Anda di halaman 1dari 8

Nama : M Luthfi Risqulloh Fadholi

NIM : 12115039
Mata Kuliah : Mitigasi Bencana
Kelas A

BENCANA ALAM DAN SEBARANNYA DI INDONESIA

Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan bencana antara lain: Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah
manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster
Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi:
 bahaya geologi (geological hazards),
 bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards),
 bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan
 penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation) Kerentanan (vulnerability)
yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan
yang berisiko bencana.

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga
lempeng tektonik yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Pada
bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang
dari Pulau Sumatera, Jawa - Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan
vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut
sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi,
tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat
kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986). Berikut bencana alam dan sebaran potensi
terjadinya :

Gunung berapi
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai busur gunungapi terpanjang di
dunia. Indonesia memiliki 127 gunungapi aktif, atau sekitar 13% gunungapi aktif di dunia
terletak di Indonesia, sehingga menjadikan negara ini sebagai pemilik gunungapi terbanyak di
dunia. Sekitar 60% dari jumlah tersebut adalah gunungapi yang memilki potensi bahaya cukup
besar bagi penduduk yang ada di dekatnya, sehingga demi keselamatan dan kelangsungan
hidupnya masyarakat perlu mewaspadai bahaya ini. Seperempat gunungapi di Indonesia berada
di utara Busur Sunda yang memanjang dari utara Pulau Sumatera ke arah Laut Banda, dengan
situasi tektonik yan rumit. Beberapa lempeng kecil mengarah ke selatan sampai ke utara
menyebabkan adanya gunungapi di wilayah ini seperti, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara
dan di Halmahera. Gunungapi di Laut Banda terjadi karena zona subduksi Lempeng Pasifik di
bawah Lempeng Eurasia.
Gambar 1. Sebaran Gunung Api yang ada di Indonesia

Gempa bumi
Gempabumi adalah getaran/goncangan/gerakan bergelombang yang dirasakan di permukaan
bumi yang terjadi akibat perubahan mendadak lapisan kulit bumi karena pengaruh aktivitas tenaga asal dalam
(endogen). Jenis-jenis gempabumi ; Gempabumi tektonik, gempa yang terjadi akibat adanya pergeseran lapisan
kulit bumi akibat aktivitas tektonik berupa tenaga tarikan dan tekanan. Gempabumi vulkanik, gempa yang
terjadi akibat aktivitas gunungapi. Indonesia merupakan salah satu wilayah yang rentan terjadinya bencana
gempabumi, disebabkan letak Indonesia yang berada tepat di pertemuan tiga lempeng tektonik paling aktif di
dunia yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Berikut tabel
beberapa gempa besar yang terjadi dalam dekade terakhir.

Tabel 1 Gempa besar yang terjadi di Indonesia dalam dekade terakhir

Pulau Tanggal Kekuatan Korban Jiwa


Lombok 05 August 2018 6.9 565
Lombok 29 July 2018 6.4 20
Sumatra 07 Desember 2016 6.5 104
Sumatra 02 Juli 2013 6.1 42
Sumatra 25 Oktober 2010 7.7 435
Sumatra 30 September 2009 7.6 1,117
Jawa 02 September 2009 7.0 81
Sumatra 12 September 2007 8.5 23
Sumatra 06 Maret 2007 6.4 68
Jawa 17 Juli 2006 7.7 668
Jawa 26 Mei 2006 6.4 5,780
Sumatra 28 Maret 2005 8.6 1,346
Sumatra 26 Desember 2004 9.2 283,106

Hal ini menunjukan dibutuhkan adanya rencana mitigasi bencana gempa sehingga bisa
meminimalisir kerugian yang akan terjadi. Beberapa dampak gempabumi beserta bahaya
ikutannya (seperti tsunami, keretakan tanah, dan kelongsoran lereng) yang ditimbulkan oleh
gempabumi. Terkait dengan upaya untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi di Indonesia,
langkah pertama yang terpenting untuk dilakukan adalah melakukan pemetaan risiko bencana
gempa bumi di seluruh wilayah di Indonesia. Peta ini diperlukan untuk mengidentifikasi
wilayah-wilayah dengan risiko gempa yang tinggi. Dengan diketahuinya wilayah-wilayah
dengan risiko gempa yang tinggi, antisipasi untuk mengurangi dampak bencana yang mungkin
timbul di wilayah-wilayah tersebut dapat dilakukan sedini mungkin. Selama ini wilayah
Sumatera Barat berdasarkan hasil studi telah diberitakan akan mengalami gempa besar. Namun
para ahli gempa belum bisa memprediksi kapan tepatnya dan seberapa besar. Dalam hal ini
diyakini bahwa pemahaman yang mendalam tentang teori proses pecahnya batuan (rupture
process) sangatlah diperlukan.

Gambar 2 Peta episenter gempa utama di Indonesia dan sekitarnya untuk magnitudo, M ≥ 5.0 yang
dikumpulkan dari berbagai sumber dalam rentang waktu tahun 1900-2009.

Tsunami
Tsunami merupakan salah satu ancaman bencana untuk banyak wilayah pesisir di Indonesia.
Bencana ini umumnya dipicu oleh terjadinya gempabumi di laut yang menyebabkan pergeseran
secara vertikal didasar laut. Analisis ancaman tsunami dimaksudkan untuk mengetahui
karakter tsunami yang mungkin telah terjadi atau akan terjadi dengan mempertimbangkan
mekanisme sumber, lokasi, penjalaran gelombang, perambatan gelombang tsunami serta
ketinggian genangan tsunami. Tsunami merupakan bencana dengan karakter fast-onset disaster
atau jenis bencana dengan proses yang cepat. Tsunami dapat terjadi bersumber dari lokasi yang
dekat (near field) yang waktu penjalarannya kurang dari 30 menit dari sumber ke garis pantai
pantauan dan lokasi yang jauh (far-field) yang waktu penjalaran ke wilayah pantai pantauan
lebih lama dari 30 menit atau sumber tsunami memiliki jarak lebih jauh dari 1000 km (Okal
dan Synolakis, 2008a; Okal dan Synolakis, 2008b). Karakter-karakter ancaman tsunami
cenderung site-specific yang menyebabkan kita harus secara khusus pula melakukan analisis
terhadap ancaman tersebut dan menghindari proses generalisasi. Karakter kejadian tsunami di
Indonesia umumnya bersifat lokal, dimana jarak sumber terjadinya tsunami relatif dekat
sehingga hanya memiliki waktu yang singkat untuk melakukan upaya antisipasi atau evakuasi.
Selain gempabumi, letusan gunungapi aktif juga dapat memicu terjadinya tsunami. Salah satu
tsunami yang disebabkan oleh meletusnya gunungapi adalah peristiwa tsunami yang terjadi
pada Tanggal 27 Agustus 1883 yang disebabkan oleh meletusnya Gunungapi Krakatau (van
der Bergh et al., 2003), dimana mengakibatkan 36.000 jiwa meninggal.

Tabel 2. Kejadian Tsunami dan Korban Jiwa sejak tahun 1961 sampai 2012

Menyadari tingginya ancaman dan kerentanan terhadap tsunami, Pemerintah Indonesia telah
melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan ketangguhan bangsa dalam menanggulangi
tsunami. Kesadaran untuk melakukan upaya-upaya pengurangan risiko bencana (PRB) ini
mencapai puncaknya setelah kejadian tsunami Aceh 2004. Saat itu, Indonesia dengan
dukungan beberapa negara sahabat telah membangun jaringan sistem peringatan dini tsunami
(SPDT) atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Sistem ini berpusat di
BMKG dan telah diresmikan penggunaannya oleh Presiden RI pada 11 September 2011.
Penguatan kesiapsiagaan tsunami melalui kegiatan InaTEWS tidak hanya difokuskan pada
penyediaan SPDT, namun juga menyentuh aspek kultural. Paradigma penanggulangan bencana
Indonesia pun berubah setelah lahirnya Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana di Indonesia.

Banjir
Banjir dapat disebabkan oleh kondisi alam yang statis seperti geografis, topografis, dan
geometri alur sungai. Peristiwa alam yang dinamis seperti curah hujan yang tinggi,
pembendungan dari laut/pasang pada sungai induk, amblesan tanah dan pendangkalan akibat
sedimentasi, serta aktivitas manusia yang dinamis seperti adanya tata guna di lahan dataran
banjir yang tidak sesuai, yaitu: dengan mendirikan pemukiman di bantaran sungai, kurangnya
prasarana pengendalian banjir, amblesan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut akibat
global warming (Sastrodihardjo, 2012). Pembangunan fisik yang non-struktur yaitu konservasi
lahan dari suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) berguna untuk menekan besarnya aliran
permukaan dan mengendalikan besarnya pendangkalan/sedimentasi di dasar sungai. Upaya
lainnya yakni pengelolaan dataran banjir (flood plain management) berupa penataan ruang dan
rekayasa sarana dan prasarana pengendali banjir, yang diatur dan disesuaikan sedemikian rupa
untuk memperkecil risiko/kerugian/bencana banjir. Daerah yang sering dilanda banjir adalah
daerah dataran rendah atau daerah yang dialiri sungai seperti Jakarta, Bandung dan Bekasi.
Banjir juga bisa diakibatkan oleh pasang laut (banjir rob) seperti di daerah Semarang.

Tanah Longsor
Tanah Longsor merupakan fenomena alam yang dikontrol oleh kondisi geologi, curah hujan
dan pemanfaatan lahan pada lereng. Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas terjadinya
bencana gerakan tanah di Indonesia semakin meningkat, dengan sebaran wilayah bencana
semakin luas. Hal ini disebabkan oleh makin meningkatnya pemanfaatan lahan yang tidak
berwawasan lingkungan pada daerah rentan gerakan tanah, serta intensitas hujan yang tinggi
dengan durasi yang panjang, ataupun akibat meningkatnya frekuensi kejadian gempa bumi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016) mencatat sebanyak 2.425 kejadian bencana
gerakan tanah sepanjang tahun 2011 hingga 2015, dengan lokasi kejadian tersebar di berbagai
wilayah di Indonesia. Kejadian gerakan tanah terbanyak dijumpai di Propinsi Jawa Tengah,
Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat dan Kalimantan Timur. Bencana gerakan tanah
tersebut telah mengakibatkan 1.163 jiwa meninggal, 112 orang hilang, 973 orang terluka dan
sekitar 48.191 orang mengungsi.

Gambar 3. Peta Persebaran Potensi Bencana Tanah Longsor


Gambar 4. Peta Persebaran Potensi Bencana Tanah Longsor

Kekeringan
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dan
terletak di antara benua Asia – Australia, serta di antara dua Samudera Pasifik – Samudera
Hindia. Berada di garis khatulistiwa, bentuk topografi yang beragam dan kompleks, serta
sebaran permukaan laut yang luas menjadikan Indonesia memiliki variabilitas iklim yang
sangat tinggi, baik berdasarkan waktu maupun tempat, salah satunya adalah curah hujan.
Variabilitas iklim yan tinggi menyebabkan adanya kejadian ekstrim basah dan ekstrim kering.
Saat terjadi ekstrim basah, maka potensi terjadinya bencana banjir dan longsor meningkat,
begitu pun sebaliknya, apabila terjadi ekstrim kering, maka potensi kemarau berkepanjangan
akan cukup besar. Bencana alam akibat variabilitas hujan ekstrim yang banyak terjadi di
Indonesia menimbulkan kerugian material dan non-material senilai sampai dengan triliunan
rupiah, contohnya adalah kemarau panjang yang mengancam produksi tanaman pangan.
Kekeringan sendiri merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan (slow
on-set), dengan durasi sampai dengan musim hujan tiba, serta berdampak sangat luas dan
bersifat lintas sektor (ekonomi, sosial, kesehatan, dan pendidikan). Kekeringan adalah bencana
yang kompleks dan ditandai dengan kekurangan air berkepanjangan (Ghulam et al., 2007).
Konsekuensi dari bencana ini ialah kekurangan air, kerusakan sumber daya ekologi,
berkurangnya produksi pertanian, serta terjadinya kelaparan, dan korban jiwa (Kogan, 1997).
Gambar 5 Peta Potensi/Resiko Kekeringan
Kebakaran Lahan dan Hutan
Peningkatan konsentrasi CO2 sebesar 30 persen dalam 100 tahun terakhir mengakibatkan
suhu permukaan bumi meningkat antara 0,3 – 0,6°C (Lal, et.al., 2002). Peningkatan suhu
tersebut mengakibatkan fenomena ENSO (El-Nino Southern Oscilation) di kawasan Asia
Tenggara lebih sering terjadi dan berdampak pada peningkatan intensitas kejadian curah hujan
yang ekstrim. Perubahan iklim global yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan di
Indonesia itulah yang menjadi salah satu faktor pemicu kebakaran lahan dan hutan. Pada
dasarnya, kebakaran lahan dan hutan bukan merupakan bencana alam, karena 99% kejadian di
Indonesia disebabkan oleh faktor manusia, baik karena kesengajaan maupun kelalaian.
Kebakaran lahan dan hutan di Riau dan hampir pada seluruh provinsi yang ada di Indonesia
pada tahun 2013 dan 2015, yang dampaknya berupa kabut asap hingga Singapura dan
Malaysia, menjadikan fenomena ini telah menjadi bencana yang perlu mendapatkan
penanganan yang serius. Luasnya areal lahan dan hutan yang terbakan di Indonesia hingga saat
ini dipengaruhi pula oleh karakteristik biofisik lahannya. Sebagian besar kejadian kebakaran
pada 10 tahun terakhir terjadi di lahan gambut. Lahan ini secara alami merupakan lahan basah
yang tidak mudah terbakar, tetapi jika lahan gambut kering karena adanya drainase yang
berlebihanm maka sangat rentan terbakar. Lahan gambut yang kering juga dapat berubah
sifatnya sehingga tidak dapat kembali lagi ke bentuk awalnya yang berupa lahan basah,
sehingga tingkat kerentanan terbakarnya semakin tinggi. Dengan demikian, aspek kondisi
lahan dan iklim menjadi aspek penting yang berpengaruh terhadan kejadian kebakaran lahan
dan hutan. Kejadian kebakaran hutan dan lahan menjadi isu lingkungan di dunia menimbulkan
dampak yang merugikan. Dampak kejadian kebakaran hutan dan lahan bersifat multidimensi
meliputi dampak secara sosial, ekonomi, lingkungan dan politik. Kebakaran lahan dan hutan
banyak terjadi di daerah yang banyak hutan gambut seperti Kalimantan Selatan, Kalimantan
Tengah, Riau, Sumatera Selatan dan Jambi.

Sumber :
1. “Bencana Alam di Indonesia”
https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/risiko/bencana-alam
2. “Sebaran Daerah Rawan Bencana Alam Indonesia”
https://www.gurugeografi.id/2017/05/sebaran-daerah-rawan-bencana-alam.html
3. “Potensi dan Ancaman Bencana”
https://bnpb.go.id//potensi-bencana
4. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2016. Risiko Bencana Indonesia. Jakarta :
BNPB

Anda mungkin juga menyukai