PROPOSAL
AGUNG HADIBYO
201601001
PROPOSAL
AGUNG HADIBYO
201601001
Pembimbing I Pembimbing II
Ns. Elin Hidayat, S.Kep., M.Kep Ns. Moh. Malikul Mulki, S.Tr.Kep., M.Tr.Kep
NIK. 20230901156 NIK. 20220901132
Mengetahui
Ketua Prodi Ners
Universitas Widya Nusantara Palu
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4
BAB II TUNJAUAN PUSTAKA 6
A. Tinjauan Teori 6
B. Kerangka Konsep 28
C. Hipotesis 29
BAB III METODE PENELITIAN 30
A. Desaian Penelitian 30
B. Tempat dan Waktu Penelitian 31
C. Populasi dan Sampel Penelitian 31
D. Variabel Penelitian 32
E. Definisi Operasional 32
F. Instrumen Penelitian 33
G. Tekhnik Pengumpulan Data 34
H. Analisa Data 35
I. Bagan Alur Penelitian 37
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 41
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai kejadian bencana alam pada akhir-akhir ini terus meningkat.
Setiap tahunnya di dunia terdapat lebih dari 400 bencana yang menimbulkan
dampak terhadap 230 juta orang. Terdapat 450 kota di dunia yang dihuni
penduduk lebih dari satu juta orang, berhadapan dengan berbagai bahaya bencana
alam yang terjadi terutama bencana gempa bumi (BNPB, 2018).
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau yang
memiliki luas total sebesar 5.180.053 km2, yang terdiri dari daratan seluas
1.922.570 km2 (37,1%) dan lautan seluas 3.257.483 km2 (62,9%) dengan garis
pantai sepanjang 81.000 km. Secara geografis, Indonesia terletak dibeberapa
lempeng tektonik dunia yaitu Indo-Australia, Pasifik, Eurasia, dan Fillipina.
Pertemuan empat lempeng ini menghasilkan lempeng tektonik berupa gempa
bumi dan deretan gunung api. Data Menurut Pusat Mitigasi Bencana ITB
menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan aktivitas kegempaan yang
tinggi di dunia, melebihi 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika (BPBD,
2018).
Menurut UN-ISDR, Indonesia adalah negara yang berada pada peringkat
ketiga paling rawan terhadap bencana gempa bumi di dunia. Menurut Badan
Nasional Penanggulangan Bencana, dalam 15 tahun terakhir (2004—2018) di
Indonesia telah terjadi 240 bencana gempa bumi berskala besar dan sebanyak 7
kali gempa bumi berdampak tsunami. Pada tahun 2004 di barat laut Sumetera
Meula-boh terjadi gempa 9 SR, tahun 2005 di barat laut Sumatera Padang
Sidempuan terjadi gempa 8,7 SR, tahun 2006 Pengandaran terjadi gempa 7,7 SR,
tahun 2007 Bengkulu terjadi gempa 8,4 SR, 2010 di Kepulauan Mentawai
Sumatera Barat terjadi gempa 7,2 SR dan 28 September 2018 di Palu dan
Donggala (BPBD, 2018).
1
2
Sulawesi Tengah serta tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 yang
berdampak terhadap empat juta lebih kehidupan masyarakat. Setelah gempa dan
tsunami, Palu kembali menghadapi fenomena alam yaitu likuifaksi, guncangan
yang ditimbulkan gempa menyebabkan tanah kehilangan ikatan. Hal tersebut
mengakibatkan tanah larut seperti air lalu mengalir, membawa bangunan dan
kendaraan di atasnya. Likuifaksi berlangsung pada tanah berpasir yang mudah
terendam air, seperti tanah di Kota Palu yang dekat dengan laut (BPBD, 2018).
Gempa terjadi lagi di tahun 2021 titik koordinat 1.72 LS 120.14 BT.
Dilansir dari BMKG, pusat gempa berada di darat 46 km Tenggara Sigi. BMKG
juga mengingatkan agar masyarakat di Palu mewaspadai potensi gempa susulan.
Berdasarkan data yang dirilis BMKG, guncangan akibat gempa Palu hari ini
dirasakan pada sejumlah tempat berikut (skala MMI): III Palu, III Sigi, III Sausu,
III Poso, III Pasangkayu. Untuk diketahui, sebagian besar wilayah Indonesia
termasuk daerah rawan gempa. Merujuk pada data BMKG, selama 1976‐2006
saja, telah terjadi 3.486 gempa bumi dengan magnitudo lebih dari 6,0. Apa
penyebab gempa bumi? Dari segi penyebab, gempa bumi bisa dibedakan dalam 2
jenis. Pertama, gempa tektonik yang terjadi karena pergerakan/pergeseran lapisan
batuan di kulit bumi, secara tiba‐tiba. Hal ini terjadi akibat pergerakan lempeng‐
lempeng tektonik. Selain itu gempa bisa juga terjadi karena aktivitas gunung api.
Gempa jenis kedua ini disebut gempa bumi vulkanik. Pergerakan lapisan batuan
di dalam bumi secara tiba‐tiba dapat menghasilkan energi yang dipancarkan ke
segala arah berupa gelombang seismik. Saat gelombang itu mencapai permukaan
bumi, getarannya bisa merusak segala sesuatu, seperti bangunan, dapat
menimbulkan korban jiwa (BPD, 2021).
Gempa dengan magnitudo (M)4,1 sempat membuat panik warga Kota Palu,
Provinsi Sulawesi Tengah pada Sabtu (10/7), pukul 14.57 waktu setempat.
Guncangan kuat yang dirasakan menyebabkan warga Kota Palu sempat panik dan
keluar rumah. Gempa juga dirasakan sedang oleh warga di Kabupaten Sigi, dan
sempat membuat mereka panik hingga keluar rumah. Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kota Palu menginformasikan belum ada laporan
3
kerusakan hingga berita ini dirilis. Pihaknya masih melakukan pemantauan situasi
di lapangan dan melaporkan kondisi sudah mulai kondusif. BMKG
menginformasikan parameter gempa M4,1 dengan pusat gempa berada di darat 9
km arah selatan Kota Palu. Gempa berkedalaman 7 km. BMKG juga melaporkan
gempa tidak berpotensi tsunami. Selang satu jam setelahnya, tepatnya pukul 16.36
waktu setempat, BMKG melaporkan adanya gempa susulan dengan magnitudo
(M)2.7. Pusat gempa susulan berada di darat 10 km arah selatan Kota Palu.
BMKG mengidentifikasi bahwa gempa yang terjadi merupakan gempa dangkal
yang dipicu oleh aktivitas Sesar Palu Koro. BMKG mencatat kekuatan gempa
dengan skala MMI di Palu dan Sigi berada pada III – IV MMI. Menurut analisis
inaRISK, Provinsi Sulawesi Tengah memiliki potensi bahaya gempa bumi dengan
kategori sedang hingga tinggi. Sebanyak 13 wilayah administrasi setingkat
kabupaten dan kota atau seluas 416.501 hektar berada dalam potensi bahaya
tersebut. Sementara di Kota Palu, sebanyak 8 kecamatan atau 8.530 hektar
memiliki potensi bahaya gempa bumi sedang hingga tinggi. Kota Palu terletak
pada jalur Sesar Palu Koro, dimana sejarah mencatat pada tahun 2018 terjadi
gempa M7.5. Peristiwa tersebut juga diiringi tsunami dan likuifaksi dengan
korban mencapai 4.340 jiwa. Melihat kajian di atas dan historis kejadian bencana
geologi di kawasan ini, warga diminta untuk selalu siaga dan waspada terhadap
adanya potensi gempa susulan. BNPB juga terus memonitor dan berkoordinasi
dengan BPBD setempat untuk mendapatkan info terkini terkait kondisi di
lapangan (BNPB, 2022).
Gempa bumi tersebut membuat banyak orang terperangkap di dalam rumah
khususnya anak-anak dan orang tua karena terjadi di pagi hari sehingga mayoritas
korban merupakan orang yang berusia lanjut dan anak-anak yang kemungkinan
tidak sempat menyelamatkan diri ketika gempa belangsung. Hal ini
memperlihatkan masih lemahnya kesiapan menghadapi bencana di Indonesia
(Surahman, Edy, dan Mukminan, 2017).
Anak-anak merupakan salah satu kelompok rentan yang paling berisiko
terkena dampak bencana kerentanan anak-anak terhadap bencana dipicu oleh
4
A. Tinjauan Teori
1. Bencana
a. Definisi Bencana
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (Wiarto, 2018).
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain berupa gempa bumi, gunung meletus, banjir, dan angin
topan(18). Sementara itu, definisi bencana (disaster) menurut WHO adalah
setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis,
hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau
pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar
masyarakat atau wilayah yang terkena. (BNPB, 2019).
Menurut Asian Disaster Reduction Center bencana adalah suatu
gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara
meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai materi, dan
lingkungan (alam) di mana dampak yang ditimbulkan melebihi
kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada.
(Wiarto, 2018).
b. Jenis-jenis Bencana
Bencana berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi tiga antara lain:
1) Bencana Alam
6
7
Bencana yang disebabkan oleh alam antara lain dapat berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan angin topan, dan
tanah longsor
2) Bencana Non Alam
Bencana yang disebabkan antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemik, dan wabah penyakit.
3) Bencana Sosial
Bencana yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. (BNPB,
2019).
c. Dampak Bencana
Menurut Pan America Health Organization bencana alam apapun akan
menimbulkan dampak negatif yang dapat merugiakan masyarakat maka
perlu diperlukan kesiapsiagaan agar tidak terlanjut berkepanjangan,
adapun dampak negatifnya sebagai berikut :
1) Dampak Fisik
Masalah fisik ditimbulkan akibat bencana terbagi menjadi empat
katagori yaitu: cedera akut, masalah akut, masalah kronik, dan gejala
fisik secara medis.
2) Dampak Psikologis
Bencana dapat menimbulkan dampak psikologis meliputi efek jangka
pendek seperti kejutan, kecemasan, gangguan tidur, dan rasa bersalah.
Sedangkan masalah kesehatan mental pasca bencana adalah terjadinya
difungsi atau distorsi kognitif, disfungsional perilaku, emosional labil,
gejala fisik kronik non organik, depresi, perilaku kekerasan, dan
skizofrenia.
3) Dampak Psikososial
Kelompok rentan terkena gangguan psikososial adalah anak-anak,
remaja, ibu hamil, wanita, dan lansia. Untuk anak-anak korban
bencana dapat menimbulkan ketakutan, fisik anak-anak yang tidak
8
4) Kapasitas/Kemampuan
Kapasitas/kemampuan adalah penguasaan sumber daya, cara, dan
kekuatan yang dimiliki masyarakat yang memungkinkan mereka untuk
mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi,
dan meredam serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana.
2. Gempa Bumi
a. Definisi Gempa Bumi
Gempa bumi peristiwa berguncangnya bumi yang disebabkan oleh
tumbukan antar lempeng bumi, aktivitas sesar (patahan), aktivitas gunung
api, atau runtuhan batuan. Jenis bencana ini bersifat merusak, dapat terjadi
setiap saat, dan berlangsung dalam waktu singkat. Gempa bumi dapat
menghancurkan bangunan, jalan, jembatan, dan sebagainya dalam sekejap.
Gempa bumi adalah perisitwa bergetar atau berguncangnya bumi karena
pergerakan/pergesaran lapisan batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba
akibat pergerakan lempeng-lempeng tektonik . (Nur & Mustofa, 2020)
Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan
energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya
lapisan buatan pada kerak bumi. Akumulasi energi akibat terjadinya
gempa bumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik.
Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang
gempa bumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan
bumi. Gempa bumi merupakan getaran yang terjadi pada permukaan bumi
disebabkan pelepasan energi dari dalam dengan tiba-tiba yang membuat
gelombang sistematik. (Nur & Mustofa, 2020).
Sehingga gempa bumi dapat diartikan sebagai bencana alam yang
terjadi akibat pergerakan lempeng bumi atau aktivitas gunung berapi yang
dapat menimbulkan getaran serta berakibat pada korban jiwa yang
berjatuhan dan kerugian material.
b. Penyebab Gempa Bumi
10
implementasi, dan evaluasi pendidikan. Model teori ini dapat diuraikan bahwa
perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor (Martini, 2019)
Kemudian menurut Green mengklasifikasikan menjadi faktor yang
mempengaruhi perilakukesehatan, yaitu:
a. Faktor Predisposing (Predisposing factors)
Faktor internal yang ada pada diri individu, kelompok, dan
masyarakat, yang mempermudah individu berperilaku. Faktor-faktor ini
mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi,
dan kepercayaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, serta tingkat sosial
ekonomi. Faktor tersebut dapat mempengaruhi terwujudnya perilaku
terutama yang positif.
b. Faktor Pemungkin (Enabling factors)
Faktor yang memungkinkan individu berperilaku seperti yang
terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedia fasilitas-
fasilitas atau sarana- sarana kesehatan. Berperilaku sehat, masyarakat
perlu sarana prasarana yang memungkinkan untuk terwujudnya perilaku
kesehatan, maka faktor ini disebut faktor pemungkin.
c. Faktor Penguat atau faktor Pendorong (Reinforsing factors)
Faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku. Berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh
masyarakat. Sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat, dan
dukungan keluarga juga merupakan faktor pendorong dalam perilaku
kesehatan. Masyarakat terkadang bukan hanya perlu pengetahuan, sikap
positif, dan dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan acuan dari tokoh
masyarakat, tokoh agama, para petugas kesehatan. Selain itu, undang-
undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut
(Martini, 2019)
16
Reinforcing factors:
Faktor predisposisi: Faktor Pengaktifan:
Tokoh masyarakat
Pengetahuan Ketersediaan sumber daya kesehatan
Petugas kesehatan
Keyakinan Aksesibilitas kesehatan
Dukungan keluarga
Nilai Hukum masyarakat/pemerintah,
Sikap dan perilaku masyarakat
Sikap keuntungan, dan komitmen terhadap
Dukungan fasilitas
Keyakinan kesehatan
Community leader
Keterampilan yang berhubungan dengan
Decision makers
kesehatan
b. Sifat Kesiapsiagaan
Pada saat pelaksanaan pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana,
harus dibangun juga mekanisme kesiapsiagaan dalam menghadapi
kemungkinan bencana berikutnya. Selain itu, juga perlu diperhatikan sifat
kedinamisan dari suatu kondisi kesiapsiagaan suatu komunitas. Tingkat
kesiapsiagaan suatu komunitas dapat menurun setiap saat dengan
berjalannya waktu dan dengan terjadinya perubahan-perubahan sosial-
budaya, politik, dan ekonomi dari suatu masyarakat. Oleh karena itu,
diperlukan selalu memantau untuk mengetahui kondisi kesiapsiagaan
suatu masyarakat dan melakukan usaha-usaha agar selalu menjaga dan
meningkatkan tingkat kesiapsiagaan tersebut. (Yusuf, Indina & Otib,
2018).
c. Kesiapsiagaan Bencana Pada Siswa Sekolah
Salah satu pemangku kepentingan penanggulangan bencana yang
memiliki posisi strategis yaitu sekolah. Hal tersebut dikarenakan sekolah
merupakan salah satu sumber informasi dan pengetahuan. Sebagai tempat
yang paling sering dikunjungi oleh siswa, sekolah juga mempunyai peran
penting untuk turut meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam
menghadapi ancaman bencana. (Ginting, 2018).
Upaya kesiapsiagaan di sekolah telah dibahas didalam Konferensi
World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas
menghasilkan kerangka kerja Hyogo Fremework For Action (HFA) 2005-
2015 berupa usaha-usaha antara lain.
1) Dimasukkannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana
sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum pendidikan disemua
tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk
menjangkau anak-anak muda dan anak-anak dengan informasi;
menggalakkan interaksi pengurangan risiko bencana sebagai suatu
elemen instrinsik dalam dekade 2005-2014 untuk. Pendidikan bagi
21
yang tahan tsunami, dan tindakan yang perlu dilakukan jika air laut
tiba-tiba surut. Untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam
seseorang memiliki motivasi yang dibangun antar individu dalam satu
kelompok/ komunitas agar motivasi itu tetap terjaga (Ginting, 2018).
2) Rencana Tanggap Darurat
Perencanaan tanggap darurat adalah keinginan untuk
mengetahui tindakan yang telah dipersiapkan dalam menghadapi
bencana gempa bumi dan tsunami. Rencana tanggap darurat ini antara
lain harus mencukupi hal-hal yang terkait dengan sistem dan cara
evakuasi, pertolongan, serta penyelamatan korban akibat bencana.
Dengan adanya perencanaan yang matang maka diharapkan mampu
meminimalisasi risiko yang ditimbulkan akibat bencana sekaligus
meningkatkan ketahanan dalam menghadapi bencana. Setiap individu
dalam komunitas sekolah harus saling berpartisipasi dalam menyusun
rencana tanggap darurat dan setiap individu harus berperan aktif dan
bertanggung jawab tegas. Contohnya, melibatkan siswa dalam
perencanaan tanggap darurat. Agar tercipta sekolah yang aman dan
siap dalam menghadapi bencana perlu dilakukan secara partisipatif.
Siswa diharapkan mampu menjadi mitra dalam penerapan sekolah
siaga bencana (Wirna & Kurniasaputri, 2020)
Kesiapsiagaan siswa terhadap bencana gempa dan tsunami
dapat dilihat dari tindakan-tindakan yang dilakukan siswa sebagai
antisipasi jika terjadi bencana gempa bumi dan tsunami. Pertama yang
dilakukan yaitu penentuan tempat yang aman bagi siswa semestinya
diperlukan rekomendasi bagi guru dan pemerintah setempat. Daerah
yang aman kemungkinan daerah yang tidak terjangkau oleh tsunami
dan dengan mudah dapat diakses siswa. Hal lain yang perlu disiapkan
siswa untuk menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami adalah
mengetahui tempat pengungsian keluarga. Dalam rencana kegiatan
dari bencana perlu adanya pelatihan dan bimbingan tentang apa yang
25
B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu bentuk teori yang dapat menjelaskan
keterkaitan antara variabel-variabel, baik variabel yang akan diteliti maupun
variabel yang tidak diteliti (Nursalam, 2017).
Kesadaran dalam
Anak-anak SD Impres 1 Kayumalue
melakukan kesiapsiagaan
Pajeko pencegahan yang dapat
bencana
mengurangi terjadinya bencana
Keterangan
Diteliti :
Tidak di teliti :
C. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Adakah pengaruh simulasi bencana terhadap pengetahuan dan kesiapsiagaan
dalam menghadapi bencana di SD Impres 1 Kayumalue Pajeko.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
30
31
Skala ini memili 20 item pertanyaan, yang telah dilakukan uji reliabilitas
dan validitas. Skala ESSA yang telah dilakukan validitas, serta diuji pada 125
siswa kelas 5 dan 6 dengan hasil indeks reliabilitas Cronbach’s Alpha sebesar
0,786, jumlah pertanyaan yang valid sebanyak 20 pertanyaan dengan indeks
validitas Validitas sebesar 0,23-0,53.
G. Tekhnik Pengambilan dan Pengumpulan Data
1. Tekhnik Pengambilan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dikumpulkan melalui wawancara
dengan kepalah sekolah SD Impres 1 Kayumalue Pajeko. Adapun langkah-
langkah pengumpulan data sebagai berikut:
a. Peneliti meminta surat persetujuan penelitian yang dibuat oleh bagian tata
usaha Universitas Widya Nusantara Palu melalui kordinasi pembimbing
disampaikan kepada SD Impres 1 Kayumalue Pajeko.
b. Setelah mendapat izin dari kepala sekolah SD Impres 1 Kayumalue
Pajeko, peneliti menemui staf tata usaha untuk menegosiasi pelaksanaan
penelitian.
c. Peneliti berkordinasi dengan unit-unit terkait di SD Impres 1 Kayumalue
Pajeko yaitu guru-guru di sekolah SD Impres 1 Kayumalue Pajeko.
d. Melakukan pendekatan dengan calon responden serta memberikan
penjelasan tentang penelitian sehingga diperoleh persetujan.
e. Responden diminta untuk menandatangani persetujuan ikut dalam
penelitian.
f. Kuesioner dibagikan oleh peneliti kepada responden.
2. Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data primer dan
data sekunder. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari Kepala
Sekolah SD Impres 1 Kayumalue Pajeko. Data yang diperoleh langsung dari
sumber data disebut data primer, responden yang dijadikan sampel dalam
penelitian akan diminta untuk mengisi kuesioner secara langsung untuk
memenuhi data primer.
35
Dimana : P = Presentase
f = Jumlah jawaban benar
n = Jumlah
36
2. Analisi Statistik
t=
√ s 1 ( 2) s 2( 2) 2 r ( s 1) ( s 2)
nl
+
n2
−
√ n 1 √n 1
Keterangan
x1 = Rata-rata sampel 1
x2 = Rata-rata sampel 2
s1 = Simpangan baku sampel 1
s2 = Simpangan baku sampel 2
s1 (2) = variasi sampel 1
s2 (2) = variasi sampel 2
37
S1 Keperawatan
Populasi
Seluruh Siswa SD Impres 1 Kayumalue Pajeko sebanyak 66 orang
anak.
Sampel
Sampel penelitian ini berjumlah 66 responden.
Teknik Sampling
Total Sampling
Pengumpulan Data
Lembar kuesioner
Analisa Data
Uji Paired T-tes
DAFTAR PUSTKA