Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

PENGELOLAAN BENCANA GUNUNG MELETUS

Di Susun Oleh :
Kelompok 2B
1. Indah Nurul Pertiwi (30901800088)
2. Indah Umi Kulsum (30901800089)
3. Ine Febriana Damayanti (30901800090)
4. Inge Natasya Meidiana (30901800091)
5. Inka Andarista (30901800092)
6. Intan Dwi Putri (30901800093)
7. Intan Septiana Putri (30901800094)
8. Intan Yuni Laila A (30901800095)
9. Irna Sulistiyani (30901800097)
10. Ita Purwanti (30901800098)
11. Jazimatul Chaizal (30901800099)
12. Jingga Zulvana (30901800100)
13. Karunia Sukma Oktavia (30901800101)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bencana adalah salah satu peristiwa yang sering terjadi di Indonesia, mengingat letak

Indonesia berada pada lingkaran api menyebabkan Indonesia sebagai Negara yang sering

terkena bencana seperti gempa bumi, puting beliung, dan kekeringan yang tidak dapat

diketahui datangnya. Beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan,

letusan gunung api, tsunami dan anomali cuaca masih dapat diramalkan sebelumnya

(Niode, Rindengan, & Karouw, 2016). Adanya bencana tersebut banyak menimbulkan

dampak atau permasalahan baik permasalahan sosial ataupun permasalahan psikologis

masyarakat setempat. Mulai dari adanya korban jiwa, kerugian harta benda, bahkan

adanya rasa trauma terhadap psikologi masyarakat. Bencana terbagi dalam beberapa jenis

diantaranya adalah bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial.

Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian kejadian yang mengakibatkan korban

penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, sarana dan prasarana,

serta dapat menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat

(Wulansari, Darumurti, & Hartomi Akta Padma Eldo, 2017). Dalam Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa “Bencana

adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-

alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (menurut Kozin,

2016). Bencana adalah salah satu peristiwa alam yang terjadi baik diakibatkan oleh

aktifitas alam maupun disebabkan oleh ulah manusia baik itu disengaja atau tidak
disengaja yang menimbulkan dampak baik itu sosial, materi, maupun kesehatan

psikologi.

Indonesia adalah negara yang paling sering terjadi bencana alam dengan berbagai

jenisnya. Sekitar 13% gunung berapi yang ada di dunia berada di negara Indonesia

dengan semuanya berpotensi menimbulkan bencana alam pada intensita dan kekuatan

yang berbeda-beda (Belanawane, 2015 dalam (Sukmana, 2018). Di Indonesia terdapat

127 Gunung api yang masih aktif. Gunung Api tersebut terbaggi menjadi 3 tipe, pertama

gunung tipe A dengan jumlah 76, gunung tipe B dengan jumlah 30, dan gunung tipe c

dengan jumlah 21. Sebanyak 19 gunung api tipe A berlokasi di Jawa Timur dengan salah

satunya adalah Gunung Kelud yang terletak diantara kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar,

dan Kabupaten Malang (Syiko, Rachmawati, & Rachmansyah, 2014).

Manajemen Bencana adalah seluruh aktifitas yang mencangkup aspek perencanaan

pada sebelum terjadinya bencana dan aspek penanggulangan pasca terjadinya bencana

yang pada hakekatnya bertujuan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari

bencana tersebut baik kerusakan ataupun korban jiwa. Manajemen bencana merupakan

satu kesatuan dalam upaya penanggulangan bencana, keduanya tidak dapat dipisahkan

dan saling berkesinambungan. Manajemen bencana menurut pendapat Nurjanah et al.,

(2012, p. 47), secara umum dalam kaitanya kegiatan manajemen bencana dapat dibagi

kedalam tiga kegiatan utama, yaitu adalah pada fase pra bencana, saat terjadinya bencana,

dan pasca bencana. Ketiganya termasuk kedalam satu kesatuan upaya penanggulangan

bencana. Ulum (2014) mengungkapkan beberapa faktor dalam upaya penaggulangan

bencana melalui konsep manajemen bencana, diantaranya adalah sebagai berikut: a)

Komitmen politik pemerintah institusionalisasi (membangun mekanisme yang

berkelanjutan), b) Sistem informasi manajemen, partisipasi komunitas/ masyarakat,

mobilisasi, dan c) Distribusi sumber daya. Masih dalam kaitannya dengan upaya

penanggulangan bencana, menurut Ulum (2014), elemenelemen kunci untuk merancang


suatu institusi yang efektif untuk manajemen bencana yang efektif, yaitu sebagai berikut:

a) Akses informasi, b) Otonomi, c) Keterjangkauan, d) Akuntabilitas.

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk menggambarkan dan memaparkan model manajemen bencana

gunung meletus

2. Untuk menerapkan model komunikasi lingkungan untuk mitigasi bencana

gunung meletus

3. Untuk melakukan kesiapan dalam menghadapi berbagai potensi ancaman

bencana dimasa mendatang khususnya gunung meletus


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bencana

Definisi bencana Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non

alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2016), bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan

atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.

B. Jenis – jenis bencana

Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, antara lain:

a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,

gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian

peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,

epidemi dan wabah penyakit.

c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik 10 sosial antar

kelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.


C. Bencana letusan gunung berapi

Gunung meletus adalah gunung yang memuntahkan materi-materi dari dalam

bumi seperti debu, awan panas, asap, kerikil, batu-batuan, lahar panas, lahar magma,

dan lain sebagainya. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat

menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa

membanjiri sampai sejauh radius 90 km (Khambali, 2017).

Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal

dengan istilah "erupsi ". Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona

kegempaan aktif, sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada batas lempeng

inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu

melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar (magma). Magma

adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat

tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam

bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700- 1.200 °C.

Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai

sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh

radius 90 km (Priambodo, 2009).

Berdasarkan kejadiannya, bahaya letusan gunung api dibedakan menjadi dua yaitu

bahaya utama (primer) dan bahaya ikutan (sekunder), jenis bahaya tersebut masing-

masing mempunyai resiko merusak dan mematikan (Nurjanah dkk, 2011).

a. Bahaya utama (primer) Bahaya utama letusan gunung berapi adalah bahaya yang

langsung terjadi ketika proses peletusan sedang berlangsung. Jenis bahaya ini

adalah awan panas, lontaran batu pijar, hujan abu lebat, dan lelehan lava.

b. Bahaya ikutan (sekunder) Bahaya ikutan letusan gunung berapi adalah bahaya

yang terjadi setelah proses peletusan berlangsung. Apabila suatu gunung api

meletus akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di puncak dan

lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba sebagian material tersebut akan
terbawa oleh air hujan dan tercipta lumpur turun ke lembah sebagai banjir

bebatuan. Biasanya banjir tersebut dikenal dengan banjir lahar dingin.

D. Proses letusan gunung berapi

Proses meletusnya gunung berapi menurut Badan Geologi (2011) yaitu:

a. Status awas

Status awas adalah aktivitas magma yang mengalami proses peningkatan suhu

panas sehingga mengalami tekanan yang tinggi dari dalam bumi. Tekanan yang

tinggi mengakibatkan magma terdorong keluar melalui rekahan lempeng bumi

dan bercampur dengan air danau gunung/ kawah gunung

b. Awal letusan hidrovulkanik

Magma yang keluar dari kerak bumi dan bercampur dengan air danau gunung

dapat menimbulkan letusan hidrovulkanik. Letusan hidrovulkanik dapat

menimbulkan dentuman dan longsor pada dinding gunung

c. Letusan magmatic

Air danau yang bocor masuk ke dalam hingga habis dan bercampur dengan

magmamembara yang menyembur dari dalam, akan terjadi proses perubahan

fase air menjadi uap secara mendadak maka akan terjadi perubahan tekanan. Air

danau yang terkena magma panas akan menjadi uap, tekanan uap air yang besar

mampu menggetarkan, bahkan melemparkan material vulkanik ke atas.

E. Dampak bencana letusan gunung berapi

Banyak dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya letusan gunung berapi

baik dampak terhadap kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan maupun

dampaknya terhadap keseimbangan lingkungan. Menurut Priambodo (2009) berikut

ini beberapa dampak yang diakibatkan karena terjadinya letusan gunung api:

a. Pencemaran pada udara dengan abu gunung berapi yang mengandung gas

seperti Sulfur dioksida, gas Hidrogen sulfide, Nitrogen dioksida serta beberapa

partikel lain yang dapat meracuni makhluk hidup di sekitarnya.


b. Terganggunya kegiatan pada perekonomian masyarakat sekitar gunung meletus.

c. Rusaknya infrastruktur dan pemukiman masyarakat sekitar karena material

berbahaya seperti lahar dan abu vulkanik panas.

d. Rusaknya lahan pertanian sementara yang dilalui lahar panas dan kebakaran

hutan yang mengakibatkan rusaknya ekosistem.

e. Selain dari gas beracun diatas material yang dikeluarkan oleh gunung berapi

pun dapat menyebabkan sejumlah penyakit misalnya saja ISPA.

F. Manajemen penanggulangan bencana

a. Pencegahan (Prevention)

Pencegahan merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya

bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya. Misalnya: melarang

pembakaran hutan dalam perladangan, melarang penambangan batu di daerah

yang curam, melarang membuang sampah sembarangan.

b. Mitigasi bencana (Mitigation)

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,

baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

kemampuan menghadapi ancaman bencana atau upaya yang dilakukan untuk

meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

c. Kesiapsiagaan (Preparedness)

Menurut Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007, Kesiapsiagaan merupakan

aktivitas untuk menanggulangi bencana melalui pengorganisasian agar

tercapainya langkah yang tepat dan berdaya guna. Kesiapsiagaan adalah upaya

yang dilakukan untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya bencana,

menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata

kehidupan masyarakat (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2015).

Kesiapsiagaan adalah aktivitas yang dilakukan individu atau kelompok sebelum

bencana terjadi untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi


respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.

d. Tanggap Darurat (Response)

Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana

untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan

korban dan harta benda, evakuasi, dan pengungsian.

e. Pemulihan (Recovery)

Pemulihan adalah proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena

bencana dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan

semula. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan

dasar yaitu jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas.

f. Rekonstruksi (Recontruction)

Rekonstruksi merupakan program jangka menengah dan jangka panjang guna

perbaikan fisik, sosial, dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan

masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya (Khambali,

2017).

G. Peran Petugas Kesehatan

Peran merupakan suatu perilaku yang diharapkan dari orang lain terhadap

seseorang, sesuai posisi atau kedudukannya dalam suatu sistem, dimana

mempengaruhi keadaan sosial baik dari profesi yang bersifat konstan (Masruroh,

2012). Peran ada karena suatu kedudukan atau status dan tidak bisa untuk

dipisahkan, karena keduanya saling berkaitan sehingga jika seseorang telah

menjalankan suatu kewajiban berarti dia telah menjalankan peran dimana peran itu

sendiri merupakan fungsi dalam pelayanan kesehatan.

Undang-Undang No.36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan menyebutkan

bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang memberikan diri sepenuhnya

dalam bidang kesehatan diikuti pengetahuan serta keterampilan dalam bidang

kesehatan yang untuk jenis-jenis tertentu perlu wewenang untuk melakukan sebuah
upaya kesehatan. Tenaga di bidang kesehatan dikelompokkan dalam; tenaga medis

(dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis), psikologi klinis

(psikologi klinis), tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian

(apoteker).

Menurut Potter dan Perry (2007) macam-macam peran tenaga kesehatan dibagi

menjadi beberapa, yaitu:

a. Sebagai komunikator

Komunikator adalah orang yang memberikan informasi kepada orang yang

menerimanya. Selama proses komunikasi, tenaga kesehatan secara fisik dan

psikologis harus hadir secara utuh, karna tidak cukup hanya dengan mengetahui

teknik komunikasi dan isi komunikasi saja tetapi juga sangat penting untuk

mengetahui sikap, perhatian, dan penampilan dalam berkomunikasi. Sebagai

seorang komunikator, tenaga kesehatan seharusnya memberikan informasi secara

jelas kepada pasien. Komunikasi dikatakan efektif jika dari tenaga kesehatan

mampu memberikan informasi jelas kepada masyarakat terkait kesiapsiagaan

dalam menghadapi bencana.

b. Sebagai Motivator

Motivator adalah orang yang memberikan motivasi kepada orang lain. Sementara

motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak agar mencapai suatu tujuan

tertentu dan hasil dari dorongan tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang

dilakukan (Notoatmodjo, 2003). Seorang tenaga kesehatan harus mampu

memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan dalam meningkatkan kesadaran

pihak yang dimotivasi agar tumbuh ke arah pencapaian tujuan yang diinginkan.

Tenaga kesehatan sudah seharusnya memberikan dorongan agar masyarakat mau

melakukan tindakan kesiapsiagaan bencana, bukan hanya sampai di pengetahuan

masyarakat sendiri melainkan masyarakat mau melakukan tindakan

kesiapsiagaan.
c. Sebagai fasilitator

Fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan dalam

menyediakan fasilitas bagi orang lain yang membutuhkan. Tenaga kesehatan

harus mampu menjadi seorang pendamping dalam suatu forum dan memberikan

kesempatan pada pasien untuk bertanya mengenai penjelasan yang kurang

dimengerti. Dalam hal ini tenaga kesehatan harus menjadi orang yang dapat

memfasilitasi terkait manajemen kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

d. Sebagai konselor

Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang lain dalam

membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman

terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien. Seorang

konselor yang baik harus memiliki sifat peduli dan mau mengajarkan melalui

pengalaman, mampu menerima orang lain, mau mendengarkan dengan sabar,

optimis, terbuka terhadap pandangan interaksi yang berbeda, tidak menghakimi,

dapat menyimpan rahasia, mendorong pengambilan keputusan, memberi

dukungan, membentuk dukungan atas dasar kepercayaan, mampu berkomunikasi,

mengerti perasaan dan kekhawatiran klien, serta mengerti keterbatasan yang

dimiliki oleh klien. Petugas kesehatan harus menjadi seorang konselor terhadap

masyarakat agar mereka mampu membuat keputusan danlangkah yang tepat

disaat menghadapi bencana, dalam hal ini menerapkan sikap kesiapsiagaan

bencana.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan

sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang

memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke

permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat

meletus. Suatu gunung berapi merupakan bentukan alam dari pecahan yang terjadi di

kerak dari benda langit bermasa planet, seperti Bumi, di mana patahan tersebut
mengakibatkan lava panas, abu vulkanik dan gas bisa keluar dari dapur magma yang

terdapat di bawah permukaan bumi.

Gunung meletus dicantumkan sebagai salah satu bencana alam di bumi ini, karena

dapat menyebabkan berbagai macam kerugian dan juga kerusakan. Namun sebagai salah

satu jenis bencana alam, gunung meletus dikategorikan sebagai bencana alam yang masih

dapat diantisipasi. Hal ini karena gunung meletus datangnya selalu disertai oleh tanda-

tanda tertentu sehingga semuanya bisa diantisipasi dari awal agar tidak terdapat korban

jiwa dan kerugian material bisa diantisipasi serendah mungkin. Ketika tanda-tanda

tersebut datang, maka sebagai masyarakat (khususnya yang berada di sekitar gunung

berapi) harus waspada dan segera melakukan tindakan.

B. Saran

1. Bagi masyarakat setempat sebaiknya terus siap siaga dalam menghadapi bencana

alam gunung meletus, mengikuti berbagai pelatihan terkait penanganan bencana,

selalu mengikuti informasi terbaru dari keadaan gunung apabila menunjukkan

keadaan yang berbahaya.

2. Bagi pemerintah sebaiknya membentuk komunitas masyarakat darurat bencana agar

masyarakat lebih mandiri dan berpengalaman serta mengetahui tindakan yang harus

dilakukan ketika terjadi bencana.

3. Bagi pelayanan kesehatan, sebaiknya petugas kesehatan yang berada dekat dengan

lokasi gunung membuat program kesehatan terkait manajemen bencana alam seperti

pengadaan sosialisasi bahaya gunung meletus bagi kesehatan, ketersediaan fasilitas

yang cukup dan memadai berperan sebagai pemberi informasi dan motivasi yang

baik kepada masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Anam, A. K., Winarni, S., & Andriani, S. R. (2017). Peran Relawan Dalam
Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Kelud. Jurnal Informasi Kesehatan
Indonesia (JIKI), 3(1), 1. https://doi.org/10.31290/jiki.v(3)i(1)y(2017).page:1-7

Andre, D. G. S., Hanny, P., & Raymond, T. (2019). Analisis Kerentanan Bahaya Erupsi
Gunung Api Karangetang Terhadap Kawasan Pemukiman di Pulau Siau. Jurnal
Spasial, 6(2), 511–520.

Faturahman, Burhanudin Mukhamad. (2017). Reformasi Administrasi dalam Manajemen


Bencana. Mimbar Yustisia, 1(2), 185-201.

Masinu, A. La, Riva, M., & Mane, D. La. (2018). Fenomena Gunung Api Gamalama
Terhadap Dampak Aliran Lahar. Jurnal Pendidikan Geografi, 23(2), 113–121.
https://doi.org/10.17977/um017v23i22018p113
Purnama, S. G. (2017). Modul manajemen bencana. Badung.
Pahleviannur, M. R. (2019). Edukasi Sadar Bencana Melalui Sosialisasi Kebencanaan
Sebagai Upaya Peningkatan Pengetahuan Siswa Terhadap Mitigasi Bencana. Jurnal
Pendidikan Ilmu Sosial, 29(1), 49–55. https://doi.org/10.23917/jpis.v29i1.8203
Purnomo, A. (2018). Pembangunan Pengetahuan Masyarakat Di Sekitar Gunung Api
Tentang Risiko Bencana Erupsi. Media Komunikasi Geografi, 19(1), 1.
https://doi.org/10.23887/mkg.v19i1.13610
Ratni, S. S., Octavianus, R., & Steven, L. (2019). Analisis Tingkat Kerentanan Gunung
Api Awu di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Jurnal Spasial, 6(3), 851–861.
Sarinah. (2017). Pengantar Manajemen. In Pengantar manajemen. yogyakarta.
Sukmana, O. (2018). Pengetahuan Dan Nilai Kearifan Sosial Dalam Proses Manajemen
Bencana Gunung Kelud (Studi di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang,
Kabupaten Malang). Sosio Konsepsia, 7(3), 190–204.
https://doi.org/10.33007/ska.v7i3.1417
Wulansari, D., Darumurti, A., & Hartomi Akta Padma Eldo, D. (2017). Pengembangan
Sumber Daya Manusia Dalam Manjemen Bencana. Journal of Governance and
Public Policy, 4(3), 1–15. https://doi.org/10.18196/jgpp.4383
Zulkarnaen, W., Bagianto, A., Sabar, & Heriansyah, D. (2020). Management accounting
as an instrument of financial fraud mitigation. International Journal of Psychosocial
Rehabilitation, 24(3), 2471–2491.

Anda mungkin juga menyukai