setengah (58%)


masyarakat RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing dengan tanggapan tidak
jelas: responden menjawab tidak sesuai dengan yang seharusnya
dilakukan/protocol bencana.

55
b

15. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (75,8%)


masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan pernyataan ada titik pertemuan
atau area aman terindentifikasi.

16. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besarnya (88,1%)


masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tanggapan yang jelas.

56
b

17. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh dari


responden (82,5%) masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tempat
penampungan untuk keadaan darurat.

18. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir setengahnya


(57.1%) masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tanggapan tidak jelas
(tidak yakin dimana) tempat penampungan untuk keadaan darurat.

19. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh dari


responden (86,3%) masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tidak ada
pelatihan P3K.

57
b

17. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh dari


responden (84,8%) masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tidak ada
latihan simulasi bencana atau latihan evakuasi.

18. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh responden


(85,3%) masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tidak ada pertemuan
kesiapsiagaan bencana.

58
b

19. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh responden


(84,4%) masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tidak ada acara
komunitas yang berfokus pada kesiapsiagaan bencana.

20. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian kecil (39,3%)


masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan 1-5 rumah tangga yang dikenal.

21. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir sebagian kecil


(42,2%) masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tidak ada memiliki

59
b

telepon di rumah untuk dihubungi jika terjadi keadaan darurat (telepon


rumah/ponsel).

22. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir sebagian besar dari
responden (61,6%) masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tidak tahu
keadaan darurat saat sendirian dirumah menelpon layananan darurat.

23. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (71,7%)


masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tahu jika terjadi keadaan darurat
tahu dimana keluarga atau teman tinggal seperti tahu menghubungi
nomornya.

60
b

24. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (84,9%)


masyarakat RW 01 Parupuk tabing jika terjadi evakuasin darurat ke tempat
penampungan membawa dokumen yang tersedia, dan uang tunai yang
disisihkan untuk keadaan darurat sebagian besar (65,4%).

25. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (53,6%)


masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan tahu jika terjadi memiliki
rencana keluarga untuk keadaan darurat.

61
b

26. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian kecil (47,9%)


masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan perencaan tempat pertemuan
yang sudah direncanakan bersama keluarga.

27. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir setengahnya


(50,2%)masyarakat RW 01 Palupuk tabing dengan semua orang dirumah
mengetahui rencana keluarga untuk keadaan darurat.

62
b

28. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (65,9%)


masyarakat RW 01 Parupuk tabing dengan mengidentifikasi lokasi yang
aman dirumah jika terjadi keadaan darurat.

63
b

29. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (72,4%) masyarakat RW
01 parupuk tabing dengan katergori ya mengetahui cara keluar rumah jika terjadi
keadaan darurat.

30. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (61,6%) masyarakat RW
01 Parupuk tabing dengan tidak mengetahui untuk pengujian rute evakuasi.

64
b

31. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar dari responden (68,2%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing sudah mengidentifikasi titik pertemuan diluar
rumah jika terjadi keadaan darurat.

32. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh dari responden (99%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing memiliki senter di rumah.

33. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir setengah dari responden (40,8%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing melakukan tindakan lain/tidak ada jawaban jika
menemukan seseorang yang tidak sadarkan diri didepan rumah saat
pergi/menyelamatkan diri.

65
b

34. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar dari responden (73,9%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing menjawab keluarga yang paling mungkin
memberikan bantuan jika terjadi bencana.

35. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar dari responden (74,9%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing menjawab rumah tidak terletak didaerah yang
terkena angin topan/badai.

36. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir setengah dari responden (37,9%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing menjawab tidak pernah terpikir untuk mengambil
tindakan dalam mengurangi risiko terkena dampak angin topan/badai.

66
b

37. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa setengah dari responden (50,2%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing menjawab rumah tidak terletak didaerah yang
terkena banjir.

38. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir setengah dari responden (38,4%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing menjawab tidak pernah terpikir untuk mengambil
tindakan dalam mengurangi risiko terkena dampak banjir.

67
b

39. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh dari responden (91,5%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing menjawab rumah terletak didaerah yang terkena
gempa bumi.

40. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa setengah dari responden (50,7%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing menjawab sudah mengambil tindakan
kesiapsiagaan sebagian/rumah masih rentan dalam mengurangi risiko terjadi gempa
bumi.

41. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh dari responden (76,3%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing menjawab rumah terletak didaerah yang terkena
tsunami.

68
b

42. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa setengah dari responden (44,5%)
masyarakat RW 01 Parupuk Tabing menjawab sudah mengambil tindakan
kesiapsiagaan sebagian/rumah masih rentan dalam mengurangi risiko terjadi tsunami.

69
b

d. Survey Covid-19

1. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh


(80,6%)responden mengatakan cara kerja vaksin Covid-19 untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.

2. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar


(65,4%) responden mengatakan bahwa yang diberikan saat
vaksinasi Covid-19 merupakan kuman yang dilemahkan.

70
b

3. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Seluruh (79,1%)


responden mengatakan sudah 2 kali melakukan vaksin.

4. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar


(45,5%) responden mengatakan vaksin Covid-19 ada 2 tahap.

5. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh


(95,3%) responden mendapatkan vaksin Covid-19 di fasilitas
pelayanan kesehatan/RS/puskesmas.

71
b

6. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar


(49,8%) responden mengatakan bahwa tidak tahu vaksin Covid-19
ada untuk anak-anak.

7. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh


(66,8%) responden tidak memiliki kondisi penyakit autoimun.

72
b

8. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh


(73,5%) responden tidak memiliki kondisi penyakit paru kronis
(asthma, emfisema,PPOK).

9. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh


(76,8)responden tidak memiliki kondisi penyakit kanker.

73
b

10. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (79,1%)responden


tidak memiliki kondisi hamil.

11. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (77,3%)


responden tidak memiliki kondisi penyakit diabetes.

74
b

12. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar (64%)responden


tidak memiliki kondisi penyakit tekanan darah tinggi.

13. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (74,9%)


responden tidak memiliki kondisi obesitas.

75
b

14. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (78,2%)


responden tidak memiliki kondisi penyakit jantung.

15. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (80,1%)


responden tidak memiliki kondisi penyakit ginjal kronis.

76
b

16. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (86,3%) responden
mengatakan bahwa tidak pernah terinfeksi sakit Covid-19.

17. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh (66,8%) responden
mengatakan bahwa sudah menerima vaksin Covid-19.

77
b

18. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (83,9%) responden
mengatakan bahwa tidak pernah terinfeksi Covid-19.

19. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (91,5%)


responden mengatakan bahwa tidak memiliki penyakit komerbit penyerta.

78
b

20. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (81,9%) responden
mengatakan bahwa tidak sulit untuk menjangkau fasilitas kesehatan.

21. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (88,6%) responden
mengatakan bahwa yakin tidak setuju vaksinasi Covid-19 tidak di perlukan.

79
b

22. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (80,6%)


responden mengatakan bahwa tidak takut dengan jarum suntik..

23. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir sebagian besar (90%)
responden mengatakan bahwa yakin dengan kehalalan vaksin Covid-19.

80
b

24. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar (82,5%) responden
mengatakan tidak khawatir dengan efek samping vaksin Covid-19

25. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar (86,7%) responden
mengatakan bahwa yakin akan keefektifitasan dari vaksin Covid-19.

81
b

26. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (92,4%) responden
tidak setuju dengan isu ada chip di vaksin Covid-19

27. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (46%) responden
mengatakan bahwa cukup mengetahui tentang Covid-19 secara umum.

82
b

28. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa setengah (46%) responden


mengatakan bahwa cukup mengetahui tentang kegunaan vaksin Covid-19.

29. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (48,3%) responden
mengatakan bahwa cukup mengetahui tentang efektifitas vaksin Covid-19.

83
b

30. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (50,2%)


responden mengatakan bahwa mereka cukup tau tentang tempat pelayanan
pemberian vaksin Covid- 19

31. Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa Sebagian besar (49,4%)


responden mengatakan bahwa pemberian cukup tau tentang kapan waktu
memperoleh vaksin Covid-19.

84
b

e. Survey kejiwaan

1. Apa yang bpk/ibu ketahui mengenai dampak psikososial pada bencana ?

Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan bahwa hampir setengah dari


responden (48,1%) mengatakan tidak mengetahui dampak psikososial pada bencanan.
Sedangkan sebagian besar dari responden (51,9%) mengetahui dampak dari psikososial
bencana. Dampak psikososial yang muncul dari bencana yaitu, stress, cemas, ketakutan,
panik, gelisah, trauma, sedih, menyendiri,kekhawatiran.
2. Bagaimana aparat kelurahan/ PMI/ BPBD/Organisasi/ TOMA membantu dalam
penanganan masalah psikososial pada bencana ?

Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan bahwa hampir dari seluruh


responden (90.3%) mengatakan bahwa aparat tidak pernah membantu dalam
penanganan masalah psikososial pada bencana. Sangat sedikit dari responden (9,7%)
mengatakan bahawa aparat pernah membantu dalam penanganan masalah psikososial
pada bencana. Bentuk bantuan yang diberikan oleh aparakat kelurahan/ PMI,
BPBD/Organisasi/ dan tokoh masyarakat adalah adanya pemberitahuan tentang resiko,
bantuan saat terjadi bencana, memberikan pemahaman pada masyarakat tentang masalah
bencana, pemberian trauma healing, dukungan kepada masyarakat, dukungan psikologis,
membantu menangani kecemasan.

85
b

3. Apa saja bentuk dukungan yang didapatkan komunitas/diberikan dalam penanganan


masalah psikososial bencana?

Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan hampir seluruh dari responden


(89,1%) mengatakan tidak ada bentuk dukungan yang didapat komunitas dalam
penanganan masalah psikososial bencana dan sangat sedikit dari responden (10,9%)
mengatakan ada. Bentuk Penanganan yang pernah dilakukan adalah mengajak anak-
anak mewarnai, memberikan trauma healing, pemberian bantuan, pemberian edukasi.
penyuluhan dan pemberitahuan dukungan berupa hiburan dan memberikan informasi
untuk tidak panik saat bencana datang.

4. Siapa saja pihak-pihak yang berperan dalam situasi tersebut?

Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan hampir setengah dari responden


(46,3%) mengatakan pihak BPBD berperan dalam situasi bencana, PMI (40%), Sangat
sedikit dari responden mengatakan pihak organisasi (17,7%), dan tokoh masyarakat
(11,1%).

86
b

5. Apakah ada upaya kerjasama yang dilakukan untuk mengatasi masalah tesebut?

Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan hampir seluruh responden


(84,5%) mengatakan tidak ada upaya kerjasama yang dilakukan untuk mengatasi
masalah psikososial bencana dan sangat sedikit dari responden (15,5%) responden
mengatakan ada upaya kerjasama yang dilakukan untuk mengatasi masalah masalah
psikososial bencana.

6. Apakah kendala dari pelaksanaan/ berjalannya upaya mengatasi dampak psikososial


bencana tersebut?

Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan sebagian besar dari responden


(63%) mengatakan tidak pernah ada upaya untuk mengatasi dampak psikososial.
Sebagian kecil dari responden (28%) mengatakan tidak ada dan sangat sedikit dari
responden (8,9%) mengatakan ada upaya mengatasi dampak psikososial bencana
tersebut.

87
b

7. Bagaimana harapan dari Bpk/ibu terkait penanganan psikososial pada bencana baik
dalam bentuk pencegahan, saat terjadi bencana atau pasca bencana?
Harapan dari Bpk/ibu terkait penanganan psikososial pada bencana baik dalam
bentuk pencegahan, saat terjadi bencana atau pasca bencana adalah dengan
adanyabantuan psikososial, pemberian sosialisasi bencana, trauma healing,
pembentukan tim khusus penanggulangan bencana, bantuan dari pemerintah, pemberian
motivasi serta edukasi ,Adanya penanganan psikososial lebih lanjut, pemberian simulasi
bencana, penyuluhan, harapannya adalah aparat segera bertindak untuk memberikan
bantuan pada saat terjadi bencana, ada tim penyelamat ketika terjadi bencana alam,
mendatangkan tim kusus yang menangani dibagian psikososial seperti psikolog, dokter
spesisal, dan perawat spesialis jiwa.

88
b

f. Data Lansia

1. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (72%) lansia di RW

01 masih memiliki pasangan.

2. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir sebagian besar (65%)

lansia di RW 01 tinggal bersama keluarga.

3. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir sebagian besar (74%)

lansia di RW 01 sehari-hari hanya dirumah saja.

89
b

4. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir sebagian besar (63%)

lansia di RW 01 ada perkumpulan rutin.

5. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian kecil (49,3%) lansia di RW

01 tidak mengikuti perkumpulan rutin, 37,7% mengikuti perkumpulan rutin majlis

ta’lim, seanyak 7,2% mengikuti gotong royong.

6. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (75%) lansia di RW

01 telah mendapatkan vaksin COVID-19.

90
b

Alasan belum di vaksin


presentase
takut tidak mau

40
%
60
%

7. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (60%) lansia di

RW 01 yang belum mendapatkan vaksin karena merasa takut.

8. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (82%) lansia di

RW 01 dilingkungan tidak ada posyandu lansia.

9. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (98%) lansia di

RW 01 tidak mengikuti posyandu lansia.

91
b

10. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (50%) lansia di

RW 01 tidak mengikuti posyandu lansia karena tidak ada posyandu.

11. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian kecil (40%) lansia di

RW 01 tidak mengikuti posyandu lansia karena tidak ada.

92
b

12. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (94%) lansia di

RW 01 setuju bencana alam merupakan fenomena alam yang luar biasa yang

menyebabkan korban jiwa.

13. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (94%) lansia di

RW 01 setuju menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk

melakukan upaya tanggap darurat yang efektif adalah bentuk kesiapsiagaan.

93
b

14. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (80%) lansia di

RW 01 setuju banjir merupakan bencana alam yang disebabkan oleh faktor manusia.

15. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (95%) lansia di

RW 01 setuju Mengurangi bahaya yang terjadi akibat bencana banjir dengnan

serangkaian upaya upaya yang dilakukan secara cepat disebut kesiapsiagaan

terhadap banjir.

94
b

16. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (85%) lansia di

RW 01 setuju bencana banjir yang parah dapat menyebabkan berbagai penyakit

sepeerti diare, typus, penyakit kulit dan kanker

17. Berdasarkan diagaram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (53%)lansia di RW

01 mengatakan setuju untuk mematikan panel listrik saat terjadi banjir.

95
b

18. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar (51%) lansia di RW

01 setuju dengan pernyataan bahwa untuk menghindari risiko banjir yang tinggi,

sebaiknya tetap menunggu di dalam rumah.

19. Berdasarkan diagram di atas didapatkan bahwa hampir seluruh (89%) lansia di RW

01 setuju dengan pernyataan bahwa untuk mengurangirisiko yang ditimbulkan akibat

bencana banjir diperlukan untuk membuattanggul di sepanjang sungai.

96
b

20. Berdasarkan diagram di atas ditemukan bahwa hampir seluruh (75%) lansia di RW
01 tidak setuju dengan pernyataan bahwa setiap gempa akan menyebabkan tsunami.

21. Berdasarkan diagram di atas ditemukan bahwa hampir seluruh (87%)lansia di RW

01 akan berlari keluar rumah/bangunan apabila terjadi gempa bumi.

22. Berdasarkan diagram di atas ditemukan bahwa hampir seluruh (78%) lansia di RW

01 merasa dapat berlari keluar rumah/bangunan sendiri/tanpa bantuan orang lain

apabila terjadi gempa bumi.

97
b

23. Berdasarkan diagram di atas ditemukan bahwa hampir seluruh (79,5%) lansia di RW

01 memiliki orang lain yang dapat membantu lansia berlalri keluar rumah saat terjadi

gempa bumi.

24. Berdasarkan diagram di atas ditemukan bahwa hampir seluruh (84%) lansia di RW

01 mengatahui area aman di luar rumah untuk berkumpul setelag gempa bumi terjadi.

98
b

g. Ibu hamil & Anak


1. Agregat Ibu Hamil

Berdasarkan diagram diatas maka didapatkan bahwa terdapat 1 ibu hamil diwilayah
RW 01 RT 01 dengan usia kehamilan trimester 1 (1-13 minggu) dengan status obstetri
G3P2A0H2.

2. Agregat Anak
1. Anak pertama dalam keluarga di RW 01

Berdasarkan survey yang dilakukan jumlah anak pertama pada KK RW 01 sebanya 32


orang anak. Sebagian besar dari responden (53,1%) berjenis kelamin laki-laki dan hamper
setengah dari responden (46,9%) berjenis kelamin perempuan.

99
b

Umur anak pertama dalam keluarga di RW 01

Tingkatan kelas pada anak pertama di RW 01

2. Anak kedua dalam keluarga di RW 01

Berdasarkan survey yang dilakukan jumlah anak kedua pada KK RW 01 sebanya 15


orang anak. Sebagian besar dari responden (53,3%) berjenis kelamin perempuan dan
hampir setengah dari responden (46,7%) berjenis kelamin laki-laki.

100
b

Umur anak kedua dalam keluarga di RW 01

Tingkatan kelas pada anak kedua di RW 01

3. Anak ketiga dalam keluarga di RW 01

Berdasarkan survey yang dilakukan jumlah anak ketiga pada KK RW 01


sebanya 3 orang anak. Sebagian besar dari responden (66,7%) berjenis kelamin
laki-laki dan hampir setengah dari responden (33,3%) berjenis kelamin perempuan.
Umur anak ke tiga dalam keluarga di RW 01 berumur 7, 8 dan 9 tahun. Kelas 2 sd,

101
b

3 sd, 4 sd.

Pengetahuan

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa seluruh responden (100%)


mengatakan bahwa bencana alam merupakan kejadian yang disebabkan oleh alam
dan merugikan manusia.

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa seluruh responden (100%)


mengatakan bahwa gempa bumi merupakan bencana alam.

102
b

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar dari responden


(52,8%) mengatakan bahwa gempa bumi merupakan bencana alam yang terjadi
karena gunung meletus dan hampir setengah dari responden (47,2%) mengatakan
bahwa bahwa gempa bumi merupakan bencana alam yang tidak terjadi karena
gunung meletus

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar dari responden


(61,1%) mengatakan bahwa kecelakaan lalu lintas tidak merupakan bencana alam
dan sebagian kecil (38,9%) mengatakan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan
bencana alam.

103
b

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar dari responden


(66,7%) mengatakan bahwa setiap gempa bumi menyebabkan sunami dan sebagian
kecil (33,3%) mengatakan tidak setiap gempa bumi menyebabkan sunami

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hamper seluruh dari responden


(77,8%) mengatakan bahwa gempa bumi tidak bisa diketahui sedangkan sangat
sedikit dari responden (22,2%) mengatakan bahwa kejadian gempa bumi dapat
diketahu.

104
b

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hamper seluruh dari responden


(86,1%) mengatakan bahwa bangunan yang roboh saat gempa merupakan ciri gempa
yang kuat. Sangat sedikit dari responden (13,9%) mengatakan bahwa bangunan yang
roboh saat gempa tidak merupakan ciri gempa yang kuat

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hamper seluruh dari responden


(72,2%) mengatakan bahwa tsunami selalu ditandai dengan surutnya air laut. Sebagian
kecil dari responden (27,8%) mengatakan bahwa bahwa tsunami tidak selalu ditandai
dengan surutnya air laut.

105
b

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar dari responden (69,4%)
mengatakan bahwa badai/puting beliung tidak dapat menimbulkan tsunami. Hampir
setengah dari responden (30,6%) mengatakan bahwa badai/puting beliung dapat
menimbulkan tsunami

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar dari responden (55,6%)
mengatakan bahwa tidak pernah mendaptkan pelajaran mengenai tsunami sedangkan
(44,4%) mengatakan pernah mendaptkan pelajaran mengenai tsunami.

106
b

Perencanaan Tanggap Darurat

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh dari responden


(88,9%) mengatakan bahwa perlu menghubungi keluarga jika terjadi gempa. Sedangkan
sangat sedikit dari responden (11,1%) mengatakan tidak perlu menghubungi keluarga
jika terjadi gempa

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh dari responden


(88,9%) mengatakan bahwa perlu menyelamatkan barang berharga/kesayangan.
Sedangkan sangat sedikit dari responden (11,1%) mengatakan tidak perlu
menyelamatkan barang berharga/kesayangan

107
b

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hampir seluruh dari responden


(88,9%) mengatakan bahwa berlari keluar ruangan cukup aman agar tidak terkena
reruntuhan gempa.
Sedangkan sangat sedikit dari responden (11,1%) mengatakan keluar ruangan cukup
aman agar tidak terkena reruntuhan gempa merupakan tidak tepat.

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar dari responden


(58,3%)
hampir seluruh dari responden (88,9%)mengatakan bahwa berlari keluar ruangan cukup
aman agar tidak terkena reruntuhan gempa. Sedangkan sangat sedikit dari responden
(11,1%) mengatakan keluar ruangan cukup aman agar tidak terkena reruntuhan gempa
merupakan tidak tepat

108
b

Mobilisasi Sumber Daya

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa hamppir seluruh responden (86,1%)


mengatakan bahwa mengikuti acara simulasi bencana merupakan kegiatan yang
menyenangkan dan sangat sedikit (13,9%) dari responden mengatakan bahwa mengikuti
acara simulasi bencana merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar responden (69,4%)


mengatakan tidak pernah mengikuti pengajaran tentang cara menghadapi gempa bumi dan
sebagian kecil (30,6%) dari responden mengikuti pengajaran tentang cara menghadapi
gempa bumi.

109
b

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa sebagian besar responden (66,7%)


mengatakan tidak mengetahui siapa yang akan dihubungi pada keadaan darurat dan sebagian
kecil (33,3%) dari responden mengetahui siapa yang akan dihubungi pada keadaan darurat.

110
b

B. Fase Analisa data

DIVISI DATA MASALAH


Remaja dan Data Mayor Defisit Pengetahuan Tentang
Dewasa Subjektif : Kesiapsiagaan Bencana
1. Menanyakan masalah yang dihadapi
• Berdasarkan hasil survey hampir dari
seluruh responden (92,4%) dalam 5 tahun
terakhir mengatakan keluarga terkena
bencana.
• Berdasarkan hasil survey hampir dari
seluruh responden (93,8%) memberikan
jawaban jenis bencana yang terjadi paling
banyak adalah gempa.
• Berdasarkan hasil survey, hampir setengah
responden (31,5%) mengatakan tidak
cukup siap apabila terjadi bencana.
• Berdasarkan hasil survey, hampir setengah
responden (48,3%) mengatakan
mendapatkan informasi tentang bencana
dalam setahun terakhir dari pejabat public
seperti camat/lurah/ketua RT.
• Berdasarkan hasil survey, hampir dari
seluruh responden (95,3%) mengatakan
menerima informasi tentang bencana dari
luar masyarakat dalam setahun terakhir dari
radio/televise/internet.
• Berdasarkan hasil survey hampir setengah
responden (42,2%) mengatakan tidak ada
peningkatan pemahaman tentang bencana
dalam 12 bulan terakhir
• Berdasarkan hasil survey, hampir setengah
responden (37,4%) mengatakan tidak

111
b

mengetahui masyarakat yang siap dalam


menghadapi bencana.
• Berdasarkan hasil survey, hampir sebagian
responden (42,2%) mengatakan tidak
memiliki nomor darurat untuk dihubungi
pada saat terjadi bencana.
• Berdasarkan hasil survey, sebagian besar
responden (56,9%) mengatakan tidak ada
panitia atau tim koordinasi bencana di RW
01 Kelurahan Parupuk Tabing.
• Berdasarkan hasil survey, sebagian besar
responden (58%) mengatakan tidak
memiliki tim tanggap untuk keadaan
darurat.
• Berdasarkan hasil survey, sedikit responden
(22,3%) mengatakan tidak memiliki rute
evakuasi yang ditandai di RW 01 Kelurahan
Parupuk Tabing .
• Berdasarkan hasil survey, sedikit dari
responden (13,7%) masyarakat mengatakan
tidak tau adanya sistem peringatan (sirine,
bendera, peluit) jika terjadi keadaan
darurat/bencana.
• Berdasarkan hasil survey, sedikit dari
responden (24,3%) mengatakan tidak tau
titik penampungan untuk keadaan darurat di
RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing.
• Berdasarkan hasil survey, hampir seluruh
responden (84,3%) mengatakan tidak ada
seseorang dari rumah yang berpartisipasi
dalam kegiatan pelatihan P3K.

112
b

• Berdasarkan hasil survey, hampir seluruh


responden (86,3%) mengatakan tidak ada
seseorang dari rumah yang berpartisipasi
latihan simulasi bencana atau latihan
evakuasi.
• Berdasarkan hasil survey, hampir
seluruhnya (85,3%) masyarakat
mengatakan tidak ada pertemuan
kesiapsiagaan bencana.
• Berdasarkan hasil survey, hampir
seluruhnya (84,4%) masyarakat
mengatakan tidak ada acara komunitas yang
berfokus pada kesiapsiagaan bencana.
• Berdasarkan hasil survey, hampir dari
setenga responden (40,8%) tidak
mengetahui tindakan apa yang akan
dilakukan jika menemukan seseorang yang
tidak sadarkan diri di depan rumah saat
pergi menyelamatkan diri.
Objektif:
1. Menunjukkan Perilaku tidak sesuai anjuran
• Berdasarkan hasil survey, sebagian kecil
responden (24,3%) tidak mengetahui titik
pertemuan/area aman yang teridentifikasi di
RW 01 Kelurahan Parupuk Tabing.
• Berdasarkan hasil survey, hampir seluruh
responden (84,2%) mengatakan tidak
mendapatkan pelatihan P3K di RW 01
Kelurahan Parupuk Tabing.
• Berdasarkan hasil survey, hampir
seluruhnya (92,4%) masyarakat
mengatakan terkena bencana dalam 5 tahun
terakhir.
113
b

• Berdasarkan hasil survey, beberapa bencana


yang terjadi yaitu gempa bumi dan banjir,
• Berdasarkan hasil survey, hampir setengah
responden (38,4%) tidak terpikir memiliki
kesiapsiagaan bencana terkait tindakan apa
yang akan dilakukan untuk mengurangi
risiko terkena dampak bencana banjir.
• Berdasarkan hasil survey, sebagian besar
responden (50,7%) memiliki kesiapsiagaan
yang masih rentan terkait tindakan apa yang
akan dilakukan untuk mrngurangi risiko
terkena dampak bencana gempa bumi.
• Berdasarkan hasil survey, hampir setengah
respponden (44,5%) masyarakat memiliki
kesiapsiagaan yang masih rentan terkait
tindakan apa yang akan dilakukan untuk
mengurangi risiko terkena dampak bencana
tsunami.
2. Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
masalah
• Berdasarkan hasil survey, hampir setengah
responden (38,4%) masyarakat tidak
menguji rute evakuasi.
• Berdasarkan hasil survey, sangat sedikit
responden (19,4%) tidak mengidentifikasi
titik pertemuan di luar rumah jika terjadi
keadaan darurat.
• Berdasarkan hasil survey, sangat sedikit
responden (6,6%) yang memiliki alat
pemadam kebakaran dan tidak satupun
masyarakat yang memiliki alat pendeteksi
asap

114
b

Lansia Data mayor : Defisit pengetahuanb/d kurang


1. Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran terpaparinformasi tentang
• Dari diagram diatas didapatkanbahwa kesiapsiagan bencana RW 01
75% sudah melakukanvaksin covid-19 dikelurahan parupuk tabing.
• Dari diagram didapatkan alasan
responden tidak mengikuti vaksin
covid-19 yaitu 60% lansia
mengatakan merasa takut saat
melakukan vaksin covid-19
• Dari diagram didapatkan bahwa 79,5%
responden menjawab ada yang
membantu berlari keluar rumah saat
terjadi gempa dan 20,5% menjawab
tidak ada yang membantu.
• Dari diagram didapatkan bahwa 84%
responden memilih “ya” mengetahui
titik pertemuan/area aman diluar
rumah untuk berkumpul setelah gempa
2. menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
masalah
• Dari diagram didapatkan bahwa 51%
responden memilih benar dengan
pernyataan panel listrik tidak perlu
dimatikan saat banjir.
• Dari diagram didapatkan bahwa 51%
responden memilih jawaban benar
dengan pernyataan untuk menghindari
resiko banjir yang tinggi, sebaiknya
kita tetap menunggu didalam rumah
• Dari diagram didapatkan bahwa 89%
responden memilih jawaban benar
dengan pernyataan untuk mengurangi
resiko yang ditimbulkan akibat

115
b

bencana banjir maka saran-saran


mitigasi struktural/fisik ialah
pembuatan
• tanggul sepanjang sungai Dari
diagram didapatkan bahwa 87,2%
responden memilih jawaban salah
dengan pernyataan setiap gempa bumi
menyebabkan tsunami
• Dari diagram didapatkan bahwa 75%
responden memilih saat berada
dirumah atau suatu bangunan untuk
berlari keluar jika terjadi gempa bumi
dan 13% memilih tetap berada dalam
rumah/
bangunan.

Mater- Data Mayor : Kesiapan peningkatan


Anak Subjektif pengetahuan
1. Mengungkapkan minat dalam belajar
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 30,6% responden
yang tidak pernah mengikuti pengajaran
tentang gempa bumi dan terdapat 69,4%
responden yang pernah mengikuti
pengajaran tentang gempa bumi.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 86,1% responden
yang mengikuti acara simulasi bencana
dan 13,9% responden tidak mengikuti
acara simulasi bencana.
2. Menjelaskan pengetahuan tentang suatu
topik
• Berdasarkan data di atas, dari 36

116
b

responden terdapat 100% responden


mengetahui bencana alam merupakan
kejadian yang disebabkan oleh alam dan
merugikan manusia.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 100% responden
mengetahui gempa bumi merupakan
bencana alam.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 52,8% responden
yang mengatakan bahwa gempa bumi
terjadi setelah gunung meletus dan
47,2% responden yang mengatakan
bahwa gempa bumi tidak terjadi setelah
gunung meletus.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 61,1% responden
yang mengatakan bahwa kecelakaan lalu
lintas bukanlah merupakan bencana alam
dan 38,9% responden yang mengatakan
bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan
bencana alam.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 66,7% responden
mengatakan bahwa setiap gempa bumi
tidak menyebabkan tsunami dan 33,3%
responden mengatakan bahwa setiap
gempa bumi menyebabkan tsunami.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 77,8% responden
yang mengatakan bahwa waktu kejadian
gempa bumi tidak bisa diketahui dan
22,2% responden yang mengatakan
117
b

bahwa waktu kejadian gempa bumi bisa


diketahui
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 86,1% yang
mengatakan bahwa bangunan yang
roboh saat gempa merupakan ciri gempa
yang kuat dan 13,9% responden yang
mengatakan bahwa bangunan yang
roboh saat gempa bukanlah merupakan
ciri gempa yang kuat.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 72,2% yang
mengatakan bahwa tsunami selalu
ditandai dengan surutnya air laut dan
27,8% responden yang mengatakan
bahwa tsunami tidak selalu ditandai
dengan surutnya air laut.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 69,4% yang
mengatakan bahwa badai/puting beliung
dapat menimbulkan tsunami dan 30,6%
responden yang mengatakan bahwa
badai/puting beliung tidak dapat
menimbulkan tsunami.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 55,6% yang
mengatakan bahwa pernah mendapatkan
pelajaran mengenai tsunami dan 44,4%
responden yang mengatakan bahwa
belum pernah mendapatkan pelajaran
mengenai tsunami

118
b

Objektif
Perilaku sesuai pengetahuan
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 55,6% mengetahui
titik pertemuan untuk berkumpul setelah
gempa dan 44,4% yang tidak
mengetahui titik pertemuan untuk
berkumpul setelah gempa.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden 88,9% berlari keluar ruangan
yang cukup aman agar tidak terkena
reruntuhan gempa dan 11,1% responden
yang tidak berlari keluar ruangan yang
cukup aman agar tidak terkena
reruntuhan gempa.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 41,7% mengetahui
bila terjadi gempa berlindung dibawah
kolong meja adalah tindakan awal yang
aman dan 58,3% yang tidak mengetahui
bila terjadi gempa berlindung dibawah
kolong meja adalah tindakan awal yang
aman.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden 52,8% keluarga tidak
memiiki rencana untuk keadaan darurat
saat bencana dan 47,2% keluarga
memiiki rencana untuk keadaan darurat
saat bencana.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 80,6% mengetahui
bel atau tanda peringatan tsunami dapat
dibatalkan bila ternyata tidak terjadi
119
b

tsunami dan 19,4% yang tidak


mengetahui bel atau tanda peringatan
tsunami dapat dibatalkan bila ternyata
tidak terjadi tsunami.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden 69,4% bila terjadi bencana
gempa yang disusul tsunami harus teriak
dan menangis dan 30,6% bila terjadi
bencana gempa yang disusul tsunami
tidak harus teriak dan menangis.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 88,9% perlu
menghubungi keluarga bila terjadi
gempa dan 11,1% tidak perlu
menghubungi keluarga bila terjadi
gempa.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 88,9% perlu
menyelamatkan barang berharga bila
terjadi bencana dan 11,1% tidak perlu
menyelamatkan barang berharga bila
terjadi bencana.
• Berdasarkan data di atas, dari 36
responden terdapat 88,9% mengetahui
menjauhi pantai bila mendengar tanda
bahaya tsunami merupakan tindakan
yang benar dan 11,1% tidak mengetahui
menjauhi pantai bila mendengar tanda
bahaya tsunami merupakan tindakan
yang benar.

120
121

Anda mungkin juga menyukai