Disusun Oleh :
Dwian Akhmad Rinjani
030.13.064
Pembimbing :
dr. Gita Tarigan, MPH
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 14 JANUARI 2019 – 24 MARET 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
BAB 1
PROFIL DAERAH
Gambar 2
BAB 2
ANALISIS RISIKO
2.2 Vulnerability
Kerentanan adalah keadaan atau suatu sifat atau perilaku manusia yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk menghadapi bahaya atau ancaman.
- Kerentanan Fisik
Ditinjau dari struktur fisik infrastruktur di Kecamatan Pakem sebagian besar
bangunan terbentuk dari batu bata dan semen, namun ada beberapa bangunan
yang dibentuk tanpa menggunakan kayu penopang sehingga tidak dapat
mengantisipasi akibat yang ditimbulkan dari letusan gunung berapi. Masih ada
juga yang memiliki atap yang terhitung rapuh sehingga rawan rubuh apabila
terjadi getaran vulkanik.Selain itu, di Kecamatan Pakem tidak ada jalur
khusus seperti jalan atau jembatan untuk evakuasi masyarakat terutama yang
rentan atau yang beresiko tinggi untuk diselamatkan terlebih dahulu apabila
terjadi letusan gunung berapi contohnya pada ibu hamil, anak-anak, lansia
ataupun orang sakit.
- Kerentanan Sosial Ekonomi
Di daerah pegunungan, umumnya penduduk bermatapencaharian sebagai
petani sayuran (kol, sawi, wortel, dll) dan peternak. Saat terjadi letusan
gunung merapi bisa menyebabkan kerugian pada masyarakat karena tidak
dapat menjalankan mata pencahariannya karena tanah yang tidak subur lagi.
- Kerentanan Tingkat Pendidikan
Sarana prasarana pendidikan di sekolah-sekolah sudah cukup baik sehingga
sudah banyak masyarakat yang memiliki usaha yang maju didaerah kota
tersebut.
- Kerentanan Lingkungan
Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap
ancaman bencana letusan Gunung Merapi.
2.3 Capacity
Kabupaten Sleman memiliki sarana pelayanan kesehatan yang cukup banyak.
Hingga tahun 2018 terdapat 28 rumah sakit, 25 unit puskesmas, 79 klinik pratama, dan
1.529 posyandu.
Obat-obatan, alat kesehatan, bahan habis pakai, dan perlengkapan gawat darurat
tersedia di Puskesmas sesuai dengan standar.
Mitigasi:
1. Membuat peta rawan bencana (Hazard Map) yaitu gambaran wilayah berisikan
jenis bencana dan karakteristik ancaman bencana
2. Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk
mengungsi
3. Memperbaharui rencana kegawatdaruratan dengan informasi, penyuluhan dan
pelatihan penyelamatan dan tanggap darurat yang melibatkan masyarakat
4. Membuat peta daerah letusan gunung ciremai, daftar sarana kesehatan dan
tenaga kesehatan, jumlah lansia, balita dan ibu hamil daerah setempat serta buat
penilaian skala resiko bencana
5. Sosialisasi dan pelatihan prosedur tetap penanggulangan dan kesiapsiagaan
6. Mendirikan posko banjir di wilayah RT/ RW
7. Penyebarluasan peraturan perundang-undangan atau informasi-informasi, baik
dari pemerintah maupun pemerintah daerah
8. Penyebarluasan informasi daerah rawan letusan gunung ciremai,
ancaman/bahaya, dan tindakan yang harus diambil oleh masyarakat yang tinggal
di daerah rawan bencana
9. Pemantauan lokasi-lokasi rawan (kritis) secara terus-menerus
10. Optimasi pengoperasian prasarana dan sarana pengendali
11. Persiapan evakuasi ke lokasi yang lebih aman
3.2 SAAT TERJADI BENCANA
1. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah, aliran sungai
kering dan daerah aliran lahar Hindari tempat terbuka, lindungi diri dari abu
letusan
2. Masuk ruang lindung darurat bila terjadi awan panas
3. Siapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan. Kenakan pakaian yang bisa
melindungi tubuh seperti baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya
4. Melindungi mata dari debu, bila ada gunakan pelindung mata seperti kacamata
renang atau apapun yang bisa mencegah masuknya debu kedalam mata. Jangan
memakai lensa kontak
5. Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung
6. Saat turunnya abu gunung usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah
tangan
Tanggap darurat:
1. Pendirian POSKO
2. Pengerahan personil (Tim Reaksi Cepat)
- Mengerahkan kekuatan personil dari berbagai unsur operasi (pemerintah
dan non-pemerintah) terutama untuk penyelamatan dan perlindungan (SAR)
dengan membentuk TRC untuk memberikan pertolongan/ penyelamatan dan
inventarisasi kerusakan.
3. Pemenuhan kebutuhan dasar dalam penampungan sementara.
- Distribusi bantuan (hunian sementara, pangan dan sandang). Pada tahap
awal, bantuan pangan berupa makanan siap-santap.
- Pendirian dapur umum.
4. Pemberian layanan air bersih, jamban dan sanitasi lainnya.
5. Pemberian layanan kesehatan, perawatan dan rujukan.
6. Pengoperasian peralatan
- Mengoperasikan peralatan sesuai kebutuhan di lapangan, termasuk alat-alat
berat
7. Pengerahan sarana transportasi udara/laut
- Dilakukan pada situasi/kondisi tertentu yang memerlukan kecepatan untuk
penyelamatan korban bencana dan distribusi bantuan kepada
masyarakat/korban bencana terisolasi.
8. Koordinasi dan Komando
- Setiap kejadian penting dilaporkan kepada POSKO. Komando dilakukan
oleh penanggung jawab
- Penyampaian laporan perkembangan penanganan bencana ke media massa
- Rehabilitatif
Fase rehabilitasi umumnya berlangsung selama 1 bulan dan diikuti fase rekontruksi
selama 6 bulan.Tahapan pada fase ini adalah :
Inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana sumber daya air,
kerusakan lingkungan, korban jiwa, dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan;
Merencanakan dan melaksanakan program pemulihan, berupa: rehabilitasi,
rekonstruksi atau pembangunan baru sarana dan prasarana sumber daya air; dan
memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar fisik, pendidikan, kesehatan,
kejiwaan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan, prasarana
transportasi, penyusunan kebijakan dan pembaharuan struktur penanggulangan
bencana di pemerintahan.
- Rekonstruksi
Fase ini meliputi pembangunan prasarana dan pelayanan dasar fisik, umum,
pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan,
pembaharuan rencana tata ruang wilayah, sistem pemerintahan dan lainnya yang
memperhitungkan faktor risiko bencana.