OLEH :
KELOMPOK 4
1. Nanang Pramayudi 9. Annisa Farhanah
2. Dwi Damyanti Jonathan 10. Ananda Prastuti Sutrisno
3. Tri Ulfa Amelda 11. MimiAgustika sastka
4. Rahayu Maya Sari 12. Reflina Sari
5. Dian Agusti Tanjung 13. Ernisah
6. Azina Fithra Sari 14. Rita Sri Hartati
7. Yolanda Sukarma 15. Soya OdisaAmri
8. Miftahul Jannah 16. Efa Sulastri
DOSEN KOORDINATOR :
Ns. Elvi Oktarina, M.Kep, Sp. Kep. MB
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana merupakan peristiwa atau kejadian yang berlebihan yang
mengancam dan menggangu aktifitas normal kehidupan masyarakat yang
terjadi akibat prilaku perbuatan manusia maupun akibat anomali peristiwa
alam (Sigit, 2018). Bencana juga merupakan kejadian baik alami maupun
buatan manusia yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya
nyawa manusia, memburuknya layanan kesehatan (Roccaforte, 2014).
Bencana juga diartikan sebagai gangguan serius yang terjadi dan berdampak
tidak berfungsinya tatanan kehidupan di suatu komunitas atau masyarakat
(Heylin, 2015).
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak
pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu Lempeng Benua Asia, Benua
Australia, L empeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana [BNPB], 2019). Serta Indonesia secara geologis
terletak pada rangkaian cincin api yang membentang sepanjang lempeng
pasifik yang merupakan lempeng tektonik paling aktif didunia. Deretan
gunung api di Indonesia ini merupakan bagian dari gunung api yang sering
disebut Ring Of Fire atau Deret Sirkum Pasifik (Rachmawati, 2013). Kondisi
tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung
berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor (BNPB, 2019).
Kejadian bencana mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun
2016 terdapat 1.986 kejadian bencana dan pada tahun 2020 terdapat 2.925
kejadian bencana (Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB], 2020).
Menurut laporan EM-DAT (international disaster database) pada tahun 2018
di laporkan terjadi peristiwa bencana alam di seluruh dunia yang
mengakibatkan kematian sebanyak 11.804 orang, dan lebih dari 73 juta orang
terdampak bencana (WHO, 2019). Sedangkan menurut DIBI (Data Informasi
2
dengan ketinggian sampai 10 m dari permukaan laut. Dari hal tersebut jika
tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang maka akan
berdampak pada tingginya jumlah kerugian dari bencana ini baik dari materil
maupun jiwa sehingga perlunya kesiapsiagaan pada masyarakat.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna. (UU Nomor 24 Tahun 2007). Kesiapsiagaan
bencana juga merupakan tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintah,
organisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi
suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna, termasuk menyusun rencana
penanggulangan bencana, pemeliharaan dan pelatihan personil (Mohd Robi
Amri et al., 2016).
Praktik keperawatan bencana merupakan adaptasi dari keterampilan
keperawatan professional dalam mengenali dan memenuhi kebutuhan fisik
dan emosional keperawatan akibat suatu bencana. Tujuan keseluruhan dari
keperawatan bencana adalah untuk mencapai tingkat kesehatan terbaik bagi
orang-orang dan komunitas yang terlibat dalam bencana. Pelaksanaan praktek
profesi dilaksanakan melalui tahapan antara lain : observasi fisik lingkungan,
penyebaran kuesioner untuk memperolaeh data kejadian bencana pada
msyarakat, musyawarah masyarakat pertama untuk menindak lanjuti hasil
survei dan kuesioner (hasil angket), implementasi kegiatan sesuai dengan
rencana yang telah disepakati oleh masyarakat dan musyawarah masyarakat
kedua untuk menyampaikan hasil evaluasi kegiatan yang telah direcanakan
Praktik keperawatan bencana pada mahasiswa profesi Unand
dilakukan di RW.009 Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah
Kota Padang mulai tanggal 29 November 2021 sampai 1 Januari 2022.
Kecamatan Koto tangah berada pada 00o58 Lintang Selatan dan 99036’40”-
100021’11” Bujur Timur, dengan curah hujan 371 mm/Tahun dan terletak 0-
1.600 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 232,25 km2.
Mayoritas masyarakat di Pasia Nan Tigo bekerja sebagai nelayan.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari laporan ini
adalah “Bagaimana tingkat kesiapsiagaan bencana gempa bumi, tsunami,
dan banjir pada RW 009 Kelurahan Pasie Nan Tigo ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengatahui tingkat kesiapsiagaan bencana gempa bumi, tsunami,
dan banjir pada RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan informasi tentang data-data bencana yang
terdapat RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo.
b. Menjelaskan bencana yang terdapat di RW 009 Kelurahan
Pasie Nan Tigo berdasarakan data-data yang sudah
dikumpulkan
5
D. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
Diharapakan laporan hasil kegiatan ini dapat dijadikan pedoman
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan
kedepannya guna mengatasi masalah kesiapsiagaan bencana di RW
009 Kelurahan Pasie Nan Tigo.
2. Bagi Pihak Terkait (Lintas Program dan Sektoral)
Diharapakan laporan hasil kegiatan ini dapat dijadikan data maupun
bahan untuk menyusun program kerja dan kebijakan dalam bidang
kebencanaan di masa yang akan datang.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapakan laporan hasil kegiatan ini menjadi bahan perbandingan
untuk mahasiswa profesi yang akan menjalankan siklus keperawatan
bencana berikutnya dan menjadi bahan evaluasi terhadap program
atau kurikulim keperawatan bencana yang telah ditetapkan.
BAB II
PELAKSANAAN
A. TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP BENCANA
2.1.1 Defenisi Bencana
Bencana merupakan suatu peristiwa yang sangat ditakuti dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
oleh faktor alamdan faktor non alam maupun faktor manusia yang mana
hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, timbulnya
korban jiwa manusia, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Kesalahan dan kelalaian manusia dalam mengantisipasi alam juga
termasuk dalam faktor penyebab terjadinya bencana. (Soehatman,
2010:17).
Bencana yang terjadi dapat dibagi berdasarkan sifatnya sebagai
alamiah maupun buatan manusia dan mengakibatkan penderita dan
kesengsaraan sehingga korban bencana membutuhkan bantuan orang
lain untuk memenuhui kebutuhannya. Secara lebih sederhana
pengertian bencana adalah kejadian yang membutuhkan usaha ekstra
keras, lebih dari responterhadapsituasi kedaruratan biasa. (CMHN,
2011)
Bencana dapat juga didefenisikan sebagai kondisi yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Bencana ini bias mengubah pola kehidupan dari
kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak,
menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial
masyarakat, serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (Bakornas,
2009).
Bencana menyebabkan gangguan kehidupan keseharian yang mana
berubahnya pola-pola kehidupan dari kondisi normal, hilangnya harta
benda dan jiwa manusia, merusak struktur social komunitas,
memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi atau komunitas. Oleh karena
6
7
itu bencana cenderung terjadi pada komunitas yang rentan, dan akan
membuat komunitas semakin rentan. (Setyowati, 2010:10)
a. Non-Bencana
Telah diketahui bahwa daerah-daerah tertentu di Indonesia
cenderung mudah mengalami bencana gempa karena Indonesia
terletak pada jalur gempa. Kondisi non-bencana adalah kondisi
tidak ada bencana (stabil) pada lokasi rawan bencana seperti
daerah pantai atau pegunungan, daerah jalur gempa, daerah
pinggir sungai, lokasi pemukiman padat, gedung-gedung tinggi
dan lain-lain.
b. Bencana
Tahap ini meliputi 2 kondisi yaitu pra bencana (saat
diprediksi akan terjadinya bencana tetapi belum benar-benar
terjadi) dan bencana (24 jam pertama setelah terjadinya bencana).
Karakteristik fase bencana ini adalah ada tanda-tanda awal
terjadinya bencana (seperti air yang meninggi, uap panas dan
butiran batu dari kawah gunung berapi), hingga 24 jam setelah
bencana.
Untuk itu yang dilakukan adalah mengingatkan masyarakat
(peringatan, siaga I-III), mobilisasi, dan evakuasi jika perlu.
Setelah terjadinya bencana individu atau masyarakat pada area
yang terkena akan mengalami trauma dan berada pada situasi
krisis akibat perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam
kehidupannya. Perubahan ini dapat menyebabkan penderitaan dan
kesengsaraan bagi individu mau pun masyarakat yang terkena.
Beberapa kondisi yang biasanya menyertai bencana antara lain
adalah kematian, kerusakan dan kehilangan harta benda, serta
perpisahan dengan orang yang dicintai.
c. Pasca bencana
Individu yang mengalami bencana dapat dipastikan akan
mengalami truma. Trauma adalah cedera fisik yang disebabkan
oleh tindakan kekerasan, kerusakan atau masuknya zat beracun ke
dalam tubuh, atau cedera psikologi akibat syok emosional yang
9
perlu diberikan pada bayi dan balita bila dalam catatan program
daerah tersebut belum mendapatkan crash program campak.
e. Surveilans Epidemiologi
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemiologi
penyakit potensi KLB dan faktor risiko. Penentuan pengendalian
penyakit diperoleh dari informasi epidemiologi. Informasi
epidemiologi yang harus diperoleh melalui kegiatan surveilans
epidemiologi adalah: penyakit menular, reaksi sosial, pengaruh
cuaca, perpindahan penduduk, makanan dan gizi, kesehatan jiwa,
persediaan air dan sanitasi, kerusakan infrastruktur kesehatan
(Efendi, 2009).
A. Pra Bencana
Pada fase pra bencana setiap lembaga atau jajaran pers dapat
memainkan perannya sebagai pendidik publik melalui penyuluhan
yang disajikan secara terencana, priodik, populer, digemari dan
mencerahkan serta memperkaya khazanah alam pikiran publik
dengan target antara lain :
1. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang
bencana, mekanisme penanggulangan bencana, langkah-
20
jangkauan sangat jelas dan memiliki cakupan yang luas dan dalam.
Dibandingkan dengan managemen penanggulangan bencana darurat
biasa, PRB dapat melakukan inisiatif kegiatan dalam segala bidang
pembangunan dan kemanusiaan.
Pencegahan adalah bagaimana cara mencegah atau menghindar dari
bencana, kita tahu bahwa ada beberapa bencana tidak dapat dicegah,
khususnya bencana alam. Namun resiko kehilangan nyawa atau cedera
dapat dikurangi dengan rencana evakuasi yang baik, perencanaan
lingkungan yang baik dan sebagainya. Upaya pencegahan bencana ini
merupakan satu hal yang sangat penting, harus dilakukan terus menerus
dan berkelanjutan oleh kita semua.
Situasi, terdapat Potensi Bencana Situasi ini perlu adanya
kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam
penanggulangan bencana. Kegiatan – kegiatan pra bencana ini
dilakukan secara lintas sektor dan multitake holder, oleh karena itu
fungsi BNPB / BPBD adalah fungsi koordinasi.
c. Lembaga usaha
d. Peran lembaga usaha juga terlibat pada pra bencana, saat bencana
dan pasca bencana. Peran lembaga usaha pada saat pra bencana
antara lain (1) Membuat kesiapsiaagaan internal lembaga usaha
(business continuity plan), (2) Membantu kesiapsiagaan masyarakat,
(3) Melakukan upaya pencegahan bencana, seperti konservasi lahan,
(4) Melakukan upaya mitigasi struktural bersama pemerintah dan
masyarakat, (5) Melakukan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan
untuk upaya PRB, (6) Bekerjasama dengan pemerintah membangun
sistem peringatan dini, dan (7) Bersinergi dengan Pemerintah dan
Orsosmas mewujudkan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana.
Sementara itu peran lembaga usaha pada saat bencana antaralain (1)
Melakukan respon tanggap darurat di bidang keahliannya, (2)
Membantu mengerahkan relawan dan kapasitas yang dimilikinya, (3)
Memberikan dukungan logistik dan peralatan evakuasi, dan (4)
Membantu upaya pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan peran
lembaga usaha pada saat pasca bencana antara lain (1) Terlibat
dalam pembuatan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi, (2)
Membantu pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai dengan
kapasitasnya, dan (3) Membangun sistemjaringan pengaman
ekonomi.
8. Permasalahan Pemerintah Daerah
Dalam Manajemen Bencana Permasalahan pemerintah daerah dalam
pelaksanaan manajemen bencana (Kusumasari, 2014) sebagai berikut :
1) Tahap mitigasi
(a) Kesadaran masyarakat rendah karena bencana dipandang
sebagai kehendaktuhan
(b) Rendahnya komitmen pemerintah misalnya rendahnya
visibilitas dari tujuan pemerintah dalam menangani tugas-tugas
rutin dan menolak inovasi, tekanan politik, kepemimpinan,
organisasi dan keuangan yang tidak efektif.
34
2) Tahap kesiapsiagaan
(a) Sistem peringatan dini tidak memadai
(b) Keterbatasan keuangan
3) Tahap respon
(a) Komunikasi dan arus informasi antar lembaga masih rendah
(b) Kesulitan dalam koordinasi, secara horizontal dan vertikal
(c) Informasi publik, seperti sistem peringatan bencana
(d) Bantuan relawan
4) Tahap pemulihan
(a) Kendala anggaran
(b) Kurangnya keahlian
(c) Perintah dan kontrol dari pemerintah pusat.
B. Bencana Banjir
1. Pengertian Bencana Banjir
“Banjir didefenisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat
meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu
wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu
dkk, 2009). Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila
meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah
sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan
paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun
ekonomi” (IDEP,2007). “Banjir merupakan peristiwa dimana daratan
yang biasanya kering (bukan daerah rawa) menjadi tergenang oleh air,
hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi
wilayah berupa dataran rendah hingga cekung. Selain itu terjadinya
banjir juadapat disebabkan oleh limpasan air permukaan (run off) yang
meluap dan volumenya melebihi kapasitas pengaliran sistem drainase
atau sistem aliran sungai. Terjadinya bencana banjir juga disebabkan
oleh rendahnya kemampuan infiltrasi tanah, sehingga menyebabkan
tanah tidak mampu lagi menyerap air. Banjir dapat terjadi akibat
35
c. Pasca Bencana
- Rehabilitasi adalah “Serangkaian kegiatan yang dapat membantu
korban bencana untuk kembali pada kehidupan normal yang
kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di
dalam masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah penanganan
korban bencana yang mengalami trauma psikologis” (Ramli,
2010),
- Rekonstruksi adalah “Serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan situasi seperti sebelum terjadinya bencana,
termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses
sumber-sumber ekonomi, perbaikan lingkungan, pemberdayaan
masyarakat”. Berorientasi pada pembangunan dengan tujuan
mengurangi dampak bencana, dan di lain sisi memberikan
manfaat secara ekonomis pada masyarakat (Ramli, 2010),
- Prevensi adalah “Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk
menyediakan sarana yang dapat memberikan perlindungan
permanen terhadap dampak peristiwa alam, yaitu rekayasa
teknologi dalam pembangunan fisik” (Ramli, 2010).
C. Pengertian Tsunami
Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh
macam-macam gangguan di dasar samudra. Gangguan ini dapat berupa
gempa bumi, pergeseran lempeng, atau gunung meletus. Tsunami tidak
kelihatan saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai
wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin
membesar. Tsunami juga sering disangka sebagai gelombang air pasang. Ini
karena saat mencapai daratan, gelombang ini memang lebih menyerupai air
pasang yang tinggi dari pada menyerupai ombak biasa yang mencapai
pantai secara alami oleh tiupan angin. Namun sebenarnya gelombang
tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut.
41
- Pemulihan (Recovery)
Pemulihan merupakan suatu proses yang di lalui agar kebutuhan
pokok terpenuhi. Proses recovery terdiri dari:
1) Rehabilitasi: perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang
sifatnya sementara atau berjangka pendek
2) Rekonstruksi: perbaikan yang sifatnya permanen
3) Pencegahan (Prevention) Pemulihan: upaya untuk
menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya
suatu ancaman.
- Mitigasi (Mitigation)
Mitigasi merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi
dampak buruk dari suatu ancaman.
- Kesiapsiagaan (Preparedness)
Kesiapsiagaan merupakan persiapan rencana untuk bertindak
ketika terjadi (atau kemungkinan akan terjadi) bencana.
Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan
dalam keadaan darurat diidentifikasi atas sumber daya yang
adauntuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pencegahan ini dapat
mengurangi dampak burukdari suatu ancaman (Pancawati Heni,
2014).
2. Pemahaman Masyarakat Terhadap Bencana Tsunami
Memahami atau mengerti itu adalah salah satu hal yang berhubungan
dengan pengembangan satu pemikiran. Manusia bisa mengerti karena
berawal dari sebuah perasaan yang dia inginkan, hingga terbentuk satu
dorongan dalam perasaannya untuk mencari tahu apa yang belum dia
tahu. Sedangkan pengertian merupakan kumpulan pengetahuan yang
dimiliki, atau bisa disebut juga pemahaman. Begitulah asal mulanya
pengertian. Ini bersumber dari rasa keingintahuan dari kelima panca
indera yang kita miliki, dengan cara mendengar, melihat, yang lantas
berujung pada tindakan. Konsep masyarakat tidak berdiri sendiri, tetapi
erat hubungannya dengan lingkungan. Hal tersebut berarti bahwa ketika
43
4. Kesiapsiagaan
a. Pengertian
Kesiapsiagaan Menurut Nick Carter dalam (LIPI/UNESCO-ISDR,
2006:5) mengenai kesiapsiagaan dari suatu pemerintah, suatu
kelompok masyarakat atau individu yaitu, tindakan-tindakan yang
memungkinkan pemerintah, organisasi-organisasi, masyarakat,
komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi
bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan
kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana,
pemeliharaan sumber daya dan pelatihan personil. Menurut Sutton dan
Tierney dalam (Dodon, 2013:129) kesiapsiagaan merupakan kegiatan
yang sifatnya perlindungan aktif yang dilakukan pada saat bencana
terjadi dan memberikan solusi jangka pendek untuk memberikan
dukungan bagi pemulihan jangka panjang. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yangdilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui langkah yang tepat guna dan
berdayaguna. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan-kegiatan dan
langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahaya-bahaya
alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan
adanya kejadian bahaya tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda
jika mereka terancam dan untuk memastikan respon yang efektif,
misalnya dengan menumpuk bahan pangan (Charlotte Benson dkk,
2007 dalam MPBI, 2009).
45
b. Tujuan Kesiapsiagaan
Menurut Gregg dalam (Dodon, 2013:129) kesipasiagaan bertujuan
untuk meminimalkan efek samping bahaya melalui tindakan
pencegahan yang efektif, tepat waktu, memadai, efisiensi untuk
tindakan tanggap darurat dan bantuan saat bencana. Upaya
kesiapsiagaan juga bertujuan untuk memastikan bahwa sumber daya
yang diperlukan untuk tanggap dalam peristiwa bencana dapat
digunakan secara efektif pada saat bencana dan tahu bagaimana
menggunakannya (Sutton dan Tierney dalam Dodon, 2013:129).
c. Sifat Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan suatu komunitas selalu tidak terlepas dari aspek-aspek
lainnya dari kegiatan pengelolaan bencana (tanggap darurat,
pemulihan dan rekonstruksi, pencegahan dan mitigasi). Untuk
menjamin tercapainya suatu tingkat kesiapsiagaan tertentu, diperlukan
berbagai langkah persiapan pra-bencana, sedangkan keefektifan dari
kesiapsiagaan masyarakat dapat di lihat dari implementasi kegiatan
tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana. Pada saat pelaksanaan
pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana, harus dibangun juga
mekanisme kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan bencana
berikutnya. Selain itu juga perlu diperhatikan sifat kedinamisan dari
suatu kondisi kesiapsiagaan suatu komunitas. Tingkat kesiapsiagaan
suatu komunitas dapat menurun setiap saat dengan berjalannya waktu
dan dengan terjadinya perubahan-perubahan sosial-budaya, politik dan
ekonomi dari suatu masyarakat. Karena itu sangat diperlukan untuk
selalu memantau dan mengetahui kondisi kesiapsiagaan suatu
masyarakat dan melakukan usaha-usaha untuk selalu menjaga dan
meningkatkan tingkat kesiapsiagaan tersebut. (LIPI-UNESCO/ISDR,
2006:7)
d. Indikator Penilaian Kesiapsiagaan
Indikator yang akan digunakan untuk menilai kesiapsiagaan
46
c. Batas Wilayah
Kelurahan Pasie Nan Tigo memiliki batas wilayah dengan
beberapa kelurahan. Dimana batas wilayah Kelurahan Pasie Nan
Tigo pada sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Padang Sarai.
Pada sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kelurahan Bungo
50
d. Lingkungan terbuka
Luas lahan RW 009 adalah ± 4 ha dengan jenis penggunaan
dominan yaitu permukiman warga. Penggunaan lahan selain sebagai
permukiman adalah kebun campuran, rawa dan pantai.
e. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data laporan mutasi penduduk Kelurahan Pasie
Nan Tigo RW 009 pada bulan Desember 2021. Pada RW 009 PNT,
jumlah penduduk tertinggi yaitu di RT 05 dengan jumlah penduduk
357 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah yaitu di RT 03
dengan jumlah penduduk 301 jiwa.
h. Kebiasaan
Kegiatan warga di RW 009 yaitu pada agregat remaja
berolahraga seperti volley, bola kaki dan bulutangkis, dan pada
agregat dewasa yaitu pengajian yang di lakukan di musholah Al-
Ikhlas dan masjid . Selain itu kegiatan gotong royong juga
dilaksanakan dalam sebulan sekali.
i. Transportasi
Sarana transportasi di RW 009 umumnya masyarakat
menggunakan motor dan mobil. Untuk sarana angkutan umum sejak
tahun 2000 hingga sekarang transportasi yang digunakan yaitu
mobil pick up dan ojek.
Pendidikan
Pondok Pesantren RT 01 2
Pelayanan Kesehatan
Posyandu RT 02 1
Tempat Ibadah
Musholah Al-Muqarrabn RT 04 1
52
Pusat Perbelanjaan
Minimarket RT 03 2
Warung RT 01 4
Warung RT 03 2
Warung RT 04 2
Rumah makan RT 04 3
Rumah makan RT 01 2
k. Pusat perbelanjaan
Pusat perbelanjaan di Kelurahan Pasie Nan Tigo yaitu
minimarket dan warung. Minimarket dan Warung Nan Tigo ini
terletak di pinggir pantai Kecamatan Koto Tangah. Barang-barang
yang dijual pada umumnya adalah barang-barang kebutuhan pokok..
l. Ras/suku bangsa
Rata-rata ras atau suku masyarakat yang ada di RW 009
adalah suku minang diantaranya ada suku caniago, suku tanjung,
suku jambak, batang mansiang dan beberapa suku-suku lainnya.
m. Agama
Mayoritas agama yang dianut masyarakat di kelurahan Pasien
Nan Tigo di RW 009 adalah agama Islam.
n. Kesehatan dan morbiditas
Masyarakat RW 009 memanfaatkan kegiatan posyandu dan
kegiatan kesehatan lainnya yang berada di lokasi RT 2.
o. Sarana penunjang
Sarana penunjang yang biasanya digunakan untuk posyandu,
posbindu, dan posyandu lansia berada di RT 02. Selanjutnya ada
pasar yang digunakan masyarakat untuk membeli kebutuhan sehari-
hari dan juga digunakan sebagai tempat mata pencaharian. Masjid
53
darurat ?
65
Berdasarkan hasil data kuisioner diatas, didapat 75% ibu hamil tidak
memiliki rencana untuk keadaan darurat, dan 25% ibu hamil mempunyai
rencana keadaan darurat.
Berdasarkan hasil data kuisiner diatas, 75% ibu hamil mengatakan setuju
bel atau tanda peringatan tsunami dapat dibatalkan jika ternyata tidak
terjadi tsunami, dan 25% tidak setuju bel atau tanda peringatan tsunami
4. Apakah anda mengetahui titik pertemuan atau area aman diluar rumah
Berdasarkan hasil data kuisioner diatas, terdapat 100% ibu Hamil tidak
mengetahui titik pertemuan atau area aman diluar rumah untuk berkumpul
setelah gempa.
reruntuhan gempa ?
hamil akan berlari keluar ruangan cukup aman agak tidak terkena
reruntuhan gempa, dan sebanyak 50% ibu hamil mengatakan tidak akan
awal yang aman, dan 50% mengatakan tidak setuju berlindung dibawah
dan 50% ibu hamil tidak setuju badai atau puting beliung dapat
menimbulkan tsunami.
Berdasarkan data hasil kuisioner diatas, 75% ibu hamil mengatakan tidak
seluruhnya gempa bumi terjadi setelah gunung meletus, dan 25% ibu
70
meletus.
mengatakan tsunami selalu ditandai dengan surutnya air laut, dan 25%
Berdasarkan data hasil kuisioner diatas, didapatkan 75% ibu hamil tidak
bencana.
15. Apakah anda mengetahui siapa yang akan dihubungi pada keadaan
darurat ?
72
c) Kepemilikan Listrik
Dari 174 Kartu Keluarga ada sebanyak 99,4 % responden memiliki
listrik dirumah nya dan 0,6% tidak memiliki listrik dirumahnya.
f) Akses ke Sekolah
Sebanyak 96,6 % responden dari 174 Kartu Keluarga memiliki
akses ke sekolah. Lalu ada sebanyak 3,7% responden tidak memiliki
akses ke sekolah.
82
g) Kepemilikan Tanah
Dari 174 Kartu Keluarga terkait kepemilikan tanah di komunitas
atau di RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo 66,1% memiliki
kepemilikan tanah, sedangkan 33,9% lainnya tidak memiliki
kepemilikan tanah.
tidak tahu apakah mereka benar terlibat dalam komunitas ini dan
6,3% responden mengatakan sangat setuju.
p) Rute Evakuasi
Sebanyak 70,7% responden mengatakan bahwa mereka tau
mengenai rute evakuasi namun ada sebanyak 50% responden
memiliki respon tidak jelas terkait kemana rute evakuasi tersebut.
b. Data Lansia
1. Jumlah Lansia di Masing-masing RT
Jumlah sample lansia yang ada di RW 009 Kelurahan Pasie Nan
Tigo ada sebanyal 20 orang yang masing-masing tersebar di
keempat RT, jumlah lansia terbanyak berada pada rt 01 yaitu
sebnyak 72,4%
90
3. Kegiatan Sehari-hari
Sebanyak 79,3% lansia mengatakan kegiatan mereka banyak
bekerja dan ada sebanyak 19,7 % lansia mengatakan mereka hanya
dirumah
91
3. Analisa Data
DATA Masalah Keperawatan
Agregat Dewasa Defisiensi Pengetahuan b.d Kurang
1. Dari jumlah agregat dewasa terpaparnya informasi d.d
sebanyak 1135 jiwa 77,5% ketidakdekuatan pemberian informasi
tidak mengetahui titik tentang kesiapsiagaan bencana di Rw 09
kumpul serta 63,4% Kelurahan pasie Nan Tigo
diantaranya tidak
mengetahui jalur evakuasi di
Rw 09 Kel. Pasie Nan Tigo
2. Dari jumlah agregat dewasa
sebanyak 1135 jiwa 50,7%
tidak mengetahui informasi
tentang bencana di Rw 09
Kel. Pasie Nan Tigo
3. Dari jumlah agregat dewasa
sebanyak 1135 jiwa 64,8%
93
99
100
perencanaan bencana
proses mitigasi
(PraBencana,
Tanggap
darurat, dan
Pasca
Bencana).
3) Simulasi
bencana
bersama kader
dan masyarakat
Anak dan 1) Membentuk 1) Seluruh anak Lansia RW Desember Mushalla Kelompok 4
Remaja dan melatih dan remaja 09 2021 Al-
kader Siaga memahami Kelurahan Muqarrabin
Bencana dan proses Pasie Nan
strukturnya mitigasi Tigo
yang terdiri dari dalam Kecamatan
ketua, dan menanggapi Koto
anggota: kader bencana tangah
101
4) Simulasi
bencana
bersama kader
dan masyarakat
Ibu hamil 3) Membentuk 4) Seluruh lansia Lansia RW Desember Mushalla Kelompok 4
dan melatih memahami 09 2021 Al-
kader Siaga proses Kelurahan Muqarrabin
Bencana dan mitigasi Pasie Nan
strukturnya dalam Tigo
yang terdiri dari menanggapi Kecamatan
ketua, dan bencana Koto
anggota: kader 5) Meningkatkan tangah
ibu hamil di pengetahuan Kota
RW 09 Ibu Hamil Padang
Kelurahan mengenai
Pasie Nan Tigo bencana alam
Kecamatan 6) Terciptanya
Koto tangah Ibu Hamil
Kota Padang yang tangguh
103
4) Melakukan bencana
sosialisai
perencanaan
proses mitigasi
(PraBencana,
Tanggap
darurat, dan
Pasca Bencana)
pada ibu hamil
RW 09
Kelurahan
Pasie Nan Tigo
5) Simulasi
bencana
bersama kader
dan masyarakat
Lansia Defisiensi 5) Membentuk 7) Seluruh lansia Lansia RW Desember Mushalla Kelompok 4
Pengetahuan dan melatih memahami 09 2021 Al-
b.d kurang kader Siaga proses Kelurahan Muqarrabin
104
pada lansia RW
09 Kelurahan
Pasie Nan Tigo
7) Simulasi
bencana
bersama kader
dan masyarakat
4. Mapping
106
107
108
5. Table Top
109
6. Dokumentasi Daerah