Anda di halaman 1dari 100

PENGURANGAN RISIKO

BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG

Dr. Dwi Wahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc.


Anik Juli Dwi Astuti, S.Si, M.Sc.
Eni Yuniastuti, S.Pd., M.Sc.
Dr. Reh Bungana Beru Perangin-angin, SH., M.Hum
Pengurangan Risiko Bencana Erupsi
Gunung Sinabung
Penulis : Dr. Dwi Wahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc.
Anik Juli Dwi Astuti, S.Si, M.Sc.
Eni Yuniastuti, S.Pd., M.Sc.
Dr. Reh Bungana Beru Perangin-angin, SH.,
M.Hum
Penata Letak : Atik Sustiwi
Desainer Cover : Candra Coret

Diterbitkan oleh:
Penerbit Elmatera (Anggota IKAPI)
Jl. Waru 73 Kav 3 Sambilegi Baru Maguwoharjo Yogyakarta
Telp. 0274-4332287
Email: penerbitelmatera@yahoo.co.id

Cetakan Pertama, Januari 2019


Ukuran buku : 14,5 x 21 cm, vi + 94 hlm
ISBN : 978-602-5714-66-5

Hak Cipta pada Penulis, dilindungi Undang-Undang.


KATA PENGANTAR

P uji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga buku ini
selesai disusun. Buku ini merupakan bagian dari hasil penelitian
yang dilakukan penulis dengan judul “Pengurangan Risiko
Bencana Erupsi Gunungapi Sinabung Berdasarkan Pendekatan
Geomorfologi di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara”.
Penelitian ini dilakukan selama 2 tahun yaitu pada tahun 2017
– 2018 dengan pendanaan dari Direktorat Riset dan Pengabdian
Masyarakat (DRPM), Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan,
Kemenristekdikti.
Buku ini membahas tentang upaya pengurangan risiko
bencana erupsi Gunungapi Sinabung. Buku ini pada bagian awal
membahas tentang wilayah kepulauan Indonesia yang mempunyai
banyak gunungapi dan perlunya upaya pengurangan risiko
bencana erupsi gunungapi. Selanjutnya isi buku ini mengenai
identifikasi dan analisis karakteristik geomorfologi, karakteristik

iii
iv ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

bencana erupsi, karakteristik sosial masyarakat menghadapi


bencana erupsi, pemetaan bencana erupsi Gunungapi Sinabung,
identifikasi jenis-jenis pengurangan risiko bencana yang sudah
dilakukan terkait bencana erupsi Gunungapi Sinabung, serta
model pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung.
Buku ini disusun untuk kepentingan pembelajaran demi memenuhi
kebutuhan mahasiswa, terutama untuk mempelajari pengurangan
risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung.
Penulis berharap semoga buku ini dapat membantu
pembaca/mahasiswa dalam mempelajari pengurangan risiko
bencana erupsi Gunungapi Sinabung. Buku ini juga diharapkan
mampu memberikan manfaat bagi masyarakat sehingga lebih
awas dan mengerti tentang erupsi gunungapi dan akibat yang
ditimbulkannya. Selanjutnya, buku ini juga bisa memberi
sumbangsih pemikiran bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
penanggulangan bencana agar kebijakan penanggulangan
bencana yang dihasilkan dapat dilaksanakan secara optimal.
Penulis juga menyadari bahwa buku ini masih memiliki
kekurangan, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat
berharga dan berguna untuk penyempurnaan buku ini agar lebih
baik. Kritik dan saran dapat disampaikan secara tertulis ke email
nurwihastuti@unimed.ac.id.

Medan, Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii


DAFTAR ISI v

BAB 1 PENDAHULUAN 1
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 7
2.1. Konsep Gunungapi 7
2.2. Konsep Pengurangan Risiko Bencana 10
2.3. Kajian Geomorfologi 11
2.4. Pemetaan Geomorfologi 12
2.5. Studi Pendahuluan 13
BAB 3 LETAK, BATAS DAN LUAS KAWASAN 15
GUNUNGAPI SINABUNG
BAB 4 KARAKTERISTIK GEOMORFOLOGI 21
GUNUNGAPI SINABUNG
BAB 5 KARAKTERISTIK BENCANA ERUPSI 39
GUNUNGAPI SINABUNG

v
vi ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

BAB 6 KARAKTERISTIK SOSIAL MASYARAKAT 47


DI KAWASAN GUNUNGAPI SINABUNG
DALAM MENGHADAPI BENCANA ERUPSI
GUNUNGAPI SINABUNG
6.1. Masyarakat Mengungsi dan Kehilangan 48
Pemukiman serta Lahan Pertanian karena
Erupsi Gunungapi Sinabung
6.2. Relokasi Pengungsi oleh Pemerintah 52
6.3. Masyarakat Korban Erupsi Gunungapi 59
Sinabung Tetap Beraktivitas di Zona
Merah
6.4. Masyarakat Korban Erupsi Gunungapi 64
Sinabung Merambah Hutan Negara
BAB 7 PEMETAAN BENCANA ERUPSI 67
GUNUNGAPI SINABUNG
BAB 8 IDENTIFIKASI JENIS-JENIS 71
PENGURANGAN RISIKO BENCANA YANG
SUDAH DILAKUKAN TERKAIT BENCANA
ERUPSI GUNUNGAPI SINABUNG
BAB 9 MODEL PENGURANGAN RISIKO 81
BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI
SINABUNG
BAB 10 PENUTUP 85

DAFTAR PUSTAKA 87
BIOGRAFI PENULIS 91
BAB 1
PENDAHULUAN

G unungapi banyak terdapat di wilayah kepulauan Indonesia.


Kepulaan Indonesia merupakan hasil tumbukan tiga lempeng
utama tektonik seperti yang disajikan pada Gambar 1.1., yaitu:
(1) lempeng Eurasia, (2) lempeng Samudera Hindia-Australia,
dan (3) lempeng Pasifik Barat (Verstappen, 2000). Minster dan
Jordan (1978) dalam (Verstappen, 2000) menjelaskan bahwa
lempeng Asia Tenggara bergerak 1 cm/tahun ke arah selatan –
timur, lempeng Samudera Hindia-Australia bergerak 7 cm/tahun
ke arah utara dan lempeng Pasifik Barat bergerak 9 cm/tahun
ke arah barat. Lebih lanjut lempeng Samudera Hindia-Australia
menunjam 6 – 7 cm/tahun di bawah pulau Sumatera dan Jawa
yang merupakan bagian dari lempeng Eurasia (Tregoning et al.,
1994; McCaffrey, 1996; Kato et al., 2007). Pertemuan lempeng
ini menyebabkan adanya proses tektonik dan vulkanik sebagai
zona subduksi. Akibatnya, tabrakan tiga lempeng tektonik utama
menyebabkan terbentuknya gunungapi di wilayah kepulauan
Indonesia. Selanjutnya aktif tidaknya aktivitas gunungapi

1
2 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Sumber: Elnashai et al. (2006)


Gambar 1.1
Kepulauan Indonesia merupakan hasil tumbukan
tiga lempeng utama tektonik

di wilayah kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh intensitas


pergerakan tiga lempeng tektonik utama tersebut.
Di Indonesia sampai saat ini terdapat 129 gunung berapi
yang masih aktif dan 500 gunungapi yang tidak aktif. Gunungapi
aktif yang ada di Indonesia merupakan 13 persen dari seluruh
gunung berapi aktif di dunia, 70 gunung di antaranya merupakan
gunung berapi aktif yang rawan meletus dan 15 gunung berapi
kritis (Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana, 2006).
Distribusi spasial gunungapi-gunungapi tersebut di wilayah
Kepulauan Indonesia disajikan pada Gambar 1.2. Selain itu,
Indonesia juga berada pada jalur sabuk gunungapi Pasifik/
Cincin Api Pasifik (Pasific Ring of Fire) yang merupakan jalur
rangkaian gunung api aktif di dunia yang setiap saat dapat
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 3

Sumber: USGS
Gambar 1.2
Distribusi spasial gunungapi-gunungapi di wilayah Kepulauan Indonesia

meletus dan mengakibatkan datangnya bencana. Daerah ini juga


sering mengalami gempabumi. Daerah ini berbentuk seperti
tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 km. Daerah
ini juga sering disebut sebagai sabuk gempa Pasifik. Sekitar 90%
dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar
terjadi di sepanjang Cincin Api ini.
Erupsi gunungapi telah menjadi ancaman bencana alam serius
di Indonesia. Erupsi gunungapi di Indonesia dari waktu ke waktu
terus mengalami peningkatan kejadian. Salah satunya erupsi
Gunungapi Sinabung di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.
Erupsi Gunungapi Sinabung yang terjadi pada 29 Agustus 2010
merupakan awal mulai terlihatnya kembali aktivitas Gunungapi
Sinabung setelah dari tahun 1600 tidak memperlihatkan adanya
4 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

aktivitas letusan. Tipe gunung api ini diubah dari tipe B menjadi
gunungapi dengan tipe A. Peningkatan aktivitas yang terjadi
mencapai klimaks setelah terjadi letusan secara eksplosif yang
menyemburkan material-material gunungapi.
Erupsi Gunungapi Sinabung mulai terjadi lagi pada bulan
September 2013 dengan intensitas yang semakin meningkat.
Menurut Sumutprov (2013), status Gunungapi Sinabung
dinaikkan dari level “Siaga” menjadi “Awas” pada tanggal 24
November 2013 pukul 10.00 WIB. Status Awas merupakan level
tertinggi dari aktivitas gunung berapi karena telah dindikasi
meningkatnya intensitas letusan. Status Awas tersebut berpotensi
menyebabkan makin meluasnya lontaran material berukuran 3 –
4 cm yang jaraknya diperkirakan mampu mencapai 4 km. Pada
tanggal 1 Februari 2014, Gunungapi Sinabung mengeluarkan
awan panas yang bergerak ke arah tenggara. Awan panas tersebut
menimbulkan korban jiwa sebanyak 16 orang yang sedang berada
di Desa Sukameriah. Sedangkan awan panas pada tanggal 21 Mei
2016 telah menimbulkan korban jiwa sebanyak 9 orang yang
sedang berada di Desa Gamber.
Masyarakat yang bermukim dalam radius 5 km dari kawah
Gunung Sinabung diungsikan untuk menghindari ancaman
erupsi mulai bulan September 2013. Menurut Kominfo Kabupaten
Karo (2014), jumlah pengungsi per 23 Januari 2014 mencapai
9.045 kepala keluarga yang terdiri dari 28.715 jiwa. Pengungsi
tersebut berasal dari 33 desa dari Kecamatan Payung, Simpang
Empat, Namanteran, dan Tiganderket. Dampak dari bencana
erupsi Gunungapi Sinabung tersebut sangat merugikan bagi
masyarakat yang bermukim di sekitar Gunungapi Sinabung
maupun pemerintah.
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 5

Erupsi Gunungapi Sinabung merupakan suatu fenomena


alam yang termasuk aspek lingkungan fisik. Pemahaman
menyeluruh mengenai keterkaitan antara aspek lingkungan
fisik dengan kehidupan manusia perlu menjadi perhatian. Erupsi
Gunungapi Sinabung merupakan proses alami dan tidak akan
menimbulkan bencana jika tidak mengganggu kehidupan manusia
di sekitarnya. Namun faktanya, erupsi Gunungapi Sinabung sudah
mengganggu aktivitas manusia yang bermukim disekitarnya
sehingga menimbulkan kerugian bagi manusia. Kerugian ini
dapat diminimalkan dengan upaya pengurangan risiko bencana
erupsi gunungapi. Mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (Pasal 1 angka 9 Undang-undang No. 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Pasal 1 angka 6
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaran
Penanggulangan Bencana). Pemahaman pengurangan risiko
bencana erupsi gunungapi diperlukan dalam mempertimbangkan,
melaksanakan, dan mengontrol suatu kegiatan yang langsung
dilakukan di atas permukaan bumi. Pengurangan risiko bencana
erupsi gunungapi di suatu daerah harus berdasarkan karakteristik
fisik lahan daerah tersebut.
Karakteristik fisik lahan dapat dikaji dengan pendekatan
geomorfologi. Hal ini karena obyek kajian geomorfologi
adalah karakteristik fisik lahan yang berupa bentuklahan
sebagai penyusun permukaan bumi (Verstappen, 1983). Ada
empat aspek yang dikaji dalam geomorfologi yaitu: morfologi,
morfogenetik (proses), morfokronologi, dan morphoarrangement.
Selanjutnya karakteristik sosial masyarakat juga perlu dikaji
6 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

untuk menganalisis keterlibatan masyarakat terhadap upaya


pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung.
Pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia saat ini masih
sangat kurang pengetahuan kegunungapian. Selain itu, penelitian
kegunungapian di Indonesia masih dirasa kurang padahal
Indonesia mempunyai banyak gunungapi. Pengembangan ilmu
pengetahuan yang terkait dengan pembahasan pada buku ini secara
umum dapat dijabarkan bahwa pemahaman ilmu geomorfologi
dapat diaplikasikan untuk pengurangan risiko bencana erupsi
gunungapi karena kejadian erupsi gunungapi merupakan
suatu proses geomorfologi. Pengurangan risiko bencana erupsi
gunungapi yang terkait dengan perencanaan permukiman harus
memperhatikan kondisi geomorfologi agar tidak memberikan
dampak yang lebih merugikan bagi manusia.
Data mengenai karakteristik geomorfologi sangat diperlukan
untuk dapat mengelola potensi bencana alam di suatu wilayah. Hal
ini dapat berguna untuk penyusunan rencana tata ruang agar sesuai
dengan kondisi fisik lingkungan setempat, sehingga diharapkan
dapat memberikan kontribusi optimal bagi peningkatan kondisi
kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat.
Kajian pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi
Sinabung di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara penting
dilakukan karena Gunungapi Sinabung ini tahun 2010 dan 2013
– 2018 ini mengalami erupsi setelah 400 tahun tidak mengalami
erupsi. Erupsi Gunungapi Sinabung masih terjadi sampai saat
ini dan belum bisa dipastikan kapan akan berhenti. Dampak
dari bencana erupsi Gunungapi Sinabung tersebut sangat besar.
Dengan demikian untuk mengurangi dampak bencana erupsi
tersebut perlu dilakukan upaya pengurangan risiko bencana.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1. KONSEP GUNUNGAPI


Gunungapi merupakan bukit atau gunung yang mempunyai
lubang kepundan tempat keluarnya magma dan/atau gas vulkanik
ke permukaan bumi (Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral No. 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Mitigasi
Bencana Gunungapi, Gerakan Tanah, Gempabumi, dan Tsunami
selanjutnya disebut dengan Permen ESDM Nomor: 15 Tahun
2011). Schieferdecker (1959) mendefinisikan gunungapi adalah
sebuah tempat di permukaan bumi dimana bahan magma dari
dalam bumi keluar atau sudah keluar pada masa lampau, biasanya
membentuk suatu gunung, kurang lebih berbentuk kerucut
yang mempunyai kawah di bagian puncaknya. Sementara itu
Macdonald (1972) menyatakan bahwa gunung api adalah tempat
atau bukaan dimana batuan kental pijar atau gas, umumnya
keduanya, keluar dari dalam bumi ke permukaan, dan tumpukan
bahan batuan di sekeliling lubang kemudian membentuk bukit

7
8 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

atau gunung. Dari dua definisi tersebut maka untuk dikatakan


sebagai gunungapi harus ada magma yang berupa batuan pijar
dan atau gas yang keluar ke permukaan bumi melalui bukaan
(kawah). Hasil kegiatan berupa bahan padat yang teronggokkan
di sekeliling lubang biasanya membentuk bukit atau gunung dan
disebut sebagai batuan gunungapi.
Pemantauan gunungapi dilakukan secara terus menerus untuk
mengetahui tingkat aktivitas gunungapi sebagai dasar peringatan
dini bencana gunungapi, dalam upaya meminimalkan jumlah
korban jiwa dan kerugian harta benda. Pada saat memberikan
peringatan dini bencana gunungapi, disampaikan pula tingkat
aktivitas gunungapi menurut Permen ESDM Nomor: 15 Tahun
2011, sebagai berikut:
a. Normal: Berdasarkan hasil pengamatan secara visual
dan/atau instrumental dapat teramati f1uktuasi, tetapi
tidak memperlihatkan peningkatan kegiatan berdasarkan
karakteristik masing-masing gunungapi. Ancaman bahaya
berupa gas beracun dapat terjadi di pusat erupsi berdasarkan
karakteristik masing-masing gunungapi.
b. Waspada: Berdasarkan hasil pengamatan secara visual
dan/atau instrumental mulai teramati atau terekam gejala
peningkatan aktivitas gunungapi. Pada beberapa gunungapi
dapat terjadi erupsi, tetapi hanya menimbulkan ancaman
bahaya di sekitar pusat erupsi berdasarkan karakteristik
masing-masing gunungapi.
c. Siaga: Berdasarkan hasil pengamatan secara visual dan/atau
instrumental teramati peningkatan kegiatan yang semakin
nyata atau dapat berupa erupsi yang mengancam daerah
sekitar pusat erupsi, tetapi tidak mengancam pemukiman di
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 9

sekitar gunungapi berdasarkan karakteristik masing-masing


gunungapi.
d. Awas: Berdasarkan hasil pengamatan secara visual dan/
atau instrumental teramati peningkatan kegiatan yang
semakin nyata atau dapat berupa erupsi yang mengancam
pemukiman di sekitar gunungapi berdasarkan karakteristik
masing-masing gunungapi. Peringatan dini terhadap tingkat
aktivitas gunungapi kepada masyarakat dikeluarkan oleh
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, disampaikan
melalui pemerintah daerah sesuai dengan Prosedur Tetap
yang ditetapkan oleh Kepala Badan Geologi.

Bahaya letusan gunungapi dapat berpengaruh secara


langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder) yang menjadi
bencana bagi kehidupan manusia. Bahaya primer atau langsung
oleh erupsi gunungapi terdiri dari: (1) aliran lava, merupakan
aliran dari cairan lava yang pekat dan panas yang dapat merusak
segala infrastruktur yang dilaluinya; (2) aliran piroklastik
(awan panas), terjadi akibat runtuhnya tiang asap erupsi. Aliran
piroklastik terdiri dari batuan pijar yang bershu tinggi dan
cenderung mengalir melalui daerah rendah atau lembah-lembah
sungai dengan kecepatan mencapai 150 – 250 km/jam; (3) jatuhan
piroklastik, abu dan pasir vulkanik merupakan bahan material
vulkanik yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan; (4) lahar
letusan, terjadi pada gunungapi yang mempunyai danau kawah
maka saat terjadi letusan dapat menumpahkan lumpur panas;
dan (5) gas vulkanik beracun, dikeluarkan oleh gunung berapi
aktif adalah carbon monoksida, carbon dioksida dan gas lain
pada konsentrasi di atas ambang batas dapat membunuh makhluk
hidup. Sedangkan bahaya tidak langsung atau bahaya sekunder
10 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

dari erupsi gunungapi, yaitu lahar hujan, longsoran vulkanik, dan


tsunami yang disebabkan oleh letusan gunungapi.

2.2. KONSEP PENGURANGAN RISIKO BENCANA


Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-undang No. 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Sedangkan bencana alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam (Pasal 1 Angka 2 Undang-undang No. 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana).
Mitigasi bencana merupakan upaya yang dilakukan untuk
mengurangi dampak bencana baik secara fisik struktural melalui
pembuatan bangunan-bangunan fisik maupun non fisik-struktural
melalui perundang-undangan dan pelatihan. Menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2006 tentang Pedoman
Umum Mitigasi Bencana, mitigasi didefinisikan sebagai: “Upaya
yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana baik
bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari
keduanya dalam suatu negara atau masyarakat.”
Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu: (1)
tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap
jenis bencana; (2) sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman
dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena
bermukim di daerah rawan bencana; (3) mengetahui apa yang perlu
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 11

dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri


jika bencana timbul, dan (4) pengaturan dan penataan kawasan
rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana (Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2006 tentang Pedoman
Umum Mitigasi Bencana).

2.3. KAJIAN GEOMORFOLOGI


Geomorfologi merupakan aspek paling penting yang terkait
dengan bahaya erupsi gunungapi. Informasi geomorfologi baik
secara langsung atau tidak langsung dapat digunakan untuk
penilaian kerawanan erupsi gunungapi. Erupsi gunungapi
sebenarnya adalah salah satu jenis proses geomorfologi yang
termasuk dalam proses vulkanik.
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuklahan
yang terbentuk di permukaan bumi, baik di atas maupun di bawah
permukaan air laut, yang menekankan pada proses pembentukan
dan perkembangannya dalam konteks lingkungannya (Verstappen,
1983). Menurut Mangunsukardjo (1984), bentuklahan adalah
kenampakan medan yang dibentuk oleh proses-proses alami,
yang mempunyai komposisi tertentu dan julat karakteristik
fisikal dan visual tertentu. Lebih lanjut Mangunsukardjo
(1984) menjabarkan ada empat aspek geomorfologi, yaitu aspek
morfologi, morfogenesa, morfokronologi dan aspek morfoasosiasi
(morphoarrangement).
Bentanglahan yang kompleks di permukaan bumi ini dapat
dikelompokkan ke dalam bentuk lahan-bentuk lahan yang lebih
sederhana dengan memperhatikan persamaan sifat dan perwatakan
yang ada dalam bentuk lahan tersebut. Menurut Verstappen
(1983), bentanglahan yang kompleks di permukaan bumi dapat
12 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

dibedakan menjadi 9 satuan bentukan asal bentuklahan, yaitu: (1)


satuan bentulahan asal volkanis, (2) asal struktural, (3) asal proses
denudasional, (4) asal proses fluvial, (5) asal proses marin, (6) asal
proses angin, (7) asal proses pelarutan, (8) asal proses glasial, dan
(9) asal proses kegiatan organisme (organik).

2.4. PEMETAAN GEOMORFOLOGI


Peta geomorfologi merupakan peta yang menggambarkan
secara grafis dan teliti bentuklahan ke dalam bidang datar, yang
mendasarkan pada aspek-aspek geomorfologi. Badan Standardisasi
Nasional (BSN, 1999) mengungkapkan bahwa literatur dan peta
mengenai geomorfologi Indonesia masih sedikit sekali. BSN
(1999) juga mengungkapkan bahwa di Indonesia baru tersedia
peta geomorfologi skala kecil, yaitu peta geomorfologi Pulau
Jawa oleh Pannekoek (1946) dalam skala 1: 1.000.000. Kemudian
Verstappen (1973), berhasil membuat peta geomorfologi pulau
Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya dengan menggunakan
cara penelitian memanfaatkan citra penginderaan jauh dalam
skala 1: 2.500.000.
Penyusunan peta geomorfologi pada penelitian ini didasarkan
pada Standar Nasional Indonesia (SNI 13-6185-1999, ICS
07.060) tentang Penyusunan Peta Geomorfologi yang ditetapkan
oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Peta geomorfologi
didefinisikan sebagai peta yang menggambarkan bentuklahan,
genesa beserta proses yang mempengaruhinya dalam berbagai
skala (BSN, 1999). Aspek-aspek utama lahan disajikan dalam
bentuk simbol huruf dan angka, warna, pola garis, dan hal itu
bergantung pada tingkat kepentingan masing-masing aspek.
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 13

2.5. STUDI PENDAHULUAN


Studi pendahuluan yang telah dilaksanakan adalah survei
pendahuluan, pengumpulan data sekunder, dan studi pustaka
yang terkait dengan obyek penelitian serta studi pustaka dari
hasil penelitian sebelumnya. Hasil survei pendahuluan pada bulan
Desember 2013 dan Januari 2014 menunjukkan bahwa daerah
yang mengalami kerusakan akibat erupsi Gunungapi Sinabung
berada di lereng timur dan lereng tenggara.
Kerusakan akibat erupsi Gunungapi Sinabung meliputi
kerusakan permukiman dan lahan pertanian. Menurut Kominfo
Kabupaten Karo (2014), jumlah pengungsi per 23 Januari 2014
mencapai 9.045 kepala keluarga yang terdiri dari 28.715 jiwa.
Pengungsi tersebut berasal dari 33 desa dari Kecamatan Payung,
Simpang Empat, Namanteran, dan Tiganderket. Sedangkan
menurut Dinas Pertanian Kabupaten Karo (2014), dampak
kerusakan lahan pertanian per 20 Januari 2014 mencapai 12.399,16
Ha lahan menjadi puso dan kerugian mencapai sekitar 898 milyar
rupiah, selengkapnya disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Dampak Kerusakan Lahan Pertanian

Lahan
No. Jenis Komoditi Puso (Ha) Kerugian (Rp)
1. Tanaman Pangan 2.255,27 18.411.283.812,34
2. Holtikultura 6.863,58 747.420.612.552,00
a. Sayur 5.257,84 441.493.942.554,00
b. Buah 1.605,24 305.906.670.000,00
c. Tanaman Hias 0,50 20.000.000,00
14 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Lahan
No. Jenis Komoditi Puso (Ha) Kerugian (Rp)
3. Perkebunan 3.280,32 133.061.290.175,00
Total 12.399,16 898.893.186.541,34
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo per 20 Januari 2014

Masyarakat yang bermukim di Karo dan pemerintah daerah


Kabupaten Karo tidak mempunyai pengalaman menghadapi
bencana erupsi gunungapi karena Gunungapi Sinabung sudah
lama tidak aktif sejak tahun 1600, dan baru aktif kembali tahun
2010, 2013, 2014, 2015, dan 2016. Aktivitasnya sampai saat
ini belum berhenti dan tidak dapat diprediksikan kapan erupsi
akan berakhir. Upaya-upaya pengurangan risiko bencana erupsi
Gunungapi Sinabung juga belum dilakukan oleh masyarakat
maupun pemerintah secara optimal.
Berdasarkan hasil dari survei pendahuluan ini dapat diketahui
bahwa dampak erupsi Gunungapi Sinabung sangat merugikan
masyarakat di sekitarnya dan pemerintah daerah Kabupaten
Karo. Dengan demikian untuk mengurangi dampak kerugian
erupsi Gunungapi Sinabung di masa mendatang perlu dilakukan
upaya pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung.
Salah satu upaya pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi
Sinabung dapat dilakukan dengan pendekatan geomorfologi.
BAB 3
LETAK, BATAS DAN LUAS KAWASAN
GUNUNGAPI SINABUNG

K awasan Gunungapi Sinabung ini secara administrasi


termasuk di wilayah Kabupaten Karo Propinsi Sumatera
Utara. Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah di Propinsi
Sumatera Utara yang berpotensi sebagai daerah pertanian dan
pariwisata. Ibukota kabupaten adalah Kabanjahe yang berjarak 75
Km dari Kota Medan.
Secara administrasi Kabupaten Karo berbatasan dengan:
Bagian Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli
Serdang
Bagian Selatan : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir
Bagian Barat : Kabupaten Aceh Tenggara/Propinsi NAD
Bagian Timur : Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Deli
Serdang

Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1: 50.000 Tahun


1982 pada lembar 0619-31 Berastagi, lembar 0619-22 Kabanjahe,

15
16 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

lembar 0619-21 Laubaleng, lembar 0618-63 Seribudolok, lembar


0618-54 Tanjung Beringin, lembar 0619-23 Bohorok, dan lembar
0619-24 Namuukur, Kabupaten Karo secara astronomis terletak
pada 97º52’ – 98º38’ BT dan 2º51’ – 3º20’ LU (koordinat geografi),
serta terletak pada 375000 – 460000 mT dan 315000 – 370000
mU (koordinat UTM). Wilayah Kabupaten Karo terdiri dari 17
kecamatan dan mempunyai luas 2.127,25 Km2 atau 2,97% dari
luas Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terdiri dari 17
kecamatan dan 262 desa. Wilayah yang terluas adalah Kecamatan
Mardingding yakni 267,11 Km2 (12,56% dari luas kabupaten) dan
kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Berastagi seluas
30,5 Km2 (1,43% dari luas kabupaten). Rincian selengkapnya

Gambar 3.1
Agihan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Karo
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 17

Gambar 3.2
Letak Kabupaten Karo pada citra satelit Landsat 7 ETM+ perekaman tahun 2003

disajikan pada Tabel 3.1. dan agihannya disajikan pada Gambar


3.1. Sedangkan Gambar 3.2. menunjukkan letak Kabupaten Karo
pada citra satelit Landsat 7 ETM+ perekaman tahun 2003.
Lokasi Gunungapi Sinabung terletak pada koordinat
Longitude 98,392° BT dan Latitude 3,17° L dengan tinggi
puncak 2460 meter di atas permukaan laut. Daerah penelitian
secara rinci berfokus pada Kawasan Sinabung yang termasuk
wilayah Kecamatan Naman Teran, Simpang Empat, Payung, dan
Tiganderket. Namun juga dapat meluas ke wilayah kecamatan
lainnya seperti Kecamatan Berastagi, Kabanjahe, dan Merek.
Hal ini karena dampak dan efek dari erupsi Sinabung tidak dapat
dibatasi secara administrasi. Selain itu lokasi relokasi 3 desa yang
termasuk zona merah Sinabung yaitu Desa Sukameriah, Bakerah,
18 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

dan Simacem berlokasi di Desa Siosar Kecamatan Merek. Desa


Sukanalu dan Sigarang-garang yang juga termasuk zona merah
Sinabung juga direncanakan akan direlokasi ke Desa Siosar
Kecamatan Merek.

Tabel 3.1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten


Karo

Rasio
terhadap
Banyaknya Total Luas
Desa/ Luas Kabupaten
No. Kecamatan Kelurahan (Km2) (%)
1 Mardingding 12 267,11 12,56
2 Lau Baleng 15 252,60 11,87
3 Tiga Binanga 19 160,38 7,54
4 Juhar 24 218,56 10,27
5 Munte 22 125,64 5,91
6 Kutabuluh 16 195,70 9,20
7 Payung 8 47,24 2,22
8 Tiganderket 17 86,76 4,08
9 Simpang Empat 17 93,48 4,39
10 Naman Teran 14 87,82 4,13
11 Merdeka 9 44,17 2,08
12 Kabanjahe 13 44,65 2,10
13 Berastagi 9 30,50 1,43
14 Tiga Panah 22 186,84 8,87
15 Dolat Rayat 7 32,25 1,52
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 19

Rasio
terhadap
Banyaknya Total Luas
Desa/ Luas Kabupaten
No. Kecamatan Kelurahan (Km2) (%)
16 Merek 19 125,51 5,90
17 Barusjahe 19 128,04 6,02
Jumlah 262 2.127,25 100,00

Sumber: Kabupaten Karo Dalam Angka Tahun 2009


20 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---
BAB 4
KARAKTERISTIK GEOMORFOLOGI
GUNUNGAPI SINABUNG

K arakteristik geomorfologi meliputi aspek-aspek


geomorfologi yang terdiri dari morfologi, morfogenesis,
morfokronologi, dan morfoarransemen (Van Zuidam, 1985).
Morfologi mendiskripsikan relief secara umum suatu daerah.
Morfologi terdiri dari morfografi dan morfometri (Joyosuharto,
1986 dalam Sartohadi, 2001). Morfografi adalah aspek deskriptif
dari karakteristik geomorfologi suatu daerah, seperti dataran,
perbukitan, pegunungan, dan plato. Sedangkan, morfometri
adalah aspek kuantitatif seperti kemiringan lereng dan ketinggian.
Selanjutnya, aspek morfologi menjadi sangat penting diantara
aspek-aspek geomorfologi lainnya karena manusia berkesan pada
suatu bentuk tertentu pada permukaan bumi (Sartohadi, 2001).
Morfologi Kawasan Gunungapi Sinabung diinterpretasi
berdasarkan digital elevation models (DEM) dari SRTM (Shuttle
Radar Topographic Mapping Mission). SRTM sangat berguna untuk
daerah yang luas (Bishop et al., 2012), seperti daerah Kawasan

21
22 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Sinabung di Kabupaten Karo. Elevasi Karo dari 250 m sampai


2451 m di atas permukaan air laut. Titik terendah berlokasi di
daerah datar Kecamatan Mardingding. Sedangkan titik tertinggi
berlokasi di Puncak Gunung Sinabung.
Morfologi daerah Karo dapat diklasifikasikan sebagai dataran,
perbukitan, dan pegunungan. Daerah dataran berlokasi di bagian
tengah Karo, yang berupa dataran tinggi. Daerah perbukitan dan
pegunungan berlokasi di bagian barat, utara, timur, dan selatan
Karo. Perbukitan dan pegunungan berlokasi di bagian timur
terdiri dari Gunung Sibayak (2115 m), Deleng Singkut (1680
m), dan Deleng Barus (1905,2 m), DL. Takur-Takur (1523,8 m),
DK. Kalinjohang (1680 m), DK. Tenaroh (1982 m), DG. Serdang
(1546 m). Perbukitan dan pegunungan berlokasi di bagian selatan
terdiri dari U. Ketaran (1592 m), U. Pintumerga (1109 m), DG.
Babo (1022 m), DK. Silali (1847 m), DK. Sinarbolon (1500 m),
DK. Sipiso-Piso (1947,3 m), DK. Sibutan (1716 m). Perbukitan
dan pegunungan berlokasi di bagian utara terdiri dari DG.
Uncim (1840 m), U. Ganyang (1782 m), U. Simacak (1905 m),
DG. Lancuk (1611,7 m), DG. Sinabung (2451,1 m), U. Sarinala
(1774 m), U. Murba (1895 m), U. Liang (1691,5 m), DG. Uraturat
(1557 m), DG. Simole (1762 m), U. Maresi (1358 m). Sedangkan
perbukitan dan pegunungan berlokasi di bagian barat terdiri dari
DG. Temanggu (1383 m), G. Mbelik (1626,9 m), DK. Bengkeh
(1530,2 m), DG. Gamber (978,1 m).
DG. Sinabung atau sekarang disebut sebagai Gunungapi
Sinabung (2451,1 m) merupakan gunung yang berada di area
Kabupaten Karo Bagian Utara. Morfologi Gunungapi Sinabung
terbagi menjadi puncak, lereng atas, lereng tengah, lereng bawah,
dan dataran lereng kaki gunungapi.
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 23

Proses pembentukan bentuklahan berkaitan dengan genesis


atau morfogenesis. Genesis berasal dari kata Yunani yang berarti
asal mula dan dalam istilah geomorfologi berkaitan dengan asal
mula bentuklahan, dengan kata lain proses yang bertanggung
jawab terhadap penciptaan bentuk (Gustavsson, 2005). Dengan
demikian, morfogenesis adalah aspek geomorfologi yang
berhubungan dengan asal dan perkembangan bentuklahan.
Morfogenesis dapat dirinci lagi menjadi morfostruktur pasif,
morfostruktur aktif, dan morfodinamik. Morfostruktur pasif
berkaitan dengan lithologi, baik jenis batuan maupun strukturnya.
Sedangkan morfostruktur aktif berkaitan dengan dinamika
proses endogen yang terdiri dari kejadian-kejadian tektonik
selama pembentukan suatu bentuklahan. Morfostruktur pasif
yang terdapat di Kawasan Gunungapi Sinabung berupa vulkanik.
Morfostruktur pasif dan aktif di Kawasan Gunungapi Sinabung
disajikan dalam bentuk peta lithologi permukaan (surface
lithological map).
Aspek lithologi permukaan merupakan aspek penting dari
bentuklahan. Hal ini terkait dengan perkembangan bentuklahan
dan proses geomorfologi yang bekerja pada suatu daerah. Peta
lithologi permukaan Kawasan Gunungapi Sinabung dibuat
berdasarkan interpretasi visual dari citra google erath, peta
geologi lembar Medan dan Sidikalang, serta data lihologi
dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan
Geologi. Lithologi permukaan Kawasan Gunungapi Sinabung
selengkapnya disajikan pada Tabel 4.1. dan Gambar 4.1.
24 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Tabel 4.1. Litologi Batuan Gunungapi Sinabung

No Litologi Batuan Urutan Pada Peta


1 Endapan Batugamping Pgp
2 Endapan Aliran Piroklastik Toba Ta
3 Aliran Piroklastik Sinabung 1 Sa 1
4 Aliran Lava Sinabung 1 SI 1
5 Aliran Lava Sinabung 2 SI 2
6 Endapan Lahar Sinabung SIh
7 Aliran Piroklastik Sinabung 2 Sa 2
8 Aliran Lava Sinabung 3 SI 3
9 Aliran Lava Sinabung 4 SI 4
10 Aliran Lava Sinabung 5 SI 5
11 Aliran Piroklastik Sinabung 3 Sa 3
12 Aliran Lava Sinabung 6 SI 6
13 Aliran Lava Sinabung 7 SI 7
14 Aliran Lava Sinabung 8 SI 8
15 Aliran Lava Sinabung 9 SI 9
16 Aliran Piroklastik Sinabung 4 Sa 4
17 Aliran Lava Sinabung 10 SI 10
18 Aliran Lava Sinabung 11 SI 11
19 Aliran Lava Sinabung 12 SI 12
20 Aliran Piroklastik Sinabung 5 Sa 4
21 Aliran Lava Sinabung 13 SI 13
22 Aliran Lava Sinabung 14 SI 14
23 Aliran Piroklastik Sinabung 6 Sa 6
24 Aliran Lava Sinabung 15 SI 15
25 Aliran Piroklastik Sinabung 7 Sa 7
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 25

No Litologi Batuan Urutan Pada Peta


26 Aliran Lava Sinabung 16 SI 16
27 Aliran Lava Sinabung 17 SI 17
28 Aliran Piroklastik Sinabung 8 Sa 8
29 Kubah Lava Snk
30 Endapan Aluvium Sal
Sumber: Badan Geologi, 2014 (http://www.vsi.esdm.go.id/)

Lithologi Permukaan Kawasan Gunungapi Sinabung terdiri


atas 25 satuan batuan erupsi primer dari kawah pusat, dan 1
endapan batuan gunungapi sekunder. Endapan Pra Sinabung di
daerah ini berupa Satuan endapan Batugamping dan Endapan
Aliran Piroklastik Toba.
Menurut Badan Geologi (2014), satuan batuan kawasan
Gunungapi Sinabung berumur lebih muda dan atau lebih tua,
maka stratigrafi gunungapi daerah pemetaan berturut-turut dari
tua ke muda, dapat dirinci sebagai berikut:

1. Endapan Batugamping (Pgp): satuan batuan ini tersebar di


sebelah barat daerah pemetaan dengan yang dicirikan oleh
warna abu terang-putih, keras, tekstur kasar, bentuk butir
rounded, masif-paralellaminasi, permeabilitas sangat baik,
terlihat cangkang fosil foraminifera, bagian atas endapan
batugamping tertutupi oleh endapan jatuhan piroklastik
Toba yang berupa batuapung. Menurut N.R. Cameron, dkk,
batuan ini bisa disebandingkan dengan batugamping Formasi
Batumilmil dengan umur Permian awal. Batuan ini tersingkap
baik di daerah susuk dan sekitarnya.
26 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 4.1
Lithologi Permukaan Kawasan Gunungapi Sinabung
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 27

2. Endapan Aliran Piroklastik Toba (Ta): satuan batuan ini


terhampar luas mengelilingi produk vulkanik Sinabung.
Endapan ini menindih secara tidak selaras batugamping
Formasi Batumilmil. Secara megaskopis endapan ini
mempunyai ciri warna putih-kuning-abu, masif sampe
paralel laminasi, bentuk butir membundar, agak keras,
sebagian terlaraskan, ukuran butir maksimal > 5 cm, pumice
85%, litik 5 % dengan ukuran butir maksimal 1 cm, diselingi
oleh endapan abu.
3. Aliran Piroklastik Sinabung 1 (Sa 1): aliran piroklastik satuan
ini terhampar luas disebelah baratdaya Gunungapi Sinabung.
Satuan ini menutupi satuan Batugamping (Pgp), dan Aliran
Piroklastik Toba (Ta), Aliran Lava 1 (SI 1) dan Aliran Lava
2 (SI 2) serta ditutupi oleh satuan Lahar (S lh) juga aliran
piroklastik 3 (Sa 3). Secara megaskopis satuan ini mempunyai
karakteristik warna abu-merah, tekstur sangat kasar, bentuk
butir angular-sub rounded, masif, komponen lithik andesitik
60% dengan bentuk komponen sub rounded-angular, debu
vulkanik 30% dengan bentuk butir membundar.
4. Aliran Lava Sinabung 1 (SI 1): satuan batuan ini membentuk
punggungan kasar yang mengarah ke barat. Secara
megaskopik satuan batuan ini dicirikan oleh warna abu-abu,
andesitik, sangat keras, holokristalin, afanitik, mengandung
mineral olivine, piroksen, plagioklas, mineral bijih tertanam
dalam masa dasar gelas vulkanik, dimensi singkapan 2 meter,
permukaannya sebagian mengalami alterasi kuat. Secara
mikroskopis aliran lava ini dicirikan oleh sayatan bertekstur
porphyritik, hipidiomorfik, holokristalin, intergranular,
bentuk kristal subhedral-anhedral, granular, ukuran sedang
kasar, vesikuler, komposisi mineral terdiri dari plagioklas,
28 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

hornblende, piroksen, biotit dan mineral opak yang tertanam


dalam masadasar mikrokristalin dan gelas.
5. Aliran Lava Sinabung 2 (SI 2): aliran lava Sinabung 2
terendapkan ke baratlaut dengan ketebalan singkapan 3
meter. Satuan ini membentuk morfologi yang kasar. Secara
megaskopis aliran lava ini dicirikan oleh warna abu-abu tua,
keras, tekstur afanitik, holokristalin, amigdaloid pada bagian
permukaannya, piroksen, plagioklas, olivine yang tertanam
dalam masa dasar halus gelas vulkanik. Satuan ini ditutupi
oleh Aliran Piroklastik Sinabung 3 (Sa 3) dan Aliran Lava
Sinabung 8 (SI 8).
6. Endapan Lahar Sinabung (Slh): endapan ini tersebar ke arah
baratdaya dengan deskripsi megaskopis warna coklat, bentuk
butir angular dengan ukuran maksimum 1.1 m, sorting
buruk, terdapat beberapa material organik tidak terarangkan,
pada bagian atas terdapat strktural paralel laminasi.
7. Aliran Piroklastik Sinabung 2 (Sa 2): aliran piroklastik satuan
ini terhampar luas di sebelah baratdaya Gunungapi Sinabung.
Satuan ini menutupi satuan batugamping (Pgp), dan Aliran
Piroklastik Toba (Ta), Aliran Lava 1 (SI 1) dan Aliran Lava
2 (SI 2) serta ditutupi oleh satuan Lahar (S lh) juga Aliran
Piroklastik 3 (Sa 3). Secara megaskopis satuan ini mempunyai
karakteristik warna abu-merah, tekstur sangat kasar, bentuk
butir angular-sub membundar, masif, komponen litik andestik
60% dengan bentuk komponen sub rounded-angular, debu
vulkanik 30% dengan bentuk butir rounded.
8. Aliran Lava Sinabung 3 (SI 3): aliran ini terendapkan
kearah barat dengan ketebalan singkapan 2 meter. Satuan
ini membentuk morfologi yang kasar yang menutupi satuan
Endapan Batugamping (Pgp) dan Aliran Lava Sinabung 1
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 29

(SI 1). Secara megaskopis aliran lava ini dicirikan oleh warna
abu-abu, keras, tekstur afanitik, holokristalin, piroksen,
plagioklas, olivine yang tertanam dalam masa dasar halus
gelas vulkanik. Satuan ini tersingkap baik di daerah Susuk
bagian Barat.
9. Aliran Lava Sinabung 4 (SI 4): aliran ini terendapkan ke
arah baratlaut dengan ketebalan singkapan 2 meter. Satuan
ini membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan
Endapan Aliran Piroklastik Sinabung 2 (Sa 2) dan Aliran
Endapan Piroklastik Toba (Ta). Secara megaskopis aliran
lava ini dicirikan oleh warna abu-abu putih, keras, tekstur
afanitik, hipokristalin, masif, piroksen, plagioklas, olivine,
komponen basaltik yang tertanam dalam masa dasar halus
gelas vulkanik, sedikit teralterasi secara profilit, kekar pada
batuan ini terisi mineral kuarsa. Satuan ini tersingkap di
daerah Kawar. Secara mikroskopis aliran lava ini dicirikan
oleh tekstur porfinitik, masa dasar afanitik, hipokristalin,
hipidiomorf, anhedral-auhedral, vesikuler, komposisi fenokris
terdiri dari plagioklas, piroksen, hornblende dan mineral
opak yang tertanam dalam masa dasar yang hadir berupa
mikrokristalin dan gelas mineral sekunder.
10. Aliran Lava Sinabung 5 (SI 5): Aliran Lava Sinabung 5
terendapkan ke arah utara dengan ketebalan singkapan 4
meter. Satuan ini membentuk morfologi kasar yang menutupi
Satuan Aliran Lava Sinabung 4 (SI 4) dan ditutupi oleh Aliran
Piroklastik Sinabung 4 (Sa 4) dan Aliran Lava Sinabung 9 (SI
9). Secara megaskopis aliran lava ini dicirikan oleh warna abu-
abu, keras, pelapukan tinggi, tekstur afanitik, hipokristalin,
masif, sedikit piroksen, feldspar. Satuan ini tersingkap baik di
daerah Sigarang-garang.
30 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

11. Aliran Piroklastik Sinabung 3 (Sa 3): satuan ini terhampar luas
di sebelah selatan Gunungapi Sinabung. Satuan ini menutupi
Aliran Piroklastik Toba (Ta), Aliran Lava Sinabung 2 (SI
2), dan Aliran Piroklastik Sinabung 1 (Sa 1), serta ditutupi
oleh Aliran Lava Sinabung 6 (SI 6), Aliran Lava Sinabung
8 (SI 8) dan Aliran Piroklastik Sinabung 5 (Sa 5). Secara
megaskopis satuan ini mempunyai karakteristik warna
abu-merah, tekstur sangat kasar, bentuk butir angular-sub
rounded, masif, komponen litik andesitik 70 % dengan bentuk
komponen sub rounded-angular, debu vulkanik 20% dengan
bentuk butir rounded.
12. Aliran Lava Sinabung 6 (SI 6): satuan ini terendapkan ke
arah selatan dengan ketebalan singkapan 2 meter. Satuan ini
membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan Aliran
Piroklastik 3 (Sa 3) dan ditutupi oleh Aliran Piroklastik
Sinabung 5 (Sa 5) dan Aliran Lava Sinabung 7 (SI 7).
Secara megaskopis aliran lava ini dicirikan oleh warna abu-
abu, keras, pelapukan tinggi, tekstur afanitik-porfiritik,
hipokristalin, masif, sedikit piroksen, plagioklas. Satuan ini
tersingkap baik di daerah Mardinding. Secara mikroskopis
aliran lava ini dicirikan oleh sayatan bertekstur porifiritik,
masa dasar afanitik, hiporistalin, inteergranular, bentuk
kristal subhedral-anhedral, granular butir halus-sedang,
ukuran 0.1-1.5 mm, vesikuler, komposisi fenokris terdiri dari
plagioklas, piroksen, olivin, hornblende dan mineral opak,
yang tertanam dalam masa dasar mikrokristalin dan gelas.
13. Aliran Lava Sinabung 7 (SI 7): satuan ini terendapkan ke
arah selatan dengan ketebalan singkapan 1.5 meter. Satuan
ini membentuk morfologi kasar yang menutupi Satuan Aliran
Lava Sinabung 6 (SI 6) dan Piroklastik Sinabung 3 (Sa 3)
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 31

serta ditutupi oleh Aliran Lava Sinabung 8 (SI 8). Secara


megaskopis aliran lava ini dicirikan oleh warna abu-abu
gelap, keras, pelapukan tinggi, tekstur afanitik, hipokristalin,
masif, sedikit piroksen, plagioklas. Satuan ini tersingkap baik
di daerah Mardinding.
14. Aliran Lava Sinabung 8 (SI 8): satuan ini terendapkan ke
arah selatan dengan ketebalan singkapan 1 meter. Satuan ini
membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan Aliran
Lava Sinabung 7 (SI 7), Aliran Piroklastik Sinabung 3 (Sa 3)
dan Aliran Lava Sinabung 2 (SI 2). Secara megaskopis aliran
lava ini dicirikan oleh warna abu-abu gelap, keras, pelapukan
tinggi, tekstur afanitik, vesicular, hipokristalin, masif, klorit,
sedikit piroxen, plagioklas, terubah secara profilit. Satuan ini
tersingkap baik di daerah Mardinding.
15. Aliran Lava Sinabung 9 (SI 9): aliran lava ini terendapkan
ke arah utara dengan ketebalan singkapan 2.6 meter. Satuan
ini membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan Aliran
Lava Sinabung 4 (SI 4), Aliran Lava Sinabung 5 (SI 5) dan
Aliran Piroklastik Sinabung 2 (Sa 2). Secara megaskopis
aliran lava ini dicirikan oleh warna abu-abu gelap, keras,
pelapukan tinggi, tekstur afanitik, vesicular, hipokristaalin,
masif, klorit, piroksen.
16. Aliran Piroklastik Sinabung 4 (Sa 4): satuan ini terhampar luas
di sebelah utara Gunungapi Sinabung. Satuan ini menutupi
Aliran Piroklastik Toba (Ta) dan Aliran Lava Sinabung 5 (SI
5), serta ditutupi oleh Aliran Lava Sinabung 10 (SI 10) dan
Aliran Lava Sinabung 11 (SI 11). Secara megaskopis, satuan
ini mempunyai karakteristik warna abu-merah, tekstur sangat
kasar, bentuk butir angular-sub rounded, masif, komponen
32 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

litik andesitik 80% dengan bentuk komponen sub rounded-


angular, abu vullkanik 10% dengan bentuk butir rounded.
17. Aliran Lava Sinabung 10 (SI 10): satuan ini terendapkan ke
arah timurlaut dengan ketebalan singkapan 3 meter. Satuan
ini membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan Aliran
Lava Sinabung 5 (SI 5), dan Aliran Piroklastik Sinabung 4 (Sa
4). Secara megaskopis aliran lava ini dicirikan olehh warna
abu-abu kemerahan, keras, pelapukan tinggi, tekstur afanitik,
vesicular, hipokristalin, masif, fenokris berupa basal, feldsfar,
sedikit piroksen, andesitik. Satuan ini tersingkap baik di
daerah Sigarang-garang menuju puncak.
18. Aliran Lava Sinabung 11 (SI 11): satuan ini terendapkan ke
arah timurlaut dengan ketebalan singkapan 3 meter. Satuan
ini membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan Aliran
Lava Sinabung 10 (SI 10) dan ditutupi oleh Aliran Lava
Sinabung 12 (SI 12) juga Aliran Piroklastik Sinabung 6 (Sa
6). Secara megaskopis aliran lava ini dicirikan oleh warna
abu-abu kemerahan, keras, pelapukan tinggi, tekstur afanitik,
vesicular, hipokristalin, masif, fenokris berupa basal, feldsar,
sedikit piroxen, andesitik, oksida besi. Satuan ini tersingkap
baik di daerah Sigarang-garang menuju puncak.
19. Aliran Lava Sinabung 12 (SI 12): satuan ini terendapkan ke
arah timur dnegan ketebalan singkapan 2 meter. Satuan ini
membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan Aliran
Lava Sinabung 11 (SI 11) dan ditutupi oleh Aliran Piroklastik
Sinabung 6 (Sa 6). Secara megaskopis aliran lava ini dicirikan
oleh warna abu-abu kemerahan, keras, pelapukan tinggi,
tekstur afanitik, vesicular, hipokristalin, masif, fenokris
berupa basal, mengandung mineral kuarsa, feldsfar, sedikit
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 33

piroksen, andesitik, oksida besi. Satuan ini tersingkap baik di


daerah Sukanalu menuju puncak.
20. Aliran Piroklastik Sinabung 5 (Sa 5): satuan ini terhampar
luas di sebelah selatan Gunungapi Sinabung. Satuan ini
menutupi Aliran Piroklastik Toba (Ta), Aliran Lava
Sinabung 6 (SI 6), Aliran Lava Sinabung 7 (SI 7) dan Aliran
Piroklastik Sinabung 3 (Sa 3), serta ditutupi oleh Aliran
Lava Sinabung 10 (SI 10) dan Aliran Lava Sinabung 11 (SI
11). Secara megaskopis satuan ini mempunyai karakteristik
warna abu-abu, tekstur sangat kasar, bentuk butir angular-
sub rounded, masif, komponen litik andesitik 70% dengan
bentuk komponen sub rounded-angular, debu vulkanik 10%
dengan bentuk butir rounded. Charcoal vertikal pada lapisan
endapan awan panas yang menandakan energi rendah ketika
diendapkan. Pada bagian atasnya diselingi oleh endapan lahar.
21. Aliran Lava Sinabung 13 (SI 13): satuan ini terendapakan ke
arah selatan dengan ketebalan singkapan 3 meter. Satuan ini
membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan Aliran
Lava Sinabung 6 (SI 6) dan Aliran Piroklastik Sinabung 5 (Sa
5) serta ditutupi oleh Aliran Lava Sinabung 14 (SI 14) juga
oleh aliran Piroklastik Sinabung 8 (Sa 8). Secara megaskopis
aliran lava ini dicirikan oleh warna abu-abu kemerahan, keras,
pelapukan tinggi, afanitik, vesicular, holokristalin, masif,
feldsfar, piroksen, andesitik, oksida besi, bagian permukaan
lava fragmental. Satuan ini tersingkap baik di daerah
Sukameriah menuju puncak. Secara mikroskopis aliran lava
ini dicirikan oleh sayatan bertekstur porfiritik, hipidiomorfik,
holokristalin, intergranular, bentuk kristal subhedral-
anhedral, granular, ukuran sedang kasar, vesikuler, komposisi
mineral terdiri dari plagioklas, hornblenda, piroksen,
34 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

biotit dan mineral opak yang tertanam dalam masa dasar


mikrokristalin dan gelas.
22. Aliran Lava Sinabung 14 (SI 14): aliran lava ini terendapkan
ke arah selatan dengan ketebalan singkapan 2 meter. Satuan
ini membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan Aliran
Lava Sinabung 13 (SI 13) dan Aliran Piroklastik Sinabung 5
(Sa 5) serta ditutupi oleh Aliran Lava Sinabung 14 (SI 14) juga
oleh Aliran Piroklastik Sinabung 8 (Sa 8). Secara megaskopis
aliran lava ini dicirikan oleh warna abu-abu kemerahan, keras,
pelapukan tinggi, afanitik, amigdaloid, hipokristalin, masif,
feldstar, dominan piroksen, andesitik, oksida besi. Satuan ini
tersingkap baik di daerah Sukameriah menuju puncak.
23. Aliran Piroklastik 6 (Sa 6): satuan ini terendapkan di
sebelah timur Gunungapi Sinabung. Satuan ini menutupi
Aliran Lava Sinabung 11 (SI 11) dan Aliran Lava Sinabung
12 (SI 12) serta ditutupi oleh Aliran Lava Sinabung 15 (SI
15). Secara megaskopis satuan ini mempunyai karakteristik
warna kuning kemerahan, tekstur sangat kasar, bentuk butir
angular, masif-paralel laminasi, komponen litik andesitik 70%
dengan bentuk sub angular, abu vulkanik 30% dengan bentuk
butir membundar.
24. Aliran Lava Sinabung 15 (SI 15): aliran lava ini terendapkan
ke arah timur dengan ketebalan singkapan 2 meter. Satuan
ini membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan Aliran
Pirokastik Sinabung 6 (Sa 6) serta ditutupi oleh Aliran Lava
Sinabung 16 (SI 16) juga oleh Aliran Piroklastik Sinabung
7 (Sa 7). Secara megaskopis aliran lava ini dicirikan oleh
warna abu-abu kemerahan, keras, pelapukan tinggi, tekstur
afanitik, amigdaloid, holokristalin, intergranular, bentuk
kristal subhedral-anhedral, granular, ukuruan sedang
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 35

kasar, vesikuler, komposisi mineral terdiri dari plagioklas,


hornblende, piroksen, biotit dan mineral opak yang tertanam
dalam masa dasar mikrokristalin dan gelas.
25. Aliran Piroklastik Sinabung 7 (Sa 7): satuan ini terendapkan
di sebelah timur Gunungapi Sinabung. Satuan ini menutupi
Aliran Lava Sinabung 15 (SI 15), serta ditutupi oleh Aliran
Lava Sinabung 16 (SI 16) dan Aliran Piroklastik Sinabung 8
(Sa 8). Secara megaskopis satuan ini mempunyai karakteristik
warna kuning kemerahan, tekstur sangat kasar, bentuk butir
menyudut, masif-paralel laminasi, komponen litik andesitik
80% dengan bentuk komponen sub angular berukuran
maksimal 60 cm, abu vulkanik 10% dengan bentuk butir
membundar berukuran maksimal 0.2 cm, mengandung arang
kayu.
26. Aliran Lava Sinabung 16 (SI 16): aliran lava ini terendapkan
ke arah tenggara dengan ketebalan singkapan 3 meter. Satuan
ini membentuk morfologi kasar yang menutupi satuan Aliran
Piroklastik Sinabung 7 (Sa 7) dan Aliran Lava Sinabung
15 (SI 15). Secara megaskopis aliran lava ini dicirikan oleh
warna abu-abu kemerahan, keras, pelapukan tinggi, tekstur
afanitik, amigdaloid, holokristalin, sortasi buruk, masif,
feldstar, dominan piroksen, andesitik dan oksida besi. Satuan
ini tersingkap baik di daerah Bekerah menuju puncak.
27. Aliran Lava Sinabung 17 (SI 17): aliran lava ini merupakan
satuan batuan lava termuda terendapkan ke arah tenggara
dengan ketebalan singkapan 4 meter. Satuan ini membentuk
morfologi kasar yang ditutupi Satuan Aliran Piroklastik
Sinabung 8 (Sa 8). Secara megaskopis aliran lava andesit ini
dicirikan oleh warna abu-abu kemerahan, keras, pelapukan
tinggi, tekstur afanitik, amigdaloid, holokristalin masif,
36 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

dominan feldsfar, piroksen, oksida besi, teralterasi intensif.


Satuan ini tersingkap baik di daerah Bekerah menuju puncak.
Secara mikroskopis aliran lava ini dicirikan oleh tekstur
porfiritik, hipidiomorfik, holokristalin, intergranular, telah
mengalami alterasi tingkat sedang. Bentuk kristal subhedral-
anhedral, granular, ukuran sedang kasar, vesikuler, komposisi
mineral terdiri dari plagioklas, hornblende, piroksen,
biotit dan mineral opak yang tertanam dalam masa dasar
mikrokristalin dan gelas.
28. Aliran Piroklastik Sinabung 8 (Sa 8): satuan ini terendapkan di
sebelah tenggara Gunungapi Sinabung. Satuan ini menutupi
Aliran Piroklastik Sinabung 7 (Sa 7), Aliran Lava Sinabung13
(SI 13), Aliran Lava Sinabung 14 (SI 14), Aliran Lava
Sinabung 17 (SI 17) dan Aliran Piroklastik Sinabung 5 (Sa 5).
Secara megaskopis satuan ini mempunyai karakteristik warna
abu kemerahan, tekstur sangat kasar, bentuk butir angular,
masif-paralel laminasi, komponen litik andesitik 75% dengan
bentuk komponen sub angular berukuran maksimal 70 cm,
abu vulkanik 10% dengan bentuk butir membundar berukuran
maksimal 0.3 cm, arang kayu. Fragmenn pada satuan batuan
ini berupa batuan andestik dengan ciri megaskopis warna
abu-abu, keras, pelapukan tinggi, tekstur afanitik, vesikuler,
holokristalin, terlihat mineral kuarsa, feldsfar, dominan
piroksen. Secara mikroskopis aliran lava ini dicirikan oleh
tekstur porfiritik, hipidiomorfik, holokristalin, intergranular,
bentuk kristal aliran lava ini dicirikan oleh tekstur subhedral-
anhedral, granular, ukuran sedang kasar, vesikuler, komposisi
mineral terdiri dari plagioklas, hornblende, piroksen dan
mineral opak yang tertanam dalam masa dasar mikrokristalin
dan gelas. Pada kolom stratigrafi di daerah Berastepu,
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 37

terdapat arang kayu yang telah dianalisis oleh Prof. Setsuya


Nakada dari University of Tokyo yang menunjukkan bahwa
umur satuan aliran piroklastik ini berada pada kisaran 800-
900 A.D.
29. Kubah Lava Sinabung (Snk): satuan ini berkomposisi, andesit
dengan tekstur purpiritik, holokristalin, intergranular,
subhedral-anhedral, fenokris berupa piroksen, plagioklas,
hornblenda yang tertanam dalam masa dasar mikrokristalin
dan gelas.
30. Aluvium (Sal): Endapan aluvium tersebar disepanjang sungai
yang mengitari Gunungapi Sinabung yang airnya bersumber
dari Danau Kawar. Endapan ini terdiri dari bongkahan
batuan piroklastik berupa bongkahan batu apung, bongkahan
andesit, kerakal hingga pasir.

Morfodinamik berkaitan dengan dinamika eksogen.


Morfodinamik Kawasan Sinabung disebabkan oleh air hujan,
yaitu aliran lahar dingin dan sedimentasi yang disebabkan oleh
air. Aliran lahar dingin mengalir sepanjang Sungai Lau Borus dan
beberapa wilayah di Kecamatan Tiganderket. Sedimentasi terjadi
di sepanjang sungai Lau Borus dan daerah yang terkena aliran
lahar dingin yang berada di wilayah Kecamatan Tiganderket.
Morfokronologi mendiskripsikan umur absolut dan relatif
dari bentuklahan dan proses yang terkait. Morfokronologi di
daerah Kawasan Gunungapi Sinabung dianalisis dengan merujuk
umur relatif bentuklahan dan proses yang terkait, contohnya
bentuklahan yang berlokasi dekat dengan sungai juga lebih
muda karena terkena proses aktif dari aliran sungai. Selain
itu bentuklahan yang dekat dengan sumber erupsi lebih muda
karena proses aktif dari erupsi Gunungapi Sinabung yang masih
38 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

berlangsung. Morfokronologi juga mendiskripsikan genesis


setiap bentuklahan.
Morfoarransemen mendeskripsikan aspek keruangan dan
hubungan antar berbagai bentuklahan dan prosesnya. Daerah
gunungapi seperti halnya Gunungapi Sinabung dapat dibagi
menjadi puncak, lereng atas, lereng tengah, lereng bawah, dan
dataran lereng kaki berdasarkan morfoarransemennya.
BAB 5
KARAKTERISTIK BENCANA ERUPSI
GUNUNGAPI SINABUNG

G unungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam


kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau
cairan lainnya ke permukaan bumi. Material yang dierupsikan
ke permukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung.
Bentuk kerucut terpancung ini juga terbentuk di Gunungapi
Sinabung seperti disajikan pada Gambar 5.1.
Gunungapi diklasifikasikan ke dalam dua sumber erupsi,
yaitu (1) erupsi pusat, erupsi keluar melalui kawah utama; dan
(2) erupsi samping, erupsi keluar dari lereng tubuhnya; (3) erupsi
celah, erupsi yang muncul pada retakan/sesar dapat memanjang
sampai beberapa kilometer; (4) erupsi eksentrik, erupsi samping
tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat yang
menyimpang ke samping melainkan langsung dari dapur magma
melalui kepundan tersendiri. Sumber erupsi yang terjadi pada
Gunungapi Sinabung adalah erupsi samping karena keluar dari
lereng atas tubuhnya mengarah ke timur, tenggara, dan selatan.

39
40 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 5.1
Gunungapi Sinabung yang berbentuk kerucut terpancung dilihat dari Desa Tiga
Pancur Kecamatan Simpang Empat (Sumber: Foto Lapangan Tahun 2017)

Gambar 5.2
Salah satu kejadian erupsi Gunungapi Sinabung yang sumber erupsinya adalah
erupsi samping (Dongeng Geologi, 2010)
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 41

Gambar 5.2. merupakan salah satu kejadian erupsi Gunungapi


Sinabung yang sumber erupsinya adalah erupsi samping.
Bahaya erupsi Gunungapi Sinabung dibedakan menjadi 2
tipe, yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer
erupsi Gunungapi Sinabung terdiri dari awan panas, aliran lava,
lontaran atau guguran batu pijar, dan hujan abu/debu vulkanik.
Sedangkan bahaya sekunder erupsi Gunungapi Sinabung berupa
aliran lahar.
Awan panas erupsi Gunungapi Sinabung telah menelan
korban 16 orang di Desa Sukameriah pada tahun 2014 dan 9
orang di Desa Gamber pada tahun 2016. Gambaran awan panas
Sinabung seperti disajikan pada Gambar 5.3.
Aliran lava hasil erupsi Sinabung bersifat kental. Hal ini dapat
dilihat dari leleran lava yang berada di puncak Sinabung seperti

Gambar 5.3
Awan panas erupsi Gunungapi Sinabung (Tigapilarnews, 2017)
42 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 5.4
Leleran lava yang keluar dari puncak Sinabung

disajikan pada Gambar 5.4. dan juga pola hasil erupsi Gunungapi
Sinabung yang sudah terjadi pada masa lalu berbentuk seperti
kelopak bunga. Lontaran atau guguran batu pijar juga terjadi
pada waktu erupsi Gunungapi Sinabung.
Hujan abu/debu vulkanik terjadi pada saat erupsi Gunungapi
Sinabung. Arah hujan abu/debu vulkanik mengikuti arah angin.
Daerah yang sering terkena abu/debu vulkanik adalah disisi timur,
tenggara, dan selatan Gunungapi Sinabung. Jika erupsinya kecil,
daerah Namanteran selalu terkena hujan abu/debu vulkanik. Jika
erupsinya sedang, daerah Berastagi dan Kabanjahe terkena hujan
abu/debu vulkanik. Namun jika erupsinya besar, hujan abu/debu
vulkanik sampai ke Kota Medan. Gambaran wilayah yang terkena
hujan abu/debu vulkanik Gunungapi Sinabung seperti disajikan
pada Gambar 5.5. dan Gambar 5.6.
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 43

Gambar 5.5
Lahan pertanian rusak terkena debu vulkanik erupsi Sinabung di daerah Gurukinayan

Gambar 5.6
Permukiman rusak terkena debu vulkanik erupsi Sinabung di daerah Sigarang-
garang
44 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 5.7
Daerah Sukatendel Kecamatan Tiganderket yang terkena aliran lahar

Gambar 5.8
Lahar dingin di sekitar Sungai Lau Borus
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 45

Bahaya sekunder erupsi Gunungapi Sinabung berupa aliran


lahar. Aliran lahar ini terjadi jika terjadi hujan lebat di puncak.
Daerah yang terkena aliran lahar adalah daerah sekitar aliran
Sungai Lau Borus dan daerah Tiganderket. Gambaran daerah
yang terkena aliran lahar seperti disajikan pada Gambar 5.7. dan
Gambar 5.8.
46 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---
BAB 6
KARAKTERISTIK SOSIAL MASYARAKAT
DI KAWASAN GUNUNGAPI SINABUNG
DALAM MENGHADAPI BENCANA
ERUPSI GUNUNGAPI SINABUNG

K abupaten Karo merupakan salah satu kabupaten di Sumatera


Utara yang berada di ketinggian 600 sampai 1.400 meter
di atas permukaan laut. Di sebelah Utara Kabupaten Karo
berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli
Serdang. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabuapten
Dairi dan Kabupaten Toba Samosir. Di sebelah Barat berbatasan
dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Di sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun.
Kabupaten Karo memiliki luas wilayah 2.127,25 Km² yang
terdiri dari 174,22 km2 merupakan pemukiman penduduk dan
1.953,03 km2 lahan pertanian. Kabupaten Karo terdiri dari 17
Kecamatan. Jumlah penduduk Kabupaten Karo sebanyak 393.544
Jiwa. Masyarakat yang dominan menetap di Kabupaten Karo
adalah suku Karo dan beberapa suku pendatang lainnya. Mata
pencaharian utama masyarakat Karo adalah pertanian sehingga
Kabupaten Karo sangat terkenal dengan produk sayuran, bunga,

47
48 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

dan buah-buahan. Hasil pertanian masyarakat Karo memenuhi


kebutuhan produk pertanian Sumatera Utara.
Melimpahnya sayuran, bunga, dan buah-buahan di Kabupaten
Karo menjadi salah satu kebanggaan bagi masyarakat Kabupaten
Karo sehingga sebagai rasa syukur setiap tahun diadakan Festival
Bunga dan Buah yang merupakan Kegiatan Pesta Rakyat.
Namun, kehidupan sosial, pendidikan, dan pertanian masyarakat
Kabupaten Karo sangat terganggu sejak terjadinya erupsi
Gunungapi Sinabung yang berlangsung sejak tanggal 27 Agustus
2010 hingga sekarang.
Pada awalnya Gunungapi Sinabung adalah Gunungapi strato
tipe B atau sejarah letusannya tidak tercatat sejak tahun 1600-
an. Bahkan dalam pendidikan IPS bagi siswa di Kabupaten Karo
dikatakan bahwa Gunungapi Sinabung merupakan Gunung Mati,
sehingga dianggap tidak akan pernah meletus. Dengan keyakinan
bahwa Gunungapi Sinabung merupakan Gunung Mati dan tidak
akan meletus maka masyarakat beramai-ramai membuka lahan
pertanian dan bahkan pemukiman di lereng Gunungapi Sinabung.

6.1. MASYARAKAT MENGUNGSI DAN


KEHILANGAN PEMUKIMAN SERTA LAHAN
PERTANIAN KARENA ERUPSI GUNUNGAPI
SINABUNG
Erupsi Gunungapi Sinabung yang terjadi tahun 2010
sangat mengejutkan bagi masyarakat dunia khususnya bagi
masyarakat Kabupaten Karo. Selama 7 (tujuh) tahun terakhir
erupsi Gunungapi Sinabung nyaris tidak pernah absen. Erupsi
Gunungapi Sinabung selalu mengeluarkan awas panas dan abu
vulkanik dalam jumlah banyak. BNPB mencatat ribuan warga
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 49

Gambar 6.1
Gambaran anak-anak di salah satu lokasi pengungsian yaitu di KNPI Kabanjahe

di Kabupaten Karo mengalami dampak langsung abu vulkanik


yang keluar dari erupsi Gunungapi Sinabung yang masih terus
berlangsung. Dalam catatan BNPB ribuan warga dari Desa
Perbaji, Desa Sukatendel, Desa Temberun, Desa Perteguhan,
Desa Kuta Rakyat, Desa Simpang Empat, Desa Tiga Pancur,
Desa Selandi, Desa Payung, dan Desa Kuta Gugung mengalami
langsung dampak abu vulkanik (m.tempo.com, “Warga di Sekitar
Sinabung Diminta Tak Masuki Zona Merah, 03 Agustus 2017).
Erupsi Gunungapi Sinabung yang berlangsung terus
menerus menyebabkan masyarakat harus mengungsi. Pengungsi
erupsi Gunungapi Sinabung menempati beberapa posko yaitu
Posko Utama/Media Center, KNPI Kab. Karo, Paroki Kabanjahe,
50 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 6.2.a
Lokasi pengungsian di daerah Tiganderket (jalan Tiganderket – Kutabuluh)

Jambur Sempakata, Klasis GBKP, GBKP Kota (Serbaguna), KWK


Berastagi (Perempuan), Klasis Berastagi (laki-laki), Mesjid Istikar
Berastagi, Masjid Agung, Sentrum (PPWG Kabanjahe), GBKP
SIMP VI, Posko Pengamatan, Posko Relawan Nusantara, Kisel
Telkomsel (karokab.go.id, diakses 01 September 2017). Gambaran
anak-anak di salah satu lokasi pengungsian yaitu di KNPI seperti
disajikan pada Gambar 6.1. Sedangkan Gambar 6.2. menyajikan
lokasi pengungsian di daerah Tiganderket (jalan Tiganderket –
Kutabuluh).
Selain harus mengungsi, ribuan warga masyarakat kehilangan
lahan pertanian dan juga rumah tempat tinggal akibat erupsi
Gunungapi Sinabung. Sebagian masyarakat lainnya yang tidak
kehilangan lahan pertanian dan permukiman, tidak bisa bertani
atau mengalami gagal panen baik disebabkan oleh abu vulkanik,
awan panas, maupun lahar dingin yang mengaliri lahan pertanian
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 51

Gambar 6.2.b
Lokasi pengungsian di daerah Tiganderket (jalan Tiganderket – Kutabuluh)

Gambar 6.3.a
Lahan pertanian untuk tanaman kopi yang mengalami kerusakan akibat awan
panas di Sibintun pada tahun 2018
52 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 6.3.b
Lahan pertanian untuk tanaman kopi yang mengalami kerusakan akibat awan
panas di Sibintun pada tahun 2018

mereka. Gambar 6.3. menunjukkan contoh lahan pertanian untuk


tanaman kopi yang mengalami kerusakan akibat awan panas di
Sibintun pada tahun 2017.

6.2. RELOKASI PENGUNGSI OLEH PEMERINTAH


Pemerintah telah menyediakan relokasi bagi masyarakat
beberapa desa yang menjadi korban erupsi Gunungapi Sinabung.
Relokasi tersebut direncanakan dalam tiga tahap, yaitu:
1. Desa Relokasi Tahap I
a. Desa Suka Meriah
b. Desa Bekerah
c. Desa Simacem
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 53

Gambar 6.4
Lokasi relokasi dari Desa Sukameriah, Bakerah, dan Simacem menuju Siosar
54 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 6.5.a
Gambaran permukiman pada lokasi relokasi di Siosar Kecamatan Merek

Relokasi tahap I ditujukan bagi 2.053 KK seluas 250 hektar di


Siosar. Penempatan relokasi korban erupsi Gunungapi Sinabung
ke dalam satu area permukiman bertujuan agar aset desa, budaya,
dan sosial politiknya tidak hilang (Kompas.com, ’’Usul BNPB
Relokasi Pengungsi Sinabung ke Kawasan Hutan Dikritik,” 10
Februari 2017). Namun, masyarakat tidak bersedia direlokasi ke
Siosar karena tidak tersedia lahan untuk bertani. Selain itu, lahan
Siosar juga kurang baik untuk pertanian holtikultura. Gambar
6.4. menyajikan lokasi relokasi dari Desa Sukameriah, Bakerah,
dan Simacem menuju Siosar. Sedangkan gambaran lokasi relokasi
di Siosar disajikan pada Gambar 6.5.
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 55

Gambar 6.5.b
Gambaran permukiman pada lokasi relokasi di Siosar Kecamatan Merek

2. Desa Relokasi Tahap II Mandiri


a. Desa Gurukinayan
b. Desa Berastepu
c. Desa Gamber
d. Desa Kuta Tonggal

Relokasi tahap II merupakan relokasi mandiri. Jumlah


pengungsi yang direlokasi sebanyak 1.903 KK. Saat ini
pemerintah sedang bekerja keras untuk menyelesaikan relokasi
tahap II tersebut. Pemerintah pusat melalui BNPB serta Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan melakukan pedampingan
pada pemerintah Kabupaten Karo dalam membangun relokasi
mandiri. Jumlah dana sebesar Rp 110 juta perkepala keluarga
untuk relokasi. Dana tersebut disalurkan ketika warga secara
56 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 6.6
Lokasi relokasi dari Desa Berastepu, Gamber, Guru Kinayan, dan Kuta Tonggal
menuju beberapa wilayah yang aman dari ancaman erupsi Gunungapi Sinabung
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 57

Gambar 6.7
Lokasi relokasi dari Desa Mardinding, Sigarang-garang, dan Sukanalu menuju
daerah relokasi Siosar
58 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

berkelompok telah mendapatkan lahan untuk tempat relokasi


mereka. Satu kelompok, terdiri dari beberapa kepala keluarga
yang akan mencari lahan untuk tempat relokasi mereka sendiri.
Relokasi mandiri diserahkan pada masyarakat, pemerintah hanya
mengawasi. Mereka yang menentukan lahan dan pemerintah
memfasilitasasi infrastrukturnya. Masalah yang dihadapi dalam
proses relokasi adalah sosialisasi (Republika.co.id, “Relokasi
Pengungsi Sinabung Tahap 2 Ditargetkan Rampung Desember”,
31 Agustus 2017).

3. Desa Relokasi Tahap III


a. Desa Sukanalu
b. Desa Sigarang-garang
c. Desa Mardinding
d. Dusun Lau kawar, Desa Kutagugung

Relokasi tahap III berjumlah 1.050 KK. Pemerintah kesulitan


karena ketiadaan lahan. Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan telah memberikan lahan area penggunaan lain seluas
6.300 hektar yang cukup untuk permukiman dan usaha tani.
Namun, semua lahan tersebut sudah dikuasai pihak lain. Saat ini
masih dalam proses pengurusan ijin. Sambil menunggu proses
relokasi masyarakat ditempatkan di hunian sementara, mereka
diberikan bantuan sewa rumah sebesar Rp. 3,6 juta per/KK/
tahun dan sewa lahan pertanian sebesar Rp. 2 juta per/KK/tahun.
Relokasi tahap III ini akan memindahkan masyarakat dari
Desa Sukanau, Desa Sigarang-garang, Desa Mardinding, dan
Dusun Lau Kawar Desa Kutagugung ke wilayah relokasi Siosar.
Gambar 6.7. menunjukkan lokasi relokasi dari Desa Mardinding,
Sigarang-garang, dan Sukanalu menuju daerah relokasi Siosar.
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 59

6.3. MASYARAKAT KORBAN ERUPSI GUNUNGAPI


SINABUNG TETAP BERAKTIVITAS DI ZONA
MERAH
Erupsi Gunungapi Sinabung pada tahun 2010 atau setelah
400 tahun lamanya tidak aktif memberikan dampak yang sangat
luas bagi masyarakat Kabupaten Karo. Terdapat 4 (empat) isyarat
terkait aktivitas Gunungapi, yakni normal, waspada, siaga,
dan tingkat tertinggi, awas yang artinya letusan bisa terjadi
sewaktu-waktu. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
merekomendasikan zona merah berada dalam radius 3 km dari
puncak dan dalam jarak 7 km untuk sektor Selatan-Tenggara,
jarak 6 km untuk sektor Tenggara-Timur serta jarak 4 km untuk
sektor Utara-Timur Gunungapi Sinabung (m.tempo.co.news,
“Warga di Sekitar Sinabung Diminta Tak masuki Zona Merah”
03 Agustus 2017).
Zona merah merupakan kawasan yang berbahaya dan
pemerintah melarang masyarakat beraktivitas di zona merah.
Namun demikian, masyarakat tetap beraktivitas di kawasan zona
merah. Ada beberapa alasan masyarakat masih beraktivitas di
zona merah, diantaranya:
1. Himpitan ekonomi karena bantuan yang diberikan pemerintah
hanya cukup untuk konsumsi sementara masyarakat
memerlukan dana untuk menutupi kebutuhan lainnya seperti
biaya pendidikan anak yang layak dan perlengkapannya.
2. Ingin mandiri dan bekerja seperti biasa sebelum terjadi
bencana.
3. Masih terikat secara emosional dan budaya dengan tanah
mereka dilahirkan sehingga tidak mudah mengarahkan
60 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 6.8
Aktivitas pertanian masyarakat di daerah zona merah

mereka meninggalkan lokasi zona merah. Misalnya kuburan


Nenek Moyangnya berada di daerah bencana.
4. Kebosanan dan ketidakpastian hidup bertahun-tahun di
posko-posko pengungsian.
5. Makanan yang tersedia di posko-posko pengungsian sering
kali tidak layak.
6. Tidak adanya kegiatan atau aktivitas yang dapat dikerjakan
di posko-posko pengungsian.
7. Konflik dan masalah sosial yang terjadi di posko-posko
pengungsian. Keterbatasan sarana dan pra sarana di posko-
posko pengungsian telah membuat masyarakat di pengungsian
menjadi sangat sensitif dan mudah terjadi pertengkaran baik
secara verbal maupun fisik.
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 61

Gambar 6.9
Aktivitas pertanian masyarakat di daerah zona merah

8. Daerah zona merah justeru tidak terkena dampak langsung


dari erupsi Gunungapi Sinabung (misalnya Dusun Lau
Kawar).
9. Kegagalan dalam manajemen kebencanaan Gunungapi
Sinabung.

Dengan kondisi yang demikian, banyak pengungsi yang


akhirnya memutuskan untuk kembali ke desa atau ke rumahnya
meskipun pemerintah telah menetapkan bahwa desa mereka
merupakan daerah zona merah. Bagi masyarakat tidak memiliki
penghasilan dirasakan lebih menakutkan daripada erupsi
62 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 6.10.a
Hutan negara yang telah dibuka menjadi lahan pertanian yang disertai dengan
pendirian rumah oleh masyarakat Desa Sigarang-garang dan Desa Sukanalu

Gambar 6.10.b
Hutan negara yang telah dibuka menjadi lahan pertanian yang disertai dengan
pendirian rumah oleh masyarakat Desa Sigarang-garang dan Desa Sukanalu
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 63

Gambar 6.10.c
Hutan negara yang telah dibuka menjadi lahan pertanian yang disertai dengan
pendirian rumah oleh masyarakat Desa Sigarang-garang dan Desa Sukanalu

Gunungapi Sinabung yang berlangsung terus menerus. Bahkan


timbul ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan para ahli
dalam hal memprediksi terjadinya erupsi Gunungapi Sinabung.
Hal tersebut disebabkan sering sekali prediksi pemerintah dan
para ahli tentang erupsi Gunungapi Sinabung tidak sesuai dengan
fakta yang terjadi. Apalagi erupsi Gunungapi Sinabung yang
berlangsung terus-menerus telah menimbulkan rasa apatis bagi
masyarakat di Kabupaten Karo khususnya di daerah yang terkena
dampak langsung erupsi Gunungapi Sinabung. Gambar 6.8. dan
Gambar 6.9. menunjukkan aktivitas masyarakat tetap mengolah
lahan pertaniannya yang berada di zona merah.
Tindakan warga yang memasuki zona merah sangat berbahaya
dan menimbulkan dampak negatif. Pada tahun 2014 terdapat
15 (limas belas) orang meninggal akibat aktivitas Gunungapi
64 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Sinabung. Pada tahun 2016, 7 (tujuh) warga Desa Gamber yang


berada dalam radius 5 km (zona merah) dari puncak Gunungapi
Sinabung meninggal terkena awan panas saat sedang bertani.
Namun demikian, saat ini masyarakat tidak lagi merasa takut dan
merasa bahwa erupsi Gunungapi Sinabung merupakan hal yang
biasa. Masyarakat juga tidak mempedulikan bahaya abu vulkanik
erupsi Gunungapi Sinabung. Masyarakat tetap beraktivitas
tanpa masker meskipun sedang terjadi hujan abu vulkanik.
Demikian juga dalam lingkungan sekolah, beberapa sekolah tetap
mengharuskan siswa untuk hadir di sekolah pada saat hujan abu
vulkanik dan meminta siswanya membersihkan abu vulkanik di
sekolah tanpa menggunakan masker.

6.4. MASYARAKAT KORBAN ERUPSI GUNUNGAPI


SINABUNG MERAMBAH HUTAN NEGARA
Pemerintah terus berupaya melakukan penanganan dan
relokasi terhadap korban erupsi Gunungapi Sinabung, namun
sampai saat ini relokasi tersebut belum juga selesai. Salah
satu penyebabnya adalah kurangnya tempat relokasi. Selain
itu, masyarakat korban erupsi Gunungapi Sinabung juga
mengangggap pemerintah tidak memberikan solusi yang tepat
atas masalah yang dihadapi oleh masyarakat korban erupsi
Gunungapi Sinabung.
Keadaan tersebut menyebabkan masyarakat nekat beraktivitas
di kawasan zona merah dan sebagian lainnya melakukan
perambahan atas hutan negara yang dilakukan secara beramai-
ramai. Sebagian masyarakat korban erupsi Gunungapi Sinabung
yang berasal dari Desa Sigarang-garang dan Sukanalu membuka
pemukiman dan lahan pertanian di kawasan Taman Hutan Rakyat
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 65

(Tahura) Bukit Barisan dan Taman Nasional Gunung Leuser


(TNGL) yang berada di wilayah Kabupaten Karo dan Kabupaten
Langkat. Saat ini diperkirakan 500-600 hektar kawasan hutan yang
digarap dan masih terus berlangsung aktivitas pembalakan liar
(Kompas.com, “KPHSU: Pengungsi Sinabung Sudah Merambah
Hutan Negara” 16 Februari 2017). Meskipun para pengungsi telah
mendirikan pemukiman dan membuka lahan pertanian di Tahura
dan TNGL, namun pengungsi selalu was-was dan khawatir atas
lahan yang sedang mereka usahai tersebut. Mereka khawatir dan
was-was karena selalu beredar kabar bahwa pemerintah akan
memaksa para pengungsi untuk meninggalkan pemukiman dan
lahan yang telah mereka usahai di hutan negara tersebut. Gambar
6.10. menyajikan hutan negara yang telah dibuka menjadi lahan
pertanian yang disertai dengan pendirian rumah oleh masyarakat
Desa Sigarang-garang dan Desa Sukanalu.
Tindakan pengungsi yang menggarap TNGL sangat
membahayakan karena merusak lingkungan yang dapat
mengakibatkan banjir, bencana kekeringan, tanah longsor,
terganggunya siklus air (TNGL menyediakan suplai air bagi 4
juta masyarakat yang tinggal di Provinsi Aceh dan Provinsi
Sumatera Utara), menurunkan kualitas oksigen. Selain itu,
tindakan pengungsi tersebut melanggar peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Tindakan pengungsi korban erupsi Gunungapi Sinabung
yang menggarap hutan negara di kawasan TNGL dapat
menimbulkan bahaya bagi manusia maupun makhluk lain serta
dapat menimbulkan bencana. Sekitar 70% dari semua spesies
hewan dan tumbuhan terestrial hidup di hutan dan hutan sangat
penting dalam melestarikan spesies hewan dan tumbuhan tersebut
(Owley, 2012). Selanjutnya, hutan merupakan reservoir yang
66 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

paling signifikan dari karbon terestrial, mengandung sekitar 77


persen dari semua karbon yang tersimpan dalam vegetasi dan
39 persen di tanah. Dalam kapasitasnya sebagai reservoir air dan
karbon, hutan menjaga keseimbangan iklim global, melindungi
tanah dari degradasi dan mencegah penggurunan (Kunzmann,
2008). Dengan demikian, untuk mengurangi dan mencegah
penggarapan hutan negara lebih lanjut maka diperlukan regulasi
yang tepat dalam penanganan pengungsi korban erupsi Gunung
Sinabung yang menggarap hutan negara.
Sebenarnya bagi korban erupsi Gunungapi Sinabung, mereka
tidak keberatan diminta meninggalkan pemukiman dan lahan
yang tengah mereka usahai tersebut jika pemerintah mampu
menyediakan tempat relokasi yang layak bagi mereka. Relokasi
yang layak misalnya luas lahan tempat mereka akan direlokasi
minimal sama dengan luas lahan pemukiman dan pertanian
yang mereka miliki di desa asalnya sebelum erupsi Gunungapi
Sinabung. Bahkan sebagian masyarakat bersedia direlokasi di luar
provinsi Sumatera Utara. Namun demikian, sebagian masyarakat
meminta untuk tetap direlokasi di Kabupaten Karo. Mereka tidak
bersedia jika direlokasi di luar Kabupaten Karo. Menurut mereka
tidak akan tersedia tempat yang memiliki tingkat kesuburan
seperti yang dimiliki oleh Kabupaten Karo. Mereka sangat yakin
hanya Kabupaten Karo yang memiliki tanah pertanian yang
sangat subur sehingga bisa menghasilkan produk pertanian yang
melimpah ruah.
BAB 7
PEMETAAN BENCANA ERUPSI
GUNUNGAPI SINABUNG

B encana erupsi Gunungapi Sinabung merupakan peristiwa alam


yang mengakibatkan dampak merugikan bagi masyarakat
yang hidup dan tinggal di sekitar Gunungapi Sinabung. Erupsi
Gunungapi Sinabung sejak 29 Agustus 2010 dan erupsi yang
terjadi sejak September 2013 sampai sekarang belum berakhir
menyebabkan bencana yang merugikan masyarakat yang
hidup dan tinggal di sekitar Gunungapi Sinabung. Masyarakat
kehilangan tempat tinggal dan lahan pertanian sehingga
kehidupan mereka terganggu sejak Gunungapi Sinabung erupsi.
Masyarakat sebagian besar merupakan petani yang mengolah
lahan di lereng kaki dan sekitar Gunungapi Sinabung
Bencana yang disebabkan oleh erupsi Gunungapi Sinabung
dipetakan berdasarkan jenis penyebabnya. Penyebab bencana ini
dari bahaya primer dan bahaya sekunder dari erupsi Gunungapi
Sinabung. Bahaya primer erupsi Gunungapi Sinabung terdiri
dari awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran batu pijar,

67
68 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 7.1. Kawasan rawan bencana erupsi Gunungapi Sinabung


(Sumber: PVMBG, 2014 dan BNPB, 2014).
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 69

Gambar 7.2
Agihan bencana yang disebabkan oleh Erupsi Gunungapi Sinabung

dan hujan abu/debu vulkanik. Sedangkan bahaya sekunder erupsi


Gunungapi Sinabung berupa aliran lahar. 3 desa sudah tertimbun
material piroklastik, yaitu Desa Sukameriah, Bakerah, dan
Simacem. Ketiga desa ini sudah direlokasi di Siosar Kecamatan
Merek. Awan panas erupsi Gunungapi Sinabung telah menelan
korban 16 orang di Desa Sukameriah pada tahun 2014 dan 9
orang di Desa Gamber pada tahun 2016. Aliran lahar merusak
permukiman dan lahan pertanian di daerah sepanjang sungai Lau
Borus dan di daerah Tiganderket. Aliran lahar juga menyebabkan
korban jiwa. Kawasan rawan bencana erupsi Gunungapi Sinabung
dibagi menjadi 3, yaitu: Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan
Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana III (PVMBG,
2014 dan BNPB, 2014). Peta kawasan rawan bencana erupsi
70 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gunungapi Sinabung disajikan pada Gambar 7.1. Sedangkan


agihan bencana yang disebabkan oleh Erupsi Gunungapi Sinabung
ini dapat disajikan pada Gambar 7.2.
BAB 8
IDENTIFIKASI JENIS-JENIS
PENGURANGAN RISIKO BENCANA
YANG SUDAH DILAKUKAN TERKAIT
BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI
SINABUNG

J enis-jenis pengurangan risiko bencana yang sudah dilakukan


terkait bencana erupsi Gunungapi Sinabung diidentifikasi
berdasarkan observasi di lapangan serta wawancara dengan
masyarakat dan BPBD Kabupaten Karo. Bentuk pengurangan
risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung pada penelitian ini
terbagi menjadi 2 yaitu bentuk pengurangan risiko struktural
(fisik) dan bentuk pengurangan risiko non struktural. Bentuk
pengurangan risiko struktural yang tersebar di wilayah radius
3 km, 5 km, dan 7 km dari Puncak Sinabung berupa papan
peringatan, portal, jalur evakuasi, hunian tetap, hunian sementara,
pengungsian, pembangunan dam, penahan badan sungai, titik
kumpul, dan titik kumpul sementara. Tabel 8.1. menyajikan
bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung
struktural secara lengkap. Sedangkan agihan bentuk pengurangan
risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung struktural disajikan

71
72 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Gambar 8.1
Agihan bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung
struktural pada radius 3 km, 5 km, dan 7 km dari Puncak Sinabung

Gambar 8.2
Bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung struktural di
jalan memasuki wilayah Tiganderket
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 73

Gambar 8.3
Bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung struktural di
lapangan

Gambar 8.4
Bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung struktural di
Desa Perbaji Kecamatan Tiganderket
74 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

pada Gambar 8.1. Gambar 8.2. dan seterusnya menunjukkan


gambaran bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi
Sinabung struktural di lapangan. Bentuk pengurangan risiko
bencana erupsi Gunungapi Sinabung struktural ini telah dibuat
berdasarkan jenis bahaya yang ditimbulkan oleh erupsi Gunungapi
Sinabung. Portal dibuat di jalan-jalan utama yang menuju daerah
yang termasuk dalam zona merah. Portal ini berfungsi melarang
masyarakat masuk ke daerah zona merah. Selain itu disetiap portal
ada papan peringatan bahwa daerah itu masuk dalam zona merah
erupsi Gunungapi Sinabung. Papan peringatan juga digunakan

Gambar 8.5
Bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung struktural di
jalan menuju wilayah Desa Mardinding
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 75

untuk menginformasikan bahwa daerah itu merupakan daerah


aliran lahar dan daerah itu merupakan daerah luncuran awan
panas.
Bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi
Sinabung non struktural diakukan dengan penyuluhan dan
sosialisasi tentang bahaya erupsi Gunungapi Sinabung. Kegiatan
ini dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini BNPB, BPBD, LSM
dan juga lembaga swasta lainnya. Kegiatan ini intensif dulu
dilakukan di lokasi pengungsian. Namun saat ini setelah erupsi
hampir 8 tahun tidak berhenti dan masyarakat tidak ada lagi di
pengungsian kegiatan ini sudah sangat jarang dilakukan.

Tabel 5.1. Bentuk pengurangan risiko bencana erupsi


Gunungapi Sinabung struktural pada radius 3
km, 5 km, dan 7 km dari Puncak Sinabung

Radius
dari
Puncak Bentuk
LU BT Sinabung Pengurangan
No. (°) (°) (Km) Risiko Strutural Nama Desa
1 3.19 98.41 3 Papan Peringatan Sigarang-
garang
2 3.19 98.41 3 Papan Peringatan Sigarang-
garang
3 3.20 98.40 3 Jalur Evakuasi Kuta Rakyat
4 3.20 98.41 3 Papan Peringatan Kuta Rakyat
5 3.20 98.41 3 Jalur Evakuasi Kuta Rakyat
6 3.13 98.37 5 Jalur Evakuasi Tiganderket
7 3.13 98.37 5 Papan Peringatan Tiganderket
8 3.13 98.37 5 Jalur Evakuasi Tiganderket
76 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Radius
dari
Puncak Bentuk
LU BT Sinabung Pengurangan
No. (°) (°) (Km) Risiko Strutural Nama Desa
9 3.13 98.37 5 Jalur Evakuasi Tiganderket
10 3.13 98.37 5 Papan Peringatan Tiganderket
11 3.13 98.37 5 Pembangunan Tiganderket
Dam
12 3.13 98.38 5 Papan Peringatan Tiganderket
13 3.12 98.39 5 Papan Peringatan Simpang
Gurukinayan
14 3.12 98.40 5 Titik Kumpul Gurukinayan
Sementara
15 3.13 98.41 5 Portal Simpang Desa
Berastepu
16 3.13 98.41 5 Papan Peringatan Simpang Desa
Berastepu
17 3.14 98.42 5 Bangunan Semen Berastepu
18 3.14 98.43 5 Bangunan Semen Berastepu
19 3.13 98.37 5 Papan Peringatan Tiganderket
20 3.14 98.36 5 Papan Peringatan Lau Bekerah
21 3.15 98.36 5 Portal Lau Bekerah
22 3.15 98.35 5 Penahan Badan Kutambaru
Sungai
23 3.13 98.40 5 Papan Peringatan Gurukinayan
24 3.13 98.40 5 Papan Peringatan Gurukinayan
25 3.17 98.45 5 Papan Peringatan Kutatonggal
26 3.17 98.44 5 Papan Peringatan Kutatonggal
27 3.18 98.44 5 Papan Peringatan Sukatepu
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 77

Radius
dari
Puncak Bentuk
LU BT Sinabung Pengurangan
No. (°) (°) (Km) Risiko Strutural Nama Desa
28 3.17 98.43 5 Papan Peringatan Kutatonggal
29 3.17 98.44 5 Portal Kutatonggal
30 3.18 98.43 5 Papan Peringatan Sukanalu
31 3.18 98.44 5 Titik Kumpul Sukatepu
Sementara
32 3.18 98.44 5 Papan Peringatan Sukatepu
33 3.19 98.44 5 Jalur Evakuasi Sukatepu
34 3.14 98.33 7 Pengungsian Jandi Meriah
35 3.14 98.33 7 Hunian Tetap Ndokum
Siroga
36 3.14 98.34 7 Papan Peringatan Sukatendel
37 3.14 98.34 7 Papan Peringatan Sukatendel
38 3.14 98.34 7 Papan Peringatan Sukatendel
39 3.14 98.34 7 Papan Peringatan Sukatendel
40 3.12 98.38 7 Jalur Evakuasi Payung
41 3.12 98.38 7 Titik Kumpul Payung
Sementara
42 3.12 98.39 7 Jalur Evakuasi Payung
43 3.12 98.39 7 Papan Peringatan Payung
44 3.12 98.39 7 Portal Payung
45 3.12 98.39 7 Papan Peringatan Payung
46 3.12 98.42 7 Papan Peringatan Tiga Pancur
47 3.13 98.41 7 Papan Peringatan Simp. Sibintun
48 3.12 98.40 7 Hunian Jandi Meriah
Sementara
78 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Radius
dari
Puncak Bentuk
LU BT Sinabung Pengurangan
No. (°) (°) (Km) Risiko Strutural Nama Desa
49 3.14 98.45 7 Hunian Tetap Ndokum
Siroga
50 3.15 98.45 7 Jalur Evakuasi Torong
51 3.14 98.44 7 Papan Peringatan Jeraya
52 3.14 98.44 7 Portal Jeraya
53 3.15 98.45 7 Papan Peringatan Perteguhen
54 3.15 98.45 7 Titik Kumpul Perteguhen
Sementara
55 3.17 98.45 7 Papan Peringatan Simp. Tiga
Kicat
56 3.17 98.45 7 Jalur Evakuasi Sukandebi
57 3.17 98.45 7 Titik Kumpul Sukandebi
58 3.17 98.45 7 Titik Kumpul Deram
Sementara
59 3.18 98.45 7 Jalur Evakuasi Deram
60 3.18 98.45 7 Titik Kumpul Deram
Sementara
61 3.18 98.45 7 Jalur Evakuasi Deram
62 3.18 98.45 7 Jalur Evakusi Deram
63 3.14 98.46 7 Papan Peringatan Ndokum Siroga
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 79

Gambar 8.6
Bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung struktural di
jalan yang termasuk kawasan rawan bencana

Gambar 8.7
Bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung struktural di
daerah Tiganderket
80 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---
BAB 9
MODEL PENGURANGAN RISIKO
BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI
SINABUNG

M odel pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi


Sinabung berupa model konseptual. Model ini dirumuskan
berdasarkan hasil observasi di lapangan, wawancara dan FGD
dengan masyarakat, serta wawancara dengan staf Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo.
Model ini akan dirancang yang sesuai dengan karakteristik
erupsi Gunungapi Sinabung dan karakteristik masyarakat di
sekitar Gunungapi Sinabung. Model pengurangan risiko bencana
erupsi Gunungapi Sinabung yang sesuai menurut penulis adalah
pemberian pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat
tentang bahaya erupsi Gunungapi Sinabung. Hal ini karena
faktanya masyarakat sampai saat ini masih masuk ke daerah zona
merah atau kawasan rawan bencana III.
Masyarakat tidak memperdulikan portal dan papan peringatan
kalau sudah memasuki daerah zona merah. Masyarakat masuk dan
bertani di lahan pertaniannya di daerah zona merah. Masyarakat

81
82 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

masuk ke daerah zona merah karena faktor ekonomi. Lahan milik


masyarakat di daerah zona merah yang masih dapat dimanfaatkan
tetap diolah menjadi lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan
hidup mereka. Masyarakat ini juga berpendapat jika bantuan
pemerintah untuk membeli lahan di daerah yang aman tidak
mencukupi untuk kebutuhan hidup mereka. Ketakutan masyarakat
terhadap erupsi Gunungapi Sinabung dikalahkan oleh faktor
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat
yang masuk dan beraktivitas mengolah lahan pertanian di
daerah zona merah ini yang berisiko paling tinggi jika terjadi
erupsi Gunungapi Sinabung. Edukasi dan sosialisasi mengenai
pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung ini
yang perlu diberikan kepada masyarakat yang tinggal di kawasan
Gunungapi Sinabung. Jadi bentuk pengurangan risiko bencana
non struktural yang harus dilakukan secara berkesinambungan,
baik oleh pemerintah melalui BPBD dan pendidikan formal
(sekolah) maupun sosialisasi dan penyuluhan oleh NGO dan
swasta. Model konseptual pengurangan risiko bencana erupsi
Gunungapi Sinabung disajikan pada Gambar 9.1.
Bahaya Pengurangan Sudah
Primer Risiko Bencana Cukup
Dampak: Struktural di Memadai
- Korban jiwa Kawasan
Erupsi - Kerusakan lahan Gunungapi
Gunungapi pertanian Sinabung
Sinabung Bencana - Kehilangan mata
pencahariaan
- Kerusakan
permukiman Perlu
Pengurangan
- Kerusakan sarana dilakukan
Bahaya Risiko Bencana secara
dan prasarana
Sekunder Non Struktural di berkesi-
Kawasan nambungan
Gunungapi
Sinabung
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.---

Gambar 5.24
Model konseptual pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi Sinabung
83
84 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---
BAB 10
PENUTUP

R angkuman dari pembahasan buku ini adalah:

1. Gunungapi Sinabung dapat dibagi menjadi puncak, lereng


atas, lereng tengah, lereng bawah, dan dataran lereng kaki
gunungapi berdasarkan karakteristik geomorfologinya.
2. Karakteristik bencana erupsi Gunungapi Sinabung disebabkan
oleh awan panas, lontaran atau guguran batu pijar, dan hujan
abu/debu vulkanik. Sedangkan bahaya sekunder erupsi
Gunungapi Sinabung berupa aliran lahar.
3. Masyarakat yang tinggal di Kawasan Gunungapi Sinabung
belum sepenuhnya siap menghadapi erupsi Gunungapi
Sinabung.
4. Masalah pengungsi Gunungapi Sinabung masih belum
terselesaikan. Kunci utama penyelesaian pengungsi Gunung
Sinabung adalah penyediaan lahan untuk permukiman dan
usaha tani relokasi.

85
86 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

5. Bencana yang disebabkan oleh erupsi Gunungapi Sinabung


dipetakan berdasarkan jenis penyebabnya, yaitu bahaya primer
erupsi yang terdiri dari awan panas, aliran lava, lontaran
atau guguran batu pijar, dan hujan abu/debu vulkanik, serta
bahaya sekunder erupsi berupa aliran lahar.
6. Bentuk pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi
Sinabung pada penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu bentuk
pengurangan risiko struktural (fisik) dan bentuk pengurangan
risiko non struktural. Bentuk pengurangan risiko struktural
yang tersebar di wilayah radius 3 km, 5 km, dan 7 km dari
Puncak Sinabung berupa papan peringatan, portal, jalur
evakuasi, hunian tetap, hunian sementara, pengungsian,
pembangunan dam, penahan badan sungai, titik kumpul, dan
titik kumpul sementara. Sedangkan bentuk pengurangan
risiko non struktural berupa penyuluhan tentang bahaya
erupsi Gunungapi Sinabung
7. Model pengurangan risiko bencana erupsi Gunungapi
Sinabung yang sesuai menurut peneliti adalah pemberian
pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang
bahaya erupsi Gunungapi Sinabung.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana, 2006, Rencana


Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2006 – 2009,
Republik Indonesia.
Badan Standardisasi Nasional, 1999, Penyusunan Peta Geomorfologi
(SNI 13-6185-1999, ICS 07.060), www.bsn.go.id.
Dinas Pertanian Kabupaten Karo (2014), Dampak Kerusakan
Lahan Pertanian per 20 Januari 2014.
Dongeng Geologi, 2010, https://geologi.co.id/2010/09/07/
sinabung-dipicu-oleh-curah-hujan/sinabung22/, diakses
2 April 2018.
Elnashai, A.S., Kim, S.J., Yun, G.J., and Sidarta, D., 2006, The
Yogyakarta Earthquake of 26 May, 2006, MAE Center
Report, No. 07-02, University of Illionis at Urbana-
Champaign, 57 pp.

87
88 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

Kato, T., Ito, T., Abidin, H. Z., and Agustan. 2007. Preliminary
report on crustal deformation surveys and tsunami
measurements caused by the July17, 2006 South off Java
Island Earthquake and Tsunami, Indonesia. Earth Planets
Space, 59, 1055–1059.
Kominfo Kabupaten Karo, 2014, Data Pengungsi Erupsi
Gunungapi Sinabung Kabupaten Karo Tanggal 23
Januari 2014.
Kunzmann, K., August 1, 2008, “The Non-Legally Binding
Instrument On Sustainable Management of All Types
of Forests - Towards A Legal Regime For Sustainable
Forest Management?”, 9 German L.J. 981, German Law
Journal, pp. 981-1005.
McCaffrey, R., 1996, Asia Slip partitioning at convergent plate
boundaries of SE, Geological Society, London, Special
Publications 1996, No.106, pp.3-18.
Macdonald, G.A., 1972, Volcanoes, Prentice-Hall, Englewood
Cliffs, New Jersey, 510h.
Mangunsukardjo, K., 1984, Inventarisasi Sumberdaya Lahan di
Daerah Aliran Sungai Serayu dengan Tinjauan Secara
Geomorfologi, Disertasi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Owley, J., dan Tulowiecki, S.J., 2012, “Who Should Protect The
Forest?: Conservation Easements In The Forest Legacy
Program”, 33 Pub. Land & Resources L. Rev. 47, Public
Land & Resources Law Review, pp. 47-93.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen
ESDM) Nomor: 15 Tahun 2011 tentang Pedoman
Mitigasi Bencana Gunungapi, Gerakan Tanah,
Gempabumi, dan Tsunami.
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 89

Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan


Penanggulangan Bencana.
Permendagri Nomor 33 tahun 2006, Pedoman Umum Mitigasi
Bencana
Schieferdecker, A.A.G. (Ed.), 1959, Geological Nomenclature, Royal
Geol. And Minings Soc. Of the Netherlands, J.Noorduijn
en Zoon N.V., Gorinchem, 523h.
Sumutprov, 2013, Status Gunung Sinabung Naik Jadi “Awas”
http://www.sumutprov.go.id/berita-sumatera-utara.
php?id=604, diakses tanggal 28 November 2013 Jam
03.38 WIB.
Tigapilarnews, 2017, Gunung Sinabung Erupsi, Ribuan
Penduduk Terkena Dampak Hujan Abu Vulkanik,
tanggal 2 Agustus 2017, http://www.tigapilarnews.
com/berita/2017/08/02/115389-Gunung-Sinabung-
Erupsi-Ribuan-Penduduk-Terkena-Dampak-Hujan-
Abu-Vulkanik, diakses 2 April 2018.
Tregoning, P., Brunner, F. K., Bock, Y., Puntodewo, S. S. O.,
McCaffrey, R., Genrich, J. F., Calais, E., Rais, J., and
Subarya, C., 1994, First geodetic measurement of
convergence across the Java Trench, Geophys. Res. Lett.,
21(19), 2135–2138.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana.
Verstappen, H.Th., 1983, Applied Geomorphology: Geomorphological
Surveys for Environmental Developments, Elsevier,
Amsterdam.
Verstappen, H.Th., 2000, Outline of the Geomorphology of Indonesia:
A Case Study on Tropical Geomorphology of a Techtogene
Region, ITC Publication, Number 79, Enschede.
90 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---
BIOGRAFI PENULIS

D r. Dwi Wahyuni
Nurwihastuti,
S.Si., M.Sc. lahir di
Sleman 24 September
1977 adalah staf pengajar
pada Jurusan Pendidikan
Geografi Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri
Medan (Unimed) sejak
tahun 2003. Menamatkan
pendidikan S1 pada
Program Studi Geografi
Fisik Fakultas Geografi
Universitas Gadjah
Mada (UGM) pada

91
92 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

tahun 2000. Melanjutkan pendidikan S2 pada tahun 2006 dan


selesai pada tahun 2008 pada Program Studi Penginderaan Jauh
Fakultas Geografi UGM. Setahun kemudian melanjutkan studi
S3 pada tahun 2009 dan selesai pada tahun 2013 pada program
doktor Ilmu Geografi Fakultas Geografi UGM. Pernah menulis
di beberapa jurnal ilmiah, melakukan beberapa penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, serta aktif dalam mengikuti
berbagai kegiatan ilmiah.

A nik Juli Dwi Astuti, S.Si,


M.Sc lahir di Sleman pada
tanggal 07 Juli 1983 adalah staf
pengajar pada Jurusan Pendidikan
Geografi, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Medan.
Menyelesaikan pendidikan strata
satu (S1) pada Jurusan Geografi,
Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
tahun 2005. Tahun 2006
melanjutkan studi strata dua (S2)
pada Program Studi Ilmu Lingkungan pada universitas yang
sama dan selesai pada tahun 2008. Aktif menulis penelitian
yang berkaitan dengan sumber daya air dan lingkungan serta
geomorfologi dan kebencanaan.
---Dr. DwiWahyuni Nurwihastuti, S.Si., M.Sc., dkk.--- 93

E ni Yuniastuti, S.Pd., M.Sc lahir di


Sleman 30 Juni 1987, mengajar di
Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri
Medan (UNIMED) sejak Tahun 2014.
Menyelesaikan Pendidikan Diploma
(D3) pada Jurusan Penginderaan
Jauh dan Sistem Informasi Geografi
Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun
2008. Tingkat Pendidikan Sarjana (S1)
pada Jurusan Pendidikan Geografi
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
telah diseleseikan pada tahun 2011, dan langsung melanjutkan
program Pendidikan Magister (S2) pada Jurusan Magister
Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai
(MPPDAS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Bulan Juli tahun
2013.
Pernah membantu dosen menjadi Asisten Praktikum di
Program Diploma Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun
2008 sampai 2013. Pernah menulis di beberapa Jurnal Ilmiah,
aktif dalam melakukan penelitian, dan juga aktif dalam mengikuti
berbagai kegiatan ilmiah. Pernah menulis chapter Buku Seri
Bunga Rampai Pengelolaan Lingkungan Zamrud Khatulistiwa
penerbit Kanisus pada tahun 2013.
94 ---Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Sinabung---

D r. Reh Bungana Beru


Perangin-angin, SH.,
M.Hum lahir di Langkat
15 Oktober 1980 adalah
staf pengajar pada Jurusan
Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Medan
(Unimed) sejak tahun
2008. Menyelesaikan
Pendidikan Strata satu
(S1) pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara (USU) pada tahun 2002. Setahun
kemudian melanjutkan studi strata dua (S2) pada Program
Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) dan
selesai pada tahun 2005. Menyelesaikan Program Doktor Ilmu
Hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2014.
Pernah menulis di beberapa jurnal ilmiah, melakukan beberapa
penelitian, dan aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai