Anda di halaman 1dari 6

PSIKOLOGI SOSIAL TERAPAN

“Resielensi pada warga Makassar yang tinggal di daerah rawan banjir”

Dosen Pengampu :
Irdianti, S.Psi., M.Si.,
, S.Psi., M.Psi., Psikolog.

Oleh kelompok :

Syahrul Saleh 220701501142


Andi Salsabila Arifat 220701504002

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2022/2023
A. Identifikasi Permasalahan
Akhir-akhir ini jika kita melihat di berbagai macam media baik itu
melalui koran, internet, ataupun televisi bencana banjir sering kita
dengar terjadi di Indonesia. Apalagi Indonesia merupakan negara yang
memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Di kota Makassar sendiri yang
merupakan ibu kota dari provinsi Sulawesi Selatan juga tak terlepas dari
bencana banjir. Seperti yang kita rasakan baru-baru ini tepatnya pada
awal februari 2023, bencana banjir melanda kota makassar dan
sekitarnya, yang megakibatkan aktivitas masyarakat dan pemerintahan
terganggu atau bahkan berhenti sementara, rusaknya lingkungan, dan
munculnya berbagai macam penyakit. Bahkan bencana banjir ini sangat
berpotensi mempengaruhi perilaku dan keadaan psikologis masyarakat.
Ini sejalan dengan teori medan Kurt Lewin yang menggagas bahwa
perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya (termasuk
interaksi dengan orang lain) dan apa yang terjadi di dalam dirinya,
seperti imajinasi dan pengetahuan. Artinya selain faktor internal dalam
diri individu seperti sifat dan persepsinya, faktor eksternal seperti
lingkungan juga mempengaruhi bagaimana seorang individu
berperilaku. Maka berdasarkan teori ini bencana banjir sudah pasti
membawa pengaruh dan perubahan pada perilaku orang-orang yang
terdampak. Tentu hal ini benar-benar merugikan masyarakat dan
pemerintah setempat. Karena biasanya perubahan dan pengaruh yang
diperoleh dari suatu bencana adalah kebanyakan perubahan yang
bersifat deksruktif (merusak).

Bencana banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka


air normal, sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya
genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Pada umumnya banjir di
sebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal sehingga sistem
pengaliran air yang yang terdiri sungai dan anak sungai alamiah serta
sistem drainase dangkal penampung banjir buatan yang ada tidak
mampu menampung akumulasi air hujan tersebut, sehingga meluap
(BNPT :2011). Menurut Reed (1995), banjir adalah tertutupnya
permukaan daratan teluk-teluk kecil yang biasanya kering atau ketika
air menggenangi pembatas air yang normal. Apabila suatu peristiwa
terendamnya air di suatu wilayah yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis maka banjir tersebut dapat disebut
bencana banjir.

Banjir merupakan bencana alam Klimatologis, yaitu bencana alam


yang disebapkan oleh factor cuaca dan iklim. Indonesia sendiri berada di
garis khatulistiwa yang merupakan wilayah iklim tropis, dan terdiri dari
81% perairan hangat sehingga membuat suhu di pesisir pantai stabil di
angka 28 °C, sedangkan daerah pedalaman dan pegunungan bersuhu 26
°C, dan untuk wilayah pegunungan yang lebih tinggi umumnya
mencapai suhu 23 °C. Akibat dari iklim tropis ini curah hujan di
Indonesia menjadi tinggi namun juga menndapatkan sinar matahari
sepanjang tahun. Akan tetapi, akhir-akhir ini terjadi perubahan iklim
yang ekstrem di seluruh dunia yang merupakan akibat dari global
warming (pemanasan global). Akibatnya suhu udara di Indonesia
meningkat saat musim kemarau dan curah hujan menjadi lebih tinggi
saat musim hujan sehingga berpotensi menjadi badai. Mencairnya es di
kutub utara sehingga permukaan air laut juga semakin meningkat dan
membuat pulau-pulau kecil dan daerah pesisir tenggelam. Sehingga
potensi terjadinya bencana banjir semakin besar.

Berdasarkan penjelasan di atas, akhirnya kami memutuskan untuk


menjadikan bencana banjir di kota makassar sebagai topik utama atau
masalah dalam artikel ini. Mengigat pentingnya pencegahan,
penanganan, dan pemulihan bagi korban bencana banjir itu sendiri.
Terlebih kejadian bencana ini terjadi di sekitar kita. Dan bencana banjir
ini relate atau sesuai dengan pengaplikasian teori psikologi lingkungan,
bencana maupun komunitas.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah studi
literatur. Studi kepustakaan atau studi literatur adalah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian (Zed,
2008:3).

Studi kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam


penelitian, khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya
adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis.
Studi kepustakaan dilakukan oleh setiap peneliti dengan tujuan utama
yaitu mencari dasar pijakan / fondasi utnuk memperoleh dan landasan
teori, kerangka berpikir, dan menentukandugaan sementara atau
disebut juga dengan hipotesis penelitian. Sehingga para penelitidapat
menggelompokkan, mengalokasikan mengorganisasikan, dan
menggunakan variasi pustaka dalam bidangnya. Dengan melakukan
studi kepustakaan, para peneliti mempunyai pendalaman yang lebih
luas dan mendalam terhadap masalah yang hendak diteliti.

Melakukan studi literatur ini dilakukan oleh peneliti antara setelah


mereka menentukan topik penelitian dan ditetapkannya rumusan
permasalahan, sebelum mereka terjun ke lapangan untuk
mengumpulkan data yang diperlukan (Darmadi, 2011).

C. Analisis Maasalah
Awal Februari 2023, tepatnya tanggal 13 Februari 2023 Banjir
melanda kota Makassar hingga membuat hampir seluruh daerah kota
makassar terendam banjir dengan ketinggian rata-rata 1M. Bencana
banjir ini disebapkan oleh curah hujan yang tinggi dan pasangnya air
laut sehingga menyebapkan naiknya air laut ke permukaan.
Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
kota Makassar pada Senin (13/2/2023) pukul 20.00 Wita menyebutkan
wilayah terdampak banjir berada di 12 Kecamatan, terdiri dari
Biringkanaya, Manggala, Tamalanrea, Panakkukang, Mamajang, Ujung
Pandang, Makassar, Rappocini, dan Tallo, Wajo, Bontoala dan Tamalate.
Padahal sebelumnya banjir hanya terjadi di 4 kecamatan yakni
Biringkanaya, Manggala, Tamalanrea dan Panakkukang. Sebanyak 45
kelurahan, dan 86 titik tergenang. Sementara menurut data dari BNPB,
akibat banjir tersebut sebanyak 554 KK dan 1869 jiwa mengungsi dan
sebagaian besar dievakuasi di 21 titik pengungsian. Kerugian material
akibat banjir menyebabkan 554 unit rumah terendam. Selain itu luapan
air menyebabkan genangan antara 50 cm hingga 100 cm, sehingga akses
dan aktivitas warga menjadi terganggu karena kendaraan tak bisa
melintas.

Bukan hanya itu, hujan deras yang terus mengguyur kota Makassar
dan sekitarnya semakin memperparah banjir tersebut. Berdasarkan
pantauan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), banjir
meluas hingga kawasan pemukiman di selatan, tenggara, timur, barat,
dan utara kota Makassar, dengan estimasi warga terpapar genangan
hingga 150 ribu, di 72 kelurahan di 13 kecamatan yang sebelumnya
hanya 12 kecamatan. Bencana banjir ini disebut sebagai bencana banjir
terparah yang pernah melanda sejak 40 tahun terakhir.

Sebenarnya penyebab banjir di kota Makassar bukan hanya karena


pasang air laut dan curah hujan tinggi. Tetapi buruknya drainase,
rendahnya permukaan tanah, tata Kelola kota dan pembangunan yang
buruk, dan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pentingnya
menjaga kelestarian lingkungan.

Sudah seharusnya masyarakat dan lingkungan menjadi satu


kesatuan yang saling membutuhkan. Wilson (1984) berpendapat bahwa
ada keterikatan instingtif antara manusia dengan keseluruhan sistem
makhluk hidup di bumi. Artinya, tanpa diajari sekalipun manusia akan
selalu mencari, atau ingin selalu dekat dengan lingkungan yang alamiah
yang memberinya kehidupan. Wilson (1984) menyebut keterikatan ini
dengan istilah biophilia. Menurut pandangan biophilia, kebutuhan
manusia akan lingkungan alam bukan hanya untuk kelangsungan
hidupnya, melainkan karena ada hubungan afektif yang mendalam.
Sayangnya, dengan perkembangan zaman, manusia semakin berjarak
dengan lingkungan alamnya dan tidak peduli akan keberlangsungan
bumi dan segala isinya. Banyak perbuatan manusia terhadap bumi yang
dilakukan hanya karena mementingkan faktor ekonomi. Perbuatan
manusia inilah yang menyebabkan degradasi atau kerusakan
lingkungan. Akibatnya terjadi berbagai macam bencana yang menimpa
manusia itu sendiri, seperti banjir. Kerusakan lingkungan juga sudah
pasti akan mempengaruhi perilaku manusia disekitarnya.

Di kota Makassar sendiri

Anda mungkin juga menyukai