Anda di halaman 1dari 3

MITIGASI ERUPSI GUNUNG MERAPI

Z. Kambey (101218128), I. Juanda (101218049), G.Rivaldo (101216119), F. De Valdo (101218009),


Y. Septian (101216015), F. Salsabila (101218082) *kelompok 3
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya
letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir
lahar. Dilihat dari posisi dan geografisnya, Indonesia merupakan negara yang termasuk bagian dari lintasan The Pasific
Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yaitu suatu lintasan di mana terdapat deretan gunung api sehingga negara yang dilewati
cincin api ini sering terjadi gempa, baik gempa tektonik maupun vulkanik. Berdasarkan catatan para ahli, sebanyak 81%
gempa bumi besar terjadi di lintasan Cincin Api Pasifik ini (Prasetya dkk., 2006).
Berdasarkan sejarah, pernah terjadi sekitar 470 erupsi atau 47% dari seluruh erupsi total yang pernah terjadi di Indonesia
(Verstappen, 2013). Salah satu gunung api yang paling aktif adalah Gunung Merapi sejak awal Holosen hingga kini.
Gunung Merapi merupakan salah satu gunungapi tipe strato yang dikenal sebagai salah satu gunung api aktif di Indonesia,
bahkan di dunia (Ma’arif dan Hizbaron, 2014). Erupsi besar terakhir terjadi pada tahun 2010. Letusan tahun 2010
menyebabkan 2682 rumah rusak berat di DIY dan 174 rumah rusak berat di Jawa Tengah (Ma’arif dan Hizbaron, 2014:
6). Secara umum Kerusakan yang diakibatkan oleh erupsi Gunung Merapi berdampak pada sektor permukiman,
infrastruktur, sosial,ekonomi, dan lintas sektor yang mengakibatkan terganggunya aktivitas dan pelayanan umum di
daerah sekitarnya (Sutiknodkk,
2007: 20-21).
Kerusakan akibat erupsi Merapi pada 2010 :

 Kerusakan sumberdaya lahan sekitar 89.243 ha. Data citra satelit Aster dan Landsat TM-7 pada 15 Nopemeber
2010 menunjukkan sebaran dampak erupsi meliputi sawah, hutan, kebun campuran, perkebunan, semak belukar
dan pemukiman dengan luas 89.243 ha.
 Kerusakan infrastruktur pertanian berupa alat pertanian, jaringan irigasi di antaranya 134 bendungan dengan luas
areal pengairan 9.517 ha yang tersebar di 39 kecamatan
 Bencana erupsi Gunung Merapi pasca-November 2010 menunjukkan dampaknya terhadap jumlah ternak yang
mati dan sakit. Evakuasi diperlukan karena ternak-ternak tersebut merupakan ternak peliharaan atau
dikandangkan. Jumlah ternak yang sakit dan mati tercatat 52.656 ekor sapi perah, 28.370 ekor sapi potong, dan
3.665 ekor kerbau.

Upaya Mitigasi Yang Sudah Diterapkan Pada Gunung Merapi

 BPBD Sleman melakukan pembangunan rumah  menyiapkan sarana dan prasarana yang menunjang
: kawasan rawan bencana. Dalam upaya
standar proses evakuasi. disiapkan juga transportasi, dengan hal
pembangunannya diharapkan pembangunan rumah-rumah ini diharapkan mampu mempercepat proses evakuasi dan
tersebut mampu meminimalisir kerugian masyarakat mempersempit tingkat korban jiwa yang akan terjadi.
akibat erupsi gunung merapi dalam aspek
bangunan,sehingga ketika suatu saat terjadi letusan  Kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat
masyarakat tidak perlu khawatir lagi untuk membangun dilaksanakan melalui program Desa Tangguh
rumah yang baru. Bencana. yang bertujuan untuk memberikan
edukasi secara menyeluruh dan bertahap
 Dalam pelaksanaan mitigasi BPBD Sleman juga
melakukan sosialisasi kebencanaan. Adapun isi dari  membuat peta mitigasi kawasan rawan bencana,
sosialisai tersebut yaitu Tidak Berada di Lokasi bertujuan agar masyrakat mengetahui seberapa besar
Radius yang Telah Ditentukan, Tidak Berada di dampak yang akan mereka rasakan pada daerah yang
Lembah dan Daerah Aliran Sungai, Hindari Tempat mereka diami berdasarkan analisis radius letusan
Terbuka, Gunakan Masker atau Kain Basah, Memakai gunung merapi
Pakaian Tertutup)
 Pembuatan barak pengungsian, yang dimulai dari  Pembuatan DAM sabo. DAM sabo berfungsi untuk
pemebuatan skenario kejadian erupsi Gunung Merapi mengalirkan luapan lahar yang terjadi akibat erupsi
Dalam aspek ini diharapkan mampu meningkatkan menjauh dari daerah yang ramai akan pemukiman dan
kesiapsiagaan masyarakat sekitar dalam mengahadapi penduduk menuju ke daerah hilir.
erupsi gunung merapi di waktu yang akan datang.
Ide Mitigasi Merapi

 Membuat peraturan pembangunan sekitar Gunung Merapi berdasarkan pendekatan teknologi yang sudah
dilakukan sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan menentukan tipe dan lokasi pembangunan yang diperbolehkan
di sekitar Gunung Merapi. Hal ini dilakukan karena banyaknya masyarakat yang mengalami kerugian materi
karena pembangunan yang mereka lakukan dengan tujuan wisata justru hancur setelah adanya erupsi tahun 2010.

 Alat monitor abu vulkanik


Metoda ini dilakukan dengan deteksi pola pergerakan abu vulkanik dari gunung api. Deteksi dilakukan secara
near real time agar dalam pengambilan tindakan mitigasi kedepannya bisa efektif. Pendekatan dilakukan terhadap
sifat fisis yang ditangkap citra. Monitoring abu vulkanik dilakukan dengan memanfaatkan citra satellite yang
memiliki sensor yang bisa diambil setiap 24 jam. Lalu data citra akan diolah sehingga menghasilkan sebaran abu
vulkanik. Metoda tersebut diwujudkan dengan pembangunan post atau alat yang akan memonitor secara intensif
abu vulkanik yang dihasilkan gunung merapi. Dimana nantinya alat tersebut akan memberikan early warning
secara otomatis ketika terjadinya bahaya. Early warning system yang dijalankan meggunakan kecerdasan buatan
sehingga alat tersebut mampu memberikan waktu dan arah evakuasi terbaik saat terjadinya bencana erupsi, hasil
pengolahan dianalisis secara statistic untuk menghasilkan pola yang diinginkan.

Figure 1 : citra yang diolah dalam penentuan sebaran abu vulkanik (Webly, 2009)

Monitoring bertujuan untuk bisa memprediksi pola pergerakan abu vulkanik yang dihasilkan gunung api khususnya
Gunung Merapi ssehingga bisa dilakukan monitoring pencegahan dan minimalisir korban bencana gunung api yang
diakibatkan oleh abu vulkanik.
REFERENSI :
Isnainiati, N., Mustam, M., & Subowo, A. (2014). Kajian mitigasi bencana erupsi Gunung Merapi di Kecamatan Cangkringan Kabupaten
Sleman. Journal of Public Policy and Management Review, 3(3), 25-34.

Webley, P. W., Dehn, J., Lovick, J., Dean, K. G., Bailey, J. E., & Valcic, L. (2009). Near-real-time volcanic ash cloud detection: Experiences from
the Alaska Volcano Observatory. Journal of Volcanology and Geothermal Research, 186(1-2), 79–90. doi:10.1016/j.jvolgeores.2009.02.010
Ma’arif, Sdan Hizbaron, D.R. (2014).Strategi Menuju Masyarakat Tangguh Bencana Dalam Preespektif Sosial.Yogyakarta: UGM Press

Verstappen. (2013). Garis Besar Geomorfologi Indonesia(Terjemahan Sutikno). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai