Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH RENCANA KONTIJENSI BENCANA

KONTIJENSI GUNUNG ROKATENDA KAB.SIKKA


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mitigasi Bencana Alama

Dafa Ramadhan S. N.
20190240004

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN


PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerentanan bencana
nomor ke-dua terbesar di dunia setelah Bangladesh. Indeks Risiko Bencana
Alam (NORI) meletakkan Indonesia pada tingkat extreme. Indeks ini diukur
dengan menganalisis dampak bencana terhadap manusia, jumlah kematian
per-bencana dan per-sejuta populasi, serta frekuensi bencana selama 30 tahun
terakhir. Terdapat 15 dari 229 negara yang masuk dalam kategori ekstrim
bersama Indonesia, diantaranya adalah: Bangladesh, Iran, Pakistan, Ethiopia,
Sudan, Mozambik, Filipina, India dan China.

Gambar 1. Sabuk Gunung Api Pasifik


Saat ini terdapat 129 gunung berapi yang masih aktif dan 500 tidak
aktif di Indonesia. Gunung berapi aktif yang ada di Indonesia merupakan 13
% dari seluruh gunung berapi aktif di dunia, 70 gunung di antaranya
merupakan gunung berapi aktif yang rawan meletus dan 15 gunung berapi

1
kritis. Gunung berapi ini membentuk sabuk memanjang dari Pulau Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara pada satu rangkaian dan rnenerus ke arah utara
sampai Laut Banda dan bagian utara Pulau Sulawesi. Lebih dari 10 %
penduduk Indonesia bermukim di kawasan rawan bencana gunung berapi.
Selama 100 tahun terakhir lebih dari 175 ribu jiwa manusia menjadi korban
letusan gunung berapi. Indonesia berada di daerah beriklirn tropis dan
rnerniliki musim hujan dan musim kemarau. Di samping bahaya letusan
langsung berupa muntahan dan jatuhan material material atau gas beracun,
dalam musim penghujan gunung berapi dapat menimbulkan bahaya tidak
langsung berupa aliran lahar atau perpindahan material vulkanik yang
membahayakan.
Dalam upaya mengantisipasi terjadinya kemungkinan ancaman letusan
gunung dimaksud dan dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan daerah, maka
perlu dilakukan penyusunan rencana kontijensi (Contingency Planning) di
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sesuai dengan ancaman yang
dihadapi. Penyusunan rencana kontijensi merupakan salah satu rencana yang
dibuat pada tahapan prabencana dan dilakukan pada kondisi normal atau
potensi terjadinya suatu bencana. Rencana kontijensi dibuat untuk
memastikan apakah pemerintah daerah maupun masyarakat siap dalam
menghadapi potensi terjadinya suatu kondisi darurat (bencana). Apabila
bencana terjadi , maka Rencana Kontinjensi dapat dijadikan Rencana Operasi
Tanggap Darurat (Emergency Operation Plan) setelah terlebih dahulu melalui
kaji cepat (rapid assessment). (Basyid, 2010)

Secara geografis, geologis, dan demografis, wilayah Kabupaten Sikka


memiliki kerawanan bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, non
alam maupun oleh akibat ulah manusia. Bencana yang terjadi di Kab. Sikka
dapat menimbulkan korban jiwa, pengungsian, kerusakan aset, dan kerugian
dalam bentuk lain yang cukup besar.
Salah satu ancaman yang sampai saat ini masih berpotensi terjadinya
bencana di Kab. Sikka adalah ancaman bencana meletusnya gunung api
Rokatenda di P. Palue. Mengalami peningkatan aktivitas yang terakhir terjadi
pada 8 Oktober 2012 statusnya dinaikkan dari Normal (Level I) menjadi

2
Waspada (Level II). Selanjutnya status kegiatan dinaikkan kembali pada 13
Oktober 2012 dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Gunungapi
Rokatenda adalah gunungapi jenis strato dengan karakter letusan bersifat
efusif dan eksplosif. Letusan terakhir G. Rokatenda terjadi tahun 1985 berupa
letusan abu setinggi 1000-2000 meter disertai lontaran material berkisar 200-
300 meter dari kawah.
Berdasarkan kondisi dan situasi tersebut di atas maka Pemerintah
Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende melakukan upaya dengan menyusun
perencanaan dan kebijakan dalam melaksanakan mitigasi dan kesiapsiagaan
bencana. Ancaman yang sudah di depan mata memerlukan dipersiapkan
sesegera mungkin melalui perencanaan kedaruratan (kontinjensi) sebagai
pedoman pada saat menghadapi darurat bencana bagi semua pelaku
penanggulangan bencana.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari rencana kontinjensi ini adalah sebagai
pedoman penanganan bencana gunung Meletus agar berlangsung cepat dan
efektif dasar mobilisasi untuk stakeholder terkait dan disesuaikan dengan UU
No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 4 yang
menyatakan sebagai berikut:
1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh;
4. Menghargai budaya local;
5. Membangun partisipasi dan kemitraan public serta swasta;
6. Mendoraong semangat gotong royang, kesetiakawanan dan
kedermawanan;
7. Serta menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Lokasi
Kabupaten Sikka merupakan daerah kepulauan di wilayah Pulau
Flores dengan total luas daratan 1731,91 Km2 . Terdapat 18 pulau baik yang
didiami ataupun tidak, dimana pulau terbesar adalah Pulau Besar (3.07
persen) dan Pulau Palue (2.37 persen). Sedangkan pulau yang terkecil adalah
Pulau kambing (Pulau Pemana Kecil) yang luasnya tidak sampai 1 km2 . Dari
18 Pulau yang dimiliki pada wilayah administratifnya sebanyak 9 Pulau
merupakan pulau yang tidak dihuni dan 9 pulau dihuni. Ibukota Kabupaten
Sikka adalah Maumere yang merupakan juga pusat Kecamatan Alok Timur.
Kabupaten Sikka berada pada posisi 8°22’ sampai dengan 8°50’ derajat
Lintang Selatan dan 121°55'40" sampai 122°41'30" Bujur Timur.

Gambar 2. Peta Lokasi Kabupaten Sikka


Pulau Palue atau disebut juga G. Rokatenda, merupakan pulau
gunungapi soliter memiliki ketinggian 876 m dml dengan diameter Pulau
Palue sekitar 7,2 Km. G. Rokatenda, secara termasuk wilayah Kecamatan

4
Awa, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara geografis
terletak pada koordinat 121º42'30" BT dan 8º19' LS.

Gambar 3. Peta Gunung Rokatenda

2.2 Kajian Resiko


Kajian resiko ini di sesuaikan dengan erupsi pada tanggal 11 September
2013 pukul 23.30 WITA, dinyatakan Status Awas Gunung Rokatenda oleh
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Penduduk
Pulau Palue yang berada di 8 desa dengan jumlah total penduduk 8.000 jiwa
harus dievakuasi keluar pulau. Situasi pada saat evakuasi, terjadi tinggi
gelombang laut mencapai 1,5 m. Jalur evakuasi tidak diperkenankan untuk
memotong jalur-jalur sungai yang berhulu dipuncak, serta harus bergerak
menjauhi pusat erupsi.
Setelah 3 (tiga) hari status awas diinformasikan, terjadi erupsi G.
Rokatenda pada tanggal 14 September 2013 pukul 02.00 WITA. Kejadian
erupsi dengan tinggi kolom letusan 10.000 m, disertai dengan kilatan petir,
hujan abu lebat, lontaran material pijar berukuran abu hingga bom vulkanik
terlempar di seluruh pulau. Beberapa saat setelah erupsi terjadi hujan dan
menimbulkan lahar yang membawa bongkahbongkah batu berukuran besar
mencapai pinggir pantai, dan awan panas mencapai pinggir pantai dalam
waktu 4 menit. Pada saat erupsi, seluruh penduduk telah dievakuasi keluar

5
pulau Palue. Kejadian erupsi menimbulkan kerusakan berat di 8 desa di
Kecamatan Palue yang telah ditinggalkan oleh penduduknya.

2.2.1 Pontensi Bencana


Adapun potensi bencana yang dapat ditumbulkan oleh Gunung Rokatenda:
• Erupsi gunungapi : kegiatan penerobosan magma kepermukaan bumi
• Erupsi eksplosif : terjadi jika erupsi disertai dengan tekanan yang kuat,
sehingga disertai dengan ledakan.
• Erupsi efusif : terjadi jika erupsi dengan tekanan gas yang lemah,
sehingga tidak terjadi ledakan kuat, yang terjadi adalah leleran atau
aliran lava.
• Erupsi campuran : erupsi yang melibatkan keduanya.

2.2.2 Kawasan Rawan Bencana (KRB)


Menurut BPBD, Kawasan Rawan Bencana Gunung api (KRB)
adalah kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasikan berpotensi
terancam bahaya letusan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi adalah peta petunjuk tingkat
kerawanan bencana suatu daerah apabila terjadi letusan/kegiatan
gunungapi, yang menjelaskan tentang jenis dan sifat bahaya gunungapi,
daerah rawan bencana, arah/jalur penyelamatan diri, lokasi pengungsian,
dan pos penanggulangan bencana.

2.2.3 Klasifikasi Kawasan Rawan Bencana (KRB):


1) Kawasan Rawan Bencana III, yaitu kawasan rawan bencana terhadap
awan panas, apabila Gunung Rokatenda meletus kembali pada masa
datang dengan jenis dan tipe erupsi yang relatif identik dengan erupsi-
erupsi sebelumnya, kemungkinan akan mengarah terutama ke bagian
baratdaya dan timur dengan jarak jangkau maksimum 1,5- 1,75 km dari
pusat erupsi.
2) Kawasan Rawan Bencana II, yaitu kawasan rawan bencana terhadap
awan panas, kawasan rawan bencana II yang Rencana Kontinjensi

6
Menghadapi Ancaman Bencana Letusan Gunung Rokatenda 2013 64
kemungkinan terlanda awan panas, adalah sektor baratdaya, dan timur.
Apabila skala erupsinya membesar, maka kemungkinan dapat terjadi
perluasan aliran awan panas ke arah utara, barat, barat laut, timur laut
dan tenggara. Jarak jangkaunya diprediksi dapat mencapai jarak lebih
dari 3 km dari pusat erupsi (terutama ke arah barat daya).
3) Kawan Rawan Bencana I, yaitu kawasan rawan bencana terhadap aliran
lahar, pembentukan lahar kemungkinan besar dapat terjadi di daerah
baratdaya, timur, utara, barat laut dan tenggara

Gambar 4. Potensi bahaya


2.3. Pengembangan Skenario
Penentuan kejadian untuk rencana kontinjensi ini telah ditentukan
sesuai dengan kebijakan, yakni ancaman bencana meletusnya gunung api
Rokatenda di Kabupaten Sikka. Skenario kejadian letusan gunung api
tersebut adalah sebagai berikut:
Akibat erupsi gunung api Rokatenda seperti pada 11 Septemper 2013,
selanjutnya dilakukan pengembangan skenario dampaknya terhadap
kependudukan, sarana prasarana, ekonomi, lingkungan, dan perkebunan pada

7
desa desa di palue. Selanjutnya masyarakat akan di evakuasikan menuju titik
kumpul yang tealah di tentukan sebelum keluar dari pulau, yaitu:
1) Desa Nitunglea : pantai Oka Cere, pantai Cua
2) Desa Rokirole : pantai Punge
3) Desa Tuanggeo : pantai Tepetetu
4) Desa Maluriwu : pantai Pelabuhan Otioa
5) Desa Reruawairere : Pelabuhan Kerica
6) Desa Kesokoja : Pelabuhan Kerica
7) Desa Lidi : pantai Natu, pantai Langawai, pantai
Langaliwu
8) Desa Ladolaka : pantai Tosalanga
Selanjutnya akan di tumpangkan dengan kapal TNI-AL atau kapal milik
warga menuju ke daratan flores yang terletak di Kecamatan Maurole,
kabupaten Ende. Di Kec, Maurole disiapkan tempat-tempat pengungsian
untuk sebanyak 10.429 jiwa dengan Posko utama di kantor kecamatan
Maurole dengan berbagai perlengkapannya. Titik pengungsian pun juga
dibagi menjadi beberapa lokasi yaitu:
1) Ropa (tanah Pemda) untuk 8.250 jiwa
2) Uludala (kompleks Gereja) untuk 1.429 jiwa
3) Niranusa (lapangan) untuk 250 jiwa
4) Mausambe untuk 500 jiwa
Disana disiapkan tenda-tenda pengungsian, MCK, air bersih, dapur
umum dan logistik, genset. Pos-pos kesehatan juga dibangun untuk pelayanan
kesehatan para pengungsi. Pada tempat pengungsian kec. Maukole
direncanakan berlangsung selama 21 hari.
Adapun scenario evakuasi warga dapat digambarkan seusai status dan
Kawasan rawan bencana sebagai berikut.

8
Gambar 5. Skenario evakuasi Warga
(BPBD Kota Magelang 2017)

2.4. Kebijakan dan strategi


Dalam pembuatan kebijakan dan startegi penanganan pertama-tama harus
memprioritaskan pada penyelamatan jiwa dan perbaikan prasarana/sarana
vital untuk berfungsinya pelayanan publik secepatnya. Tujuan dan strategi
mencakup aspek-aspek durasi penanganan darurat, kelompok rentan,
kebutuhan dasar, kesehatan, sosial, penyelamatan jiwa, manajemen
penanganan darurat. Kebijakan pada tanggap darurat untuk para pengungsi
dan korban yang meliputi:
1. Mengerahkan semua sumber daya dan potensi untuk dipergunakan
dalam tanggap darurat penanggulangan bencana dan bersifat
partisipatif;
2. Mengkoordinasikan penanggulangan bencana oleh berbagai
lembaga baik pemerintahan, swasta, dan masyarakat dalam
memenejemen dan pengendalian bantuan;
3. Penetapan kebutuhan logistic dan peralatan, seperti makanan, air
bersih, obat-obatan, pakain, alat kebersian, hunian, dll;
4. Melaksanakan kegiatan pengurusan evakuasi, penyelamatan
korban, dan pelayanan Kesehatan.

9
Untuk strategi dalam darurat bencana yang harus dilakukan oleh
pemerintah, stakeholder dan masyarakat meliputi:
1. Memerintahkan seluruh badan terkait serta semua elemen
masyarakat untuk mengerahkan seluruh sumber daya yang
diperlukan.
2. Pengawalan dan pengaman distribusi bantuan dan harta benda
milik korban.
3. Meminimalisir konflik.
4. Mendapatkan dukungan alokasi dana tanggap darurat.
5. Memastikan invetaris dan aset dokumen penting negara
6. Pembentuk posko penanggulangan dan penyediaan kebutuha
logistic bagi pengungsi.
7. Pemastian korban luka untuk diberikan pengobatan, dan korban
jiwa untuk segera dimakam kan.
8. Evaluasi seluruh pelaksanaan kegiatan dan tindak lanjut yang
direncanakan
9. Publikasi informasi terkait,

2.5. Rencana strutural


Dalam rencana sectoral akan banyak actor/instansi yang bergerak
dalam kegiatan ini terutama dari pihak BPBD, TNI/Polri, masyarakat, dan
pemerintah daerah, khususnya kabupaten sikka. Diperkirakan banyaknya
bantuan dari bebagai pihak, bahkan dari tingkat pusat. Perlunya dilakukan
manajemen dan pengendalian tanggap darurat untuk mengkoordinasikan
seluruh pelaku kepentingan tanggap darurat. Tindakan yang harus
dilakukan:
a. Menyiapkan tim
b. Membuat tenda sementara di 8 titik kumpul di Pulau Palue sebelum
di evakuasi keluar Pulau Palue melalui pelabuhan Kerica.
c. Membangun posko utama, dan posko lapangan di Maurole
d. Mengkoordinasikan kegiatan sektoral

10
e. Mengaktifkan Media Center
f. Membuat laporan menyeluruh
g. Memberikan arah pelaksanaan
h. Menerima dan menyampaikan informasi
i. Menyiapkan kebutuhan sarana dan prasarana komunikasi dan
informasi
j. Mengkoordinir penyaluran bantuan-bantuan dan logistic ke setiap
lokasi pengungsi dan lokasi evakuasi

Struktur Organisasi Pos Komando Tanggap darurat bencana


Gunung Rokatenda sesuai Perka BNPB No.10 Tahun 2008

11
2.6. Rencana tindak lanjut
Untuk rencana tindak lanjut yang harus dilakukan adalah Perlunya
meningkatkan kesiapsiagaan pada masa yang akan datang dengan
dilakukan kegiatan:
a. pendataan dan pemuktahiran data daerah rawan bencana.
b. mengadakan sosialisasi dan simulasi bencana diutamakan pada
masyarakat daerah rawan bencana.
c. mengembangkan dan memfasilitasi informasi dan komunikasi pusat
pengendalian operasi (crisis centre).
d. melengkapi dan memperbaiki peralatan penanggulangan bencana.
e. menyiapkan jalur evakuasi dan tanda-tanda/simbol daerah rawan
bencana, dan pemasangan rambu-rambu arah evakuasi menuju ke
tepi pantai.

12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Rencana kontinjensi ini disusun sebagai acuan dan referensi bagi
Pemerintah Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende serta segenap unsur yang
terlibat dalam penanggulangan bencana dalam menghadapi kemungkinan
terjadinya bencana meletusnya gunung api Rokatenda tahun 2013. Kebutuhan
ini dipenuhi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada, baik dari
pemerintah, lembaga usaha, maupun masyarakat. Diperlukannya rencana
tindak lanjut yang harus dilakukan, terutama Perlunya meningkatkan
kesiapsiagaan serta kerja sama dari seluruh elemen pada masa yang akan
datang.

13
Daftar Pustaka

Pemerintah kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende. 2013. Rencana Kontinjensi


Menghadapi Ancaman Bencana Letusan Gunung Api Rokatenda Kabupaten
Sikka dan Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Mangelang. 2017. Rencana
Kontihensi Erupsi Gunung Merapi Kabupaten Mengelang.
Aristanto, Eko., Hidayatullah, Syarif., et al. 2020 Pendampingan Kelembagaan
Desa Tangguh Bencana (Destana) pada Desa Rawan Bencana Banjir Lahar
Dingin Gunung Kelud di Kecamatan Kasembon. Jurnal Pemberdayaan
Masyarakat Vol.5 No.1
Basyid, M. Abdul. 2020. Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana
Gunung Api Studi Kasus: Gunung Api Lokon. Jurnal Rekayasa Vol. XIV
No.4

14

Anda mungkin juga menyukai