Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah yang memiliki potensi besar terjadinya

bencana, apalagi kondisi iklim yang saat ini tidak menentu. Supartini, dkk. (2017:

1) menjelaskan jika iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh lokasi dan

karakteristik geografis yang membentang antara Samudera Pasifik dan Samudera

Hindia. Indonesia memiliki 3 (tiga) pola iklim dasar monsunal, khatulistiwa, dan

sistem iklim lokal yang menyebabkan perbedaan pola curah hujan yang dramatis.

Kondisi tersebut semakin kompleks lantaran tantangan dampak pemanasan global

dan pengaruh perubahan iklim, seperti kenaikan suhu temperature dan permukaan

air laut pada wilayah Indonesia yang berada di garis khatulistiwa. Hal ini

cenderung menimbulkan tingginya potensi terjadi berbagai jenis bencana

hidrometeorologi seperti halnya banjir.

Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi akibat ketidakmampuan

saluran suatu wilayah menampung tingginnya curah hujan di wilayah tersebut di

suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir

dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga

menutupi permukaan bumi kawasan tersebut, banjir dapat disebabkan oleh

kejadian alam. Kejadian alam meliputi curah hujan yang tinggi,kapasitas alur

sungai yang tidak mencukupi, aliran anak sungai yang tertahan oleh aliran induk

sungainya, terjadinya akumulasi debit puncak sungai induk dan anak sungai di

pertemuan sungai pada waktu yang sama (Erman Mawardi (2011: 5).
Kejadian bencana di Aceh meningkat tiap tahunnya, dalam satu dekade ini

terjadi sekitar ratusan bencana di Aceh, yang sering terjadi adalah bersifat hidro-

meteorologi seperti banjir, angin puting beliung(DRRA, 2017).”Bencana banjir

hampir melanda sebagian wilayah Aceh khususnya Kota Langsa sepanjang tahun

”. Pada tahun 2014 bencana banjir melanda 2 kecamatan yaitu Langsa Barat dan

Langsa Kota, yang disebabakan oleh air pasang laut dan hujan lebat, yang

menyebabkan 30 KK terdampak resiko bencana, dan ketinggian air mencapai ± 50

cm. Pada tahun 2015 bencana banjir melanda 5 kecamatan sekaligus, yang

menyebabkan 120 KK terdampak resiko bencana, ketinggian air mencapai ± 30

cm s/d 1.20 cm. Pada tahun 2016 bencana banjir melanda 2 kecamatan yaitu

Langsa Barat dan Langsa Kota yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi,

yang menyebabkan 30 KK terdampak resiko bencana. Pada tahun 2017 banjir

juga melanda Langsa Barat dan Langsa Kota, yangdisebabkan oleh air pasang laut

dan curah hujan yang tinggi, yang menyebabkan 30 KK juga terdampak resiko

bencana. Pada tahun 2018 banjir melanda 1 kecamatan yaitu Langsa Kota yang

diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi, ketinggian air mencapai ± 30 cm.

(BNPB KOTA LANGSA, 2018)

Tahun penghujung 2019 ratusan rumah di Kota Langsa Aceh terendam

banjir akibat hujan deras yang terus menerus di wilayah ini. Ketinggian banjir

mencapai 1 meter. 4 desa yang terkena banjir ialah desa Sidorjo,Pondok

Kemuning,Seulalah, dan Gampon Jawa Kota Langsa. Banjir juga menggenangi

ruas jalan antar kecamatan yang mengakibatkan 4 desa terisolir. Warga yang

lanjut usia dan anak-anak terpaksa di evakuasi (metro tv)..


Kota Langsa adalah salah satu kota yang terletak di Provinsi Aceh,

Indonesia. Kota langsa berada lebih kurang 400 km dari kota Banda Aceh. Secara

Astronomis Kota Langsa terletak antara “04º24´-35,68´ - 04º33 47´0-0,3´ LU dan

97º53´14,59´ - 98º04´42,16” BT, dengan ketinggian antara 0-25 M di atas

permukaan laut. Kota Langsa merupakan salah satu wilayah pesisir di provinsi

Aceh yang terbilang cukup aman dari resiko bencana. Karena daerah ini

merupakan daerah tropis yang selalu dipengaruhi oleh angin musim, sehingga

setiap tahun ada dua musim yang berbeda yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Musim hujan dan musim kemarau biasanya terjadi secara acak sepanjang tahun.

Meskipun perubahan cuaca sering, curah hujan rata-rata per tahun berkisar dari

1500 mm sampai 3000 mm, sedangkan suhu udara rata-rata berkisar antara 28 -32

C dan kelembapan relatif rata-rata 75%. Walaupun terbilang aman, bencana alam

seperti banjir, pohon tumbang, puting beliung dan tanah longsor menimbulkan

kerugian korban jiwa,materi,maupun infrastruktur.Kerugian tersebut terjadi

karena masyarakat yang kurang mengantisipasi atau kesiapsiagaan bencana dan

juga rendahnya pengetahuan akan bencana tersebut.

Pemerintah Kota (Pemko) Langsa kini memberlakukan status siaga darurat

banjir, untuk mengantisipasi datangnya bencana. Masyarakat khususnya yang

bermukim di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sekitarnya diharapkan

mewaspadai terjadinya luapan air. Luapan air yang sampai kerumah warga dapat

menyebabkan kerugian seperti rusak nya barang-barang, serta peralatan

elektronik. Selain itu adanya arus listrik yang dekat dengan air sangat berbahaya
bagi masyarakat kata “Rinaldi Aulia”. Kepala Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Kota Langsa (Chapnews.id).

Salah satu kecamatan yang terkena dampak banjir terbesar ialah kecamatan

Langsa Kota tepatnya di desa Gampong jawa yang terdapat daerah aliran sungai

(DAS). Gampong Jawa merupakan salah satu daerah di Kota Langsa yang

berpotensi terkena banjir hampir setiap tahunnya. Akibat meluapnya sungai

krueng langsa ,banjir dari luapan sungai sebagian besar pemukiman penduduk

tergenang air berkisar antara kedalaman ada yang sepinggan dan juga seleher

orang dewasa. Meluapnya Krueng Langsa karena hujan deras melanda Kota

Langsa dan pegunungan Aceh Timur sejak Senin11/11/2019( Chapnews.id). Oleh

karena itu di perlukannya kesiapsiagaan untuk mengurangi resiko bencana, dan

korban jiwa.

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24, 2007). Kesiapsiagaan merupakan salah

satu proses manajemen bencana, pentingnya kesiap-siagaan merupakan salah satu

elemen penting dari kegiatan pencegahan pengurangan risiko bencana

(Firmansyah, 2014). Kegiatan yang dilakukan sebagai upaya antisipasi dan pe-

ngurangan risiko bencana dapat berupa pe-ngetahuan yang dimiliki seseorang dan

sikap yang dilakukan.

Berdasarkan pemaparan masalah di atas, maka peneliti ingin menganalasis

tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam upaya mengatasi bencana banjir .Maka


dari itu, peneliti memilih judul “Analisis Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat

Dalam Upaya Mengatasi Bencana Banjir di Gampong Jawa Kota Langsa”

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini dengan beberapa sub

masalah:

1) Bagaimana pemahaman masyarakat tentang bencana banjir di Gampong Jawa

Kota Langsa?

2) Bagaimana tingkat kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana banjir di

Gampong Jawa Kota Langsa?

3) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesiapsiagaan masyarakat di

Gampong Jawa Kota Langsa

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang bencana banjir di

Gampong Jawa Kota Langsa

2) Untuk mengetahui gambaran tentang tingkat kesiapsiagaan masyarakat

terhadap bencana banjir di Gampong Jawa Kota Langsa

3) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesiapsiagaan

masyarakat di Gampong Jawa Kota Langsa


1.4 Manfaat Penelitian

1) Bagi Peneliti,menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman mengenai

tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam mengatasi banjir

2) Bagi Pemerintah, terutama instansi yang terkait, dapat menjadi bahan

referensi untuk membantu menentukan kebijakan,meningkatkan

pengetahuan,dan kesipsiagaan dalam upaya mengatasi banjir.

3) Bagi Masyarakat, meningkatkan pemahaman dan menambah wawasan

terhadap upaya mengatasi bencana banjir.

4) Bagi Mahasiswa, sebagai tambahan ilmu sosial khususnya geografi dan

menjadi referensi dalam penelitian.

5) Bagi Guru,dapat mengembangkan,menerapkan, menerapkan, memperbaiki

dan memberi masukan terhadap pendidikan mitigasi bencana di sekolah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bencana

Bencana merupakan sesuatu yang bersifat merusak dan datang secara tiba-

tiba yang dapat merugikan manusia secara fisikmaupun non fisik. Pendapat ini

didukung oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana memunyai arti sesuatu

yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.


Sedangkan menurut International Strategy for Disaster Reduction (Nurjana

dkk.2012).

Suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia,

terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan

hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan,

kejadian ini diluar kemampuan masyarakat dengan segala

sumberdayanya.

Bencana merupakan pertemuan tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan,

dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Terdapat dua kategori bencana,

yaitu:

Bencana alam (natural disaster) adalah suatu kejadian alam yang berlebihan yang

dapat mengganggu aktifitas normal kehidupan manusia (Pawirodikmoro,2012).

Bencana buatan adalah bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan dan aktivitas

manusia itu sendiri(Noor,2011).

Bencana memberikan dampak yang ditimbulkan menurut cakupan wilayahnya.

Cakupan wilayah tersebut menurut Efendy & Makhfuldi (2009), antara lain:

Bencana local, bencana yang memberikan dampak pada wilayah sekitarnya dan

biasanya diakibatkan karena ulah manusia, seperti kebakaran, ledakan,

terorisme, kebocoran bahan kimia, dan lainnya.

Bencana regional, bencana yang memberikan dampak georafis secara luas dan

disebabkan karena factor alam,seperti badai, banjir, letusan gunungapi,

tornado, dan lainnya.


Bencana mampu menghancurkan suatu daerah yang luas dan menyebabkan

kerugian yang besar. Secara garis besar, menurut Noor (2011) bencana terjadi

disebabkan oleh beberapa factor yang mempengaruhi, antara lain:

Faktor alamiah meliputi kondisi geologi, hidrometerologi, biologi, dan degradasi

lingkungan.

Faktor komunitas yang padat, infrastruktur dan elemen-elemen dalam

wilayah/kota yang berada di kawasan bencana.

Rendahnya kapasitas dari elemen-elemen masyrakat

Bencana merupakan suatu hal yang merusak dan menimbulkan kerugian bagi

manusia. Bencana yang sering terjadi di Kota Langsa merupakan bencana alam

lokal dan regional seperti banjir, dan angin kencang. Umumnya faktor penyebab

bencana yang terjadi di Kota Langsa biasanya diakibatkan oleh ulah manusia dan

faktor alam.

2.2 Banjir

2.2.1 Pengertian banjir

Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik

oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun factor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007).

Banjir mengandung pengertian aliran air sungai yang tingginya melebihi

muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya

genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang

semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak

dilewati aliran air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007).

Menurut Dibyosaputro (1998) Banjir merupakan satu bahaya alam yang terjadi

di alam ini dimana air mengenang lahan- lahan rendah di sekitar sungai sebagai

akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan mengalirkan air, sehingga

meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai daerah sekitarnya.

Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan

tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori:

1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran

sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem

drainase buatan manusia

2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang

laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.


3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti

bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.

4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat

runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat

menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung

mengalir deras sebagai banjir bandang.

Banjir merupakan suatu bencana yang merusak dan menimbulkan kerugian

bagi manusia. Bencana yang sering terjadi di Kota Langsa merupakan bencana

alam local dan regional seperti banjir.Umumya factor penyebab bencana yang

terjadi di Kota Langsa biasanya diakibatkan oleh ulah manusia dan factor alam.

2.2.2 Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan

Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah tindakan-tindakan yang

memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu

untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna.

Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana

penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.

Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,


kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya

suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan.

Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat

yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara

fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan

adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana masih lama

akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi,

tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap

aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan

kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana

terjadi. Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi

memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap

darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase prabencana

yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana. Sehingga semua kegiatan yang

berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan.

Kesiapsiagaan adalah serangkaian upaya yang akan dilakukan di Gampong

Jawa Kota Langsa dengan tahapan manajemen bencana, yaitu memberikan

pemahaman tentang upaya yang harus dilakukan baik itu pasca ataupun pra

bencana, kemudian mengajak masyarakat lebih sadar akan bencana yang terjadi

akibat ulah manusia yang menjaga dan mencintai lingkungan dengan cara

menjaga kebersihan lingkungan.


2.2.3 Kerentanan masyarakat terhadap bencana banjir

UURI No.24 thn 2007, kerentanan adalah kondisi atau karakteristik biologis,

geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan tekhnologi suatu masyarakat di

suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan

masyarakat tersebut untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan

menanggapi dampak bahaya tertentu. Dalam disiplin penanganan bencanaresiko

(risk) bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan (vulnerbility) daerah

dengan ancaman bahaya (hazard) yang ada (Latief dalam Asyriyati, 2011).

Masyarakat sering kali kehilangan kapasitas untuk mempertahankan sumber

penghidupan keluargannya karena ilangnya sumber pengasilan akibat bencana..

Kerentanan merupakan potensi untuk mengalami kerusakan atau kerugian yang

disebabakan oleh factor fisik, soaial, dan lingkungan. Pendapat ini didukung oleh

Badan Penangulangan Bencana Nasional (2009), Kerentanan adalah sekumpulan

kondisi dan atau suatu akibat keadaan (factor fisik, sosial, ekonomi, lingkungan )

yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penangulangan

bencana.

Jika suatu bahaya merupakan suatu fenomena atau kondisi yang sulit diubah

maka kerentanan masyarakat relative dapat diubah. Maka dari itu, pengurangan

resiko bencana dapat dilakukan dengan cara memperkecil kerentanan. Kerentanna

dikaiatan dengan kemampuan manusia untuk melindungi dirinya dari dampak

bahaya/bencana alam tanpa bantuan dari luar. Sunarti (2009) menjelaskan,

kerentanan, ketangguhan, kapasitas, dan kemampuan merespon dalam situasi


darurat, bisa di implementasikan baik pada level individu, keluarga, masyarakat

dan institusi.

Tingkat kerentanan masyarakat Gampong Jawa Kota Langsa dapat dikatakan

cukup, Hal ini karena banyak masyarakat yang kurang mendapat akses informasi,

dan sedikit dari mereka yang mendapat pelatihan tanggap bencana. Hal ini tidak

menutupi kemungkinan kedepannya jika suatu saat tingkat kerentanan semakin

naik, untuk itu maka dibutuhkan pemaaman sejak dini untuk mengurangi tingkat

kerentanan bencana itu.

Faktor-faktor Yang Mempengarui kesiapsiagaan Masyarakat

Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006) factor-faktor yang mempengaruhi

kesiapsiagaan individu untuk mengantisipasi bencana alam, khususnya banjir

yaitu

1. Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana

Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengarui sikap dan kepedulian

masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengatisipasi bencana

2. Kebijakan dan panduan

Kebijakan yang signifikan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan meliputi:

pendidikan publik, emergency planning, sistem peringatan bencana dan

mobilisasi sumber daya, termasuk pendanaan, organisasi pengelola, SDM dan

fasilitasfasilitas penting untuk kondisi darurat bencana.

3. Rencana Tanggap Darurat


Rencana ini bagian terpenting dalam kesiapsiagaan terutama evakuasi,

pertolongan dan penyelamatan agar korban bencana dapat diminimalkan.

4. Sistem Peringatan Bencana

Sistem ini meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadinya

bencana.

5. Kemampuan Memobilisasi Sumber Daya

Sumber daya yang tersedia baik Sumber daya manusia (SDM), maupun

pendanaan dan sarana prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan

potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya meenjadi kendala dalam

kesiapsiagaan bencana alam.

LIPI mengkaji kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasibencana,

dengan tingkat kesiapsiagaan masyarakat yang dibagi menjadi 5 tingkatan.

Klasifikasi tingkat kesiapsiagaan tersebut yaitu Sangat Siap, Siap, Hampir Siap,

Kurang Siap, Belum Siap.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu penelitian

3.1.1 Tempat penelitian


Penelitian ini dilakukan di Langsa Kota tepatnya di desa Gampong jawa

yang terdapat daerah aliran sungai (DAS).

3.1.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian berlangsung dari bulan april 2020 sampai dengan agustus

2020 selama lima bulan, waktu penelitian tersebut mencakup proses dari awal

penelitian hingga akhir penelitian, yang meliputi 5 tahap, yaitu persiapan

kerangka kerja, persiapan alat dan bahan, pengumpulan data. analisis data, dan

penyusunan laporan. Untuk lebih jelasnya jadwal penelitian dapat dilihat pada

tabel berikut.

Bulan ke

No Kegiatan
Mei
Juli Agus Sep
Juni

1. Persiapan Proposal Penelitian

2. Persiapan Ijin Penelitian

3. Pengumpulan Data

4. Analisis Data

5. Penyusunan Laporan

Tabel 1. Jadwal Penelitian


Sumber: Hasil Pengolahan (2020)

3.2. Metode penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kuantitatif karena melibatkan penghitungan atau angka atau kuantitas. Menurut

Azwar, S (2018: 6), penelitian deskriftif melakukan analisis hanya sampai pada

tahap deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik

sehingga dapat lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan, Uraian kesimpulan

didasari oleh angka yang diolah tidak secara terlalu dalam.Kebanyakan

pengolahan datanya didasarkan pada analisis persentase dan analisis

kecenderungan.

Sesuai dengan permasalahan penelitian telah dirumuskan, metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. “Survei menurut (Jonathan

Sarwono : 2006) merupakan studi yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk

meneliti gejala suatu kelompok atau perilaku individu.” Peneliti melakukan survei

agar lebih memahami bagaimana keadaan daerah dan perilaku masyarakat yang

akan diteliti.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Sugiono (2016: 80) menyatakan “populasi didefinisikan sebagai wilayah

generalisasi yangterdiri atas objek/subjek yang mempunyai karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya ”. Dalam

penelitian ini populasi di tiga dusun Gampong Jawa Kota Langsa adalah 825,

dimana Dusun Jawa Belakang satu 435 KK, Dusun Amalia 169 KK, Dusun Jawa

Baru 221 KK.

3.3.2. Sample
Menurut Sugiono.(2016). menjelaskan sampel adalah bagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan

peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya

karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu,

kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. untuk itu sampel yang

diambil dari populasi itu harus betul-betul reprensentatif (mewakili). Penelitian

hanya mengambil sampel masyarakat di tiga dusun yang dimana tiga dusun ini

yang dekat dengan bantaran sungai, dan dusun ini yang berdampak resiko banjir

terparah yaitu kepala keluarga (KK). Sugiono (2016 :81) menyatakan “sampel

adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Terkait dengan besar sampel yang akan diambil, ditentukan dengan rumus Slovin

dengan taraf kesalahan 10 %. Secara Matematis, Rumus slovin yang digunakan

untuk menetukan jumlah sample adalah sebagai berikut :

Dimana:

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

e : Batas toleransi (error tolerance) Sumber : Jati, 2013

Sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 90 KK.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

observasi, wawancara, dokumentasi,dan angket.

a. Observasi

Pengertian observasi menurut Supriyati (2011), adalah suatu cara untuk

mengumplkan data penelitian dengan mempunyai sifat dasar naturalistic yang

berlangsung dalam konteks natural, pelakunya berpartisipasi secara wajar dalam

interaksi. Kata observasi berarti suatu pengamatan yang teliti dan sistematis

(Suardeyasasri, 2010). Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa

observasi adalah teknis pengumpulan data yangdilakukan dengan cara

mempelajari dan mengadakan pengamatan secara langsungke masyrakat

Gampong Jawa Kota Langsa untuk mendapatakan bukti-bukti yang dapat

mendukung dan melengkapi hasil penelitian analisi kesiapsiagaan masyarakat

dalam bencana banjir.

b.Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic

tertentu (Sugioyo, 2016), Sedankan wawancara menurut Supriyati (2011)

wawancara adalah cara umum dan ampuh untuk memahami suatu keinginan atau

kebutuhan. Wawancara adalah teknis pengambilan data memalui pertanyaan yang

diajukan secara lisan kepada responden.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan terstruktur karena peneliti menggunakan pedoman


wawanacara yang disusun secara sistematis untuk mengumpulkan data yang di

cari.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan menelaah

dokumen-dokumen (Narimawati, 2010). Dokumentasi dapat bisa berbentuk

tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiono, 2014).

Dari pengertian dia atas penulis menyimpulkan bahwa dokumentasi adalah teknis

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pencatatan dan

pengumpulan data, yang diindetifikasikan dari dokumentasi yang ada kaitannya

dengan bencana banjir.dan korban bencana banjir.

d.Angket

Angket adalah pengumpulan data yang mengguankan pertanyaan-pertanyaan

yang dijawab dan ditulis oleh responden (Tanzeh, 2009). Metode pengumpulan

data dengan angket dilakukan dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan

tertulis untuk dijawab secara tertulis atau responden. Angket sering juga disebut

kuesioner

Bentuk kuesioner yang disediakan terdiri dari empat alternatif jawaban.

Penilaian kuisioner menggunakan skala likert, hal ini dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Penilaian Positif Kuesioner

No. Item Sko


r

1. Sangat Setuju 5

2. Setuju 4

3. Kurang Setuju 3

4. Tidak Setuju 2

5. Sangat Tidak Setuju 1

Penilaian Negatif Kuesioner

No. Item Skor

1. Kurang Setuju 1

2. Setuju 2

3. Kurang Setuju 3

4. Tidak Setuju 4

5. Sangat Tidak Setuju 5

Sumber :Sugiyono (2016)

3.5 Teknik analisis data


Analisis indeks kesiapsiagaan dalam penelitian ini menggunakan indeks

kesiapsiagaan Jan Sopaheluwakan,2006. Teknik penghitungan Tingkat

Kesiapsiagaan:

a. Menghitung skor total real hasil angket.

b. Menghitung nilai indeks dari total real hasil angket.

Rumus:
Sumber : Jati, 2013

Skor maksimum parameter diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam

parameter yang diindeks (masing-masing pertanyaan bernilai satu). Total skor riil

parameter diperoleh dengan menjumlahkan skor riil seluruh pertanyaan dalam

parameter yang bersangkutan. Indeks berada pada kisaran nilai 0 – 100, sehingga

semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi pula tingkat preparednessnya.

Nilai indeks Kategori

1 80 – 100 Sangat siap

2 65 – 79 Siap

3 55 – 64 Hampir siap

4 40 – 54 Kurang siap

5 <40 Belum Siap

Sumber : Jan Sopaheluwakan,2006

Hasil perhitungan digunakan untuk menentukan Tingkat Kesiapsiagaan

berdasarkan indeks. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dapat dikategorikan

menjadi lima seperti indeks diatas.

Anda mungkin juga menyukai