Disusun Oleh :
Kelompok 2 – Kelas D
1. Nurul Saskira (P101 21 104)
2. Febbi (P101 21 143)
3. Muhammad Gimnastiar (P101 21 004)
4. Shabita Balqis (P101 21 062)
5. Mutmaina (P101 21 190)
6. Handhy Nugraha (P101 21 278)
7. Auriel Azahra (P101 21 209)
8. Ririnsyamti akmal (P101 21 092)
Puji syukur atas kehadiran Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, makalah mengenai “Masalah Gizi Dalam Kondisi
Bencana” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Meskipun kami menyadari masih banyak
terdapat kesalahan didalamnya.
Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pemahaman
mengenai Masalah Gizi Dalam Kondisi Bencana Selain itu makalah ini juga nantinya
diharapkan dapat memberikan Penjelasan Mengenai Faktor yang mempengaruhi pada
kedaruratan pangan dan gizi dalam kondisi bencana, Masalah gizi dalam kondisi bencana,
Penyakit menular yang terjadi saat bencana. Serta Makalah ini diharapkan memenuhi
tugas kelompok pada mata kuliah Gizi Bencana yang di ampuh oleh Ibu Hijra, S.KM,
M.Gizi. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
kemudian makalah kami ini dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi. Demikian
yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian.
Palu, 18 Februari
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGENTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara rawan bencana sebagai akibat dari pertemuan tiga
lempeng utama bumi dan jalur gunung api dunia (ring of five). Sepanjang tahun 2021,
berbagai bencana alam telah terjadi di Indonesia seperti gunung meletus, gempa bumi,
tanah longsor, banjir, dan lainnya. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, masyarakat,
maupun lembaga kemasyarakatan untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
cukup dalam mitigasi bencana dan upaya penanggulangan bencana.
Salah satu tahap penting dalam rangkaian upaya penanggulangan bencana adalah
manajemen makanan dan pemenuhan gizi bagi korban bencana dan relawan di lokasi
terdampak bencana. Tujuan utama manajemen gizi dalam situasi bencana adalah
mencegah memburuknya status gizi pengungsi dan relawan. Persediaan makanan dan gizi
yang tidak cukup dapat menyebabkan malnutrisi yang berdampak pada penurunan status
gizi dan kesehatan pada kelompok beresiko seperti ibu hamil, anak-anak, lansia, dan
kelompok populasi lainnya.
Beberapa permasalahan pangan dan gizi yang sering terjadi saat kondisi bencana
antara lain pasokan makanan yang kurang, distribusi tidak merata, penumpukan bantuan
makanan, hingga keamanan pangan dan kecukupan zat gizi yang belum terjamin. Hal ini
dapat muncul karena berbagai faktor, antara lain faktor kerusakan alam yang
menyebabkan sulitnya distribusi bantuan, infrastruktur kurang memadai, kurangnya SDM
yang kompeten dalam manajemen gizi pasca bencana, serta kurang optimalnya koordinasi
petugas lintas sektor. Oleh karena itu, penting untuk melakukan peningkatan kompetensi
praktisi kesehatan, kesehatan masyarakat, ahli giiz, dan relawan bencana terutama dalam
bidang manajemen gizi. Pelatihan koordinasi dan pengelolaan intervensi gizi dalam
situasi bencana ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan
kemampuan SDM terutama manajemen gizi dalam situasi bencana.
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi pada kedaruratan bencana?
2. Apa saja masalah gizi dalam kondisi bencana?
3. Apa saja Penyakit menular yang terjadi saat bencana?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pada kedaruratan bencana
2. Untuk mengetahui masalah gizi dalam kondisi bencana
3. Untuk mengetahui penyakit menular yang terjadi saat bencana
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor yang Mempengaruhi Pada Kedaruratan Pangan dan Gizi Dalam Kondisi
Bencana
Salah satu dampak bencana terhadap menurunnya kualitas hidup penduduk dapat
dilihat dari berhagai permasalahan kesehatan masyarakat yang terjadi. Bencana yang
diikuti dengan pengungsian berpotensi menimhulkan masalah kesehatan yang sebenamya
diawali oleh masalah hidang/sektor lain. Bencana gempa bumi, hanjir, longsor dan
letusan gunung herapi, dalam jangka pendek dapat berdampak pada korhan meninggal,
korban cedera herat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risiko penyakit
menular, kerusakan fasilitas kesehatan dan sistem penyediaan air (Pan American Health
Organization, 2006). Timbullnya masalah kesehatan antara lain berawal dari kurangnya
air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi lingkungan
yang merupakan awal dari perkembangbiakan berapa jenis penyakit menular. Disisi lain
kebutuhan kesehatan masyarakat di wilayah bencana meningkat drastis, karena
mengalami trauma fisik maupun psikis sebagai dampak langsung bencana. Disamping itu
hancurnya sarana dan prasarana kehidupan seperti rumah, sarana air bersih, sarana
sanitasi, dan terganggunya suplai pangan akan memperburuk status kesehatan mereka.
Masalah kesehatan utama yang muncul akibat bencana adalah masalah gizi dan penyakit
menular. Meskipun masalah gizi dan penyakit menular tidak serta merta muncul sesaat
sesudah bencana akan tetapi, apabila tidak ada pengamatan penyakit secara seksama
dengan sistem surveilans yang baik, maka masalah gizi dan penyakit menular akan
mempunyai potensi yang sangat besar untuk terjadi, sebagai akibati dari : -
Berkumpulnya manusia dalam jumlah yang banyak - Sanitasi, air bersih, nutrisi yang
tidak memadai - Perpindahan penyakit karena perubahan lingkungan paska bencana,
maupun karena perpindahan penduduk karena pengungsian Akibat rusaknya infrastruktur
kesehatan dan situasi lingkungan sosial yang cenderung kacau dan tidak teratur, maka
pengendalian penyakit menular pada situasi bencana mempunyai prinsip dasar untuk
mendeteksi kasus penyakit menular prioritas sedini mungkin dan melakukan respons
cepat agar penularan penyakit bisa dicegah.
3
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda- beda, antara lain
tergantung dari jenis dan besaran bencana yang terjadi. Kasus cedera yang memerlukan
perawatan medis misalnya, relatif lebih banyak dijumpai pada bencana gempa bumi
dibandingkan dengan kasus cedera akibat banjir dan gelombang pasang. Sebaliknya,
bencana banjir yang terjadi dalam waktu relatif lama dapat menyebabkan kerusakan
sistem sanitasi dan air bersih, serta menimbulkan potensi kejadian luar biasa (KLB)
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui media air (water-borne diseases) seperti diare
dan leptospirosis. Bencana menimbulkan berbagai potensi permasalahan kesehatan bagi
masyarakat terdampak. Dampak ini akan dirasakan lebih parah oleh kelompok penduduk
rentan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 (2) UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, kelompok rentan meliputi: 1). Bayi, balita dan anak-anak; 2).
Ibu yang sedang mengandung atau menyusui; 3). Penyandang cacat; dan 4) Orang lanjut
usia. Selain keempat kelompok penduduk tersebut, dalam Peraturan Kepala BNPB
Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pemenuhan Kebutuhan Dasar
ditambahkan ‘orang sakit’ sebagai bagian dari kelompok rentan dalam kondisi bencana.
Upaya perlindungan tentunya perlu diprioritaskan pada kelompok rentan tersebut, mulai
dari penyelamatan, evakuasi, pengamanan sampai dengan pelayanan kesehatan dan
psikososial.
4
tenaga khusus atau sumber daya manusia dibidang gizi, dan penyediaan makanan
(Salmayati, Hermansyah and Agussabti, 2016). Tujuan umum dari kegiatan ini yaitu
meningkatkan, menjaga dan mencegah memburuknya status gizi para penyintas bencana.
Sementara tujuan khususnya yaitu memantau perkembangan status gizi para penyintas
bencana (Kementerian Kesehatan RI, 2015) Pelayanan gizi dilakukan oleh tenaga gizi
yang ditempatkan khusus dilokasi pengungsian penyintas bencana untuk menyiapkan
makanan darurat. Karena pada saat ditetapkan untuk menggungsi, para penyintas tidak
mungkin menyiapkan makanannya sendiri (Salmayati, Hermansyah and Agussabti, 2016)
Selanjutnya kegiatan penyuluhan gizi bertujuan untuk merubah perilaku dan membangun
mental penyintas untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan status gizinya.
Kegiatan ini diharakan mampu memberikan pemahaman terhadap penyintas akan
pentingnya makanan bergizi meski dalam masa darurat bencana. Dalam kedaruratan
pasca bencana juga perlu adanya tenaga khusus dibidang gizi yang diperbantukan untuk
dapur-dapur 4 umum yang menyediakan makanan bagi para penyintas. Para tenaga gizi
diharapkan dapat memberikan perhatian terhadap kebersihan dan menu makanan yang
akan diberikan bagi para penyintas. Yang perlu diperhatikan juga pasca bencana,
penyediaan bahan makanan harus dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk memenuhi
kebutuhan gizi para penyintas (Salmayati, Hermansyah and Agussabti, 2016).
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari proses
terjadinya penurunan derajat kesehatan yang dalam jangka panjang akan mempengaruhi
secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi korban bencana. Pengungsian tempat
tinggal (shelter) yang ada sering tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga secara
langsung maupun tidak langsung dapat menurunkan daya tahan tubuh dan bila tidak
segera ditanggulangi akan menimbulkan masalah di bidang kesehatan. Sementara itu,
pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering menemui banyak kendala
akibat rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis obat serta alat
kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan dan dana operasional. Kondisi ini tentunya dapat
menimbulkan dampak lebih buruk bila tidak segera ditangani (Pusat Penanggulangan
Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2001).
5
mungkin untuk mengetahui sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis kelamin,
umur dan kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut
penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui kebutuhan bahan makanan pada tahap
penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya. Selain itu, pengelolaan
bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat korban bencana, termasuk kaum
perempuan, untuk memastikan kebutuhan-kebutuhan dasar korban bencana tetpenuhi.
Kebutuhan layanan kesehatan dan pangan jelas akan meninggkat pada daerah pasca
bencana. Untuk itu manajemen penanggulangan terkhusus untuk pemenuhan status gizi
penyintas bencana, perlu menjadi perhatian semua pihak. Khususnya kebutuhan nutrisi
bayi, balita, anak-anak, ibu hamil serta lansia yang rentan terserang penyakit pasca
bencana terjadi (Tumenggung, 2018).
Permasalahan gizi muncul diakibatkan adanya bencana, pada pasca bencana yang
terjadi, faktor terjadinya masalah gizi yang timbul akibat adanya bencana yaitu krisis
kesehatan antara lain lumpuhnya pelayanan kesehatan, korban mati, korban luka di
tempat pengungsi. Faktor yang bisa menyebabkan masalah gizi antara lain ketersediaan
air bersih, sanitasi lingkunngan, penyakit menular dan gangguan kejiwaan pasca bencana.
Bencana juga menimbulkan situasi kedaruratan yang berpotensi berdampak pada krisis
pangan dan gizi. Hal ini terjadi karena pada saat kedaruratan ada beberapa hal yang harus
segera di intervensi seperti : masih ada kasus gizi buruk, gizi kurang dan ada kelompok
rentan, serta dapur umum (Salmayati, Hermansyah, & Agussabti, 2016)
Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya
status gizi kelompok masyarakat. Bantuan makanan yang sering terlambat, tidak
berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk
6
kondisi yang ada. Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan
dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa, tidak disertai
label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta melimpahnya bantuan susu formula bayi
dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk lagi dengan kurangnya pengetahuan dalam
penyiapan makanan buatan lokal khususnya untuk bayi dan balita. Bayi dan anak
berumur di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan dan
memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat pada
kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, terlebih pada
situasi bencana. Risiko kematian lebih tinggi pada bayi dan anak yang menderita
kekurangan gizi terutama apabila bayi dan anak juga menderita kekurangan gizi mikro.
Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar
dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada
kelompok umur 0-6 bulan (WHO UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi
dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat
dan tepat. Bantuan makanan untuk pengungsi dewasa kurang bermasalah ketimbang bayi
dan anak, karena korban dewasa dapat mengkonsumsi pelbagai jenis makanan. Untuk
bayi dan anak Batita, masalahnya lebih rumit. Bayi dan anak Batita belum dapat
mengkonsumsi semua jenis makanan yang diperolah dari penarnpungan. Apabila masalah
ini tidak mendapat perhatian yang memadai bukan mustahil bayi dan anak Batita akan
mengalami gizi kurang yang dapat berlanjut menjadi gizi buruk bahkan marasmus dan
kwashiorkor. Apabila mereka ini masih tetap hidup dapat menjadi generasi yang
intelegensinya sangat rendah dan menjadi generasi yang hilang (loss generation).
Tujuan umum dari kegiatan ini yaitu meningkatkan, menjaga dan mencegah
memburuknya status gizi para penyintas bencana. Sementara tujuan khususnya yaitu
memantau perkembangan status gizi para penyintas bencana (Kementerian Kesehatan RI,
2015)Penanganan gizi dalam kedaruratan bencana sangat penting. Beberapa hal yang
menjadi penyebab pentingnya penanganan gizi yaitu keterbatasana dipengungsian,
bantuan makanan untuk mempertahankan status gizi, perlu adanya survailens gizi untuk
optimalisasi bantuan dan penanganan gizi yang sesuai (Salmayati, Hermansyah and
Agussabti, 2016).
7
Kegiatan dalam penanganan gizi pada kedaruratan meliputi beberapa kegiatan
yaitu pelayanan gizi, penyuluhan gizi, tenaga khusus atau sumber daya manusia dibidang
gizi, dan penyediaan makanan (Salmayati, Hermansyah and Agussabti, 2016).
Penyakit Menular adalah penyakit yang disebut juga infeksi; yang dapat menular
ke manusia dimana disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan
parasite. Penularan bisa langsung atau melalui media atau vektor dan binatang pembawa
penyakit. Pada saat terjadinya bencana Potensi munculnya penyakit menular sangat erat
kaitannya dengan faktor risiko, khususnya di lokasi pengungsian dan masyarakat sekitar
penampungan pengungsi.
2) Jumlah pengungsi yang banyak, menempati suatu ruangan yang sempit, sehingga
harus berdesakan.
5) Diantara para pengungsi banyak ditemui orang-orang yang memiliki risiko tinggi,
seperti balita, ibu hamil, berusia lanjut.
8
B. Macam-macam Penyakit Menular Saat Bencana
1) Penyakit Diare
b. Kasus
Wabah diare pasca bencana di Bangladesh pada tahun 2004 lebih dari
17 000 kasus. Hasil isolasi penyebab diare ditemukan bakteri Vibrio
cholerae dan enterotoksigenik Escherichia coli
Di Kota Calang Propinsi Aceh ketika terjadi tsunami dua minggu
setelah tsunami Desember 2004 seluruh penduduk (100%) dari korban
tsunami minum dari sumur yang tidak dimasak, sekitar 85% dari
penduduk tersebut dilaporkan menderita diare
c. Pencegahan penyakit diare dapat dilakukan sendiri oleh para pengungsi, antara
lain:
9
Sedangkan pencegahan kematian akibat diare dapat dilakukan melalui
penatalaksanaan kasus secara tepat dan kesiapsiagaan akan
kemungkinan timbulnya KLB diare
2) Penyakit Malaria
Pengobatan Pencegahan
2. Pengelolaan Lingkungan
10
Pengeringan
Pengaliran
Pembersihan lumut
3) Penyakit Malaria
b. Kasus
c. Oleh karena itu pada saat bencana tindakan pencegahan terhadap penyakit
campak ini dilakukan dengan melaksanakan imunisasi, dengan kriteria:
Penyediaan air minum yang aman paling penting untuk pencegahan setelah
bencana alam.
Desinfektan seperti klorin harus tersedia dalam jumlah yang cukup mudah
digunakan dan efektif terhadap hampir semua patogen yang ditularkan
melalui air.
12
Perencanaan permukiman harus menyediakan akses yang memadai untuk
kebutuhan air dan sanitasi serta memenuhi kebutuhan ruang minimum per
orang.
13
4. Imunisasi
5. Pencegahan malaria
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Faktor yang bisa menyebabkan masalah gizi antara lain ketersediaan air bersih,
sanitasi lingkunngan, penyakit menular dan gangguan kejiwaan pasca bencana.
Bencana juga menimbulkan situasi kedaruratan yang berpotensi berdampak pada
krisis pangan dan gizi. Hal ini terjadi karena pada saat kedaruratan ada beberapa
hal yang harus segera di intervensi seperti : masih ada kasus gizi buruk, gizi kurang
dan ada kelompok rentan, serta dapur umum (Salmayati, Hermansyah, &
Agussabti, 2016).
2. Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin
memburuknya status gizi kelompok masyarakat. Bantuan makanan yang sering
terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal
dapat memperburuk kondisi yang ada. Masalah lain yang seringkali muncul adalah
adanya bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati
masa kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta
melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu.
3. Penyakit Menular adalah penyakit yang disebut juga infeksi; yang dapat menular ke
manusia dimana disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan
parasite. Penularan bisa langsung atau melalui media atau vektor dan binatang
pembawa penyakit. Pada saat terjadinya bencana Potensi munculnya penyakit
menular sangat erat kaitannya dengan faktor risiko, khususnya di lokasi
pengungsian dan masyarakat sekitar penampungan pengungsi.
B. Saran
Saran kami terhadap semua pembaca hendaklah kita semua memahami terkait
Masalah Gizi dalam Kondis Bencana . Karena dengan memahami dengan baik maka akan
dapat meningkatkan pengetahuan kita.
16
DAFTAR PUSTAKA
Batalipu, N. R., & Yani, A. (2019). Manajemen Penanggulangan Gizi Pasca Bencana.
Salmayati, S., Hermansyah, H. and Agussabti, A. (2016) ‘Kajian penanganan gizi balita
pada kondisi kedaruratan bencana banjir di kecamatan sampoiniet kabupaten aceh
jaya’, Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 16(3), pp. 176–180.
Tumenggung, I. (2018) ‘Masalah Gizi dan Penyakit Menular Pasca Bencana’, Journal
Health And Nutritions, 3(1), pp. 1–9.
Zulaekah S,2012 Pendidikan Gizi Dengan Media Booklet Terhadap Pengetahuan Gizi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat 7 (2) 127-133
17