Dafa Ramadhan S. N.
20190240004
1
kritis. Gunung berapi ini membentuk sabuk memanjang dari Pulau Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara pada satu rangkaian dan rnenerus ke arah utara
sampai Laut Banda dan bagian utara Pulau Sulawesi. Lebih dari 10 %
penduduk Indonesia bermukim di kawasan rawan bencana gunung berapi.
Selama 100 tahun terakhir lebih dari 175 ribu jiwa manusia menjadi korban
letusan gunung berapi. Indonesia berada di daerah beriklirn tropis dan
rnerniliki musim hujan dan musim kemarau. Di samping bahaya letusan
langsung berupa muntahan dan jatuhan material material atau gas beracun,
dalam musim penghujan gunung berapi dapat menimbulkan bahaya tidak
langsung berupa aliran lahar atau perpindahan material vulkanik yang
membahayakan.
Dalam upaya mengantisipasi terjadinya kemungkinan ancaman letusan
gunung dimaksud dan dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan daerah, maka
perlu dilakukan penyusunan rencana kontijensi (Contingency Planning) di
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sesuai dengan ancaman yang
dihadapi. Penyusunan rencana kontijensi merupakan salah satu rencana yang
dibuat pada tahapan prabencana dan dilakukan pada kondisi normal atau
potensi terjadinya suatu bencana. Rencana kontijensi dibuat untuk
memastikan apakah pemerintah daerah maupun masyarakat siap dalam
menghadapi potensi terjadinya suatu kondisi darurat (bencana). Apabila
bencana terjadi , maka Rencana Kontinjensi dapat dijadikan Rencana Operasi
Tanggap Darurat (Emergency Operation Plan) setelah terlebih dahulu melalui
kaji cepat (rapid assessment). (Basyid, 2010)
2
Waspada (Level II). Selanjutnya status kegiatan dinaikkan kembali pada 13
Oktober 2012 dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Gunungapi
Rokatenda adalah gunungapi jenis strato dengan karakter letusan bersifat
efusif dan eksplosif. Letusan terakhir G. Rokatenda terjadi tahun 1985 berupa
letusan abu setinggi 1000-2000 meter disertai lontaran material berkisar 200-
300 meter dari kawah.
Berdasarkan kondisi dan situasi tersebut di atas maka Pemerintah
Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende melakukan upaya dengan menyusun
perencanaan dan kebijakan dalam melaksanakan mitigasi dan kesiapsiagaan
bencana. Ancaman yang sudah di depan mata memerlukan dipersiapkan
sesegera mungkin melalui perencanaan kedaruratan (kontinjensi) sebagai
pedoman pada saat menghadapi darurat bencana bagi semua pelaku
penanggulangan bencana.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari rencana kontinjensi ini adalah sebagai
pedoman penanganan bencana gunung Meletus agar berlangsung cepat dan
efektif dasar mobilisasi untuk stakeholder terkait dan disesuaikan dengan UU
No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 4 yang
menyatakan sebagai berikut:
1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh;
4. Menghargai budaya local;
5. Membangun partisipasi dan kemitraan public serta swasta;
6. Mendoraong semangat gotong royang, kesetiakawanan dan
kedermawanan;
7. Serta menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Lokasi
Kabupaten Sikka merupakan daerah kepulauan di wilayah Pulau
Flores dengan total luas daratan 1731,91 Km2 . Terdapat 18 pulau baik yang
didiami ataupun tidak, dimana pulau terbesar adalah Pulau Besar (3.07
persen) dan Pulau Palue (2.37 persen). Sedangkan pulau yang terkecil adalah
Pulau kambing (Pulau Pemana Kecil) yang luasnya tidak sampai 1 km2 . Dari
18 Pulau yang dimiliki pada wilayah administratifnya sebanyak 9 Pulau
merupakan pulau yang tidak dihuni dan 9 pulau dihuni. Ibukota Kabupaten
Sikka adalah Maumere yang merupakan juga pusat Kecamatan Alok Timur.
Kabupaten Sikka berada pada posisi 8°22’ sampai dengan 8°50’ derajat
Lintang Selatan dan 121°55'40" sampai 122°41'30" Bujur Timur.
4
Awa, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara geografis
terletak pada koordinat 121º42'30" BT dan 8º19' LS.
5
pulau Palue. Kejadian erupsi menimbulkan kerusakan berat di 8 desa di
Kecamatan Palue yang telah ditinggalkan oleh penduduknya.
6
Menghadapi Ancaman Bencana Letusan Gunung Rokatenda 2013 64
kemungkinan terlanda awan panas, adalah sektor baratdaya, dan timur.
Apabila skala erupsinya membesar, maka kemungkinan dapat terjadi
perluasan aliran awan panas ke arah utara, barat, barat laut, timur laut
dan tenggara. Jarak jangkaunya diprediksi dapat mencapai jarak lebih
dari 3 km dari pusat erupsi (terutama ke arah barat daya).
3) Kawan Rawan Bencana I, yaitu kawasan rawan bencana terhadap aliran
lahar, pembentukan lahar kemungkinan besar dapat terjadi di daerah
baratdaya, timur, utara, barat laut dan tenggara
7
desa desa di palue. Selanjutnya masyarakat akan di evakuasikan menuju titik
kumpul yang tealah di tentukan sebelum keluar dari pulau, yaitu:
1) Desa Nitunglea : pantai Oka Cere, pantai Cua
2) Desa Rokirole : pantai Punge
3) Desa Tuanggeo : pantai Tepetetu
4) Desa Maluriwu : pantai Pelabuhan Otioa
5) Desa Reruawairere : Pelabuhan Kerica
6) Desa Kesokoja : Pelabuhan Kerica
7) Desa Lidi : pantai Natu, pantai Langawai, pantai
Langaliwu
8) Desa Ladolaka : pantai Tosalanga
Selanjutnya akan di tumpangkan dengan kapal TNI-AL atau kapal milik
warga menuju ke daratan flores yang terletak di Kecamatan Maurole,
kabupaten Ende. Di Kec, Maurole disiapkan tempat-tempat pengungsian
untuk sebanyak 10.429 jiwa dengan Posko utama di kantor kecamatan
Maurole dengan berbagai perlengkapannya. Titik pengungsian pun juga
dibagi menjadi beberapa lokasi yaitu:
1) Ropa (tanah Pemda) untuk 8.250 jiwa
2) Uludala (kompleks Gereja) untuk 1.429 jiwa
3) Niranusa (lapangan) untuk 250 jiwa
4) Mausambe untuk 500 jiwa
Disana disiapkan tenda-tenda pengungsian, MCK, air bersih, dapur
umum dan logistik, genset. Pos-pos kesehatan juga dibangun untuk pelayanan
kesehatan para pengungsi. Pada tempat pengungsian kec. Maukole
direncanakan berlangsung selama 21 hari.
Adapun scenario evakuasi warga dapat digambarkan seusai status dan
Kawasan rawan bencana sebagai berikut.
8
Gambar 5. Skenario evakuasi Warga
(BPBD Kota Magelang 2017)
9
Untuk strategi dalam darurat bencana yang harus dilakukan oleh
pemerintah, stakeholder dan masyarakat meliputi:
1. Memerintahkan seluruh badan terkait serta semua elemen
masyarakat untuk mengerahkan seluruh sumber daya yang
diperlukan.
2. Pengawalan dan pengaman distribusi bantuan dan harta benda
milik korban.
3. Meminimalisir konflik.
4. Mendapatkan dukungan alokasi dana tanggap darurat.
5. Memastikan invetaris dan aset dokumen penting negara
6. Pembentuk posko penanggulangan dan penyediaan kebutuha
logistic bagi pengungsi.
7. Pemastian korban luka untuk diberikan pengobatan, dan korban
jiwa untuk segera dimakam kan.
8. Evaluasi seluruh pelaksanaan kegiatan dan tindak lanjut yang
direncanakan
9. Publikasi informasi terkait,
10
e. Mengaktifkan Media Center
f. Membuat laporan menyeluruh
g. Memberikan arah pelaksanaan
h. Menerima dan menyampaikan informasi
i. Menyiapkan kebutuhan sarana dan prasarana komunikasi dan
informasi
j. Mengkoordinir penyaluran bantuan-bantuan dan logistic ke setiap
lokasi pengungsi dan lokasi evakuasi
11
2.6. Rencana tindak lanjut
Untuk rencana tindak lanjut yang harus dilakukan adalah Perlunya
meningkatkan kesiapsiagaan pada masa yang akan datang dengan
dilakukan kegiatan:
a. pendataan dan pemuktahiran data daerah rawan bencana.
b. mengadakan sosialisasi dan simulasi bencana diutamakan pada
masyarakat daerah rawan bencana.
c. mengembangkan dan memfasilitasi informasi dan komunikasi pusat
pengendalian operasi (crisis centre).
d. melengkapi dan memperbaiki peralatan penanggulangan bencana.
e. menyiapkan jalur evakuasi dan tanda-tanda/simbol daerah rawan
bencana, dan pemasangan rambu-rambu arah evakuasi menuju ke
tepi pantai.
12