Anda di halaman 1dari 7

Nama : Angga Putri Utami

NIM : 195120607111049

MANAJEMEN KEBENCANAAN
(STUDI KASUS MANAJEMEN BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI OLEH BADAN
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)

Indonesia adalah negara kepulauan yang berada pada pertemuan tiga lempeng besar
dunia yaitu Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik. Tiga lempeng tersebut menghasilkan situasi
morfostruktur yang berbentuk busur kepulauan, dikelilingi oleh basin laut dalam dan palung. 1
Kondisi inilah yang menjadikan wilayah Indonesia sebagai jalur tektovulkanik aktif, hal ini
ditandai oleh banyaknya peristiwa gempa bumi dan aktivitas vulkanik. Rangkaian aktivitas
vulkanik akibat dari meningkatnya aktivitas kegempaan pada zone subduksi yang
membentang dari sebelah barat Sumatra, selatan Jawa, Bali, NTB, NTT, dan Sulawesi serta
Papua. Jalur ini dikenal pula sebagai “Ring of Fire” yang meliputi deretan gunungapi dan 129
diantaranya masih aktif. 2 Keberadaan gunung berapi tersebut memberikan dampak besar
bagi masyarakat, dampak positifnya yaitu memiliki tanah yang subur dan sumber daya alam
yang melimpah. Namun, dampak negatifnya adalah bahaya letusan gunung berapi yang
merupakan salah satu bencana yang disebabkan oleh faktor alam dan merupakan bagian dari
aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah erupsi. Bahaya letusan gunung api dapat berupa
awan panas, lontaran material atau pijar, hujan abu, lava, gas racun dan banjir lahar.
Salah satu bencana alam di Indonesia yang memiliki siklus rutin adalah erupsi Gunung
Merapi. Gunung Merapi terletak di perbatasan dua propinsi yaitu Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah, bertipe gunung api strato dengan kubah lava, elevasi ± 2.911 m
dpl dan mempunyai lebar ± 30 km. Pada umumnya, gunung api meletus dalam rentang waktu
yang panjang, namun gunung Merapi memiliki frekuensi paling rapat dan erupsinya paling
aktif di Indonesia bahkan di dunia sehingga mendapat perhatian khusus dari pemerintah

1
Ragil, Candra, A.Yunastiawan, dkk. 2020. Kearifan Lokal Dalam Mitigasi Bencana di Wilayah Lereng
Gunung Merapi Studi Kasus Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Jurnal Reka Ruang Vol. 3.
No. 1 hlm 10.
2
Sudibyakto. 2011. Manajemen Bencana di Indonesia Ke Mana?. Yogyakarta: GADJAH MADA
UNIVERSITY PRESS.
maupun masyarakat umumnya.3 Data Hystorical Geology of volcano Mountain kementrian
ESDM mencatat gunung ini memiliki periode peningkatan aktivitas antara dua hingga tujuh
tahun. Berdasarkan data yang tercatat sejak tahun 1600-an, gunung Merapi meletus lebih
dari 80 kali atau rata-rata sekali meletus dalam 4 tahun.
Bencana terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya peringatan sehingga membutuhkan
pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapinya. Salah satu kebutuhan yang digunakan
untuk menghadapi bencana adalah rencana kesiapsiagaan. Pada tanggal 26 Oktober 2010
hingga awal November 2010 Gunung Merapi kembali erupsi dan merupakan salah satu erupsi
Gunung Merapi terbesar dalam 80 tahun terakhir. Berdasarkan data Pusdalops BNPB per
tanggal 27 November 2010, bencana erupsi Gunung Merapi ini telah menimbulkan korban
jiwa sebanyak 242 orang meninggal di wilayah DI Yogyakarta dan 97 orang meninggal di
wilayah Jateng. Selain itu, erupsi ini diperkirakan menyebabkan kerugian mencapai 3,56
triliun rupiah (BNPB,2011).
Sebagai tanggung jawab negara dalam melindungi rakyatnya, Pemerintah Indonesia
diharapkan mengambil Langkah-langkah yang tepat dalam upaya mengurangi risiko dan
manajemen bencana untuk meminimalisir dampak bencana. Saat ini telah tersedia undang-
undang tentang penanggulangan bencana nasional yaitu UU Nomor 24 Tahun 2007. Undang-
undang tersebut berfungsi sebagai pedoman dasar yang mengatur wewenang, hak,
kewajiban dan sanksi bagi segenap penyelenggara dan pemangku kepentingan di bidang
penanggulangan bencana. Menurut UU No.24 Tahun 2007 tersebut, penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi: (a)
kesiapsiagaan (b) peringatan dini dan (c) mitigasi bencana. 4
Shaluf mendefinisikan manajemen bencana sebagai istilah kolektif yang mencakup
semua aspek perencanaan untuk merespons bencana, termasuk kegiatan-kegiatan sebelum
bencana dan setelah bencana yang mungkin juga merujuk pada manajemen resiko dan
konsekuensi bencana.5 Manajemen bencana merupakan suatu usaha sistematis yang
dilakukan oleh pemerintah, relawan, dan pihak-pihak swasta dalam merespon terjadinya

3
Rahayu, dkk. 2014. Dampak Erupsi Gunung Merapi Terhadap Lahan Dan Upaya-Upaya Pemulihannya.
Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian Vol. XXIX No. 1 hlm 61.
4
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
5
Kusumasri, Bevola. 2014. Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal. Yogyakarta: Gava
Media.
bencana mulai dari sebelum terjadinya bencana hingga setelah terjadinya bencana. Dalam
upaya menghadapi bencana erupsi Gunung Merapi, BPBD Daerah Istimewa Yogyakarta
melalui tiga bidang didalamnya yaitu Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Bidang
Kedaruratan dan Logistik, dan Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi melakukan beberapa
kegiatan sesuai dengan tahap bencana masing-masing, sebagai berikut:
a. Mitigasi (Pengurangan-Pencegahan)
Mitigasi merupakan tahapan atau langkah memperringan risiko yang ditimbulkan oleh
bencana.6 Terdapat dua poin penting dalam mitigasi, yaitu pengurangan dan pencegahan
terjadinya bencana. Pengurangan risiko bencana adalah upaya sistematis untuk
mengembangkan dan menerapkan kebijakan, strategis dan tindakan yang dapat
meminimalisir jatuhnya korban jiwa dan hilang atau rusaknya aset serta harta benda akibat
bencana, baik melalui upaya mitigasi bencana (pencegahan, peningkatan kesiapsiagaan)
ataupun upaya mengurangi kerentanan (fisik, material, sosial, kelembagaan, prilaku atau
sikap). Mitigasi bencana dapat dilakukan melalui pembangunan fisik (mitigasi struktural)
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana
(mitigasi non struktural).
Dalam mitigasi erupsi gunung Merapi, BPBD berusaha mengurangi resiko dan dampak
jika erupsi Gunung Merapi kembali terjadi baik dampak korban jiwa maupun materi.
Sebelum melakukan kegiatan mitigasi, Seksi Mitigasi BPBD terlebih dahulu melakukan
pemetaan resiko untuk mengetahui ancaman, tingkat kerentanan masyarakat dan
kapasitas masyarakat dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi. Setelah melakukan
pemetaan resiko, kemudian peta resiko tersebut dianalisis untuk mengetahui kegiatan-
kegiatan seperti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat di sekitar Gunung Merapi. Dari hasil
analisis resiko tersebut, maka akan muncul Rekomendasi Rencana Penanggulangan
Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selain itu, dalam kegiatan mitigasi, BPBD melakukan beberapa pembangunan fisik
yang dibutuhkan dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi. Kegiatan tersebut yaitu
pembangunan talud banjir, pembuatan kantong lahar, pemasangan alat pendeteksi dini
atau Early Warning System (EWS) dan pemasangan rambu-rambu jalur evakuasi. BPBD
Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Seksi Mitigasi telah melakukan kebijakan mitigasi

6
Priambodo, Arie. 2009. Panduan Praktis Menghadapi Bencana. Yogyakarta: Kanisius.
yang bersifat struktural dan non struktural yaitu pemetaan wilayah dan telah ada legislasi
yang mengatur pelaksanaan dalam manajemen bencana ini yaitu Undang-undang No. 24
Tahun 2007 dan Perda Sleman No. 7 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana.7
b. Preparedness (Perencanaan-Persiapan)
Preparedness merupakan kesiapsiagaan dalam menghadapi terjadinya bencana.8
Terdapat dua poin penting dalam kesiapsiagaan, yaitu adanya perencanaan yang matang
dan persiapan yang memadai sehubungan dengan tingkat risiko bencana. Dalam
kesiapsiagaan menghadapi bencana, dilakukan dua kegiatan dalam menghadapi bencana
erupsi Gunung Merapi. Kegiatan tersebut terbagi dalam dua fase yaitu perencanaan dan
persiapan, sebagai berikut:
1) Perencanaan
Salah satu kegiatan yang penting pada kesiapsiagaan adalah perencanan yang
matang . Dalam melakukan perencanaan menghadapi erupsi Gunung 85 Merapi, Seksi
Kesiapsiagaan melakukan persiapan dengan menguatkan kapasitas masyarakat di
Kawasan Rawan Bencana. Sebelum melakukan perumusan kegiatan yang akan
dilakukan, Seksi Kesiapsiagaan BPBD melakukan analisis dari pemetaan resiko dan
permasalahan yang terjadi pada erupsi 2010 lalu. Dari hasil analisis tersebutlah maka
akan muncul rencana yang akan dilakukan dengan disesuaikan degan anggaran yang
tersedia di BPBD Yogyakarta.
2) Persiapan
Berbagai macam upaya dilakukan untuk mempersiapkan dan menguatkan
kapasitas masyarakat dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi seperti pembentukan
Desa Tangguh Bencana (Destana), mengadakan simulasi erupsi, membentuk Sekolah
Siaga Bencana dan membentuk Sister School. Dengan adanya Desa Tangguh Bencana,
pemerintah desa dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat dilakukan saat terjadi
erupsi untuk menyelamatkan diri secara mandiri. Dengan adanya Sekolah Siaga
Bencana ini, peeserta didik juga dibekali dengan ilmu-ilmu kebencanaan terutama
tentang Merapi. Dengan adanya Sister School pula, kegiatan belajar mengajar dapat

7
Trirahayu, Tiyas. 2015. Skripsi Manajemen Bencana Erupsi Gunung Merapi oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman.
8
Ibid, 17
tetap terlaksana meskipun Merapi mengalami erupsi sehingga peserta didik tidak
tertinggal mata pelajaran.
c. Response
Response merupakan tindakan tanggap bencana yang meliputi dua unsur terpenting,
yakni tindakan penyelamatan dan pertolongan.9 Fungsi respons dalam manajemen
bencana adalah tindakan yang diambil untuk membatasi cidera, hilangnya nyawa, serta
kerusakan harta benda dan lingkungan. Kegiatan respons dapat dilakukan melalui kegiatan
peringatan, evakuasi, dan penyediaan tempat penampungan/shelter. 10
1) Penyelamatan
Pertama-tama, tindakan tanggap bencana tersebut ditujukan untuk
menyelamatkan dan menolong jiwa manusia baik secara personal, kelompok maupun
masyarakat secara keseluruhan. Kedua, ditujukan untuk menyelamatkan harta benda
yang berhubungan dengan keberlangsungan hidup personal, kelompok maupun
masyarakat selanjutnya. Upaya penyelamatan disusun oleh Seksi Kedaruratan dan
Operasional Bencana BPBD DIY dalam Skenario Evakuasi berdasarkan tipe letusan
Gunung Merapi yaitu efusif atau eksplosif. Dengan adanya skenario tersebut, maka
kemungkinan evakuasi yang efektif dapat dilaksanakan karena telah diprediksi arah
letusannya sehingga arah tersebut dapat dihindari.
2) Pertolongan
Seksi Penanganan Pengungsi dan Logistik Bencana juga melakukan kegiatan
simulasi seperti prosesi Dapur Umum yang diikuti oleh berbagai elemen masyarakat.
Namun, dilihat dari bentuk kegiatan simulasi Dapur Umum yang bersifat pelatihan ini,
nampaknya kurang tepat apabila di laksanakan oleh Bidang Kedaruratan dan Logistik
karena prosesi Dapur Umum ini lebih condong ke kegiatan kesiapsiagaan yaitu upaya
penguatan masyarakat dalam menghadapi bencana melalui simulasi
d. Recovery (Pemulihan-Pengawasan)
Recovery merupakan tahap atau langkah pemulihan sehubungan dengan kerusakan
atau akibat yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam tahap ini terdapat dua bagian, yakni
pemulihan dan pengawasan yang ditujukan untuk memulihkan keadaan ke kondisi

9
Ibid
10
Ibid,28
semula–atau setidaknya menyesuaikan kondisi pasca bencana–guna keberlangsungan
hidup selanjutnya. Untuk memulihkan keadaan masyarakat dalam kondisi semula,
terdapat lima sektor pemulihan yaitu sektor pemukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi
dan lintas sektor yang dilakukan oleh BPBD Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Bidang
Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Rehabilitasi dilakukan oleh Seksi Rehabilitasi yang meliputi
kegiatan-kegiatan perbaikan infrastruktur yang rusak akibat erupsi seperti rehabilitasi
jalan-jalan yang rusak, perbaikan jembatan utama dan perbaikan infrastruktur lainnya.
Rekonstruksi dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti membuat hunian tetap (huntap)
lengkap dengan fasilitasnya seperti aula pertemuan, tempat ibadah dan kandang komunal.
Selain itu, dalam upaya pemulihan ekonomi juga dilakukan kegiatan-kegiatan seperti
revitalisasi pohon salak, pemberian ganti rugi ternak sapi bagi ternak yang mati akibat
erupsi 2010 lalu, pemberian bantuan sapi perah bagi kelompok ternak, dan pemberian
modal usaha bagi masayarakat disesuaikan dengan mata pencaharian sebelum terjadinya
erupsi.
Berdasarkan uraian diatas yang membahas mengenai manajemen bencana erupsi
Gunung Merapi yang dilakukan oleh pemerintah melalui BPBD (Badan Penanggulangan
Bencana Daerah) Daerah Istimewa Yogyakarta sudah berjalan cukup baik. Keberhasilan
pelaksaan manajemen bencana ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain Pertama,
koordinasi. Koordinasi dengan instansi terkait akan mendukung keberhasilan program
mitigasi dan akan menutupi keterbatasan BPBD. Kedua, yaitu partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat akan meningkatkan antusiasme masyarakat dalam kegiatan
pengurangan resiko bencana dan dengan keikutsertaan masyarakat juga akan meminimalisir
penolakan karena mayarakat akan merasa memiliki kebijakan yang telah dibuatnya bersama-
sama.
Ketiga, inisiasi dari masyarakat. Hal ini menandakan adanya perubahan pandangan
terhadap bencana di masyarakat dan pemahaman cara mengurangi resiko bencana.
Keempat, Kerjasama antara pemerintah dengan swasta/NGO. Keterbatasan tenaga ahli,
personel, dan anggaran dapat ditutup dengan adanya kerjasama dengan swasta/NGO.
Terakhir, yaitu adanya informasi. Data sangat menunjang keberhasilan dari mitigasi. Tanpa
adanya informasi yang akurat dan aktual maka program mitigasi tidak dapat berjalan
maksimal. Kemudahan dalam mengakses informasi juga membuat mitigasi berjalan dengan
lancar.
DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2011. Indeks Rawan Bencana Indonesia. Jakarta: BNPB

Kusumasri, Bevola. (2014). Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal.


Yogyakarta: Gava Media.

Priambodo, Arie. (2009). Panduan Praktis Menghadapi Bencana. Yogyakarta: Kanisius.

Ragil, Candra, A.Yunastiawan, dkk. (2020). Kearifan Lokal Dalam Mitigasi Bencana di Wilayah
Lereng Gunung Merapi Studi Kasus Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Jurnal Reka Ruang Vol. 3. No. 1 hlm 10.

Rahayu, dkk. (2014). Dampak Erupsi Gunung Merapi Terhadap Lahan Dan Upaya-Upaya
Pemulihannya. Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian Vol. XXIX No. 1 hlm 61.

Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana. Jakarta: Kementerian Sekertariat Negara.

Sudibyakto. (2011). Manajemen Bencana di Indonesia Ke Mana?. Yogyakarta: GADJAH MADA


UNIVERSITY PRESS.

Trirahayu, Tiyas. (2015). Skripsi Manajemen Bencana Erupsi Gunung Merapi oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai