Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan

Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, baik bencana alam maupun
karena ulah manusia. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bencana ini adalah kondisi
geografis, iklim, geologis dan faktor-faktor lain seperti keragaman sosial budaya dan politik.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Semua kejadian tersebut di atas menimbulkan krisis kesehatan antara lain lumpuhnya
pelayanan kesehatan, korban mati, korban luka, pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan
air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular dan stres/gangguan kejiwaan.
Pada makalah blok Manajemen bencana akan dibahas mengenai banjir di kota Manado
yang terjadi pada Tanggal 15 Januari 2014. Banjir yang merupakan banjir terbesar dalam 14
tahun terakhir di Manado yang menewaskan 19 orang, 400an mengungsi dan 1000-an rumah
rusak, yang kurang lebih 1,8 triliun rupiah.

1.2. Rumusan Masalah


1.1. Tinjauan kasus dengan pembahasan&Jenis Bencana
1.2. Dampak yang ditumbulkan
1.3. Pola penanggulangan
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Kasus


Manado telah dilanda banjir bandang pada 15 Januari lalu. Faktanya, banjir bandang yang
terjadi kali ini di Manado merupakan banjir terparah, sepanjang sejarah bencana di kota ini.
Banjir Manado yang juga merupakan banjir terparah yang terjadi di Indonesia pada awal tahun
2014 ini, telah menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik materil maupun non-materil.
Tercatat, hingga tanggal 22 Januari 2014, korban meninggal sebanyak 19 orang, serta total rumah
dan/atau bangunan yang rusak, adalah sebesar 11.592 unit (BNPB, 2014).
Penyebab dari terjadinya banjir bandang yang terjadi di Manado, diakibatkan oleh
berbagai hal, yang dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni faktor alam, dan faktor manusia.
Dari segi faktor alam, banjir bandang serta bencana longsor yang terjadi di kota ini, disebabkan
oleh adanya anomali cuaca yang tidak lazim, seperti hujan ekstrim dan adanya depresi atau
tekanan udara dari Filipina yang dampaknya dirasakan di Sulawesi Utara (BMKG,2014).
Kemudian, dari segi faktor manusia, dapat dilihat dari pembangunan kota yang begitu
masif tanpa mengindahkan kondisi geografis di kota ini. Menurut pemerhati lingkungan
Universitas Sam Ratulangi, DR Denny Karwur, anomali cuaca yang tidak lazim yang terjadi di
Kota Manado, diperparah dengan hilangnya sejumlah situ atau daerah resapan air berbentuk
lubang-lubang (hole) besar di sejumlah kawasan kota, untuk dijadikan kawasan bisnis maupun
perumahan. Hilangnya kawasan hutan yang (juga) dijadikan sasaran pembangunan,
menyebabkan berubahnya kontur alam Manado, yang turut menyebabkan bencana banjir yang
merupakan siklus sepuluh tahunan ini, menjadi semakin parah (merdeka.com, 2014), sehingga
turut mengakibatkan bencana tanah longsor, dan erosi.
Buruknya pembangunan di Kota Manado, tidak terlepas dari terlambatnya Perda
Sulawesi Utara yang mengatur mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RTRW
Sulawesi Utara, baru saja disahkan pada 24 Oktober 2013 lalu- setelah memakan waktu hingga 8
tahun (tribunmanado.co.id, 2013). Satu bulan kemudian, RTRW 2013-2033 Kota Manado, baru
memasuki masa pembahasan dan menunggu untuk disahkan.
Hal yang menjadi permasalahan kemudian, ketika Perda RTRW Provinsi Sulawesi Utara
dan Kota Manado belum disahkan, adalah perihal dasar acuan pembangunan kota ini. Di sisi
lain, pembangunan Provinsi Sulawesi Utara, terutama Kota Manado malah berjalan begitu masif.
Masifnya pembangunan, tidak terlepas dari rencana provinsi ini untuk menjadi pintu
gerbang Indonesia, ke kawasan Asia Timur dan Pasifik. Terkait dengan hal tersebut, maka beban
pembangunan, seolah-olah ditujukan pada Kota Manado, sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi
Utara. Hal ini seperti yang terdapat pada Peta RTRW Provinsi Sulawesi Utara Tahun 1991-2006,
Peta Prasarana Wilayah Indonesia (PPWI) 2020 untuk Provinsi Sulawesi Utara 2020 edisi 2004,
serta RTRW Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2011-2031.
Dalam beberapa peraturan tersebut, menyebutkan Kota Manado sebagai pusat kegiatan
utama Provinsi Sulawesi Utara. Dengan mempertimbangkan hal ini, Kota Manado merupakan
pusat pemerintahan, sekaligus menjadi pusat bisnis. Oleh karena itu, sebagai penunjang kegiatan
pemerintahan dan bisnis, pembangunan infrastruktur di Kota Manado, semakin mengalami
peningkatan.

2.2. Dampak
1. Laju pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Dimana akibat banjir yang
terjadi di Manado 2014 ini melumpuhkan ekonomi Sulawesi Utara.
2. Sektor pendapatan dimana korban kehilangan mata pencaharian, panen gagal atau bahkan
barang dagangan dan usaha ikut terbawa banjir saat itu, begitu pun dengan distribusi
barang dan jasa yang ikut terganggu.
3. Kerugian yang mencapai Rp.1,8 Triliun
4. Terhentinya proses belajar mengajar.
5. Masalah krisis kesehatan antara lain lumpuhnya pelayanan kesehatan, korban mati,
korban luka, pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi
lingkungan, penyakit menular dan stres/gangguan kejiwaan.

Masalah kesehatan yang timbul antara lain :


Diare/Amebiasis
Dermatitis: Kontak, jamur,bakteri,skabies
ISPA (Pnemoniadan Non Penemonia)
ASMA
Leptospirosis
Konjunctivitis (Bakteri, virus)
Gastritis
Trauma/Memar

2.3. Pola Penanggulangan


KEBIJAKAN DALAM PENANGANAN KRISIS KESEHATAN
Kejadian bencana selalu menimbulkan krisis kesehatan, maka penanganannya perlu diatur
dalam bentuk kebijakan sebagai berikut:
1. Setiap korban akibat bencana perlu mendapatkan pelayanan kesehatan sesegera
mungkin secara maksimal dan manusiawi.
2. Prioritas awal selama masa tanggap darurat adalah penanganan gawat darurat medik
terhadap korban luka dan identifikasi korban mati disarana kesehatan.
3. Prioritas berikutnya adalah kegiatan kesehatan untuk mengurangi risiko munculnya
bencana lanjutan, di wilayah yang terkena bencana dan lokasi pengungsian.
4. Koordinasi pelaksanaan penanganan krisis kesehatan akibat bencana dilakukan secara
berjenjang mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.
5. Pelaksanaan penanganan krisis kesehatan dilakukan oleh Pemerintah dan dapat dibantu
dari berbagai pihak, termasuk bantuan negara sahabat, lembaga donor, LSM nasional atau
internasional, dan masyarakat.
6. Bantuan kesehatan dari dalam maupun luar negeri, perlu mengikuti standar dan prosedur
yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan.
7. Pengaturan distribusi bantuan bahan, obat, dan perbekalan kesehatan serta SDM
kesehatan dilaksanakan secara berjenjang.
8. Dalam hal kejadian bencana yang mengakibatkan tidak berjalannya fungsi pelayanan
kesehatan setempat, kendali operasional diambil alih secara berjenjang ke tingkat yang
lebih tinggi.
9. Penyampaian informasi yang berkaitan dengan penanggulangan kesehatan pada bencana
dikeluar-kan oleh Dinas Kesehatan setempat selaku anggota Satkorlak/Satlak
10. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala yang perlu diikuti oleh semua pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan penanggulangan kesehatan, sekaligus menginformasikan
kegiatan masing-masing.

B. PENGORGANISASIAN
Tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana ditangani
oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di
tingkat Pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) di tingkat Daerah.
1. Tingkat Pusat
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
mempunyai tugas :
a. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi secara adil dan setara;
b. menetapkan standardisasi dan kebutuhan
penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan;
c. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
d. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana
kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi
normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat
bencana;
e. menggunakan dan mempertanggungjawabkan
sumbangan/bantuan nasional dan internasional;
f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
g. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan; dan
h. menyusun pedoman pembentukan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah.

2. Daerah
BPBD mempunyai fungsi :
a. perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan
bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak
cepat dan tepat, efektif dan efisien
b. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan
bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
BPBD mempunyai tugas :
a. menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan
kebijakan pemerintah daerah dan BNPB terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta
rekonstruksi secara adil dan setara
b. menetapkan standardisasi serta kebutuhan
penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan
c. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta
rawan bencana
d. menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan
bencana
e. melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan
bencana pada wilayahnya
f. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana
kepada kepala daerah setiap sebulan sekali dalam
kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat
bencana
g. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan
barang
h. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
i. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan

3. Unit Pelaksana Teknis Depkes


Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan Balai Teknis
Kesehatan Lingkungan Pemberantasan Penyakit Menular
merupakan unit-unit pelaksana teknis Depkes di daerah.
KKP berperan dalam memfasilitasi penanganan keluar
masuknya bantuan sumber daya kesehatan melalui
pelabuhan laut/udara dan daerah perbatasan, karantina
kesehatan. BTKL berperan dalam perkuatan sistem
kewaspadaan dini dan rujukan laboratorium.

Pola penanggulangan banjir duilakuPengaturan dan pendistribusian obat dan perbekalan


kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Posko Kesehatan langsung meminta obat dan perbekalan kesehatan kepada Dinas
Kesehatan setempat.
2. Obat dan Perbekalan Kesehatan yang tersedia di Pustu dan Puskesmas dapat langsung
dimanfaatkan untuk melayani korban bencana, bila terjadi kekurangan minta tambahan
ke Dinkes Kab/Kota (Instalasi Farmasi Kab/Kota).
3. Dinkes Kab/Kota (Instalasi Farmasi Kab/Kota) menyiapkan obat dan perbekalan
kesehatan selama 24 jam untuk seluruh sarana kesehatan yang melayani korban bencana
baik di Puskesmas, pos kesehatan, RSU, Sarana Pelayanan Kesehatan TNI dan POLRI
maupun Swasta.
4. Bila persediaan obat di Dinkes Kab/Kota mengalami kekurangan dapat segera meminta
kepada Dinkes Provinsi dan atau Depkes c.q Pusat Penanggulangan Krisis berkoordinasi
dengan Ditjen Binfar dan Alkes.

Prinsip utama yang harus dipenuhi dalam proses pemberian bantuan obat dan perbekalan
kesehatan mengacu kepada Guidelines for Drug Donations, yaitu:

1. Prinsip pertama: obat sumbangan harus memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya


bagi negara penerima, sehingga bantuan harus didasarkan pada kebutuhan, sehingga
kalau ada obat yang tidak diinginkan, maka kita dapat menolaknya.
2. Prinsip kedua: obat sumbangan harus mengacu kepada keperluan dan sesuai dengan
otoritas penerima dan harus mendukung kebijakan pemerintah dibidang kesehatan dan
sesuai dengan persyaratan administrasi yang berlaku.
3. Prinsip ketiga: tidak boleh terjadi standar ganda penetapan kualitas jika kualitas salah
satu item obat tidak diterima di negara donor, sebaiknya hal ini juga diberlakukan di
negara penerima.
4. Prinsip keempat: adalah harus ada komunikasi yang efektif antara negara donor dan
negara penerima, sumbangan harus berdasarkan permohonan dan sebaiknya tidak
dikirimkan tanpa adanya pemberitahuan.

Jenis Obat yang dibutuhkan pada bencana banjir


Jenis bencana Jenis Penyakit Obat dan Perbekalan
kesehatan
Banjir Diare/Amebiasis Oralit, Infus R/L, NaCl 0.9%,
Metronidazol, infus set,
Abocath,
Wing Needle
Dermatitis: Kontak CTM Tablet, Prednison, Salep
jamur, 2-4, Hidrokortison salep,
bakteri, skabies Antifungi
Salep, Deksametason Tab,
Prednison Tab, Anti bakteri
DOEN salep, Oksi Tetrasiklin
salep 3%, skabisid salep
ISPA (Pnemonia Kotrimoksazol 480 mg, 120
dan Non Penemo mg Tab dan Suspensi,
nia) Amoxylcilin,
OBH, Parasetamol,
Dekstrometrofan Tab, CTM
ASMA Salbutamol, Efedrin HCL Tab,
Aminopilin Tab
Leptospirosis Amoxycilin 1000 mg,
Ampisilin 1000 mg
Konjunctivitis Sulfasetamid t.m,
(Bakteri, virus) Chlorampenicol, salep mata,
Oksitetrasiklin salep mata
Gastritis Antasida DOEN Tab &
Suspensi,
Simetidin tab, Extrak
Belladon
Trauma/Memar Kapas Absorben, kassa steril
40/40 Pov Iodine,
Fenilbutazon, Metampiron
Tab, Parasetamol Tab
2. Sumber Daya Manusia
Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung dalam suatu
Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi:
1. Tim Reaksi Cepat
2. Tim Penilaian Cepat (Tim RHA)
3. Tim Bantuan Kesehatan
Sebagai koordinator Tim adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota (mengacu
Surat Kepmenkes Nomor 066 tahun 2006).

Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 024 jam setelah ada informasi
kejadian bencana, terdiri dari:
1. Pelayanan Medik
a. Dokter Umum/BSB : 1 org
b. Dokter Sp. Bedah : 1 org
c. Dokter Sp. Anestesi : 1 org
d. Perawat Mahir (Perawat bedah, gadar) : 2 org
e. Tenaga Disaster Victims Identification (DVI) : 1 org
f. Apoteker/Ass. Apoteker : 1 org
g. Sopir Ambulans : 1 org
2. Surveilans Epidemiolog/Sanitarian : 1 org
3. Petugas Komunikasi : 1 org

2.2. Tim RHA


Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul dalam waktu
kurang dari 24jam, terdiri dari:
1. Dokter Umum : 1 org
2. Epidemiolog : 1 org
3. Sanitarian : 1 org
2.3. Tim Bantuan Kesehatan
Tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelahTim Reaksi Cepat dan Tim RHA
kembali dengan laporan hasil kegiatan mereka di lapangan, terdiri dari:
1. Dokter Umum
2. Apoteker dan Asisten Apoteker
3. Perawat (D3/ S1 Keperawatan)
4. Perawat Mahir
5. Bidan (D3 Kebidanan)
6. Sanitarian (D3 kesling/ S1 Kesmas)
7. Ahli Gizi (D3/ D4 Kesehatan/ S1 Kesmas)
8. Tenaga Surveilans (D3/ D4 Kes/ S1 Kesmas)
9. Entomolog (D3/ D4 Kes/ S1 Kesmas/ S1 Biologi)

Program yang diharapkan


Pengawasan banjir (misal dengan dinding, pagar, dam, dykes,levees)
Peraturan/Undang-undang hak guna tanah
Peraturan/Undang-undang konstruksi bangunan
Ramalan cuaca, sistem pengawasan dan peringatan dini
Relokasi masyarakat
Rencana evakuasi dan pengaturan ulang
Peralatan emergensi, fasilitas dan perlengkapan seperti sepatu boot khusus, kantung pasir,
cadangan pasir (termasuk relawan yang ditugaskan untuk menangani kondisi emergensi)
Kewaspadaan masyarakat

Penyiapan Strategi Jangka Panajang Penanggulan Banjir di Kota Manado

Stategi Pembangunan dalam RPJMD dan RPJPD yaitu:


1. Peningkatan kualitas pengelolaan Sumber Daya Alam.
2. Identifikasi dan pemeliharaan sumber-sumber air bersih yang baru, serta pemeliharaan
sumber-sumber air bersih yang telah ada.
3. Perlindungan sumber daya hutan sebagai penyangga ekonomi dan kehidupan.
4. Peningkatan dan penjaminan ketersediaan sandang, pangan, dan papan secara
berkelanjutan.
5. Kampanye program mitigasi terhadap perubahan iklim secara intensif.
6. Pembuatan regulasi (PERDA) yang berhubungan dengan adaptasi perubahan iklim.
7. Pelaksanaan sosialisasi dan kampanye penanganan dampak perubahan iklim kepada
masyarakat.
8. Pengembangan dan pemantapan kerjasama internasional terkait perubahan iklim.
9. Peningkatan peran aktif secara global dalam upaya penanganan dampak perubahan iklim.

Stategi Pembangunan dalam RPJMD dan RPJPD terkait dengan pemulihan pascabencana banjir
Manado yaitu:
1. Konsep pembangunan berorientasi pada masyarakat (people oriented) dan sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan masyarakat (socially accepted).
2. Perencanaan, pembangunan, monitoring, dan evaluasi pembangunan propinsi melibatkan
masyarakat sejak awal (proses perencanaan) dan Hasil-hasil pembangunan harus dapat
dinikmati secara langsung dan tidak langsung, serta dapat memberdayakan masyarakat
(people participation and empowerment).
3. Pembangunan Daerah dilaksanakan sesuai dengan budaya, norma, serta adat masyarakat
setempat (culturally appropriate) dalam kerangka orientasi lokal, nasional, regional, dan
global
4. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya daerah berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan (environmentally sound and sustainable development).
5. Pelaksanaan pembangunan tersebar ke seluruh wilayah kabupaten dan kota, perdesaan
dan perkotaan, wilayah kepulauan, serta tidak diskriminatif (distribution of development
and nondiscrimination).
6. Pelaksanaan pembangunan berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan antara masyarakat,
swasta, dan pemerintah (community-private-local governments-partnership).
7. Penyelenggaraan pemerintahan daerah berbasis pada clean government and good
governance.
Pengelolaan anggaran dilaksanakan berdasarkan sistem anggaran berbasis kinerja (performance
budgeting system)

PASAL 5 UU 24/2007
Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggungjawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
Pasal 8 (d) UU 24/2007
Tanggungjawab pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah
yang memadai.
Strategi Pengendalian Banjir kota Manado Melalui Mitigasi strukturan dan non struktural PB

Mitigasi Struktural
1. Mempertahankan dan merehabilitasi DAS Tondano dan Ranowangko melalui Program
GERHAN, pembangunan sumur resapan dan biopori, dll
2. Melaksanakan percepatan pembangunan bangunan pengendali banjir melalui program
dan kegiatan:
Pembangunan waduk kuwil;
Normalisasi dan pembuatan tanggul banjir danau Tondano;
Normalisasi, sudetan, perkuatan tebing dan tanggul banjir Sungai Tondano, Tikala, Sario,
Malalayang dan Bailang;
Pembangunan dan rehabilitasi Drainase dan Gorong2 perkotaan.
Pembangunan bangunan pengendali genangan air (retensi basin, polder, pompa)
Melaksanakan penataan bangunan dan lingkungan permukiman sehat (rusunawa,
rusunami, ruang terbuka hijau dan sistem persampahan, dll)
Melaksanakan Pembangunan Jaringan Sampah sungai Tondano
Melaksanakan pembangunan bangunan hidrologi, peringatan dini banjir, pengadaan
peralatan dan bahan banjiran.
Melaksanakan pengendalian sedimentasi daerah hulu sungai Tondano, Tikala, Sario,
Malalayang dan bailang.
Melaksanakan penataan bangunan dan lingkungan permukiman sehat (rusunawa,
rusunami, ruang terbuka hijau dan sistem persampahan, dll)
Melaksanakan Pembangunan Jaringan Sampah sungai Tondano
Melaksanakan pembangunan bangunan hidrologi, peringatan dini banjir, pengadaan
peralatan dan bahan banjiran.
Melaksanakan pengendalian sedimentasi daerah hulu sungai Tondano, Tikala, Sario,
Malalayang dan bailang.

Mitigasi Non Struktural


Menyusun Regulasi Pengelolaan Banjir (perizinan IMB, perda sempadan sungai, perda
bangunan gedung, perda DAS dll)
Mengendalikan daerah resapan air dan pemanfaatan ruang sesuai RTRW (perizinan,
penegakan hukum)
Menerapkan daerah Sempadan Sungai (perizinan IMB, pengendalian, dan penegakan
hukum).
Menerapkan pengurangan resiko bencana banjir
Meningkatkan peran wadah koordinasi pengelolaan DAS
Melaksanakan program pengentasan Kemiskinan
Melakukan sosialisasi pengelolaan banjir;
Merelokasi permukiman di daerah sempadan sungai
Menerapkan managemen pengelolaan sampah
Menerapkan managemen penanganan darurat banjir
Menerapkan pola pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan banjir.
Merencanakan penanggulangan bencana banjir termasuk menyusun peta rawan
banjir/resiko banjir
Mengembangkan pusat data dan pengendalian operasi penanggulangan bencana
Menerapkan pengurangan resiko bencana banjir
Meningkatkan peran wadah koordinasi pengelolaan DAS
Melaksanakan program pengentasan Kemiskinan
Melakukan sosialisasi pengelolaan banjir;
Merelokasi permukiman di daerah sempadan sungai
Menerapkan managemen pengelolaan sampah
Menerapkan managemen penanganan darurat banjir
Menerapkan pola pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan banjir.
Mengembangkan pusat data dan pengendalian operasi penanggulangan bencana
BAB III
KESIMPULAN

Adapun yang menjadi penyebab banjir bandang yang terjadi di Manado


pada awal tahun ini, dapat dikatakan merupakan gabungan dari dua hal,
yakni faktor alam dan faktor manusia.
Dari segi faktor alam, anomali cuaca dan persoalan bentang alam Kota
Manado menjadi penyebab bencana ini. Hal ini kemudian diperparah oleh
perilaku manusia, dimana tanpa memandang kondisi bentang alam Kota
Manado, pembangunan yang terjadi di kota ini malah berjalan begitu masif.
Oleh karena itu, ketika Indonesia dilanda cuaca ektrem, timbul bencana
banjir bandang yang juga diikuti oleh bencana tanah longsor dan erosi.
Terkait dengan itu, penyebab dari kacaunya pembangunan di Kota Manado,
diakibatkan oleh RTRW Provinsi Sulawesi Utara yang memusatkan kegiatan
ekononomi dan pemerintahan di Ibukota Provinsi ini, yakni Kota Manado.
Disisi lain, pembangunan kota ini yang kemudian menjadi
serampangan, (juga) disebabkan oleh terlambatnya putusan mengenai Perda
yang mengatur RTRW Provinsi Sulawesi Utara dan Kota Manado, sebagai
pengganti RTRW periode sebelumnya. Oleh karena itu, apabila Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara serius untuk mengatasi persoalan pembangunan di
Kota Manado, pembenahannya dimulai dari memperbaiki RTRW Provinsi
Sulawesi Utara, dimana tidak menjadikan Kota Manado menjadi pusat
pemerintahan sekaligus pusat bisnis. Atau dengan kata lain, diperlukan
adanya suatu pemerataan pembangunan.
Namun, apabila hal ini tidak bisa dihindari mengingat posisi strategis
Kota Manado, maka yang perlu dilakukan adalah memperbaiki RTRW Kota
Manado. Perbaikannya dapat mencakup ketersediaan ruang terbuka hijau,
dan/atau pembangunan yang lebih berkelanjutan, dengan juga
mempertimbangkan dampak atau resiko lingkungan yang akan terjadi.
Pelajaran dari bencana banjir yang menimpa Manado ini, bisa menjadi
sebuah pelajaran berharga bagi kota-kota lain di Indonesia untuk
memperhatikan kondisi alam dan wilayahnya ketika melakukan
pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai