Anda di halaman 1dari 15

PENYAKIT TROPIS DAN TRAUMATOLOGI BENCANA

MAKALAH PELAYANAN KESEHATAN KORBAN BENCANA

OLEH :

NAMA : AMALIA PRATIWI


NIM : N 201 14 005

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT, sebagai penguasa yang
Akbar bagi seluruh alam semesta karena atas rahmat dan berkat-Nyalah sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Pelayanan Kesehatan
Korban Bencana, dengan waktu yang telah ditentukan.
Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini sehingga belum begitu sempurna. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
kekurangan-kekurangan tersebut. Sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Akhirnya semoga Allah SWT, senantiasa memberikan petunjuk
kepada kita semua agar apa yang kita cita-citakan menjadi sukses.

Palu, 19 April 2016


Penyusun

Amalia Pratiwi
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.......... 3
1.3 Tujuan................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Permasalahan di bidang kesehatan akibat bencana........................ 4
2.2 Dampak Bencana Terhadap Kesehatan........................................ 4
2.3 Persiapan sumber daya manusia (Sdm) Kesehatan Menuju Lokasi
Bencana Alam......................................................................... 6
2.4 Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan Penanganan
Pengungsi............................................................................... 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 9
3.2 Saran.................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia telah dinyatakan sebagai salah satu negara paling rawan
bencana. Menurut International Strategy for Disaster Reduction (ISDR),
Indonesia menduduki urutan ke-7 di antara negara-negara yang rawan
bencana. Kenyataan terus menunjukkan bagaimana Indonesia tetap rentan
terhadap bencana baik yang disebabkan oleh alam seperti gempa bumi,
tsunami, gunung meletus dan lainnya maupun non alam seperti banjir,
penyakit menular, kebakaran hutan dan lainnya, serta bencana sosial berupa
konflik sosial di berbagai daerah (Tukino, 2013).
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 disebutkan bahwa Bencana alam
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (Tondobala, 2011).
Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang
menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau
memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu
yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkenah
(Efendi dan Makhfudli, 2009).
Bencana merupakan fakta yang tidak dapat dihindari akan tetapi dapat
diantisipasi atau diminimalkan dampaknya. Pembagian peran yang jelas antara
berbagai pihak yang terlibat dan pemanfaatan media komunikasi dapat
mempercepat penyebaran informasi, memperlancar komunikasi dan
koordinasi antar berbagai pihak yang terlibat sehingga diharapkan dapat
meminimalkan risiko bencana baik risiko kerusakan ataupun kehilangan
(Rahmawati, 2014).
Bencana yang terjadi membawa sebuah konsekuensi untuk
mempengaruhi manusia dan / atau lingkungannya. Kerentanan terhadap
bencana dapat disebabkan oleh kurangnya manajemen bencana yang tepat,
dampak lingkungan, atau manusia sendiri. Kerugian yang dihasilkan
tergantung pada kapasitas ketahanan komunitas terhadap bencana (Ulum,
2013).
Bencana menimbulkan dampak terhadap menurunnya kualitas hidup
penduduk, termasuk kesehatan. Salah satu permasalahan yang dihadapi setelah
terj adi bencana adalah pelayanan kesehatan terhadap korban bencana. Untuk
penanganan kesehatan korban bencana, berbagai piranti legal (peraturan,
standar) telah dikeluarkan. Salah satunya adalah peraturan yang menyebutkan
peran penting Puskesmas dalam penanggulangan bencana (Departemen
Kesehatan RI, 2007; Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan, 2006; Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan
Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2001 dalam Widyatun dan Fatoni,
2013).
Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan
krisis di daerah bencana adalah kurangnya SDM (sumber daya manusia)
kesehatan yang dapat difungsikan dalam penanggulangan krisis akibat
bencana. Kondisi tersebut memang sudah ada sejak sebelum terjadinya
bencana atau karena adanya tenaga kesehatan yang menjadi korban bencana
(Ismunandar, 2013).
Pada konsep penanggulangan bencana, salah satu bentuknya adalah
manajemen risiko bencana. Pada tahap tersebut, diupayakan bila terjadi peristiwa
bencana, kerusakan, dan kerugian dengan skala dampak yang cukup besar dapat
dihindari, atau diminimalisir (Tatas, dkk, 2015).
Hasil studi menunjukkan bahwa di sektor kesehatan, berbagai piranti
legal (peraturan, standar) telah menyebutkan peran penting petugas kesehatan
dalam penanggulangan bencana. Bencana tidak hanya menimbulkan korban
meninggal dan luka serta rusaknya berbagai fasilitas kesehatan, tetapi juga
berdampak pada permasalahan kesehatan masyarakat, seperti munculnya
berbagai penyakit paskagempa, fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan
yang kurang baik, trauma kejiwaan serta akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan pasangan. Petugas kesehatan bersama dengan
masyarakat berperan dalam penanggulangan bencana gempa, mulai dari sesaat
setelah gempa (hari ke-1 hingga hari ke-3), masa tanggap darurat (hari ke-3
hingga sebulan) serta masa rehabilitasi dan rekonstruksi (sejak sebulan
paskagempa). Beberapa faktor turut mendukung kelancaran petugas
Puskesmas dalam melakukan tindakan gawat darurat pada saat gempa,
termasuk partisipasi aktif masyarakat dan relawan dalam membantu
penanganan korban (Widyatun dan Fatoni, 2013).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Permasalahan di bidang kesehatan akibat bencana
2. Apa Dampak Bencana Terhadap Kesehatan
3. Bagaimana Persiapan sumber daya manusia (Sdm) Kesehatan Menuju
Lokasi Bencana Alam
4. Bagaimana Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan
Penanganan Pengungsi
1.3 Tujuan
1. Apa Permasalahan di bidang kesehatan akibat bencana
2. Apa Dampak Bencana Terhadap Kesehatan
3. Bagaimana Persiapan sumber daya manusia (Sdm) Kesehatan Menuju
Lokasi Bencana Alam
4. Bagaimana Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan
Penanganan Pengungsi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Permasalahan Di Bidang Kesehatan Akibat Bencana


Berdasarkan Efendi dan makhfudli (2009), Berikut ini merupakan
akibat-akibat bencana yang dapat muncul baik langsung maupun tidak
langsung terhadap bidang kesehatan.
a. Korban jiwa, luka, dan sakit (berkaitan dengan angka kesakitan dan
kematian).
b. Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan berisiko
mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita stress.
c. Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan
keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vektor
penyakit.
d. Sering kali sistem pelayanan kesehatan terhenti, selain karena rusak, besar
kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban bencana.
e. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun dan
berpotensi menyebabkan terjadinya KLB.
2.2 Dampak Bencana Terhadap Kesehatan
Salah satu dampak hencana terhadap menurunnya kualitas hidup
penduduk dapat dilihat dari herhagai permasalahan kesehatan masyarakat
yang terjadi. Bencana yang diikuti dengan pengungsian herpotensi
menimhulkan masalah kesehatan yang sehenamya diawali oleh masalah
hidang/sektor lain. Bencana gempa humi, hanjir, longsor dan letusan gunung
herapi, dalam jangka pendek dapat herdampak pada korhan meninggal, korhan
cedera herat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risik penyakit
menular, kerusakan fasilitas kesehatan dan sistem penyediaan air (Pan
American Health Organization, 2006). Timhulnya masalah kesehatan antara
lain herawal dari kurangnya air hersih yang herakihat pada huruknya
kehersihan diri, huruknya sanitasi lingkungan yang merupakan awal dan
perkemhanghiakan heherapa jenis penyakit menular (Widyatun dan Fatoni,
2013).
Dampak bencana yang ditimbulkan dapat berupa kematian masal,
terganggunya tatanan sosiologis dan psikologis masyarakat, pengangguran,
kemiskinan, kriminalitas, keterbelakang-an, dan hancurnya lingkungan hidup
masyarakat. Begitu besarnya risiko yang ditimbulkan oleh bencana ini, maka
penanganan bencana menjadi sangat penting untuk menjadi perhatian dan
tugas kita bersama (Kurniayanti, 2012).
Terjadinya bencana alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh
manusia itu sendiri akan mengakibatkan dampak (akibat buruk) yang akan
dirasakan oleh manusia itu sendiri, yaitu berupa kerusakan lingkungan,
kerusakan ekosistem alam, budaya sosial maupun kerugian finansial serta
korban jiwa (simangunsong, 2009).
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari
proses terjadinya penurunan derajat kesehatan yang dalam jangka panjang
akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan ~kebutuhan gizi
korhan hencana. Pengungsian tempat ttnggal (shelter) yang ada sering tidak
memenuhi syarat kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak langsung
dapat menurunkan daya tahan tuhuh dan hila tidak segera ditanggulangi akan
menimhulkan masalah di hidang kesehatan. Sementara itu, pemherian
pelayanan kesehatan pada kondisi hencana sering menemui hanyak kendala
akihat rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis obat
serta alat kesehatan, terhatasnya tenaga kesehatandan dana operasional.
Kondisi ini tentunya dapat menimhulkan dampak lehih huruk hila tidak segera
ditangani (Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal
Departemen Kesehatan, 2001).
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif herheda-heda,
antara lain tergantung dari jenis dan hesaran hencana yang terjadi. Kasus
cedera yang memerlukan perawatan medis, misalnya, relatif lehih hanyak
dijumpai pada hencana gempa humi dihandingkan dengan kasus cedera akihat
hanjir dan gelomhang pasang. Sehaliknya, hencana hanjir yang terjadi dalam
waktu relatif lama dapat menyehahkan kerusakan sistem sanitasi dan air
bersih, serta menimhulkan potensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui media air (water-borne diseases) seperti
diare dan leptospirosis. Terkait dengan hencana gempa humi, selain
dipengaruhi kekuatan gempa, ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi
hanyak sedikitnya korhan meninggal dan cedera akihat hencana ini, yakni: tipe
rumah, waktu pada hari terjadinya gempa dan kepadatan penduduk (Pan
American Health Organization, 2006).
Pengaruh bencana yang terjadi tiba-tiba tidak hanya menyebabkan
banyak kematian, tetapi juga gangguan sosial besar-besaran dan kejadian luar
biasa (KLB) penyakit epidemi, serta kelangkaan bahan pangan sehingga orang
yang selamat sepenuhnya bergantung pada bantuan luar. Pengamatan
sistematis yang dilakukan terhadap pengaruhbencana alam padakesehatan
manusia menghasilkan berbagai kesimpulan,baik tentang pengaruh bencana
pada kesehatan maupun tentang cara yang paling efektif untuk menyediakan
bantuan kemanusiaan (Machmud, 2009).
2.3 Persiapan sumber daya manusia (Sdm) Kesehatan Menuju Lokasi
Bencana Alam
Menurut Machmud (2009), pada saat terjadi bencana perlu adanya
mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan
Krisis yang meliputi:
1. Tim Reaksi Cepat
2. Tim PenilaianCepat (TimRHA)
3. Tim Bantuan Kesehatan Sebagai koordinator Tim adalah Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota (mengacu Surat Kepmenkes nomor
066 tahun 2006).
Tim Reaksi Cepat
1. Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah
ada informasi kejadian bencana, terdiri dari :
Pelayanan Medik :
a. DokterUmum/BSB
b. Dokter Sp. Bedah
c. Dokter Sp. Anestesi
d. Perawat Mahir (Perawat bedah, gadar)
e. Tenaga Disaster Victims Identification(DVI)
f. Apoteker/Ass. Apoteker
g. Sopir Ambulans
2. Surveilans Epidemiolog/Sanitarian
3. Petugas Komunikasi
Tim RHA
Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau
menyusul dalam waktu kurang dari 24 jam, terdiri dari:
1. DokterUmum : 1org
2. Epidemiolog : 1org
3. Sanitarian : 1org
Tim BantuanKesehatan
Tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim Reaksi
Cepat dan TimRHA kembali dengan laporan hasilkegiatanmereka di
lapangan, terdiri dari:
1. Dokter Umum
2. Apoteker dan Asisten Apoteker
3. Perawat (D3/S1 Keperawatan)
4. Perawat Mahir
5. Bidan(D3 Kebidanan)
6. Sanitarian (D3 Kesling/ S1Kesmas)
7. Ahli Gizi (D3/D4 Kesehatan/ SI Kesmas)
8. Tenaga Surveilans (D3/D4 Kes/ SI Kesmas)
9. Entomolog(D3/D4Kes/ S1Kesmas/ S1Biologi)
Kebutuhan tenaga kesehatan selain yang tercantum di atas, disesuaikan
dengan jenis bencana dan kasus yang ada, misal:
Gempa bumi
Banjir Bandang/tanah longsor
Gunung meletus
Tsunami
Ledakan bom/kecelakaan industri
Kerusuhan massal
Kecelakaan transportasi
Kebakaran hutan
2.4 Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan Penanganan
Pengungsi
Menurut Widyatun dan Fatoni (2013), Berdasarkan SK Menkes Nomor
1357/Menkes/SK/XII/200 1 tentang Standar Minimal Penanggulangan
Masalah Kesehatan akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Dalam
dokumen tersebut standar minimal yang harus dipenuhi meliputi berbagai
aspek :
1. Pelayanan kesehatan, termaksut pelayanan kesehatan masyarakat,
kesehatan reproduksi dan kesehatan jiwa. Terkait dengan sarana pelayanan
kesehatan, satu pusat kesehatan pengungsi idealnya digunakan untuk
melayani 20.000 orang, sedangkan rumah sakit untuk 200.000 sasaran.
Penyediaan pelayanan kesehatan juga dapat memanfaatkan partisipasi
rumah sakit swasta, Balai Pengobatan Swasta, LSM lokal maupun
intemasional yang terkait dengan bidang kesehatan.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi,
penanganan masalah umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus,
surveilans dan ketenagaan. Berkaitan dengan sumber daya manusia
(SDM), Kementerian Kesehatan telah menetapkan jumlah kebutuhan
tenaga kesehatan untuk penanganan 10.000-20.000 pengungsi, terdiri dari:
pekerja kesehatan lingkungan (10-20 orang), bidan (5-10 orang), dokter ( 1
orang), paramedis ( 4-5 orang), asisten apoteker ( 1 orang), teknisi
laboratorium ( 1 orang), pembantu umum (5-1 0 orang), pengawas sanitasi
(2-4 orang), asisten pengawas sanitasi (10-20 orang).
3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian,
surveilans gizi, kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu
dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui sasaran pelayanan, seperti
jumlah pengungsi, jenis kelamin, umur dan kelompok rentan (balita, ibu
hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut penting diperoleh,
misalnya untuk mengetahui kebutuhan bahan makanan pada tahah
penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya. Selain itu,
pengelolaan bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat korban
bencana, termasuk kaum perempuan, untuk memastikan
kebutuhankebutuhan dasar korban bencana terpenuhi.
4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran
manusia, pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi
kesehatan. Beberapa tolok ukur kunci yang perlu diperhatikan adalah:
a. persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari,
b. jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter,satu
kran air untuk 80-100 orang,
c. satu jamban digunakan maksimal 20 orang, dapat diatur menurut rumah
tangga atau menurut j enis kelamin,
d. jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari pemukian atau tempat
pengungsian,
e. bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15 meter dan
lubang sampah umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari
pemukiman atau tempat pengungsian,
f. bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga, serta
g. tidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar
pemukiman atau tempat pengungsian.
5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti
penampungan keluarga, sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang
tertutup yang tersedia, misalnya, setidaknya tersedia per orang rata-rata
berukuran 3,5-4,5 m2 Kebutuhan sandang juga perlu memperhatikan
kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian untuk balita dan anak-anak
serta pembalut untuk perempuan remaja dan dewasa.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Permasalahan di bidang kesehatan akibat bencana yaitu Korban jiwa, luka,
dan sakit (berkaitan dengan angka kesakitan dan kematian). Adanya
pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan berisiko
mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita stress. Kerusakan
lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan
keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vektor
penyakit. Sering kali sistem pelayanan kesehatan terhenti, selain karena
rusak, besar kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban
bencana. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin
menurun dan berpotensi menyebabkan terjadinya KLB.
2. Dampak bencana terhadap kesehatan dapat berupa kematian masal,
terganggunya tatanan sosiologis dan psikologis masyarakat,
pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, keterbelakang-an, dan hancurnya
lingkungan hidup masyarakat. Begitu besarnya risiko yang ditimbulkan
oleh bencana ini, maka penanganan bencana menjadi sangat penting untuk
menjadi perhatian dan tugas kita bersama.
3. Persiapan sumber daya manusia (SDM) kesehatan menuju lokasi bencana
alam pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan
yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi:
Tim Reaksi Cepat, Tim Penilaian Cepat (Tim RHA) dan Tim Bantuan
Kesehatan.
4. Penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penanganan
pengungsi yaitu Pelayanan kesehatan, Pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular, Gizi dan pangan, Lingkungan, serta Hal-hal yang
berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan.
3.2 Saran
Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan. Buruknya pelayanan kesehatan di indonesia
harus menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk memperbaiki kondisi
tersebut. Seperti akses pelayanan yang perlu di tingkatkan dalam penanganan
korban akibat bencana.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi Ferry Dan Mukhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunikasi Teori


Dan Praktik Dalam Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.

Ismunandar. 2013. Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu Dalam
Penanganan Korban Bencana. Volume 8 No.3. Poltekkes Kemenkes Palu.
Sulawesi Tengah

Kurniayanti Ari Mizam. 2012. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Penanganan


Manajemen Bencana. Vol 01. No 01. STIKES Widyagama Husada. Jawa
Timur.

Machmud rizanda. 2009. Peran petugas kesehatan dalam penaggulangan bencana


alam. Vol 3. No 1. Universitas Andalas. Sumatera Barat.

Rahmawati, 2014. Peran Media Komunikasi Dalam Tanggap Bencana Banjir


Lahar Dingin Di Sungai Code Kota Yogyakarta. Vol. 5. No. 1. Majelis
Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Yogyakarta.

Simangunsong, MB. R. 2009. Bencana alam dan kemiskinan. Vol 1. No 1.


Universitas HKBD Nommensen. Sumatera Utara.

Tatas, dkk. 2015. Rencana Kontijensi untuk Tanah Longsor di Desa Kalikuning,
Pacitan, Jawa Timur. Volume 13. Nomor 2. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya.
Tondobala Linda. 2011. Pendekatan Untuk Menentukan Kawasan Rawan
Bencana Di Pulau Sulawesi. Vol.3. No.3. Universitas Sam Ratulangi.
Sulawesi utara.

Tukino. 2013. Pekerjaan Sosial Dalam Setting Kebencanaan. Vol. 3. No. 2.


Universitas Padjadjaran.

Ulum Chazienul Mochamad. 2013. Governance Dan Capacity Building Dalam


Manajemen Bencana Banjir Di Indonesia. Vol. 4 No. 2. Universitas
Brawijaya. Yogyakarta

Widayatun dan Fatoni Zainal. 2013. Permasalahan Kesehatan Dalam Kondisi


Bencana: Peran Petugas Kesehatan Dan Partisipasi Masyarakat. Vol 8. No.
1. Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan - Lembaga Ilmu Pengetahuan

Anda mungkin juga menyukai