KELOMPOK 26
Hillalia Nurseha 1710711046
Farras Jihan Afifah 1710711119
Siti Alifah Nadia Putri 1710711120
Bencana alam dapat berdampak bagi para korban, baik dari segi kesehatan
fisik, mental, maupun sosial ekonomi (Murdiyanto & Gutomo, 2015). Saat banjir,
terdapat beberapa masalah yang dialami, seperti kesulitan air, sanitasi lingkungan,
terserang penyakit, kurangnya persediaan makanan dan pelayanan kesehatan
(Meinisa, 2017 dalam Khasanah & Nurrahima, 2019). Berdasarkan data laporan
pengendalian penyakit Kemenkes RI, didapatkan bahwa terdapat 7 macam
penyakit yang sering muncul pada bencana banjir, yaitu diare, ISPA, penyakit
saluran cerna, typhoid, penyakit kulit, leptospirosis, dan demam berdarah atau
malaria (Harthan & Oedjo, 2014 dalam Khasanah & Nurrahima, 2019).
Bencana alam banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara
Sulawesi Selatan disertai dengan timbunan lumpur dan pasir dengan ketebalan
hingga mencapai 4 meter dan terjadi di tengah pandemi COVID-19 (BNPB,
2020b). Hasil analisis Direktorat Jendral Pengendalian DAS dan Hutan Lindung
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa
terdapat dua faktor penyebab banjir bandang yang disertai lumpur di Luwu Utara,
yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang berkontribusi terhadap
terjadinya banjir bandang di Luwu Utara yakni curah hujan dengan intensitas
yang tinggi di daerah aliran sungai (DAS) Balease. Selain itu, kemiringan lereng
di hulu DAS Balease sangat curam, yaitu berada pada kemiringan >45%. Selain
kontribusi dari faktor cuaca, kondisi tanah juga berkontribusi terhadap luncuran
air dan lumpur. Jenis tanah di Luwu Utara memiliki karakteristik yang mudah
longsor atau tidak stabil, sehingga mudah jebol jika jumlah debit air tinggi.
Sedangkan dalam faktor manusia, terlihat adanya pembukaan lahan di daerah hulu
DAS Balease dan penggunaan lahan massif perkebunan kelapa sawit (BNPB,
2020a).
I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Modul ini bertujuan untuk menghasilkan hal yang dapat dijadikan sebagai
informasi dan pembelajaran dalam penanggulangan banjir.
I.4 Manfaat
Modul ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk digunakan sebagai
panduan dalam meningkatkan kewaspadaan dan perubahan perilaku dalam
memelihara lingkungan terhadap pencegahan banjir. Hasil dari modul ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan ajar untuk institusi terkait dengan
bencana banjir.
Lokasi bencana
a. Nama desa/dusun, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi :
Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Baebunta Selatan, Malangke,
Malangke Barat. Kelurahan Bone, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi
Makassar.
b. Topografi :
Lokasi bencana berupa pedaratan di sekitar kota Masamba dengan
ketinggian 40-60 mpl dan perbukitan bergelombang di bagian hulu
sungai Masamba yang terletak di bagian utara dengan ketinggian antara
70 hingga 250 mdpl. Data dari Digital Elevation Model Nasional
(DENMAS) memperlihatkan bahwa kemiringan lereng yang curam di
hulu dapat menjadi salah satu faktor penyebab banjir bandang pada
dataran aluvial di bawahnya. Walaupun jarak yang cukup jauh dari hulu
sampai ke dataran aluvial, namun morfometri sungai yang terjal di hulu
sudah cukup untuk mengalirkan material sedimen, serta ditambah
akumulasi aliran dan sedimen pada pertemuan cabang sungai. Pada kasus
ini, akumulasi material sedimen terbawa dari hulu di utara akibat
tingginya curah hujan sejak 12 Juli 2020 atau sehari sebelum kejadian
banjir bandang tanggal 13 Juli 2020. Kasus serupa juga terjadi di
kecamatan Sabbang hingga Baebunta, dimana pertemuan beberapa
cabang sungai dari perbukitan di hulu, mengakibatkan luapan banjir
bandang di dataran aluvial di bawahnya.
c. Kondisi daerah bencana :
Berdasarkan peta geologi Lembar Maili, Sulawesi bantuan penyusunan di
daerah bencana yang terlanda genangan banjir bandang merupakan
aluvial yang terdiri dari lumpur, lempung, pasir, kerikir dan kerakal. Pada
bagian utara yang diperkirakan menjadi sumber material bahan rombakan
tersusun oleh formasi bone-bone yang terdiri dari perselingan batu pasir,
konglomerat, napal dan lempung tufan. Di bawah formasi bone-bone
terdapat endapan lava basalt dan andesit, breksi gunung api dan tif dari
formasi lamasi.
Berdasarkan peta perkiraan potensi terjadi gerakan tanah pada bulan Juli
2020 di Sulawesi Selatan (badan geologi), daerah bencana terletak pada
zona potensi terjadi gerakan tanah menengah sampai tinggi, artinya pada
zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal,
terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir,
tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan sedangkan gerakan
tanah lama dapat aktif kembali.
d. Peta :
Populasi
a. Perkiraan jumlah populasi : 15.994 jiwa dari total 4.202 kepala keluarga
b. Distribusi populasi (sex, umur, risti) : Korban meninggal 38 orang
dengan kisaran usia anak-anak (10 tahun) sampai lansia (85 tahun) serta
jenis kelamin 15 orang laki-laki dan 23 orang perempuan, kelompok
rentan 2.530 lansia, 870 balita, 124 bayi dan 137 ibu hamil.
Korban
a. Korban meninggal, rawat inap, rawat jalan, pengungsi, hilang :
Korban meninggal 38 orang (4 belum teridentifikasi), korban luka/di
rawat 106 orang (rawat inap 22 orang dan rawat jalan 84 orang), korban
pengungsi 13.438 orang (tersebar di 11 kecamatan di kabupaten Luwu
Utara dan di luar kabupaten Luwu Utara) dan korban hilang 10 orang
(sebagian ditemukan selamat).
b. Penyakit terbanyak : infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) 55 orang,
dermatitis 288 orang, hipertensi 225 orang dan gejala diare 61 orang.
c. Penyakit berpotensi KLB : ISPA, diare
d. Penyakit endemik : ISPA, dermatitis, hipertensi, diare
Fasilitas kesehatan
a. Kerusakan fisik bangunan :
Rumah, lahan, fasilitas kesehatan dan fasilitas umum
b. Kerusakan sarana dan prasarana :
5 fasilitas kesehatan, 3 fasilitas umum, 4.037 rumah warga, 14 rumah
ibadah, 10 unit sekolah, 1 unit pasar, 10 unit kantor, 1 unit bandara, 93
unit kos, 2 unit pipa air minum, 16 unit jembatan gantung, 2 unit rumah
dinas, 3 unit bendungan irigasi, 3 unit jembatan beton, 13 unit bengkel,
1.986 hektar lahan sawah, 505 hektar kebun jagung, 2 hektar kebun
cengkeh dan 244 hektar kebun kakao.
c. Jumlah tenaga kesehatan :
1.299 personil gabungan (tim SAR, relawan dan BNPB)
d. Akses :
Kerusakan 12 km jalan aspal dan 51.755 motor jalan kabupaten, provinsi
dan nasional
e. Bantuan yang dibutuhkan :
Air bersih, suplemen, makanan balita, pembalut wanita, popok balita dan
pempers lansia, selimut dan sarung, mobil tangki, makanan siap saji,
pakaian dalam wanita dan pria, tenda pengungsi, mobil serbaguna, lampu
portable, perahu karet, genset, peralatan dapur, family kit, pompa air,
perlengkapan mandi, beras, WC portable.
Penampungan pengungsi
a. Nama lokasi pengungsian :
75 titik pengungsian di tiga kecamatan yaitu Masamba, Baebunta dan
Sabbang
b. Status fisik tempat penampungan :
Tenda penampungan sebanyak 61 dan tenda lain sebanyak 157
c. Sanitasi dan air bersih :
Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulsel menyiapkan 15
titik bantuan air berkapasitas 2.000 liter beserta mobil tangki dan hidran.
Pengisian air bersih dilakukan setiap dua kali sehari pada pagi dan sore
hari. Lalu PMI menyediakan alat pengolahan air bersih di beberapa titik
lokasi pengungsi seperti Radda, Meli dan Masamba dilengkapi dengan
10 unit mobil tangka berkapasitas 3.500 liter/jam. Baru dua hari
berfungsi alat ini sudah menghasilkan air bersih 120.000 liter.
d. Jumlah pengungsi dalam 1 lokasi penampungan :
70 hingga 100 orang pengungsi
Rekomendasi
a. Aspek medis : Kuota pendistribusian APD ditambah, masker dan alat
rapid test dengan jumlah yang cukup, mengirim ambulans untuk
menjemput korban bencana.
b. Aspek epidemiologis : Penyakit pada populasi terbanyak yaitu ISPA,
anak-anak mengalami hipotermia
c. Aspek kesehatan lingkungan : Sarana cuci tangan pakai sabun di setiap
pos pengungsi, penerapan social distancing, pembagian makanan
menyeluruh
d. Rekomendasi teknis :
1. Mengingat curah hujan yang diperkirakan masih tinggi, masyarakat
yang berada di sekitar lokasi bencana dan pada alur sungai agar selalu
meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat dan setelah hujan
deras yang berlangsung lama untuk mengantisipasi terjadinya gerakan
tanah susulan yang berkembang kembali menjadi aliran bahan
rombakan atau banjir bandang.
2. Tidak membangun rumah atau tempat berkumpul warga di sekitar
aliran sungai terutama yang berhulu di daerah perbukitan yang rawan
longsor
3. Perlu ditanam vegetasi berakar dalam dan kuat untuk menahan lereng
pada bekas longsor serta untuk menahan laju erosi dan aliran bahan
rombahakan
4. Agar dilakukan pemantauan mandiri pada aliran sungai yang
melibatkan peran serta masyarakat. Jika ditemukan material longsor
yang menghambat aliran sungai, segera normalisasi aliran sungai
tersebut karena berpotensi berkembang menjadi aliran bahan
rombakan atau banjir bandang saat debit sungai meningkat
5. Sebagai pencegahan jika ditemukan retakan pada tebing atas, maka
segera menutup retakan dengan tanah liat dan dipadatkan
6. Lokasi ini masih berpotensi untuk terjadi gerakan tanah dan banjir
bandang susulan, sehingga perlu sosialisasi dan kewaspadaan bagi
masyarakat di sekitar lokasi bencana
7. Masyarakat setempat dihimbau untuk selalu mengikuti arahan dari
pemerintah daerah atau BPBD setempat.
4. Kesimpulan :
Kapasitas sistem perawatan primer di pedesaan Vietnam
tidak memadai untuk menanggapi masalah kesehatan terkait badai
dan banjir dalam hal perawatan kesehatan preventif dan
pengobatan. Mengembangkan rencana kesiapsiagaan fasilitas yang
jelas, yang merinci prosedur operasi standar selama banjir dan
mengidentifikasi uraian tugas tertentu, akan memperkuat tanggapan
terhadap banjir di masa mendatang. Fasilitas kesehatan harus
memiliki dana darurat yang tersedia untuk tanggap darurat jika
terjadi badai dan banjir. Fasilitas kesehatan harus memastikan
bahwa ada protokol standar untuk meningkatkan respons saat
terjadi banjir. Pengenalan sistem informasi kesehatan yang
terkomputerisasi akan mempercepat pemrosesan informasi dan
data. Kebijakan nasional dan lokal perlu diperkuat dan
dikembangkan dengan cara yang dapat diterapkan di komunitas
pedesaan lokal.
III.4.5 Manajemen Pengungsi
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Luwu Utara yaitu Hermansyah mengatakan bahwa para pengungsi sudah
diberikan fasilitas seperti pasokan air bersih, dapur umum, baju layak pakai
hingga toilet. Berdasarkan data Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BNPB
terdapat 76 titik pengungsian yang ada di 3 kecamatan yaitu kecamatan Sabbang,
Baebunta, dan Masamba.Tenda-tenda pengungsian juga telah disediakan bagi para
korban. Lokasi-lokasi pengungsian yang digunakan yaitu gedung sekolah, rumah
ibadah, rumah keluarga terdekat, dan Desa Radda masyarakat terdampak
mengungsi di jalan masuk TPA Meli. Kebutuhan yang tersedia bagi para korban
yaitu obat-obatan, makanan siap saji, selimut atau pakaian layak pakai, tenda atau
terpal, peralatan memasak, beras, lauk pauk, dan kebutuhan kelompok rentan.
Hermansyah mengatakan bahwa terdapat pelayanan khusus bagi kelompok
rentan seperti lansia, ibu hamil, dan balita. Salah satu korban yang bernama Ayu
mengatakan bahwa pelayanan untuk lansia kurang memprihatinkan, seperti contoh
bantuan popok hanya untuk balita sedangkan lansia juga membutuhkan popok
tersebut karena disaat bencana seperti ini sangat sulit untuk mendapatkan air
bersih.
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Bencana (PPAPPKB) Sulawesi Selatan melakukan
trauma healing kepada anak-anak korban banjir Luwu Utara. Metode yang
dilakukan yaitu metdoe play therapy yaitu metode permainan dengan harapan
trauma yang dirasakan oleh anak-anak tersebut dapat hilang. Metode tersebut juga
dapat mengalihkan fokus anak dan membuat situasi menjadi lebih kondusif dan
diterima oleh anak-anak tersebut. Adapun metode lainnya seperti menggambar,
bernyanyi bersama dan menari, sehingga anak-anak dapat mengekspresikan
emosinya saat itu juga. Ketua Permakes, Ns Ikhsan Tamping mengatakan
membagi dua titik yaitu di Desa Baloli untuk memberi trauma healing dan di
Meli-Radda untuk memberi bantuan kesehatan bersama PPNI Sulsel.
III.4.6 Penatalaksanaan Korban Meninggal
Tim gabungan Search and Rescue (SAR) terus mencari korban yang
hilang. Hingga pada hari Senin 20 Juli 2020 ditemukan terdapat 38 korban
meninggal dan 11 orang masih dalam pencarian. Sebanyak 10 alat berat juga
dikerahkan dalam pencarian korban. Korban meninggal yang telah ditemukan
dievakuasi ke RS Andi Djemma dan beberapa di Puskesmas Baebunta.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
c. Pasca bencana
1. Rehabilitasi, melalui perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan
prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan,
rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya,
pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan
dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
2. Rekonstruksi, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih
baik, meliputi pembangunan kembali prasarana dan sarana,
pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, pembangkitan
kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, penerapan rancang
bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana, partisipasi peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat, peningkatan kondisi
sosial, ekonomi dan budaya, peningkatan fungsi pelayanan publik dan
peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
IV.3 Pedoman dan instrumen edukatif yang bisa digunakan dari aspek
kesehatan
Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana yang bertujuan
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan dari bencana merupakan salah
satu bentuk dari tugas dan kewajiban pemerintah sesuai dengan UU No 24 Tahun
2007. Banjir memberikan dampak munculnya atau meningkatnya penyakit
menular, khususnya penyakit yang ditularkan melalui air (water borne disease).
Dari segi pelayanan kesehatan, dapat dilakukan pengobatan dengan membuka pos
kesehatan desa maupun pusat kesehatan keliling (mobile) di beberapa titik
bencana. Dapat dilakukan penyuluhan kepada masyarakat yang terdampak untuk
tetap menjaga kesehatan dengan melakukan aktivitas fisik yang bertujuan untuk
menjaga kebugaran dan meningkatkan daya tahan tubuh, serta selalu waspada
terhadap penularan penyakit seperti diare, demam tipoid, ISPA, dan penyakit kulit
(Suliono, 2018).
Sanitasi menjadi permasalahan yang penting untuk ditangani saat banjir. Hal
ini disebabkan karena sanitasi dapat berdampak pada kesehatan korban bencana
banjir. Dari segi penyehatan lingkungan, dapat memberikan bantuan berupa
kaporit dan abate untuk disinfektan air dalam mencegah perkembangan jentik
nyamuk, serta memberikan penyuluhan cara penggunaan kaporit dan bubuk abate
(Suliono, 2018).
Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan adalah upaya pencegahan serta
deteksi dini orang yang terinfeksi, dengan tujuan agar segera dilakukan tindakan
pengobatan dan mencegah penularan ke orang lain. Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan agar tidak terinfeksi penyakit adalah tetap mengkonsumsi air minum
bersih, dengan memastikan bahwa air direbus terlebih dahulu atau dilakukan
desinfektan, menggunakan garam rehidrasi oral untuk mencegah dehidrasi,
menggunakan antibiotik untuk mencegah infeksi, mencuci makanan dan bahan
makanan dengan air bersih dan menghindari dari kontak dengan air banjir,
mencuci semua pakaian yang telah terkontaminasi air banjir dengan air bersih dan
sabun, desinfeksi benda-benda yang kontak dengan air banjir, vaksinasi hepatitis
A, menggunakan obat nyamuk dengan DEET, picardin, atau minyak lemon
eucalyptus, selalu waspada saat fajar dan senja karena nyamuk aktif pada saat itu,
serta selalu cuci tangan dengan air bersih dan sabun (Dinkes Yogyakarta, 2019).
Pencegahan dan deteksi dini penyakit berkaitan erat dengan permasalahan
lingkungan. Lingkungan yang rusak akibat banjir dapat membawa penyakit,
sehingga perlu upaya pencegahan penyakit dengan mencegah kerusakan
lingkungan lebih masif saat banjir. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan segera
memperbaiki kualitas lingkungan, mengelola air bersih dengan maksimal,
manajemen sampah dan menghindari kontak dengan sampah yang membusuk,
serta mengendalikan vektor pembawa penyakit di sekitar (Dinkes Yogyakarta,
2019).
Berdasarkan Buku Pedoman Latihan Kesiapsiagaan Bencana oleh BNPB
tahun 2017
a. Tahap Perencanaan
1. Membentuk tim perencana (pengarah, penanggung jawab, bidang
perencanaan)
2. Menyusun rencana latihan kesiapsiagaan
b. Tahap persiapan
1. Briefing untuk mematangkan perencanaan latihan, terdiri dari waktu,
batasan simulasi, lokasi dan keamanan
2. Memberikan poster, leaflet atau surat edaran kepada siapa saja yang
terlibat
3. Menyiapkan gedung dan beberapa peralatan pendukung
4. Memasang peta lokasi dan jalur evakuasi di tempat umum yang
mudah dilihat
c. Tahap pelaksanaan
1. Tanda peringatan (tanda latihan dimulai, tanda evakuasi, tanda latihan
berakhir)
2. Reaksi terhadap peringatan
3. Dokumentasi
d. Tahap evaluasi dan rencana perbaikan
Evaluasi adalah salah satu komponen yang paling penting dalam latihan.
Tanpa evaluasi, tujuan dari latihan tidak dapat diketahui apakah tercapai
atau tidak.
1. Apakah peserta memahami tujuan dari latihan?
2. Siapa saja yang berperan aktif dalam latihan?
3. Bagaimana kelengkapan peralatan pendukung latihan?
4. Bagaimana respon peserta latihan?
5. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan-
tindakan di dalam setiap langkah latihan?
6. Apa hal-hal yang sudah baik dan hal-hal yang masih perlu diperbaiki?
V.1 Kesimpulan
Banjir bandang disertai lumpur yang terjadi di Luwu Utara Sulawesi Selatan
disebabkan karena hujan dengan intensitas yang cukup lama. Selain itu, struktur
geomorfologi dan geologi Kabupaten Luwu Utara menunjukkan bahwa hulu
sungai di beberapa wilayah merupakan perbukitan yang sangat terjal dan kasar.
Struktur batuan atau tanahnya tidak cukup kuat untuk mempertahankan posisinya
sehingga mudah longsor. Jika terdapat akumulasi air yang besar, maka dapat
terjadi banjir bandang.
Banjir bandang disertai lumpur yang terjadi di Luwu Utara Sulawesi Selatan
tanggal 13 Juli 2020 menyebabkan banyak kerugian, baik berupa kerusakan
infrastruktrur maupun korban jiwa. Selain itu, banjir bandang ini menyebabkan
adanya masalah kesehatan seperti ISPA, diare, dermatitis, hipertensi, dan
cefalgia.
V.2 Saran
Upaya yang dapat dilakukan dari segi pelayanan kesehatan adalah dengan
membuka pos kesehatan desa maupun pusat kesehatan keliling (mobile) di
beberapa titik bencana, melakukan penyuluhan kepada masyarakat yang
terdampak untuk tetap menjaga kesehatan dengan aktivitas fisik yang bertujuan
untuk menjaga kebugaran dan meningkatkan daya tahan tubuh, serta selalu
waspada terhadap penularan penyakit. Upaya yang dapat dilakukan dari segi
penyehatan lingkungan adalah dengan memberikan bantuan berupa kaporit dan
abate untuk disinfektan air dalam mencegah perkembangan jentik nyamuk, serta
memberikan penyuluhan cara penggunaan kaporit dan bubuk abate (Suliono,
2018).
Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan serta
deteksi dini orang yang terinfeksi adalah dengan memberikan penyuluhan untuk
masyarakat terdampak agar tetap mengkonsumsi air minum bersih dan
memastikan bahwa air direbus terlebih dahulu atau dilakukan desinfektan,
menggunakan garam rehidrasi oral untuk mencegah dehidrasi, menggunakan
antibiotik untuk mencegah infeksi, mencuci makanan dan bahan makanan dengan
air bersih dan menghindari dari kontak dengan air banjir, mencuci semua pakaian
yang telah terkontaminasi air banjir dengan air bersih dan sabun, desinfeksi
benda-benda yang kontak dengan air banjir, vaksinasi hepatitis A, menggunakan
obat nyamuk, selalu waspada saat nyamuk aktif, yaitu pada saat fajar dan senja,
serta penyuluhan untuk selalu cuci tangan dengan air bersih dan sabun.
Upaya pencegahan penyakit yang dapat dilakukan dari segi kerusakan
lingkungan adalah dengan segera memperbaiki kualitas lingkungan, mengelola air
bersih dengan maksimal, manajemen sampah dan menghindari kontak dengan
sampah yang membusuk, serta mengendalikan vektor pembawa penyakit di
sekitar.
DAFTAR PUSTAKA