Anda di halaman 1dari 46

BANJIR BANDANG DISERTAI LUMPUR

DI LUWU UTARA SULAWESI SELATAN TAHUN 2020

PRAKTIK KESEHATAN MATRA

KELOMPOK 26
Hillalia Nurseha 1710711046
Farras Jihan Afifah 1710711119
Siti Alifah Nadia Putri 1710711120

Risma Dianty K.P 1710711125


Lilis Dwi Septiani 1710711127

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana, disebutkan bahwa “Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
Bencana dibagi menjadi bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam merupakan bencana yang disebabkan oleh alam, seperti gempa
bumi, gunung meletus, angin topan, kekeringan, tanah longsor, tsunami dan
banjir. Bencana nonalam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam, seperti epidemi, wabah penyakit, gagal
teknologi dan gagal modernisasi. Bencana sosial merupakan bencana yang
disebabkan oleh manusia, seperti konflik sosial antarkelompok, antarkomunitas
masyarakat dan teror (Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007).
Banjir merupakan salah satu bencana alam. Banjir adalah bencana alam
yang ditandai dengan tergenangnya suatu wilayah oleh air dalam jumlah yang
besar. Berdasarkan United Nations International Strategy for Disaster Reduction
UNISDR, banjir menduduki peringkat ke-enam jika dilihat dari angka kejadian
dan jumlah korbannya (Mirahesti, 2016). Di Indonesia, banjir merupakan bencana
alam yang paling sering terjadi. Hal tersebut dibuktikan dengan data dari BNPB
tentang kejadian bencana di Indonesia tahun 2020, tercatat bahwa banjir
menduduki peringkat pertama jika dibandingkan dengan bencana lain, dengan
jumlah 1.080 kejadian (BNPB, 2020c).
Gambar 1 Bencana Indonesia 2020

Bencana alam dapat berdampak bagi para korban, baik dari segi kesehatan
fisik, mental, maupun sosial ekonomi (Murdiyanto & Gutomo, 2015). Saat banjir,
terdapat beberapa masalah yang dialami, seperti kesulitan air, sanitasi lingkungan,
terserang penyakit, kurangnya persediaan makanan dan pelayanan kesehatan
(Meinisa, 2017 dalam Khasanah & Nurrahima, 2019). Berdasarkan data laporan
pengendalian penyakit Kemenkes RI, didapatkan bahwa terdapat 7 macam
penyakit yang sering muncul pada bencana banjir, yaitu diare, ISPA, penyakit
saluran cerna, typhoid, penyakit kulit, leptospirosis, dan demam berdarah atau
malaria (Harthan & Oedjo, 2014 dalam Khasanah & Nurrahima, 2019).
Bencana alam banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara
Sulawesi Selatan disertai dengan timbunan lumpur dan pasir dengan ketebalan
hingga mencapai 4 meter dan terjadi di tengah pandemi COVID-19 (BNPB,
2020b). Hasil analisis Direktorat Jendral Pengendalian DAS dan Hutan Lindung
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa
terdapat dua faktor penyebab banjir bandang yang disertai lumpur di Luwu Utara,
yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang berkontribusi terhadap
terjadinya banjir bandang di Luwu Utara yakni curah hujan dengan intensitas
yang tinggi di daerah aliran sungai (DAS) Balease. Selain itu, kemiringan lereng
di hulu DAS Balease sangat curam, yaitu berada pada kemiringan >45%. Selain
kontribusi dari faktor cuaca, kondisi tanah juga berkontribusi terhadap luncuran
air dan lumpur. Jenis tanah di Luwu Utara memiliki karakteristik yang mudah
longsor atau tidak stabil, sehingga mudah jebol jika jumlah debit air tinggi.
Sedangkan dalam faktor manusia, terlihat adanya pembukaan lahan di daerah hulu
DAS Balease dan penggunaan lahan massif perkebunan kelapa sawit (BNPB,
2020a).

Gambar 2 Peta Sebaran Wilayah Terdampak

Berdasarkan infografis dari BNPB tentang banjir bandang di Kabupaten


Luwu Utara, terdapat 6 kecamatan yang terdampak, yaitu Kecamatan Masamba,
Kecamatan Sabbang, Kecamatan Baubunta, Kecamatan Baubunta Selatan,
Kecamatan Malangke, dan Kecamatan Malangke Barat dengan 38 jiwa meninggal
dunia, 10 jiwa hilang, 106 jiwa luka-luka. Dari segi kesehatan, beberapa
pengungsi kekurangan cairan dan mendapatkan terapi cairan melalui infus. Dalam
infografis tersebut, disebutkan bahwa para pengungsi perlu waspada terhadap
penyakit yang berkembang di pengungsian, antara lain ISPA, dermatitis dan
hipertensi serta memperhatikan kelompok yang rentan (BNPB, 2020c).

I.2 Rumusan Masalah


Tim LAPAN berdasarkan citra satelit Himawari-8 menganalisis bahwa
hujan dengan intensitas yang cukup lama terjadi pada 12 Juli 2020 hingga 13 Juli
2020 dan kemudian menyebabkan banjir bandang. Selain itu, struktur
geomorfologi dan geologi Kabupaten Luwu Utara menunjukkan bahwa wilayah
hulu Sungai Sabbang, Sungai Radda dan Sungai Masamba merupakan perbukitan
yang sangat terjal dan kasar. Kondisi tersebut terbentuk dari patahan-patahan
sebagai pembawa material lumpur dan ranting pohon dari wilayah hulu sungai.
akibat proses tektonik pada masa lalu. Patahan yang terdapat di wilayah ini
menyebabkan struktur batuan atau tanahnya tidak cukup kuat untuk
mempertahankan posisinya sehingga mudah longsor. Jika terdapat akumulasi air
yang besar, maka dapat terjadi banjir bandang.
Bencana alam banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara
Sulawesi Selatan disertai dengan timbunan lumpur dan pasir dengan ketebalan
hingga mencapai 4 meter dan terjadi di tengah pandemi COVID-19 (BNPB,
2020b). Hasil analisis Direktorat Jendral Pengendalian DAS dan Hutan Lindung
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa
terdapat dua faktor penyebab banjir bandang yang disertai lumpur di Luwu Utara,
yaitu faktor alam (curah hujan yang tinggi, kemiringan lereng di hulu DAS
Balease sangat curam, dan kondisi tanah yang tidak stabil) serta faktor manusia
(pembukaan dan penggunaan lahan massif).
Dalam bencana banjir bandang di Luwu Utara ini, terdapat 6 kecamatan
yang terdampak dengan 38 jiwa meninggal dunia, 10 jiwa hilang, 106 jiwa luka-
luka. Dari segi kesehatan, beberapa pengungsi kekurangan cairan dan
mendapatkan terapi cairan melalui infus.

I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Modul ini bertujuan untuk menghasilkan hal yang dapat dijadikan sebagai
informasi dan pembelajaran dalam penanggulangan banjir.

I.3.2 Tujuan Khusus


a. Mendeskripsikan kronologis bencana alam banjir bandang yang terjadi di
Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan.
b. Mendeskripsikan dampak kesehatan bencana alam banjir bandang yang
terjadi di Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan.
c. Mendeskripsikan penanganan bencana alam banjir bandang yang terjadi
di Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan.
d. Mengetahui pembelajaran atau lesson learned yang dapat diperoleh dari
penanganan bencana alam banjir bandang yang terjadi di Kabupaten
Luwu Utara Sulawesi Selatan.
e. Mengetahui strategi penanganan bencana lain yang dapat dilakukan
untuk bencana alam banjir.
f. Mengetahui pedoman dari segi kesehatan yang dapat digunakan dalam
penanganan bencana alam banjir.

I.4 Manfaat
Modul ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk digunakan sebagai
panduan dalam meningkatkan kewaspadaan dan perubahan perilaku dalam
memelihara lingkungan terhadap pencegahan banjir. Hasil dari modul ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan ajar untuk institusi terkait dengan
bencana banjir.

I.5 Ruang Lingkup


Kabupaten Luwu Utara terletak pada posisi jalan Trans Sulawesi, yang
menghubungkan Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara.
Kondisi wilayah di Kabupaten Luwu Utara bervariasi yang terdiri dari dataran
tinggi atau pegunungan, dataran rendah, dan landai. Secara geografis, Kabupaten
Luwu Utara bersebelahan dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Sulawesi Tengah.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Teluk Bone.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja dan Sulawesi
Barat.
Secara administrasi pemerintahan, Kabupaten Luwu Utara terbagi menjadi
11 Kecamatan dengan 167 Desa, 4 Kelurahan dan 4 Unit Pemukiman
Transmigrasi. Terdapat sekitar delapan sungai besar yang mengaliri wilayah
Kabupaten Luwu Utara. Sungai yang terpanjang adalah Sungai Rongkong dengan
panjang 108 km yang melewati 3 Kecamatan, yaitu Sabbang, Baebunta dan
Malangke.
Ruang lingkup pada modul ini yaitu terdapat enam kecamatan yang terkena
banjir di Kabupaten Luwu Utara yang terdiri dari Kecamatan Masamba,
Kecamatan Sabbang, Kecamatan Baebunda, Kecamatan Baebunta Selatan,
Kecamatan Malangke dan Kecamatan Malangke Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Bencana Banjir


II.1.1 Bencana
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007,
bencana merupakan rangkaian kejadian atau peristiwa yang dapat mengancam
jiwa dan kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau non
alam serta faktor manusia yang dapat menimbulkan korban jiwa, kerusakan
lingkungan sekitar, hilangnya harta benda, dan dapat menimbulkan dampak
psikologis bagi korban. Di Indonesia terdapat tiga macam bencana yang terjadi,
antara lain :
a. Bencana alam adalah suatu rangkaian kejadian bencana yang disebabkan
oleh alam, yang antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
b. Bencana non alam : suatu kejadian bencana yang disebabkan oleh non
alam, yang antara lain berupa gagalnya teknologi, gagalnya modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial : suatu rangkaian kejadian bencana yang disebabkan oleh
manusia atau kelompok sosial, yang antara lain berupa konflik antar
kelompok masyarakat dan terorisme.

II.1.2 Bencana Banjir


Banjir merupakan suatu kejadian bencana yang sering terjadi di Indonesia
dimana terjadi volume air yang meningkat diakibatkan curah hujan yang tinggi
yang dapat memberikan ancaman beresiko tinggi terhadap jiwa manusia, harta
benda, dan infrastruktur yang sangat mengancam perekonomian Indonesia
(BNPB, 2014). Banjir merupakan suatu peristiwa ketika suatu wilayah atau daerah
tergenang oleh air dalam jangka waktu tertentu (Theophilus Yanuarto, Pinuji,
Utomo, & Satrio, 2019).
Peristiwa banjir dapat disebabkan oleh faktor alam dan faktor non alam.
Faktor alami yang dapat menyebabkan banjir, antara lain curah hujan tinggi yang
terjadi terus-menerus, dan meluapnya air sungai, danau, laut dikarenakan jumlah
air yang sudah melebihi daya tampung atau melebihi batas normal media
penopang air hujan. Faktor non alam yaitu ulah manusia yang dapat menyebabkan
banjir, antara lain berkurang atau tidak ada lahan untuk menyerap air, menebang
pohon atau menggundulkan hutan sehingga terjadi erosi, dan perilaku atau ulah
manusia yang tidak bertanggungjawab, seperti membuang sampah sembarangan
di sungai dan membangun tempat tinggal di pinggiran sungai (Theophilus
Yanuarto et al., 2019).
Karakteristik dalam bencana banjir sangat beragam bentuknya, meliputi
banjir pada umunya, banjir bandang, dan banjir rob. Banjir bandang adalah suatu
rangkaian kejadian banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air atau
jumlah air yang besar disebabkan oleh terbendungnya aliran sungai pada alur
sungai. Bencana banjir bersifat lokal, yang artinya jika satu daerah terjadi banjir
maka daerah lainnya tidak banjir. Masyarakat harus selalu update mengenai
informasi banjir yang berasal dari badan atau pihak yang mempunyai kewenangan
dalam menangani bencana, seperti BNPB, dan BPBD. Banjir terkadang bukan
hanya bersifat lokal, banjir dapat meluas dan melumpuhkan sebagian besar daerah
seperti halnya banjir yang terjadi di DKI Jakarta. Oleh karena itu, masyarakat
perlu untuk mengetahui dan mampu melakukan langkah antisipasi, seperti
langkah antisipasi baik sebelum, saat sedang terjadi, dan setelah terjadi bencana
banjir.

II.2 Faktor-Faktor Perilaku Masyarakat yang Menyebabkan Banjir


Direktur Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan mengatakan terdapat
beberapa faktor-faktor perilaku masyarakat yang menyebabkan banjir, yaitu :
a. Faktor penebangan hutan liar
Penebangan hutan secara liar dengan skala besar-besaran atau dapat
dikatakan sebagai illegal loging. Penebangan hutan tersebut merupakan
suatu ancaman yang tidak sah dan tidak memiliki izin dari otoritas
setempat.
b. Faktor pembukaan lahan
Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan
wilayah hutan semakin berkurang.
c. Faktor curah hujan tinggi
Curah hujan yang tinggi yang berlangsung lama dan berhari-hari
menyebabkan beberapa daerah terkena dampaknya yaitu banjir. Pada
penelitian ini, curah hujan tinggi terjadi antara 12 – 19 Juli 2020.

II.3 Aspek Kesehatan dalam Bencana Banjir


Terdapat beberapa aspek kesehatan dalam bencana banjir (Widayatun &
Fatoni, 2013) dan (Widya, Suhartono, & Budiyono, 2018), antara lain :
a. Ketersediaan air bersih
Air merupakan suatu hal penting dibutuhkan untuk kehidupan sehari-
hari, bahkan disaat terjadi atau setelah terjadi bencana. Dalam peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 416 Tahun 1990, air bersih
merupakan air yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
mempunyai kualitas sesuai dengan syarat kesehatan dan air tersebut
dapat diminum setelah dimasak. Saat terjadi banjir, penduduk kesulitan
untuk mendapatkan air bersih dikarenakan sumur gali atau sumur pompa
yang ada pada penduduk setempat tergenang dengan air. Di tempat
pengungsian pun sulit untuk mendapatkan air bersih, dikarenakan
bantuan dari pemerintah baru datang satu sampai dua hari, sedangkan
kebutuhan air tidak dapat ditunda. Untuk mengatasi hal tersebut,
pemerintah segera bergerak cepat untuk memenuhi pasokan air bersih
bagi pengungsi (Roviq, Purnaweni, & Suharyanto, 2013).
b. Sanitasi lingkungan
Menurut World Health Organisation (WHO) tahun 2010, sanitasi adalah
suatu proses pengawasan penyediaan air minum untuk masyarakat,
pembuangan tinja dan air limbah, pembuangan sampah, kondisi
perumahan, penyediaan dan penanganan makanan, dan keselamatan
lingkungan kerja. Sanitasi merupakan suatu upaya yang dilakukan
masyarakat untuk menjadikan lingkungannya menjadi bersih dan sehat
dengan cara melakukan pembersihan, pemeliharaan, dan perbaikan
terhadap kondisi lingkungannya yang bermasalah akibat dari tumpukan
kotoran, sampah, dan pembuangan limbah yang dapat menimbulkan
bahaya penyakit (Ramlan & Sumihardi, 2018). Sanitasi lingkungan
merupakan suatu status kesehatan lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih yang sesuai
dengan syarat lingkungan yang bersih dan aman (Sidhi, Raharjo, &
Dewanti, 2016). Jika terjadi penurunan kualitas sanitasi dan kebersihan
lingkungan akan mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan pada
penduduk setempat.
c. Jenis pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu komponen kesehatan yang
berada ditingkat nasional yang bersentuhan langsung dengan masyarakat
(Megatsari, Laksono, Ridlo, Yoto, & Azizah, 2018). Menurut Peraturan
Pemerintahan Bab I Pasal 1 Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu
tempat yang dijadikan untuk menyelenggarakan dan melakukan upaya
pelayanan kesehatan, meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan sangat penting saat
terjadi bencana banjir, karena jika korban tidak segera ditangani maka
akan menimbulkan dampak yang buruk bagi korban. Terdapat beberapa
tingkatan fasilitas kesehatan, yaitu :
1. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama : Fasilitas pelayanan
kesehatan pertama atau primer yang memberikan pelayanan kesehatan
dasar, meliputi klinik, puskesmas, dan dokter umum yang sudah
menjadi mitra dengan BPJS kesehatan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat kedua : Fasilitas pelayanan
kesehatan sekunder setelah mendapatkan rujukan untuk diberikan
pelayanan kesehatan spesialistik, meliputi dokter spesialis, dokter gigi
spesialis.
3. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat ketiga : Fasilitas pelayanan
kesehatan tersier yang memberikan pelayanan kesehatan
subspesialistik, meliputi rumah sakit umum, rumah sakit khusus.
d. Kejadian penyakit penduduk selama tiga bulan terakhir
Penyakit merupakan kondisi patologis seseorang yang dapat berupa
kelainan fungsi atau morfologi suatu jaringan di dalam tubuh (Purnama,
2016). Penyakit bukan hanya tampak dari dalam saja, melainkan penyakit
dapat terjadi di luar tubuh dimana terjadi reaksi karena adanya tekanan
atau rangsangan yang akan menimbulkan struktur fisik pada tubuh akan
berubah (Irwan, 2017). Dalam hal ini, kejadian penyakit yang dialami
penduduk setempat baik yang dirasakan dari dalam atau luar tubuh dalam
kurun waktu tiga bulan terakhir sebelum terjadi bencana banjir. Penyakit
tersebut dapat berupa penyakit hipertensi, diabetes, asma, obesitas,
demam, flu, dan lain sebagainya.
e. Mayoritas penyakit yang diakibatkan oleh banjir
Mayoritas merupakan suatu bagian dari himpunan yang jumlahnya
melebihi separuh dari total keseluruhan himpunan. Penyakit merupakan
suatu kondisi dalam keadaan tidak sehat dimana terdapat kelainan dari
fungsi didalam dan diluar tubuh seseorang. Mayoritas penyakit yaitu
suatu penyakit yang dialami oleh sebagian dari kelompok yang
jumlahnya melebihi dari total jumlah keseluruhan kelompok. Mayoritas
penyakit yang diakibatkan oleh banjir, antara lain penyakit kulit
diakibatkan adanya bakteri e-coli dan leptospira yang cenderung
meningkat, penyakit diare diakibatkan sumber-sumber air penduduk
tercemar, penyakit demam berdarah diakibatkan adanya nyamuk aedes
aegipty yang bersarang pada tumpukan sampah dan kotoran, penyakit
ISPA diakibatkan adanya mikroba, virus, dan lainnya mudah menyebar
ketika ditempat pengungsian, dan kejadian KLB yang menyebar secara
cepat dan meningkatkan menularnya penyakit (Suryani, 2013).

II.4 Manajemen Penanganan Bencana Banjir (Aspek Kesehatan)


II.4.1 Manajemen Penanganan Bencana
Manajemen penanganan bencana merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan bencana dan dalam keadaan keadaan darurat, serta memberikan
perencanaan kerja untuk menolong masyarakat dalam keadaan beresiko tinggi
agar masyarakat tersebut dapat pulih dari dampak bencana (Kurniyanti, 2012).
Mengingat bencana yang terjadi di Indonesia cukup beragam dan semakin tinggi
intensitasnya, maka dari itu pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang
No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Di dalam UU tersebut,
terjadi perubahan paradigma penanganan bencana di Indonesia, yaitu penanganan
bencana tidak lagi hanya menekankan pada aspek tanggap darurat, tetapi akan
lebih menekankan pada keseluruhan manajemen penanggulangan bencana mulai
dari mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat sampai dengan rehabilitasi
(Widayatun & Fatoni, 2013).

II.4.2 Tujuan Manajemen Penanganan Bencana


Tujuan dari manajemen penanggulangan bencana (Kurniyanti, 2012), yaitu :
a. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun
jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat negara.
b. Mengurangi penderitaan korban bencana.
c. Mempercepat pemulihan
d. Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang
kehilangan tempat tinggal ketika kehidupannya terancam

II.4.3 Tahapan Manajemen Bencana Banjir


Terdapat beberapa tahapan dalam manajemen penanganan bencana banjir
termasuk aspek kesehatan (Erita, Mahendra, & Adventus, 2019), yaitu :
a. Pra Bencana
1. Pencegahan
Pencegahan merupakan tahapan yang dilakukan untuk mengurangi
secara drastic timbulnya akibat dari suatu ancaman yang bertujuan
untuk menekan penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan,
mengatur dan menyebarkan energi ke wilayah yang lebih luas atau
melalui waktu yang lebih panjang. Pencegahan pada suatu bencana
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi akibat yang dapat terjadi
dan mengancam. Namun perlu disadari bahwa pencegahan tidak bisa
100% efektif terhadap sebagian besar bencana.
2. Mitigasi
Mitigasi merupakan tahapan yang memfokuskan perhatian pada
pengurangan dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian
mengurangi kemungkinan dampak negatif akan terjadi. Sebagai
contoh, penataan kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak
menimbulkan kerugian besar.
3. Kesiapsiagaan
Fase kesiapsiagaan merupakan fase persiapan rencana untuk bertindak
ketika terjadi (kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri
dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat
danidentifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu
ancaman.
b. Saat Bencana
Tahap ini disebut juga dengan tahap tanggap darurat. Fase tanggap
darurat atau tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat
yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Pada tahap ini
mencakup pengkajian terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya,
penentuan status keadan darurat, penyelamatan dan evakuasi korban,
pemenuhan kebutuhan dasar, pelayanan psikososial dan kesehatan.
c. Setelah Bencana
1. Fase Pemulihan
Fase Pemulihan merupakan fase dimana masyarakat dengan
kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala
(sebelum terjadi bencana). Fase pemulihan yaitu suatu proses yang
dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi. Orang-orang melakukan
perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah ke rumah sementara,
mulai masuk sekolah ataupun bekerja kembali sambil memulihkan
lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi
lifeline dan aktivitas untuk membuka kembali usahanya. Institusi
pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan secara normal
serta mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil
terus memberikan bantuan kepada para korban. Fase ini
bagaimanapun juga hanya merupakan fase pemulihan dan tidak
sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum bencana
terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa peralihan dari
kondisi darurat ke kondisi tenang.
2. Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Fase rehabilitasi merupakan fase perbaikan yang dibutuhkan secara
langsung yang sifatnya sementara atau berjangka pendek. Sedangkan
fase rekonstruksi merupakan fase perbaikan yang sifatnya permanen.
Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan
yang sama seperti sebelum mengalami bencana, sehingga dengan
menggunakan pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu
serta keadaan komunitas pun dapat dikembangkan secara progresif.

II.4.4 Manajemen Penanganan Bencana Banjir dalam Aspek


Kesehatan/Medis
Manajemen penanganan bencana banjir jika dari sudut pandang pelayanan
medis (Erita et al., 2019), yakni bencana lebih dipersempit lagi dengan
membaginya menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase subakut.
a. Dalam Fase Akut, dimana 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut
“fase penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase
ini dilakukan penyelamatan dan pertolongan serta tindakan medis darurat
terhadap orang-orang yang terluka akibat bencana.
b. Dalam Fase Sub Akut, yakni kira-kira satu minggu sejak terjadinya
bencana. Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”, dilakukan juga perawatan
terhadap orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi,
serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan
kesehatan selama dalam pengungsian.
BAB III
ANALISIS KASUS KEJADIAN BENCANA

III.1 Kronologi Kejadian Bencana


Analisis tim LAPAN berdasarkan citra satelit Himawari-8 menyebutkan
bahwa hujan dengan intensitas yang cukup lama pada 12 Juli 2020 dari sekitar
jam 22.00 WITA sampai jam 6.00 WITA tanggal 13 Juli 2020. Kemudian pada
siang hari tanggal 13 Juli sekitar jam 13.00 WITA kembali terjadi hujan dengan
intensitas yang lama sampai malam hari ketika terjadi bencana banjir bandang.
Menurut analisis tersebut, curah hujan membawa pengaruh yang signifikan.
Selain itu, struktur geomorfologi dan geologi Kabupaten Luwu Utara
menunjukkan bahwa wilayah hulu Sungai Sabbang, Sungai Radda dan Sungai
Masamba merupakan perbukitan yang sangat terjal dan kasar. Kondisi tersebut
terbentuk dari patahan-patahan sebagai pembawa material lumpur dan ranting
pohon dari wilayah hulu sungai akibat proses tektonik pada masa lalu.
Analisis Lapan menginformasikan, banyaknya patahan yang terdapat di
wilayah ini menyebabkan struktur batuan atau tanahnya tidak cukup kuat untuk
mempertahankan posisinya. Kemudian kondisi ini menyebabkan mudah longsor
dan apabila terakumulasi dapat terjadi banjir bandang. Lebih dari tiga ribu
keluarga mengungsi pascabanjir bandang di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi
Selatan. Mereka berada di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Sabbang, Baebunta
dan Masamba.
Kepala Subdirektorat Kelembagaan Daerah Aliran Sungai, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan terdapat dua penyebab banjir yaitu
faktor alam dan manusia.
a Faktor alam berupa curah hujan yang tinggi dengan intensitas lebih dari
100 milimeter per hari, kemiringan lereng di daerah aliran sungai Balease
sangat curam, dan jenis tanah yang bersifat lempung, debu dan remah
dengan konsistensi gembur. Karakteristik tanah dan batuan di lereng
yang curam menyebabkan potensi longsor tinggi yang selanjutnya
membentu bendung alami yang mudah jebol jika ada akumulasi air
berlebih.
b Faktor kedua adalah manusia, yaitu adanya pembukaan lahan di daerah
hulu DAS Balease dan penggunaan lahan masif berupa perkebunan
kelapa sawit. Sehingga rekomendasinya adalah penegakan hukum terkait
pembukan lahan di Kawasan hutan lindung, pemulihan lahan terbuka
dengan rehabilitasi hutan dan lahan (Amri, 2020)

III.2 Dampak Kesehatan


Banjir yang terjadi di Luwu Utara tersebar di enam kecamatan, yaitu
Kecamatan Masamba, Kecamatan Baubunta, Kecamatan Malangke, Kecamatan
Sabbang, Kecamatan Baubunta Selatan, dan Kecamatan Malangke Barat. Banjir
tersebut menyebabkan 38 jiwa meninggal dunia (4 orang belum teridentifikasi),
106 jiwa luka-luka (rawat inap 22 orang dan rawat jalan 84 orang), 10 jiwa hilang
(sebagian ditemukan selamat), 13.438 warga mengungsi tersebar di 11 kecamatan
di Kab. Luwu Utara dan di luar Kab. Luwu Utara, 4.037 rumah warga rusak
(tersebar di 24 Desa/4 Kecamatan).
Banjir Luwu Utara juga menyebabkan kerusakan infrastruktur seperti 10
unit sekolah, 1 unit pasar, 12 km jalan aspal, 16 unit jembatan gantung, 1.968 Ha
lahan sawah, 51.755 meter jalan Kabupaten, Provinsi, dan Nasional, 5 fasilitas
kesehatan, 5 unit kantor, 93 unit kos, 2 unit rumah dinas, 505 Ha kebun jagung, 3
unit jembatan beton, 6 ekor sapi, 7 ekor kambing, 3 fasilitas umum, 2 Ha kebun
cengkeh, 14 rumah ibadah, 1 unit bandara, 2 unit pipa air minum, 3 unit
bendungan irigasi, 244 kebun kakao, dan 13 unit bengkel. Kerusakan dan
kerugian dari bencana tersebut sebesar Rp. 582.85 Miliar dengan dampak
kerugian sebesar Rp. 165,23 Miliar dan dampak kerusakan sebesar Rp. 417,61
Miliar (BNPB, 2020c).
Dalam press conference yang diadakan BNPB secara daring melalui
aplikasi Zoom, dr. Budi Siylvana, MARS - Kepala Pusat Krisis Kesehatan,
Kemenkes mengatakan ada enam tempat yang melakukan pelayanan kesehatan
pasca banjir bandang. Keenam tempat tersebut diantaranya TGC PKM Cendana
Putih, Klinik At medika, PKM Baebunta, PKM Tanalili, PKM Malili, dan PKM
Wonokerto.
Penyakit yang banyak dikeluhkan adalah hipertensi, ispa, gatal-gatal,
dermatitis dan cefalgia. ISPA itu ada 409, ini update data terakhir, kemudian diare
46, dermatitis (penyakit kulit yang ditandai dengan ruam bengkak kemerahan dan
gatal) 195, hipertensi 230. Selain itu terdapat beberapa permasalahan yang terjadi
di lokasi bencana seperti keterbatasan masker, vaksin TT, kurangnya sumber air
bersih, masih kurangnya fasilitas kesehatan lingkungan di beberapa pos
pengungsian. Pasca bencana ini, timbul beberapa penyakit yang menyerang para
korban maupun relawan dilokasi. Di lain sisi, dr. Budi Siylvana menyampaikan
agar para relawan maupun korban tetap memperhatikan protokol kesehatan guna
menghindari penularan Covid-19.
Dr. Budi Siylvana juga mengatakan Kemenkes dan Gugus Tugas BNPB
akan mengirimkan rapid test dan 200 ribu masker kain untuk Luwu Utara. Selain
masker kain, Kemenkes juga mengirimkan alat pengamanan pencegahan Covid-
19 maupun penyakit lainnya seperti APD, masker bedah, handschoon, faceshield
dan kantong jenazah dewasa (Gunawan Bahruddin, 2020).

III.3 Upaya yang dilakukan Pemerintah dan Non Pemerintah


Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus
berupaya untuk membantu penanganan darurat banjir bandang di Kabupaten
Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai
Pompengan Jeneberang (BBWSPJ), Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian PUPR
Adenan Rasyid mengatakan, penanganan bencana banjir bandang di Kabupaten
Luwu terus dilakukan selama masa penetapan tanggap darurat oleh Pemerintah
Daerah 14 Juli-12 Agustus 2020 hingga pascabencana.
Selama masa tanggap darurat telah menerjunkan 44 unit alat berat berupa 12
unit excavator, 3 unit Dozer, dan 29 unit Dump Truk ke enam kecamatan
terdampak yakni Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Malangke Barat, dan
Malangke serta di Desa Radda yang kondisinya paling parah akibat banjir
bandang. Penanganan darurat seperti pembersihan lumpur dan pengeringan terus
dilakukan, termasuk sudah dikerahkan pompa alkon sebanyak 22 unit dan
penanganan sementara mencegah kembalinya meluap air sungai menggunakan
tanggul karung pasir (sandbag) sebanyak 1.000 buah. Selain itu, BBWSPJ juga
terus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tanggap darurat yang sudah diinstruksi
oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat meninjau banjir bandang di Luwu
Utara pada Kamis 16 Juli 2020.
Adenan juga mengatakan, Menteri Basuki menginstruksikan untuk
memprioritas pembersihan dan pengangkutan lumpur menjadi tanggul sungai
sementara agar tidak banjir lagi dan sekaligus untuk membuka konektivitas
Palopo - Masamba, membersihkan jalan dan titik-titik yang masih tergenang dan
tertutup lumpur di Kecamatan Masamba serta melakukan normalisasi sungai
dengan pengerukan, perbaikan alur sungai dan pembuatan tanggul sungai untuk
penanganan permanen. Untuk mempercepat pengalirah genangan air, dilakukan
dengan membuka dan memperdalam jalur drainase seperti di samping Koramil ke
Hotel Yuniar dan membuat 2 jalur drainase di samping bandara dan Masjid
Agung Syuhada.
Untuk pekerjaan infrastruktur pasca bencana, Bapak Menteri juga sudah
menginstruksi untuk paket pengendalian banjir di sini untuk segera dilakukan
lelang cepat. Kementerian PUPR bersama tim gabungan yang terdiri dari TNI,
Polri, Basarnas dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Luwu Utara
masih bekerja sama untuk melakukan pendataan kerusakan dan korban yang
diakibatkan banjir bandang tersebut. Selain itu juga membantu pembersihan
beberapa objek vital di Luwu Utara seperti area sekitar runway Bandar Udara
Andi Jemma yang tertutup lumpur dan rumah dinas bupati.
Dalam penanganan darurat, Kementerian PUPR juga didukung oleh PT
Brantas Abipraya dan PT Hutama Karya yang kebetulan sedang menangani
pembangunan Di Baliase di dekat lokasi bencana sehingga memudahkan dalam
memobilisasi alat berat dan personel. Bantuan Sarana dan Prasarana juga
diberikan Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Selatan Ditjen Cipta
Karya sebanyak 15 unit Hidran Umum kapasitas 2000 liter, 3 unit MTA, dan 1
unit mobile toilet di posko pengungsi Pettambua dan Mely. Dana siap pakai juga
diberikan Rp1 miliar untuk bantuan logisitik dan peralatan tambahan berupa satu
motor trail, 1000 paket sembako, 10 tenda pengungsi, dan 50 kantong mayat
(Kementrian PUPR, 2020).

III.4 Kajian Aspek Kesehatan Matra


Kesehatan Matra adalah upaya kesehatan dalam bentuk khusus yang
diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang serba berubah secara bermakna, baik
di lingkungan darat, laut, maupun udara. Kesehatan matra meliputi kesehatan
lapangan, kesehatan kelautan dan bawah air serta kesehatan kedirgantaraan.
Pengaturan kesehatan matra dimaksudkan untuk mewujudkan upaya
kesehatan pada kondisi matra secara cepat, tepat, menyeluruh dan terkoordinasi
guna menurunkan potensi risiko kesehatan. Upaya kesehatan pada kondisi matra
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat
dalam menurunkan risiko serta memelihara kesehatan masyarakat dalam
menghadapi kondisi matra agar tetap sehat dan mandiri.

III.4.1 Rapid Health Assessment (RHA)


BNPB, BPBD, kementerian/lembaga, TNI-Polri dan pemerintah daerah
setempat melakukan inventarisasi dan pengkajian terhadap dampak banjir
bandang di kabupaten Luwu Utara. Dalam pengkajian cepat kesehatan ini menilai
seberapa besar yang terjadi dari sisi korban jiwa, situasi sosial, dampak ekonomi
seperti harta benda, kerusakan infrastruktur, fasilitas umum serta upaya
penanganan darurat bagi korban yang terdampak.

Gambaran tentang bencana


a. Jenis bencana : Bencana alam (banjir bandang disertai lumpur)
b. Waktu kejadian : 13 Juli 2020, pukul 21.00 WITA
c. Ketinggian : Kecamatan Masamba 1-2 meter, kecamatan Baebunta (desa
Rada) dan kecamatan Sabbang (desa Malimbu dan desa Salama) 3-4
meter. Curah hujan tinggi dengan intensitas diatas 100 mm/hari.
d. Faktor penyebab : Curah hujan dengan intensitas tinggi dan lama
sebelum terjadi gerakan tanah dan banjir bandang menjadi pemicu utama
terjadinya bencana, sifat tanah pelapukan pada bagian hulu berupa
endapan vulkanik yang sarang dan mudah luruh jika terkena air,
longsoran pada bagian hulu yang kemudian terbawa oleh arus air
permukaan melaui alur-alur sungai, pengerosian secara lateral sepanjang
alur yang dilalui menambah volume material bahan rombakan yang
dibawa sehingga menambah daya rusak.

Lokasi bencana
a. Nama desa/dusun, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi :
Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Baebunta Selatan, Malangke,
Malangke Barat. Kelurahan Bone, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi
Makassar.
b. Topografi :
Lokasi bencana berupa pedaratan di sekitar kota Masamba dengan
ketinggian 40-60 mpl dan perbukitan bergelombang di bagian hulu
sungai Masamba yang terletak di bagian utara dengan ketinggian antara
70 hingga 250 mdpl. Data dari Digital Elevation Model Nasional
(DENMAS) memperlihatkan bahwa kemiringan lereng yang curam di
hulu dapat menjadi salah satu faktor penyebab banjir bandang pada
dataran aluvial di bawahnya. Walaupun jarak yang cukup jauh dari hulu
sampai ke dataran aluvial, namun morfometri sungai yang terjal di hulu
sudah cukup untuk mengalirkan material sedimen, serta ditambah
akumulasi aliran dan sedimen pada pertemuan cabang sungai. Pada kasus
ini, akumulasi material sedimen terbawa dari hulu di utara akibat
tingginya curah hujan sejak 12 Juli 2020 atau sehari sebelum kejadian
banjir bandang tanggal 13 Juli 2020. Kasus serupa juga terjadi di
kecamatan Sabbang hingga Baebunta, dimana pertemuan beberapa
cabang sungai dari perbukitan di hulu, mengakibatkan luapan banjir
bandang di dataran aluvial di bawahnya.
c. Kondisi daerah bencana :
Berdasarkan peta geologi Lembar Maili, Sulawesi bantuan penyusunan di
daerah bencana yang terlanda genangan banjir bandang merupakan
aluvial yang terdiri dari lumpur, lempung, pasir, kerikir dan kerakal. Pada
bagian utara yang diperkirakan menjadi sumber material bahan rombakan
tersusun oleh formasi bone-bone yang terdiri dari perselingan batu pasir,
konglomerat, napal dan lempung tufan. Di bawah formasi bone-bone
terdapat endapan lava basalt dan andesit, breksi gunung api dan tif dari
formasi lamasi.
Berdasarkan peta perkiraan potensi terjadi gerakan tanah pada bulan Juli
2020 di Sulawesi Selatan (badan geologi), daerah bencana terletak pada
zona potensi terjadi gerakan tanah menengah sampai tinggi, artinya pada
zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal,
terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir,
tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan sedangkan gerakan
tanah lama dapat aktif kembali.

d. Peta :
Populasi
a. Perkiraan jumlah populasi : 15.994 jiwa dari total 4.202 kepala keluarga
b. Distribusi populasi (sex, umur, risti) : Korban meninggal 38 orang
dengan kisaran usia anak-anak (10 tahun) sampai lansia (85 tahun) serta
jenis kelamin 15 orang laki-laki dan 23 orang perempuan, kelompok
rentan 2.530 lansia, 870 balita, 124 bayi dan 137 ibu hamil.

Korban
a. Korban meninggal, rawat inap, rawat jalan, pengungsi, hilang :
Korban meninggal 38 orang (4 belum teridentifikasi), korban luka/di
rawat 106 orang (rawat inap 22 orang dan rawat jalan 84 orang), korban
pengungsi 13.438 orang (tersebar di 11 kecamatan di kabupaten Luwu
Utara dan di luar kabupaten Luwu Utara) dan korban hilang 10 orang
(sebagian ditemukan selamat).
b. Penyakit terbanyak : infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) 55 orang,
dermatitis 288 orang, hipertensi 225 orang dan gejala diare 61 orang.
c. Penyakit berpotensi KLB : ISPA, diare
d. Penyakit endemik : ISPA, dermatitis, hipertensi, diare

Fasilitas kesehatan
a. Kerusakan fisik bangunan :
Rumah, lahan, fasilitas kesehatan dan fasilitas umum
b. Kerusakan sarana dan prasarana :
5 fasilitas kesehatan, 3 fasilitas umum, 4.037 rumah warga, 14 rumah
ibadah, 10 unit sekolah, 1 unit pasar, 10 unit kantor, 1 unit bandara, 93
unit kos, 2 unit pipa air minum, 16 unit jembatan gantung, 2 unit rumah
dinas, 3 unit bendungan irigasi, 3 unit jembatan beton, 13 unit bengkel,
1.986 hektar lahan sawah, 505 hektar kebun jagung, 2 hektar kebun
cengkeh dan 244 hektar kebun kakao.
c. Jumlah tenaga kesehatan :
1.299 personil gabungan (tim SAR, relawan dan BNPB)
d. Akses :
Kerusakan 12 km jalan aspal dan 51.755 motor jalan kabupaten, provinsi
dan nasional
e. Bantuan yang dibutuhkan :
Air bersih, suplemen, makanan balita, pembalut wanita, popok balita dan
pempers lansia, selimut dan sarung, mobil tangki, makanan siap saji,
pakaian dalam wanita dan pria, tenda pengungsi, mobil serbaguna, lampu
portable, perahu karet, genset, peralatan dapur, family kit, pompa air,
perlengkapan mandi, beras, WC portable.
Penampungan pengungsi
a. Nama lokasi pengungsian :
75 titik pengungsian di tiga kecamatan yaitu Masamba, Baebunta dan
Sabbang
b. Status fisik tempat penampungan :
Tenda penampungan sebanyak 61 dan tenda lain sebanyak 157
c. Sanitasi dan air bersih :
Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulsel menyiapkan 15
titik bantuan air berkapasitas 2.000 liter beserta mobil tangki dan hidran.
Pengisian air bersih dilakukan setiap dua kali sehari pada pagi dan sore
hari. Lalu PMI menyediakan alat pengolahan air bersih di beberapa titik
lokasi pengungsi seperti Radda, Meli dan Masamba dilengkapi dengan
10 unit mobil tangka berkapasitas 3.500 liter/jam. Baru dua hari
berfungsi alat ini sudah menghasilkan air bersih 120.000 liter.
d. Jumlah pengungsi dalam 1 lokasi penampungan :
70 hingga 100 orang pengungsi

Upaya yang dilakukan


a. Upaya medis :
Terdapat 4 rumah sakit di kabupaten Luwu Utara yang dijadikan sebagai
tempat perawatan korban (RSUD Andi Djemma, RS Hikmah, puskesmas
Baebunta dan puskesmas Sabbang), mendirikan pos kesehatan,
memberikan pelayanan kesehatan termasuk obat-obatan dan suplemen
serta pembagian masker (sebanyak 200 ribu masker kain dikirim dari
pusat) dan hand sanitizer. APD coverall 1.600 pcs, masker bedah 4.000
pcs, kacamata google 100 pcs, PMT ibu hamil 1 ton dan PMT balita 1
ton.
b. Upaya kesehatan masyarakat :
Mendirikan 61 tenda penampungan & 157 tenda lain, 6 unit dapur umum,
116 WC/jamban, 114 tandon, 46 alat berat (unit eksavator untuk
membersihkan lumpur) dan 820 tempat sampah.
c. Giat BNPB :
Pendampingan posko, 10 tenda pengungsi, 1 milyar rupiah, 1 motor trail,
bantu jaringan komunikasi HF, 1.000 paket makanan dan 50 kantong
mayat.

Rekomendasi
a. Aspek medis : Kuota pendistribusian APD ditambah, masker dan alat
rapid test dengan jumlah yang cukup, mengirim ambulans untuk
menjemput korban bencana.
b. Aspek epidemiologis : Penyakit pada populasi terbanyak yaitu ISPA,
anak-anak mengalami hipotermia
c. Aspek kesehatan lingkungan : Sarana cuci tangan pakai sabun di setiap
pos pengungsi, penerapan social distancing, pembagian makanan
menyeluruh
d. Rekomendasi teknis :
1. Mengingat curah hujan yang diperkirakan masih tinggi, masyarakat
yang berada di sekitar lokasi bencana dan pada alur sungai agar selalu
meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat dan setelah hujan
deras yang berlangsung lama untuk mengantisipasi terjadinya gerakan
tanah susulan yang berkembang kembali menjadi aliran bahan
rombakan atau banjir bandang.
2. Tidak membangun rumah atau tempat berkumpul warga di sekitar
aliran sungai terutama yang berhulu di daerah perbukitan yang rawan
longsor
3. Perlu ditanam vegetasi berakar dalam dan kuat untuk menahan lereng
pada bekas longsor serta untuk menahan laju erosi dan aliran bahan
rombahakan
4. Agar dilakukan pemantauan mandiri pada aliran sungai yang
melibatkan peran serta masyarakat. Jika ditemukan material longsor
yang menghambat aliran sungai, segera normalisasi aliran sungai
tersebut karena berpotensi berkembang menjadi aliran bahan
rombakan atau banjir bandang saat debit sungai meningkat
5. Sebagai pencegahan jika ditemukan retakan pada tebing atas, maka
segera menutup retakan dengan tanah liat dan dipadatkan
6. Lokasi ini masih berpotensi untuk terjadi gerakan tanah dan banjir
bandang susulan, sehingga perlu sosialisasi dan kewaspadaan bagi
masyarakat di sekitar lokasi bencana
7. Masyarakat setempat dihimbau untuk selalu mengikuti arahan dari
pemerintah daerah atau BPBD setempat.

III.4.2 Penanganan Awal (Triage, Stabilisasi dan Evakuasi)


Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Luwu Utara
melakukan upaya penanganan darurat di lapangan. Pasca banjir, bupati setempat
menetapkan status tanggap darurat selama 30 hari, terhitung dari 14 Juli hingga 12
Agustus 2020. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan
BNPB mengatakan BPBD setempat dan instansi terkait terus melakukan upaya
penanganan darurat, seperti penanganan para penyitas dan pendataan di lapangan.
Pemerintah daerah setempat mengaktifkan pos komando yang berada di kantor
BPBD kabupaten Luwu Utara. Salah satu operasi darurat yang menjadi prioritas
yaitu pencarian dan evakuasi korban yang masih hilang.

a. Triage - Prioritas 1 (kategori merah)


Sejumlah korban mengalami hambatan airway
dan breathing
- Prioritas 2 (kategori kuning)
Beberapa korban mengalami patah tulang dan
trauma
- Prioritas 3 (kategori hijau)
106 orang mengalami luka-luka
Prioritas 4 (kategori hitam)
38 orang meninggal dunia
b. Stabilisasi - Mengamankan jalan napas
- Menangani trauma dan syok
- Menstabilkan patah tulang
- Perawatan luka
c. Evakuasi Petugas SAR dan relawan mengevakuasi
jenazah korban banjir, melakukan pencarian
terhadap korban yang hanyut, membawa korban
untuk dilakukan perawatan ke rumah sakit dan
puskesmas

III.4.3 Penanganan Lanjutan (RS Rujukan)


Penanganan pelayanan kesehatan masih kurang terkoordinir dengan baik.
Hingga hari keenam pasca banjir, banyak pelayanan kesehatan jalan sendiri-
sendiri bahkan banyak tim relawan membuka posko pelayanan kesehatan tapi
tidak terkoordinasi dengan baik. Beberapa puskesmas yang ikut serta memberikan
pelayanan kesehatan juga masih jalan sendiri-sendiri. Terdapat dua RS yang
dijadikan tempat rujuk yaitu RS Hikmah dan RS Andi Djemma . Namun, RS
Hikmah merupakan rumah sakit swasta sehingga operasionalnya belum jelas.

III.4.4 Pembanding Penanganan Banjir dari Negara atau Daerah lain


Dilihat dari Segi Kesehatannya
a. Pembanding Penanganan Banjir dari Negara Malaysia
1. Judul : Health Major Incident : The Experiences Of Mobile
Medical Team During Major Flood
2. Penulis : (Ahmad, 2008) – Malaysia
3. Hasil Penelitian :
Tim Medis Bencana dan Darurat (DEMAT) Rumah Sakit
Universitas Sains Malaysia (HUSM) bersama dengan lembaga
swadaya masyarakat bernama Medic Asia berinisiatif membentuk
tim dengan tujuan utama untuk memberikan bantuan medis dan
kemanusiaan kepada korban banjir di daerah terpencil di daerah
Muar Johor. Pemilihan pusat pertolongan dilakukan oleh tim
Pengintai Medic Asia yang melakukan penilaian bencana kesehatan
lebih awal sebelum melakukan tugas.
Tim Medis ini terdiri dari empat petugas medis dari Rumah
Sakit Universitas Sains Malaysia dan empat lainnya merupakan
perwakilan dari organisasi Medic Asia yang berbasis di Kuala
Lumpur. Peralatan medis dan obat-obatan yang disumbangkan oleh
pihak Rumah Sakit dan persediaan tambahan disediakan oleh
Klinik Kesehatan Pagoh dan Lenga.
Tempat yang dikunjungi adalah Kampung Sungai Berani,
Balai Raya Kampung Jawa, Masjid Kampung Jawa, Kampung
Tulang Gajah dan Kampung Sentosa. Transportasi yang digunakan
adalah kendaraan roda empat yang disediakan oleh organisasi
Medic Asia. Mereka melakukan tugas mereka dimulai pada 3
Januari 2007 sampai 6 Januari 2007 dengan mengunjungi klinik-
klinik di setiap tempat tersebut.
Mereka melakukan sesi pengarahan pagi setiap hari. Tujuan
dari sesi ini adalah untuk memastikan semua orang dalam kondisi
yang baik, semua peralatan telah siap dan tersedia, namun tetap
menginformasikan setiap perubahan yang dilakukan dari rencana
sebelumnya.
Malam harinya para relawan mengikuti sesi tanya jawab.
Sebuah tanya jawab atau disebut juga dengan pembekalan
psikologis. Tujuan dari pembekalan adalah untuk mengurangi
kemungkinan bahaya psikologis dengan berbagi pengalaman
mereka atau membiarkan mereka membicarakannya.
4. Kesimpulan :
Tim Bantuan Medis Keliling adalah pilihan yang bagus
dalam memberikan perawatan medis kepada orang sakit yang
menjadi korban banjir yang tidak dapat mengakses layanan
kesehatan karena kesulitan logistik dan fasilitas perawatan
kesehatan yang rusak. Bahkan, tim keliling relawan mampu
mendampingi tim kesehatan yang diorganisir oleh Dinas Kesehatan
setempat. Lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang
memberikan bantuan tersebut harus bekerja sama dan memiliki
hubungan komunikasi untuk kepentingan penduduk yang terkena
dampak. Jenis layanan ini harus dikoordinasikan antara
Kementerian Kesehatan dan lembaga non-pemerintah dengan cara
yang lebih terorganisir tanpa mengorbankan persyaratan peraturan
dan etika. Itu Kontribusi tim ini dalam misi semacam itu mungkin
tidak terlalu banyak. Namun, hal itu bisa mengurangi beban dinas
kesehatan setempat.

b. Pembanding Penanganan Banjir dari Negara Vietnam


1. Judul : Primary healthcare system capacities for responding to
storm and flood-related health problems: a case study from a rural
district in central Vietnam
2. Penulis : (Minh et al., 2014) – Malaysia
3. Hasil Penelitian :
a) Pemberian layanan.
Layanan darurat medis, terutama operasi bedah dan sistem
rujukan, tidak selalu tersedia selama musim badai dan banjir.
Layanan darurat medis, terutama operasi bedah dan sistem
rujukan, tidak selalu tersedia selama musim badai dan banjir.
b) Tata Kelola.
Rencana kedaruratan kabupaten sebagian besar berfokus pada
respons bencana daripada pencegahan. Rencana tersebut tidak
secara jelas mendefinisikan peran layanan kesehatan primer dan
tidak memiliki informasi yang jelas tentang mekanisme
koordinasi antara berbagai sektor dan organisasi.
c) Pembiayaan.
Anggaran untuk pencegahan dan pengendalian kegiatan banjir
dan badai terbatas dan tidak ada item khusus untuk kegiatan
kesehatan. Hanya tersedia sedikit dana tambahan, tetapi
prosedur untuk mendapatkan dana ini biasanya memakan waktu.
d) Sumber Daya Manusia.
Tim penyelamat medis dibentuk, tetapi tidak ada ahli
epidemiologi atau spesialis kesehatan lingkungan yang
menangani masalah epidemiologi. Pelatihan pencegahan dan
pengendalian perubahan iklim dan masalah kesehatan terkait
bencana ternyata tidak memenuhi kebutuhan yang sebenarnya.
e) Informasi dan Penelitian.
Data yang dapat digunakan untuk perencanaan dan pengelolaan
(termasuk data populasi dan epidemiologi) sebagian besar masih
kurang. Kabupaten tidak memiliki sistem peringatan dini
penyakit.
f) Produk dan Teknologi Medis
Protokol perawatan darurat tidak tersedia di setiap fasilitas
kesehatan yang diteliti.

4. Kesimpulan :
Kapasitas sistem perawatan primer di pedesaan Vietnam
tidak memadai untuk menanggapi masalah kesehatan terkait badai
dan banjir dalam hal perawatan kesehatan preventif dan
pengobatan. Mengembangkan rencana kesiapsiagaan fasilitas yang
jelas, yang merinci prosedur operasi standar selama banjir dan
mengidentifikasi uraian tugas tertentu, akan memperkuat tanggapan
terhadap banjir di masa mendatang. Fasilitas kesehatan harus
memiliki dana darurat yang tersedia untuk tanggap darurat jika
terjadi badai dan banjir. Fasilitas kesehatan harus memastikan
bahwa ada protokol standar untuk meningkatkan respons saat
terjadi banjir. Pengenalan sistem informasi kesehatan yang
terkomputerisasi akan mempercepat pemrosesan informasi dan
data. Kebijakan nasional dan lokal perlu diperkuat dan
dikembangkan dengan cara yang dapat diterapkan di komunitas
pedesaan lokal.
III.4.5 Manajemen Pengungsi
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Luwu Utara yaitu Hermansyah mengatakan bahwa para pengungsi sudah
diberikan fasilitas seperti pasokan air bersih, dapur umum, baju layak pakai
hingga toilet. Berdasarkan data Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BNPB
terdapat 76 titik pengungsian yang ada di 3 kecamatan yaitu kecamatan Sabbang,
Baebunta, dan Masamba.Tenda-tenda pengungsian juga telah disediakan bagi para
korban. Lokasi-lokasi pengungsian yang digunakan yaitu gedung sekolah, rumah
ibadah, rumah keluarga terdekat, dan Desa Radda masyarakat terdampak
mengungsi di jalan masuk TPA Meli. Kebutuhan yang tersedia bagi para korban
yaitu obat-obatan, makanan siap saji, selimut atau pakaian layak pakai, tenda atau
terpal, peralatan memasak, beras, lauk pauk, dan kebutuhan kelompok rentan.
Hermansyah mengatakan bahwa terdapat pelayanan khusus bagi kelompok
rentan seperti lansia, ibu hamil, dan balita. Salah satu korban yang bernama Ayu
mengatakan bahwa pelayanan untuk lansia kurang memprihatinkan, seperti contoh
bantuan popok hanya untuk balita sedangkan lansia juga membutuhkan popok
tersebut karena disaat bencana seperti ini sangat sulit untuk mendapatkan air
bersih.
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Bencana (PPAPPKB) Sulawesi Selatan melakukan
trauma healing kepada anak-anak korban banjir Luwu Utara. Metode yang
dilakukan yaitu metdoe play therapy yaitu metode permainan dengan harapan
trauma yang dirasakan oleh anak-anak tersebut dapat hilang. Metode tersebut juga
dapat mengalihkan fokus anak dan membuat situasi menjadi lebih kondusif dan
diterima oleh anak-anak tersebut. Adapun metode lainnya seperti menggambar,
bernyanyi bersama dan menari, sehingga anak-anak dapat mengekspresikan
emosinya saat itu juga. Ketua Permakes, Ns Ikhsan Tamping mengatakan
membagi dua titik yaitu di Desa Baloli untuk memberi trauma healing dan di
Meli-Radda untuk memberi bantuan kesehatan bersama PPNI Sulsel.
III.4.6 Penatalaksanaan Korban Meninggal
Tim gabungan Search and Rescue (SAR) terus mencari korban yang
hilang. Hingga pada hari Senin 20 Juli 2020 ditemukan terdapat 38 korban
meninggal dan 11 orang masih dalam pencarian. Sebanyak 10 alat berat juga
dikerahkan dalam pencarian korban. Korban meninggal yang telah ditemukan
dievakuasi ke RS Andi Djemma dan beberapa di Puskesmas Baebunta.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

IV.1 Pembelajaran Baik (Lesson Learned) yang Bisa Diperoleh dari


Penanganan Bencana Banjir Di Kabupaten Luwu Utara Sulawesi
Selatan
Bencana banjir merupakan salah satu bencana yang sangat sering terjadi di
Indonesia. Keadaan lingkungan yang kurang baik, hujan deras, kesadaran
masyarakat yang masih kurang, penebangan hutan secara besar-besaran, dan
pemanfaatan lahan yang kurang baik menjadi penyebab banjir yang terjadi di
Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Maka dari itu, masyarakat dituntut
untuk mengetahui mengenai langkah-langkah antisipasi bencana banjir, baik saat
sebelum banjir, saat terjadi banjir, dan saat setelah banjir (Theophilus Yanuarto et
al., 2019).
1. Sebelum Terjadi Banjir
a) Mengetahui istilah-istilah peringatan yang berhubungan
dengan bencana banjir, seperti siaga 1, siaga 2, dan langkah-
langkah yang harus diperhatikan.
b) Memperhatikan dan menyimak informasi dari berbagai
media mengenai banjir untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
c) Mengetahui tempat tinggal kita berada pada zona rawan
bencana banjir atau berada pada zona aman.
d) Mengetahui cara-cara mencegah banjir dimulai dari
membuang sampah pada tempatnya dan membersihkan
selokan atau saluran pembuangan air agar tidak mampet.
e) Membicarakan dengan anggota keluarga mengenai banjir dan
ancaman dari banjir serta cara mencegahnya.
f) Mempersiapkan tas bencana pada setiap anggota keluarga.
Tas bencana yang berisi dokumen-dokumen penting,
pakaian, persediaan makanan dan obat-obatan, dan lain-lain.
g) Mengetahui bagaimana cara mematikan air, listrik, dan gas.
h) Menyimpan dokumen-dokumen penting di tempat yang
aman.
2. Saat Terjadi Banjir
a) Segera evakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
b) Amankan perabot rumah ke tempat yang aman dari banjir.
Barang-barang berharga diletakkan pada bagian yang lebih
tinggi di dalam rumah.
c) Matikan semua jaringan listrik apabila ada instruksi dari
pihak berwenang. Cabut alat-alat yang masih tersambung
dengan listrik
d) Jangan menyentuh peralatan yang bermuatan listrik apabila
berdiri di dalam air.
e) Jika ada perintah untuk evakuasi, jangan berjalan di arus air.
Berjalan di arus air akan mengakibatkan kita jatuh.
f) Apabila harus berjalan di air, gunakan tongkat atau
sejenisnya untuk membantu kita berjalan.
g) Jangan mengemudikan mobil di wilayah banjir.
h) Bersihkan dan siapkan penampungan air untuk berjaga-jaga
seandainya kehabisan air bersih.
3. Setelah Terjadi Banjir

IV.2 Strategi penanganan bencana selain yang sudah dilakukan


Berdasarkan Modul Penanggulangan Bencana Banjir oleh Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi tahun 2017, penyelenggaraan
penanggulangan bencana terdiri dari 3 tahap meliputi :
a. Pra bencana
1. Situasi tidak terjadi bencana, meliputi :
a) Perencanaan penanggulangan bencana, yang terdiri atas :
pengenalan dan pengkajian ancaman bencana, pemahaman tentang
kerentanan masyarakat, analisis kemungkinan dampak bencana,
pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, penentuan
mekanisme kesiapan, penanggulangan dampak bencana dan alokasi
tugas, kewenangan serta sumber daya yang tersedia.
b) Pengurangan risiko bencana, terdiri atas : pengenalan dan
pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif
penanggulangan bencana, pengembangan budaya sadar bencana,
peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana
dan penerapan upaya fisik, non fisik serta pengaturan
penanggulangan bencana
c) Pencegahan, yang terdiri atas : identifikasi dan pengenalan secara
pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana, kontrol
terhadap penguasaan dan pengolaan sumber daya alam yang secara
tiba-tiba dan berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana,
pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan
berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya
bencana, penataan ruang dan pengolaan lingkungan hidup serta
penguatan ketahanan sosial masyarakat
d) Pemaduan dalam perencanaan pembangunan yang dilakukan
dengan cara mencantumkan unsur-unsur rencana penanggulangan
bencana ke dalam rencana pembangunan pusat dan daerah,
dilakukan secara berkala dikoordinasikan oleh suatu badan.
e) Analisis risiko bencana
f) Pelaksanaan dan penegakkan rencana tata ruang dilakukan untuk
mengurangi risiko bencana yang mencakup pemberlakuan
peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan dan
penerapan saksi terhadap pelanggar.
g) Pendidikan dan pelatihan
h) Persyaratan standar teknis penanggulanan bencana

2. Situasi terdapat potensi terjadi bencana, meliputi :


a) Kesiapsiagaan
b) Peringatan dini
c) Mitigasi bencana
b. Saat bencana (tanggap darurat)
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan
sumber daya untuk mengidentifikasi cakupan lokasi bencana, jumlah
korban, kerusakan prasarana, gangguan terhadap fungsi pelayanan
umum serta pemerintahan dan kemampuan sumber daya alam maupun
bantuan.
2. Penentu status keadaan darurat bencana
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana melalui
upaya pencarian dan penyelamatan korban, pertolongan darurat dan
evakuasi korban
4. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi kebutuhan air bersih dan
sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial
dan penampungan serta tempat hunian.
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan yaitu dengan memberikan
prioritas kepada kelompok rentan (bayi, balita, anak-anak, ibu yang
sedang mengandung atau menyusui, penyandang cacat dan orang
lanjut usia) berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan
kesehatan dan psikososial.
6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital, dilakukan
dengan memperbaiki atau mengganti kerusakan akibat bencana

c. Pasca bencana
1. Rehabilitasi, melalui perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan
prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan,
rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya,
pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan
dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
2. Rekonstruksi, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih
baik, meliputi pembangunan kembali prasarana dan sarana,
pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, pembangkitan
kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, penerapan rancang
bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana, partisipasi peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat, peningkatan kondisi
sosial, ekonomi dan budaya, peningkatan fungsi pelayanan publik dan
peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

IV.3 Pedoman dan instrumen edukatif yang bisa digunakan dari aspek
kesehatan
Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana yang bertujuan
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan dari bencana merupakan salah
satu bentuk dari tugas dan kewajiban pemerintah sesuai dengan UU No 24 Tahun
2007. Banjir memberikan dampak munculnya atau meningkatnya penyakit
menular, khususnya penyakit yang ditularkan melalui air (water borne disease).
Dari segi pelayanan kesehatan, dapat dilakukan pengobatan dengan membuka pos
kesehatan desa maupun pusat kesehatan keliling (mobile) di beberapa titik
bencana. Dapat dilakukan penyuluhan kepada masyarakat yang terdampak untuk
tetap menjaga kesehatan dengan melakukan aktivitas fisik yang bertujuan untuk
menjaga kebugaran dan meningkatkan daya tahan tubuh, serta selalu waspada
terhadap penularan penyakit seperti diare, demam tipoid, ISPA, dan penyakit kulit
(Suliono, 2018).
Sanitasi menjadi permasalahan yang penting untuk ditangani saat banjir. Hal
ini disebabkan karena sanitasi dapat berdampak pada kesehatan korban bencana
banjir. Dari segi penyehatan lingkungan, dapat memberikan bantuan berupa
kaporit dan abate untuk disinfektan air dalam mencegah perkembangan jentik
nyamuk, serta memberikan penyuluhan cara penggunaan kaporit dan bubuk abate
(Suliono, 2018).
Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan adalah upaya pencegahan serta
deteksi dini orang yang terinfeksi, dengan tujuan agar segera dilakukan tindakan
pengobatan dan mencegah penularan ke orang lain. Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan agar tidak terinfeksi penyakit adalah tetap mengkonsumsi air minum
bersih, dengan memastikan bahwa air direbus terlebih dahulu atau dilakukan
desinfektan, menggunakan garam rehidrasi oral untuk mencegah dehidrasi,
menggunakan antibiotik untuk mencegah infeksi, mencuci makanan dan bahan
makanan dengan air bersih dan menghindari dari kontak dengan air banjir,
mencuci semua pakaian yang telah terkontaminasi air banjir dengan air bersih dan
sabun, desinfeksi benda-benda yang kontak dengan air banjir, vaksinasi hepatitis
A, menggunakan obat nyamuk dengan DEET, picardin, atau minyak lemon
eucalyptus, selalu waspada saat fajar dan senja karena nyamuk aktif pada saat itu,
serta selalu cuci tangan dengan air bersih dan sabun (Dinkes Yogyakarta, 2019).
Pencegahan dan deteksi dini penyakit berkaitan erat dengan permasalahan
lingkungan. Lingkungan yang rusak akibat banjir dapat membawa penyakit,
sehingga perlu upaya pencegahan penyakit dengan mencegah kerusakan
lingkungan lebih masif saat banjir. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan segera
memperbaiki kualitas lingkungan, mengelola air bersih dengan maksimal,
manajemen sampah dan menghindari kontak dengan sampah yang membusuk,
serta mengendalikan vektor pembawa penyakit di sekitar (Dinkes Yogyakarta,
2019).
Berdasarkan Buku Pedoman Latihan Kesiapsiagaan Bencana oleh BNPB
tahun 2017
a. Tahap Perencanaan
1. Membentuk tim perencana (pengarah, penanggung jawab, bidang
perencanaan)
2. Menyusun rencana latihan kesiapsiagaan
b. Tahap persiapan
1. Briefing untuk mematangkan perencanaan latihan, terdiri dari waktu,
batasan simulasi, lokasi dan keamanan
2. Memberikan poster, leaflet atau surat edaran kepada siapa saja yang
terlibat
3. Menyiapkan gedung dan beberapa peralatan pendukung
4. Memasang peta lokasi dan jalur evakuasi di tempat umum yang
mudah dilihat
c. Tahap pelaksanaan
1. Tanda peringatan (tanda latihan dimulai, tanda evakuasi, tanda latihan
berakhir)
2. Reaksi terhadap peringatan
3. Dokumentasi
d. Tahap evaluasi dan rencana perbaikan
Evaluasi adalah salah satu komponen yang paling penting dalam latihan.
Tanpa evaluasi, tujuan dari latihan tidak dapat diketahui apakah tercapai
atau tidak.
1. Apakah peserta memahami tujuan dari latihan?
2. Siapa saja yang berperan aktif dalam latihan?
3. Bagaimana kelengkapan peralatan pendukung latihan?
4. Bagaimana respon peserta latihan?
5. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan-
tindakan di dalam setiap langkah latihan?
6. Apa hal-hal yang sudah baik dan hal-hal yang masih perlu diperbaiki?

Latihan evakuasi bencana banjir


a. Tindakan sebelum bencana
1. Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal yang harus dilakukan
apabila terjadi bencana banjir
2. Membentuk kelompok masyarakat pengendali banjir
3. Memilih dan menentukan beberapa lokasi yang dijadikan tempat
penampungan ketika banjir melanda
4. Mempersiapkan tas siaga bencana berisi keperluan yang dibutuhkan

b. Saat latihan evakuasi


1. Petugas membunyikan tanda peringatan dini untuk evakuasi, seluruh
peserta menuju tempat berhimpun sementara
2. Ketika melihat air datang, jauhi secepat mungkin daerah banjir,
segera selamatkan diri menuju tempat yang lebih tinggi
3. Hindari berjalan di dekat saluran air sebab berisiko terseret arus
banjir
4. Matikan listrik di dalam rumah atau menghubungi PLN untuk
mematikan listrik di wilayah terdampak
5. Jika arus listrik naik, letakkan barang berharga ke tempat tinggi dan
aman
6. Jika air terlanjur meninggi, jangan keluar dari rumah dan sebisa
mungkin meminta pertolongan
7. Jika air terus meninggi, hubungi instansi atau pihak berwenang
8. Perhatikan jalur evakuasi yang tersedia
9. Jika memungkinkan pergilah ke tempat perhimpunan sementara atau
ke pengungsian yang tersedia
10. Setelah semua warga berada di tempat pengungsian petugas
membunyikan peluit tanda Latihan berakhir
11. Tim pengendali latihan menyatakan latihan selesai dilaksanakan dan
memberitakuan hasil evaluasi berupa rekomendasi untuk
penyelenggara maupun substansi latihan

c. Tindakan setelah bencana


1. Berikan bantuan tempat perlindungan darurat kepada mereka yang
membutuhkan
2. Selamatkan diri sendiri, kemudian selamatkan orang lain sesuai
kapasitas yang dimiliki
3. Segera bersihkan rumah menggunakan antiseptic untuk membunuh
kuman penyakit
4. Cari dan siapkan air bersih untuk terhindar dari diare
5. Hindari kabel atau instalasi listrik
6. Hindari pohon, tiang atau bangunan yang berpotensi roboh
7. Periksa ketersediaan makanan dan minuman. Jangan minum air sumur
terbuka karena telah terkontaminasi
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Banjir bandang disertai lumpur yang terjadi di Luwu Utara Sulawesi Selatan
disebabkan karena hujan dengan intensitas yang cukup lama. Selain itu, struktur
geomorfologi dan geologi Kabupaten Luwu Utara menunjukkan bahwa hulu
sungai di beberapa wilayah merupakan perbukitan yang sangat terjal dan kasar.
Struktur batuan atau tanahnya tidak cukup kuat untuk mempertahankan posisinya
sehingga mudah longsor. Jika terdapat akumulasi air yang besar, maka dapat
terjadi banjir bandang.
Banjir bandang disertai lumpur yang terjadi di Luwu Utara Sulawesi Selatan
tanggal 13 Juli 2020 menyebabkan banyak kerugian, baik berupa kerusakan
infrastruktrur maupun korban jiwa. Selain itu, banjir bandang ini menyebabkan
adanya masalah kesehatan seperti ISPA, diare, dermatitis, hipertensi, dan
cefalgia.

V.2 Saran
Upaya yang dapat dilakukan dari segi pelayanan kesehatan adalah dengan
membuka pos kesehatan desa maupun pusat kesehatan keliling (mobile) di
beberapa titik bencana, melakukan penyuluhan kepada masyarakat yang
terdampak untuk tetap menjaga kesehatan dengan aktivitas fisik yang bertujuan
untuk menjaga kebugaran dan meningkatkan daya tahan tubuh, serta selalu
waspada terhadap penularan penyakit. Upaya yang dapat dilakukan dari segi
penyehatan lingkungan adalah dengan memberikan bantuan berupa kaporit dan
abate untuk disinfektan air dalam mencegah perkembangan jentik nyamuk, serta
memberikan penyuluhan cara penggunaan kaporit dan bubuk abate (Suliono,
2018).
Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan serta
deteksi dini orang yang terinfeksi adalah dengan memberikan penyuluhan untuk
masyarakat terdampak agar tetap mengkonsumsi air minum bersih dan
memastikan bahwa air direbus terlebih dahulu atau dilakukan desinfektan,
menggunakan garam rehidrasi oral untuk mencegah dehidrasi, menggunakan
antibiotik untuk mencegah infeksi, mencuci makanan dan bahan makanan dengan
air bersih dan menghindari dari kontak dengan air banjir, mencuci semua pakaian
yang telah terkontaminasi air banjir dengan air bersih dan sabun, desinfeksi
benda-benda yang kontak dengan air banjir, vaksinasi hepatitis A, menggunakan
obat nyamuk, selalu waspada saat nyamuk aktif, yaitu pada saat fajar dan senja,
serta penyuluhan untuk selalu cuci tangan dengan air bersih dan sabun.
Upaya pencegahan penyakit yang dapat dilakukan dari segi kerusakan
lingkungan adalah dengan segera memperbaiki kualitas lingkungan, mengelola air
bersih dengan maksimal, manajemen sampah dan menghindari kontak dengan
sampah yang membusuk, serta mengendalikan vektor pembawa penyakit di
sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. (2008). Short Communication Health Major Incident : the Experiences


of Mobile. 15(2).
Amri, D. (2020). Luwu Utara: Korban banjir bandang terus bertambah, rumah
diselimuti lumpur 2,5 meter, warga “mengungsi pakai ban.”
BNPB. (2014). Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019. Rencana
Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019 RINGKASAN, 1–115.
Retrieved from https://www.bnpb.go.id//uploads/renas/1/BUKU RENAS
PB.pdf
BNPB. (2020a). [Update] – Pascabanjir Bandang Luwu Utara, Bupati Tetapkan
Status Tanggap Darurat 30 Hari.
BNPB. (2020b). Banjir Bandang Luwu Utara, Timbunan Lumpur Hingga 4 Meter.
BNPB. (2020c). Penanganan Banjir Luwu Utara, Sulawesi Selatan Update 11
Agustus 2020.
Dinkes Yogyakarta. (2019). Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) Saat
Banjir.
Erita, Mahendra, D., & Adventus. (2019). Buku Materi Pembelajaran Manajemen
Gaway Darurat dan Bencana.
Gunawan Bahruddin. (2020). Beberapa Penyakit Timbul Usai Banjir Luwu Utara,
Relawan dan Korban Diminta Jaga Protokol Kesehatan.
Irwan. (2017). Epidemiologi Penyakit Manular.
Kementrian PUPR. (2020). Kementrian PUPR Terus Lakukan Penanganan
Tanggap Darurat Hingga Pascabencana Banjir Bandang di Luwut Utara.
Khasanah, N., & Nurrahima, A. (2019). UPAYA PEMELIHARAAN
KESEHATAN PADA KORBAN BANJIR ROB. Jurnal PPNI Jateng, 15–
20.
Kurniyanti, M. A. (2012). PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM
PENANGANAN MANAJEMEN BENCANA THE ROLE OFHEALT OF
OFFICER IN HANDLING DISASTER MANAGEMENT. 85–92.
Megatsari, H., Laksono, A. D., Ridlo, I. A., Yoto, M., & Azizah, A. N. (2018).
PERSPEKTIF MASYARAKAT TENTANG AKSES PELAYANAN
KESEHATAN Community Perspective about Health Services Access. 247–
253.
Minh, H. Van, Anh, T. T., Rocklöv, J., Giang, K. B., Trang, L. Q., Sahlen, K.-G.,
… Weinehall, L. (2014). Primary healthcare system capacities for responding
to storm and flood-related health problems : a case study from a rural district
in central Vietnam. Global Health Action, 1–11.
https://doi.org/10.3402/gha.v7.23007
Mirahesti, E. S. M. (2016). EVALUASI PERENCANAAN PRABENCANA
BANJIR BENGAWAN SOLO KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN
2014. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4, 262–274.
https://doi.org/10.20473/jbe.v4i2.2016.262
Murdiyanto, & Gutomo, T. (2015). Bencana Alam Banjir dan Tanah Longsor dan
Upaya Masyarakat dalam Penanggulangan. Jurnal PKS, 14, 437–452.
Purnama, S. G. (2016). BUKU AJAR : PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN.
Ramlan, J., & Sumihardi. (2018). Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan : Sanitasi
Industri dan K3.
Roviq, A., Purnaweni, H., & Suharyanto. (2013). PEMANENAN AIR HUJAN
SEBAGAI PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH PENGUNGSI
BENCANA BANJIR.
Sidhi, A. N., Raharjo, M., & Dewanti, N. A. Y. (2016). HUBUNGAN KUALITAS
SANITASI LINGKUNGAN DAN BAKTERIOLOGIS AIR BERSIH
TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS ADIWERNA KABUPATEN TEGAL. 4.
Suliono. (2018). STRATEGI ADAPTASI MASYARAKAT DESA SITIARJO DI
BIDANG PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN SANITASI DALAM
MENGHADAPI DAMPAK KESEHATAN AKIBAT BENCANA BANJIR.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 10, 351–359.
Suryani, A. S. (2013). Info Singkat Kesejahteraan Sosial : Mewaspadai Potensi
Penyakit Pasca Banjir. V(03), 3–6.
Theophilus Yanuarto, Pinuji, S., Utomo, A. C., & Satrio, I. T. (2019). Buku Saku :
Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana (Cetakan Keempat) -
BNPB. Retrieved from https://bnpb.go.id/uploads/24/buku-data-bencana/6-
buku-saku-cetakan-4-2019.pdf
Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
(2007).
Widayatun, & Fatoni, Z. (2013). PERMASALAHAN KESEHATAN DALAM
KONDISI BENCANA: PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN PARTISIPASI
MASYARAKAT HEALTH PROBLEMS IN A DISASTER SITUATION: THE
ROLE OF HEALTH PERSONNELS AND COMMUNITY PARTICIPATION.
8(1).
Widya, Y., Suhartono, & Budiyono. (2018). RESILIENSI MASYARAKAT DALAM
MENGHADAPI BANJIR ROB DI KELURAHAN BANDARHARJO KOTA
SEMARANG (Studi Kasus Aspek Lingkungan dan Kesehatan). 6, 696–702.

Anda mungkin juga menyukai