Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN

KOMUNITAS POPULASI RENTAN


AREA BENCANA

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2

DIDI PRATOMO (23142019043P)


EFRANTO MC (23142019011P)
ELLY YULIANTI (23142019005P)
SILATUR RAHMI ELDAINI (23142019014P)
YUDI EFENDI (23142019042P)

STIKES BINA HUSADA PALEMBANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Kesehatan Komunitas Populasi
Rentan Area Bencana” guna memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan
Agregat Komunitas.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
mungkin masih terdapat banyak kesalahan, baik dari segi materi maupun teknik
penulisan dan penyusunan, untuk itu masukan, saran, serta kritik sangat
diharapkan guna kesempurnaan makalah ini. Akhirnya hanya kepada Tuhan Yang
Maha Esa kita kembalikan semua urusan dan semoga dapat memberikan manfaat
dan kebaikan bagi banyak pihak dan bernilai ibadah dihadapan Allah SWT.

Prabumulih, 13 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. LATAR BELAKANG.........................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................4
1.3. TUJUAN..............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN 5
2.1. KONSEP KESEHATAN POPULASI RENTAN AREA BENCANA................5
2.2. ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN POPULASI RENTAN PADA
AREA BENCANA........................................................................................................24
BAB III PENUTUP 34
3.1. KESIMPULAN..................................................................................................34
3.2. SARAN..............................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA 35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan akan terjadinya bencana.
Kondisi ini didukung oleh keadaan geografis, dimana Indonesia termasuk negara
kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga jalur lempeng tektonik yaitu
lempeng Eurasia, lempeng Indo – Australia dan lempeng Pasifik. Akibat
pergerakan aktif pertemuan lempeng tektonik tersebut, Indonesia berpotensi
rentan terhadap gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan letusan gunung api
(Suwarningsih et al., 2019). Di Indonesia, kejadian bencana telah tercatat dan
terhitung oleh BNPB dimana sejak 1 Januari sampai 31 Desember 2022, telah
terjadi sebanyak 3.414 bencana, dengan bencana terbanyak yaitu gempa bumi
sebanyak 27 kali. Dampak yang ditimbulkan sebanyak 836 orang meninggal
dunia, 44 orang hilang, 8.724 orang luka-luka dan 5.238.423 orang menderita dan
mengungsi akibat bencana yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia (BNPB,
2022). Dari data tersebut menjelaskan bahwa bencana merupakan ancaman nyata
yang dihadapi oleh masyarakat di Indonesia (Kemhan, 2015).
Provinsi Sumatera Barat adalah salah satu wilayah di Indonesia yang
memiliki potensi rawan bencana yang cukup tinggi. Terdapat tiga sumber utama
pembangkit bencana aktif di Sumatera barat yaitu Lempeng Megatrust, Sesar
Mentawai dan Sesar Besar Sumatera (Partuti, T., & Umyati, 2019). Oleh sebab
itu, salah satu bencana dahsyat di Indonesia terjadi di Sumatera Barat khususnya
di lepas Pantai Sumatera sekitar 50 km Barat Laut Kota Padang dengan bencana
gempa bumi pada tanggal 30 September 2009 dengan kekuatan 7,9 Skala Richter
(SR) (Atmojo & Muhandis, 2019). Bencana ini menyebabkan kerugian sebesar
4,8 triliun. Dampak lainnya terdapat sebanyak 1.195 korban meninggal dunia,
1.214 orang mengalami luka berat, 1.688 orang mengalami luka ringan, dan 1
orang korban hilang. Sedangkan kerusakan rumah sebanyak 135.448 rumah
mengalami rusak berat, 65.380 rumah mengalami rusak sedang dan 78.604 rumah
mengalami rusak ringan (Putri, 2021).

1
Bencana alam merupakan peristiwa perusak yang dapat menganggu fungsi
normal dalam kehidupan suatu komunitas. Hal ini dapat diartikan sebagai
gangguan ekologis dan keadaan darurat dengan tingkat keparahan yang dapat
mengakibatkan kematian, cedera, penyakit, bahkan kerusakan properti yang tidak
dapat dikelola secara efektif (Dwivedi et al., 2018). Ketika terjadi suatu bencana
maka cenderung juga terjadi cedera. Cedera adalah suatu kerusakan struktur atau
fungsi tubuh dikarenakan suatu trauma atau tekanan fisik terhadap tubuh tersebut
(WHO, 2014). Jika terjadi cedera maka harus segera diberikan tindakan
pertolongan pertama kepada korban.
Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) merupakan tindakan yang
dapat diberikan dalam menangani korban sesegera mungkin di tempat kejadian
sebelum tenaga medis mengambil alih penanganan tersebut (Anggarini, N.A,
2018). Pertolongan pertama juga diartikan sebagai perawatan sesegera mungkin
yang diberikan kepada korban yang mengalami cedera atau sakit mendadak
(Pfeiffer, 2012). P3K dilakukan tidak hanya untuk menyelamatkan hidup
seseorang, namun juga dapat mengurangi dampak dari cedera dan mengurangi
kecacatan pada korban (Partuti, T., & Umyati, 2019).
Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) dilakukan bukan sebagai
penanganan atau pengobatan yang sempurna, namun sebagai pertolongan pertama
yang dilakukan oleh orang yang pertama kali melihat korban. Hal ini dikarenakan
kita tidak selalu bisa mengakses bantuan medis dengan cepat jika mengalami
situasi darurat atau saat terjadi bencana (Ibrahim dkk., 2020). Pertolongan pertama
merupakan hal yang penting dilakukan karena keberhasilan keselamatan korban
yang mengalami kondisi gawat darurat tidak hanya ditentukan dari kualitas
pelayanan gawat darurat di rumah sakit tetapi juga ditentukan dari kualitas
pertolongan pertama yang dilakukan diluar rumah sakit secara tepat dan cepat
(Swasti, 2014).
Korban yang terlalu lama dibiarkan atau waktu yang telah melewati batas
periode emas (Golden Time) dan tidak tepatnya akurasi pertolongan pertama saat
korban ditemukan pertama kali dapat menyebabkan kematian (Setyaningrum dkk.,
2019). Pemberian tindakan pertolongan pertama yang tepat dan cepat dapat

2
mengurangi angka kematian dan meningkatkan angka harapan hidup bagi korban
(Hely, 2018). Sebagian besar korban gawat darurat baik korban bencana atau
kecelakaan terjadi di luar lingkungan rumah sakit atau di tempat dimana peralatan
medis yang diperlukan tidak tersedia untuk memberikan perawatan kepada pasien.
Petugas kesehatan yang sudah terlatih dalam pertolongan pertama biasanya datang
terlambat ke lokasi bencana, sehingga masyarakat menjadi korban meninggal
tanpa adanya pertolongan pertama. Beberapa kejadian di lapangan menunjukkan
bahwa orang yang seharusnya melakukan pertolongan pertama sering kali
membiarkan korban cidera tanpa melakukan pertolongan pertama sehingga hal ini
dapat meningkatkan resiko kecacatan bahkan kematian (Miriyanto et al., 2020).
Kesiapan dalam pertolongan gawat darurat saat terjadi bencana menuntut
masyarakat yang menemukan korban untuk memberikan bantuan pertolongan
segera. Oleh sebab itu sangat diperlukan pelaku pertolongan pertama atau
penolong yang memiliki ilmu dan terampil dalam melakukan pertolongan pertama
kepada korban (Miriyanto et al., 2020). Permasalahan yang sering muncul adalah
masih kurangnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat di daerah rawan
bencana dalam melakukan pertolongan pertama saat terjadi bencana (Ose et al.,
2020).
Dalam peningkatan sikap kepedulian masyarakat terhadap korban yang
membutuhkan pertolongan pertama, maka dilakukanlah program pengembangan
desa atau kelurahan “Siaga Bencana” dengan memberdayakan peran dari kader
siaga bencana serta memberikan edukasi dan pelatihan tentang Pertolongan
Pertama pada Kecelakaan (P3K). Kader siaga bencana berasal dari masyarakat
awam atau relawan khusunya di usia remaja dan dewasa (usia produktif) yang
telah dibekali ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan pertolongan
pertama (Kemenkes RI, 2017). Beberapa peran kader siaga bencana yaitu
pemberian pertolongan pertama pada korban pasca bencana, menyelamatkan
korban secara tepat dan cepat sehingga dapat mengurangi jumlah korban jiwa,
mengurangi ancaman dan risiko akibat dampak dari bencana, serta pemulihan
yang lebih baik pasca bencana terjadi (Kemenkes RI, 2015).

3
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Konsep Kesehatan Populasi Rentan Area Bencana?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Kesehatan Populasi Rentan pada Area
Bencana?

1.3. TUJUAN
1. Mengetahui Konsep Konsep Kesehatan Populasi Rentan Area Bencana.
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan Kesehatan Populasi Rentan pada Area
Bencana.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KONSEP KESEHATAN POPULASI RENTAN AREA BENCANA


2.1.1. Definisi Bencana
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa definisi bencana adalah suatu
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor
alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda
dan dampak psikologis (Paramesti, 2011).
Bencana merupakan kejadian yang membutuhkan usaha ekstra keras,
lebih dari respon terhadap situasi kedaruratan biasa. Bencana terjadi secara
alamiah maupun karena ulah buatan manusia dapat mengakibatkan
penderitaan dan kesengsaraan sehingga korban bencana membutuhkan
bantuan orang lain untuk memenuhui kebutuhannya (CMHN, 2011). Bencana
tidak terjadi begitu saja, namun ada beberapa faktor kesalahan atau kelalaian
manusia dalam mengantisipasi alam dan kemungkinan bencana yang dapat
menimpanya (Nartyas, 2013).

2.1.2. Klasifikasi Bencana


Klasifikasi bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu :
1. Bencana Alam
Bencana yang diakibatkan oleh suatu peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh faktor alam (natural disaster) dan fenomena
alam tanpa ada campur tangan dari manusia antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, tanah longsor, angin topan dan kekeringan.
Bencana alam merupakan suatu bencana yang terjadi akibat gejala-gejala alam

5
yang dampaknya sangat meresahkan masyarakat, terutama masyarakat yang
tinggal di kawasan rawan bencana.
Secara geografis, sebagian besar wilayah Indonesia berada pada
kawasan rawan bencana. Pada umumnya bencana alam dapat meliputi :
a) Bencana akibat faktor geologi, seperti : gempa bumi, tsunami, letusan
gunung api.
b) Bencana akibat hydrometeorologi, seperti : banjir, tanah longsor,
kekeringan, angin topan.

2. Bencana Non Alam


Bencana yang diakibatkan oleh suatu peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh faktor non alam (non natural disaster) atau
faktor biologi antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, wabah
penyakit manusia, wabah penyakit ternak dan hama tanaman.

3. Bencana Sosial
Bencana yang diakibatkan oleh suatu peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh faktor sosial atau ulah manusia (man-made
disaster) antara lain berupa konflik sosial antar kelompok atau antar
komunitas masyarakat akibat perebutan sumber daya yang terbatas, alasan
ideologi, religius dan politik serta terorisme.

4. Kegagalan Teknologi
Semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain,
pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan
teknologi, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir dan
pencemaran bahan kimia yang menyebabkan pencemaran, kerusakan
bangunan, korban jiwa dan kerusakan lainnya (Kristanti, 2013).

6
Beberapa jenis bencana yang sering terjadi antara lain :
1) Gempa Bumi
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007
tentang Gempa Bumi, gempa bumi adalah suatu getaran atau guncangan yang
terjadi di permukaan bumi, yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng
bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api atau runtuhan batuan (Perka No 2
Tahun 2012, BNPB 2012).
Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat yang bernama
seismograf. Magnitudo merupakan skala yang paling umum yang digunakan
pada kejadian gempa bumi. Skala richter merupakan skala besarnya lokal 5
magnitudo. Biasanya gempa bumi terjadi pada daerah yang dekat dengan
patahan lempengan bumi. Ada berbagai cara untuk mengurangi kerugian
akibat dampak dari terjadinya gempa bumi, seperti membangun bangunan
yang dapat meredam getaran gempa bumi dan memperkuat pondasi bangunan.

2) Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak
lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami
adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya
pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.

3) Banjir
Banjir adalah suatu peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu
daratan karena volume air yang meningkat. Banjir diakibatkan oleh curah
hujan yang cukup tinggi dan tidak diimbangi dengan saluran pembuangan air
yang memadai, sehingga banjir dapat merendam suatu wilayah. Banjir juga
diakibatkan oleh ulah manusia karena membuang sampah sembarangan ke
saluran pembuangan air dan menebang pohon secara liar.
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit
air yang sangat besar yang disebabkan karena terbendungnya aliran sungai.
Pada umumnya banjir bandang terjadi karena luapan air sungai yang tidak

7
mampu menghadang derasnya air yang datang sehingga menyebabkan
jebolnya sistem perairan di daerah tersebut.

4) Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan gerakan massa tanah atau bebatuan ataupun
percampuran keduanya yang menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya
kestabilan tanah atau bebatuan penyusun lereng tersebut. Longsor disebut juga
dengan gerakan tanah yang terjadi karena pergerakan massa batuan atau tanah
seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Bencana longsor terjadi
secara alami karena tanah yang kurang padat, curah hujan yang cukup tinggi
dan kemiringan yang cukup curam. Biasanya bencana longsor terjadi setelah
hujan yang cukup lebat dan tanah tersebut tidak ditumbuhi oleh tumbuhan.

5) Gelombang Pasang atau Badai


Gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon
tropis sekitar wilayah Indonesia. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis
tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya
angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.

6) Abrasi
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh gelombang laut dan arus
laut yang bersifat merusak. Abrasi disebut juga dengan erosi pantai.
Kerusakan garis pantai akibat abrasi dipicu oleh terganggunya keseimbangan
alam di daerah pantai tersebut.

7) Kebakaran
Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah, pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain yang dilanda api serta
menimbulkan korban dan kerugian. Kebakaran bisa terjadi diakibatkan oleh
keadaan wilayah itu sendiri dan ulah tangan manusia yang tidak bertanggung
jawab.

8
2.1.3. Penyebab Bencana
Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu :
1. Faktor alam (natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada
campur tangan manusia.
2. Faktor non-alam (nonnatural disaster) yaitu bukan karena fenomena
alam dan juga bukan akibat perbuatan manusia.
3. Faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat
perbuatan manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan
terorisme. (Kristanti, 2013).

2.1.4. Manajemen Bencana


Manajemen bencana menurut (University British Columbia) ialah
proses pembentukan atau penetapan tujuan bersama dan nilai bersama
(common value) untuk mendorong pihak-pihak yang terlibat (partisipan)
untuk menyusun rencana dan menghadapi baik bencana potensial maupun
aktual.
1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta
benda dan lingkungan hidup
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban
3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/pengungsian
ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang
layak huni dan aman
4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti
komunikasi/transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk
mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena
bencana
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan. menekan otot,

9
tulang, saraf dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.

2.1.5. Proses Terjadinya Bencana


Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi 3
tahapan dengan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari pra
bencana, pada saat tanggap darurat, dan pasca bencana.
1. Tahap Pra Bencana (mencangkup Kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, dan peringatan dini)
a. Pencegahan (Prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika
mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya : Melarang pembakaran
hutan dalam perladangan, Melarang penambangan batu di daerah yang
curam, dan Melarang membuang sampah sembarangan.
b. Mitigasi Bencana (Mitigation)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi
dapat dilakukan melalui:
1) Pelaksanaan penataan ruang
2) Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan
3) Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara
konvensional maupun modern (UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 47
ayat tentang Penanggulangan Bencana).
c. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencanammelalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna
dan berdaya guna. Beberapa bentuk aktivitas kesiapsiagaan yang dapat
dilakukan antara lain:
1) Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana
2) Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini

10
3) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar
4) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme
tanggap darurat
5) Penyiapan lokasi evakuasi
6) Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tentang
tanggap darurat bencana
7) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
d. Peringatan Dini (Early Warning)
Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada
Masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang (UU 24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda
peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi. Pemberian
peringatan dini harus : Menjangkau masyarakat (accesible), Segera
(immediate), Tegas tidak membingungkan (coherent), Bersifat resmi (official).

2. Tahap saat terjadi bencana, yang mencakup kegiatan tanggap darurat


untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan bantuan
darurat dan pengungsian
a. Tanggap Darurat (Response)
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.
Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahapan tanggap darurat
(UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 48 tentang Penaanggulangan Bencana).

11
b. Bantuan Darurat (Relief)
Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar berupa : Pangan, Sandang, Tempat tinggal
sementara, kesehatan, sanitasi dan air bersih.

3. Tahap pasca bencana, yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi,


dan rekonstruksi
a. Pemulihan (Recovery)
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan
melakukan upaya rehabilitasi. Beberapa kegiatan yang terkait dengan
pemulihan.
b. Rehabilitasi (Rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada
wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana.
c. Rekonstruksi (Reconstruction)
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta
langkahlangkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan
untuk membangun Kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan
sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat,
dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran
dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan
rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan program
rekonstruksi non fisik.

12
2.1.6. Respon Individu terhadap Bencana
Dampak psikologis yang diakibatkan bencana sangat bervariasi.
Faktor keseimbangan yang mempengaruhi respons individu terhadap krisis
adalah persepsi terhadap kejadian, sistem pendukung yang memiliki dan
mekanisme koping yang digunukan. Reaksi emosi dapat diobsevasi dari
individu yang menjadi korban. Ada 3 tahapan reaksi emosi yang dapat terjadi
setelah bencana:
1. Reaksi individu segera (24 jam) setelah bencana adalah :
a. Tegang, cemas, panik
b. Terpaku, syok, tidak percaya
c. Gembira atau euphoria, tidak terlalu merasa menderita
d. Lelah, bingung
e. Gelisah, menangis, menarik diri
f. Merasa bersalah. Reaksi ini masih termaksud reaksi normal terhadap
situasi yang abnormal dan memerlukan upaya pencegahan primer.

2. Minggu pertama sampai ketiga setelah bencana


a. Ketakutan, waspada, sensitive, mudah marah, kesulitan tidur
b. Khawatir, sangat sedih
c. Mengulang-ulang kembali (fleshback) kejadian
d. Bersedih
e. Reaksi positif yang masih dimiliki: berharap atau berfikir tentang
masa depan, terlibat dalam kegiatan menolong dan menyelamatkan
f. Menerima bencana sebagai takdir: Kondisi ini masih termasuk
respon yang membutuhkan Tindakan psikososial minimal

3. Lebih dari minggu ketiga setelah bencana. Reaksi yang diperlihatkan


dapat menerapakan dan dimanifestasikan dengan:
a. Kelelahan
b. Merasa panik
c. Kesedihan terus berlanjut, pesimis, dan berfikir tidak realistis

13
d. Tidak beraktivitas, isolasi, dan menarik diri
e. Kecemasan yang dimanifestasikan dengan palpitasi, pusing, letih,
mual, sakit kepala, dll.
Pada sebagian korban bencana yang selamat dapat mengalami
gangguan mental akut yang timbul dari beberapa minggu hingga
berbulan-bulan sesudah bencana. Beberapa bentuk gangguan tersebut
antara lain reaksi akut terhadap stress, berduka dan berkabung, gangguan
mental yang terdiagnosis, gangguan penyesuaian. Kondisi ini
membutuhkan bantuan psikososial dari tenaga kesehatan professional
(Kristanti, 2013).

2.1.7. Peran Pemerintah dalam Upaya Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Pascabencana
Dengan berpedoman pada Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana didalamnya
menjelaskan beberapa tahapan mulai dari perencanaan, pendanaan,
kelembagaan pelaksana, pelaksana, sampai yang terakhir pemantauan dan
evaluasi. Berikut ini penjelasannya secara lebih detail.
1. Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana (JITU PASNA)
Pada tahap yang pertama saat bencana sudah berakhir akan ada yang
dinamakan dengan pengkajian kebutuhan pasca bencana. Pengkajian
Kebutuhan Pasca Bencana ini dengan melihat dampak, akibat, dan
pengurangan resiko bencana dari berbagai sektor yang ada. Dengan
berpedoman pada Perka BNPN Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana bahwa didalamnya menyebutkan
pengkajian terbagi dari berbagai sektor seperti sektor infrastuktur, ekonomi,
sosial, dan beberapa sektor lainnya dengan harapan pengurangan resiko
bencana.
Selanjutnya, dilakukan suatu perencanaan yang dilakukan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan menyesuaikan Rencana

14
Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Perencanaan ini juga dilakukan
untuk membentuk pengertian antara pemerintah pusat dandaerah sebagai
pemangku kepentingan lainnya karena mereka juga yang akan bertangggung
jawab terhadap prioritas dan pendaan program rehabilitasi dan rekonstruksi
yang akan dilaksanakan. Sebagaimana hal tersebut nantinya tertuang ke dalam
suatu dokumen Rencana Aksi Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pascabencana.

2. Rencana Aksi Pelaksanaan


Rehabilitasi dan Rekontruksi Pasca Bencana Penyusunan dokumen
Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) dilaksanakan pada
akhir masa tanggap darurat dan masa pemulihan awal dengan memperhatikan:
Hasil pengkajian kebutuhan pasca bencana, Penentuan prioritas,
Pengalokasian sumberdaya dan waktu pelaksanaan, Dokumen rencana kerja
pemerintah baik pusat maupun daerah, dan Dokumen perencanaan
Pembangunan terkait lainnya.
Dalam Rencana Aksi terbagi menjadi 6 (enam) aspek yaitu
Pembangunan manusia, Perumahan dan permukiman, Infrastruktur,
Perekonomian, Sosial, dan Lintas sektor. Selain itu di dalam rencana aksi juga
memuat kondisi wilayah bencana dan prioritas program dan dana yang
dibutuhkan. Selanjutnya Terkait dengan pendanaan program. Sumber
pendanaan utama penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi adalah :
APBD Kabupaten/Kota untuk bencana skala Kabupaten/Kota. APBD Provinsi
untuk bencana skala Provinsi, dan APBN untuk bencana skala Nasional.
Dokumen tersebut ditetapkan oleh Kepala Badan disertai persetujuan
oleh Bupati di Tingkat kabupaten, Gubernur untuk tingkat Provinsi, maupun
Presiden sehingga program yang telah diprioritaskan dapat dilaksanakan.

3. Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Pasca Bencana Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana dilaksanakan oleh perangkat Kementerian/Lembaga dan atau Satuan

15
Kerja Perangkat daerah (SKPD) di Provinsi dan atau Kabupaten/Kota. Dalam
proses pelaksaan ini seluruh elemen wajib berkoordinasi dengan BNPB dan
BPBD bersama Kementrian Lembaga dan SKPD baik Lembaga Internasional,
lembaga asing non pemerintah yang terlibat dalam rehabilitasi dan
rekonstruksi.

4. Monitoring dan Evaluasi


Pelaksanaan Pemantaun dan Evaluasi untuk hasil Rehabilitasi dan
Rekonstruksi dilakukan oleh koordinasi antara BNPN dan atau BPBD dengan
melibatkan SKPD teknis serta masyarakat. Untuk laporan hasil program
sendiri, dilakukan oleh kepala SKPD. Adapun Prinsip pemantauan dan
evaluasi mengacu pada: Dokumen RENAKSI yang telah ditetapkan Kepala
BNPB atau Kepala BPBD dan Tujuan pembangunan daerah dan nasional
sebagaimana ditetapkan dalam dokumen perencanaan daerah dan nasional
(Munandar, 2018).

2.1.8. Penanggulangan Bencana Di Bidang Kesehatan


Dengan melihat faktor resiko yang terjadi akibat bencana, maka
penanggulangan bencana sektor kesehatan bisa dibagi menjadi aspek medis
dan aspek kesehatan masyarakat. Pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan merupakan salah satu bagian dari aspek kesehatan masyarakat.
Pelaksanaannya tentu harus melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan
sektor dan program terkait.Berikut ini merupakan ruang lingkup bidang
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, terutama pada saat
tanggap darurat dan pasca bencana:
1. Sanitasi darurat
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan
jamban, kualitas tempat pengungsian, serta pengaturan limbah sesuai standar.
Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini akan meningkatkan resiko
penularan penyakit.

16
2. Pengendalian vektor
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka
kemungkinan terdapat nyamuk dan vektor lain disekitar pengungsi. Ini
termasuk adanya timbunan sampah dan genangan air yang memungkinkan
terjadinya perindukan vektor.Maka kegiatan pengendalian vektor terbatas
sangat diperlukan, baik dalam bentuk spraying atau fogging, larvasiding,
maupun manipulasi lingkungan.

3. Pengendalian penyakit
Bila laporan pos-pos kesehatan diketahui terdapat peningkatan kasus
penyakit, terutama yang berpotensi KLB, maka dilakukan pengendalian
melalui intensifikasi penatalaksanaan kasus serta penanggulangan factor
risikonya.Penyakit yang memerlukan perhatian adalah diare dan ISPA.

4. Imunisasi terbatas
Pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit, terutama orang
tua, ibu hamil, bayi, dan balita.

5. Surveilans epidemiologi
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemiologi
penyakit potensi KLB dan faktor risiko.Atas informasi inilah maka dapat
ditentukan pengendalian penyakit, pengendalian vektor, dan pemberian
imunisasi. Informasi epidemiologi yang harus diperoleh melalui kegiatan
surveilans epidemiologi adalah: reaksi sosial, penyakit menular, perpindahan
penduduk, pengaruh cuaca, makanan dan gizi, persediaan air dan sanitasi,
kesehatan jiwa, kerusakan infrastruktur Kesehatan (Efendi,2009).

17
2.1.9. Prinsip Prinsip Penanggulangan Bencana
Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana (UU No.24 tahun 2007) :
1. Cepat dan tepat
Penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat
sesuai keadaan.
2. Prioritas
Apabila terjadi bencana kegiatan penanggulangan harus mendapat
prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
3. Koordinasi dan Keterpaduan
Penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan
saling mendukung. Penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor
secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling
mendukung.
4. Berdaya guna dan berhasil guna
Kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khusunya
dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga,
dan biaya yang berlebihan.
5. Transparansi dan akuntabilitas
Penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Pada dasarnya penanggulangan bencana
membutuhkan biaya yang banyak dan besar. Sumber pendanaan pun berasal
dari berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta. Nantinya penggunaan
anggaran harus dapat di pertanggungjawabkan melalui audit. Bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum. Segala tindakan hukum yang
diambil nantinya akan dapat dipertanggungjawabkan. Seringkali ketika proses
rekonstruksi bencana terjadi korupsi terhadap dana penanggulangan bencana.
6. Kemitraan
Harus ada kerjasama dan kemitraan antara masyarakat dan pemerintah
dalam penanganan keadaan bencana. Kemitraan ini sifatnya
berkesinambungan dan membutuhkan konsistensi. Sebab jika salah satu pihak

18
tidak mendukung akan menimbulkan akibat yang mungkin tidak
menguntungkan dalam penanganan bencana.
7. Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu bagian terpenting dalam
penanganan bencana. Mengoptimalkan segala macam potensi guna
meminimalisir kerugian yang mungkin timbul akibat bencana.
8. Nondiskriminatif
Dalam memberikan penanganan bencana tidak memberikan perlakuan
yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik
apapun.
9. Nonproletisi
Dilarang untuk menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan
darurat bencana. Terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat.
Hal ini sering dilanggar oleh lembaga asing yang memberikan bantuan di
daerah bencana.

2.1.10 Jenis Kegiatan Siaga Bencana


Ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam
situasi tanggap bencana:
1. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan
korban, dan kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka-luka,
kerusakan fasilitas umum dan pribadi, yang mungkin akan isolasi tempat,
sehingga sulit di jangkau oleh para relawan. Hal yang paling dibutuhkan oleh
korban saat itu adalah pengobatan dari tenaga kesehatan.

2. Pemberian Bantuan
Perawat dapat melakukan aksi penggalangan dana bagi korban
bencana, dengan menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai
bentuk, seperti makanan, obat-obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya.

19
Pemberian bantuan tersebut bisa dilakukan langsung oleh perawat secara
langsung dilokasi bencana dengan mendirikan posko bantuan.

3. Pemulihan Kesehatan Mental


Para korban suatu bencana akan mengalami trauma psikologis akibat
kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang
mendalam, ketakutan dan kehilangan.Tidak sedikit trauma ini menimpa
wanita, ibu-ibu, dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Sehingga hal tersebut berkelanjutan maka akan mengakibatkan stres berat dan
gangguan mental bagi korban bencana. Hal yang dibutuhkan dalam
penanggulangan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang
dapat dilakukan oleh perawat.

4. Pemberdayaan Masyarakat
Kondisi disekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana biasanya
akan menjadi tidak jelas akibat memburuknya keadaan pasca bencana, akibat
kehilangan harta benda yang mereka miliki. Sehingga banyak diantara mereka
yang patah arah dalam menentukan hidup selanjutnya.

Untuk mewujudkan tindakan diatas perlu adanya beberapa hal yang


harus dimiliki oleh seorang perawat, diantaranya:
1) Perawat Harus Memiliki Skill Keperawatan Yang Baik
Sebagai perawat yang akan memberikan pertolongan dalam
penanganan bencana, harus mempunyai skill keperawatan, dengan bekal
tersebut perawat akan mampu memberikan pertolongan medis yang baik dan
maksimal.
2) Perawat Harus Memiliki Sikap Atau Jiwa Kepedulian
Pemulihan daerah bencana membutuhkan kepedulian dari setiap
elemen masyarakat termasuk perawat, kepedulian tersebut tercermin dari rasa
empati dan mau berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi bencana.

20
3) Perawat Harus Memahami Manajemen Siaga Bencana
Kondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang berbeda,
segala hal yang terkait harus didasarkan pada manajemen yang baik,
mengingat bencana datang dengan tak terduga banyak hal yang harus
dipersiapkan dengan matang, jangan sampai tindakan yang dilakukan salah
dan sia-sia.

2.1.11 Mekanisme Penanggulangan Bencana


1. Pra Bencana
Pada masa pra bencana atau disebut juga sebagai fase penyadaran akan
bencana,jajaran pers dapat memainkan perannya selaku pendidik public lewat
artikel ataupun berita yang disajikannya secara priodik, terencana, populer,
digemari dan mencerahkan serta memperkaya khazanah alam pikiran publik
dengan target antara lain :
a. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang bencana,
mekanisme quick respon, langkah-langkah resque yang perlu, cepat dan
tepat untuk meminimalisasi korban serta menekan kerugian harta/benda.
b. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui muatanmuatan
artikel tematis yang bersifat penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap
potensi, jenis dan sifat bencana.
c. Perencanaan pengembangan wilayah dan pertumbuhan tata-ruang.
d. Pelestarian lingkungan.

2. Saat Bencana (Tanggap Darurat)


Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana yang bertujuan untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
Meliputi kegiatan :
a. Penyelamatan dan evakuasi korban maupun harta benda
b. Pemenuhan kebutuhan dasar
c. Perlindungan
d. Pengurusan pengungsi

21
e. Penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

3. Pasca Bencana (Recovery)


Kondisi pasca bencana adalah keadaan suatu wilayah dalam proses
pemulihan setelah terjadinya bencana. Pada kondisi ini dipelajari langkah apa
yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait dalam hal upaya untuk
mengembalikan tatanan masyarakat seperti semula sebelum terjadinya
bencana. Beberapa hal yang dipelajari dalam kondisi pasca bencana ini adalah
kecepatan dan ketepatan terutama dalam hal :
a. Penanganan korban (pengungsi)
b. Livelyhood recovery
c. Pembangunan infrastruktur
d. Konseling trauma
e. Tindakan-tindakan preventif kedepan
f. Organisasi kelembagaan
g. Stakeholders yang terlibat.
Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan utama yaitu
rehabilitasi dan rekonstruksi.
1) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pasca bencana.
2) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

22
2.1.12 Peran Perawat dalam Manajemen Bencana
a. Peran Perawat dalam Fase Pre-Impact
a. Mengenali instruksi ancaman bahaya
b. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan
dalam penanggulangan ancaman bencana
c. Melatih penanganan pertama korban bencana
d. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga
pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan
menghadapi ancaman
e. bencana
f. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. Pendidikan kesehatan
diarahkan kepada:
1) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang, perdarahan dan
pertolongan pertama luka bakar
3) Memberikan beberapa alamat dan nomor telpon darurat seperti
dinas kebakaran, Rumah Sakit dan Ambulance
4) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa
(missal pakaian seperlunya, portable radio, senter dan baterai)
5) Memberikan informasi tempat-tempat alternative penampungan
atau posko-posko bencana.

b. Peran Perawat dalam Fase Impact


a. Bertindak cepat
b. Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan
pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban
yang selamat
c. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan

23
d. Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan
e. Untuk jangka panjang. Bersama-sama pihak yang terkait dapat
mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya
untuk jangka waktu 30 bulan pertama

c. Peran Perawat dalam Fase Post Impact


a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik dan
psikologi korban.
b. Stress psikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi
posttraumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan
3 kriteria utama:
1) Gejala trauma pasti dapat dikenali
2) Individu tersebut mengalami gejala ulang terutamanya melalui
flashback, mimpi, ataupun peristiwa – peristiwa yang memacunya
3) Individu akan menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu
dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan
bersalah dan gangguan memori.
4) Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerja sama dengan unsur lintas sektor menangani masalah
kesehatan masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase
pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman.

2.2. ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN POPULASI RENTAN


PADA AREA BENCANA
2.2.1 Pengkajian
a. Pengkajian inti:
1) Sejarah
Terjadinya wilayah, perkembangan wilayah, sudah berapa lama
masyarakat disana tinggal, apakah ada perubahan terhadap daerah,
bagaimana sejarah daerah tersebut. Dan apakah pernah terjadi bencana
di wilayah tersebut.

24
2) Demografi
Karakteristik penduduk: usia dan jenis kelamin, tipe rumah
tangga : keluarga, bukan keluarga, status perkawinan, kelompok
masyarakat apa yang terbanyak dilihat (anak muda, lansia) apakah
diwilayah tersebut ada usia yang rentan bencana, orang yang tinggal
sendirian, apakah populasi homogen, statistik penting (angka kelahiran,
pernahkah ada angka kematian diwilayah tersebut pada bencana
sebelumnya, angka kesakitan/masalah kesehatan, prilaku sehat, masalah
social, angka kekerasan).
3) Etnis
Adakah kelompok etnik tertentu dan tanda–tanda kelompok
budaya yang dilihat dan bagaimana budaya masyarakat dalam menilai
bencana
4) Nilai dan Keyakinan
Nilai dan keyakinan yang dianut masyarakat, agama (distribusi
dan pemimpin agama), bagaimana pandangan dalam melihat bencana
apakah diwilayah tersebut memiliki sarana ibadah, apakah ada tanda
seni, bagaimana budayanya, bagaimana leluhurnya, dan apakah ada
tanda–tanda peninggalan sejarah.

b. Pengkajian sub – sub sistem


1) Lingkungan
Bagaimana keadaan masyarakat, bagaimana kualitas udara,
tumbuh–tumbuhan, perumahan, pembatasan daerah, jarak, daerah
penghijauan, binatang peliharaan, anggota masyarakat, struktur yang
dibuat masyarakat, keindahan alam, iklim, apakah ada peta wilayah dan
berapa luas daerah tersebut serta apakah ada resiko bencana di wilayah
tersebut dari faktor alam, cuaca, topografi wilayah dll.
2) Pelayanan kesehatan dan sosial
Jenis pelayanan kesehatan yang ada (rumah sakit, klinik, praktek
bersama, agensi perawatan, fasilitas perawatan rumah), pusat

25
kedaruratan (lokasi, kualitas, catatan pelayanan, kesiapsiagaan, unit
kebakaran, pusat control keracunan, pelayanan gawat darurat
professional dan relawan), rumah jompo, fasilitas pelayanan sosial
(pelayanan konseling dan support, intervensi krisis, pelayanan protektif
anak dan remaja, pelayanan populasi special: imigran,cacat,
keterbatasan, sakit mental kronik), biaya pelaksana, sumber daya,
karakteristik pengguna, sumber diluar daerah terebut yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat, akses dari pelayanan kesehatan dan
social dan kepuasan dari pelayanan kesehatan dan sosial, apakah tersedia
tenaga kesehatan dalam penanganan bencana dan apakah sudah
memiliki kemampuan sesuai standar
3) Ekonomi
Apakah merupakan komunitas berkembang atau miskin, tenaga
kerja (jumlah yang bekerja, penganguran, jenis pekerjaan, kelompok
pekerja, kelompok usia pekerja), pendapatan anggota keluarga, dan
individual, sumber penghasilan, perkembangan ekonomi saat ini dan
yang akan datang, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang beresiko,
jumlah dan rata- rata injury dan kesakitan akibat kerja, apakah terdapat
industri, pertokoan, lapangan kerja, kemana warga masyarakat belanja.
4) Keamanan
Jenis layanan perlindungan apa yang tersedia, jenis Tindakan
kriminal apa yang dipantau, jenis tindakan kriminal apa yang biasa
terjadi, apakah masyarakat merasa aman apabila terjadi bencana.
5) Politik dan pemerintahan
Siapakah diwilayah tersebut yang bertanggung jawab apabila
terjadi bencana dan kebijakan benrkaitan bencana
6) Komunikasi
Apabila terjadi bencana siapakah dan bagaimana
mengkomunikasikan kepada masyarakat.

26
7) Pendidikan
Apakah sudah ada persiapan untuk menghadapi bencana pada
institusi pendidikan di wilayah tersebut dan bencana apakah institusi
Pendidikan sudah menyiapkan berkaitan sarana dan prasarana dalam
menghadapi bencana.
8) Rekreasi
Apakah ada sarana rekreasi yang beresiko untuk bencana pada
masyarakat dan sudahkah diberikan pemberitahuan atau peringatan pada
sarana rekreasi tersebut (Betty Neuman, 1970 dalam Huda, 2011).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Komunitas Bencana


Diagnosa keperawatan komunitas bencana yang mungkin muncul,
yaitu :
1. Ketidakefektifan koping komunitas b.d pemajanan pada bencana (alami
atau perbuatan manusia) dan riwayat bencana (mis : alam, perbuatan
manusia).
2. Defisiensi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan ahli di komunitas,
ketidakcukupan biaya program dan ketidakcukupan sumber daya
3. Kesiapan meningkatkan pengetahuan
4. Sindrom pascatrauma b.d kejadian strategi yang melibatkan banyak
kematian
5. Duka cita b.d kehilangan objek penting (mis. Kepemikiran, pekerjaan,
status, rumah, bagian tubuh) dan kematian orang terdekat (Herdman,
2017).

27
2.2.3 Intervensi Keperawatan Komunitas Bencana
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Ketidakefektifan koping Domain VII : kesehatan Komunitas Domain VII : Komunitas
komunitas b.d pemajanan pada Kelas 2 : perlindungan kesehatan Kelas 2 : manajemen resiko komunitas
bencana (alami atau perbuatan komunitas 8840 : Persiapan bencana di masyarakat :
manusia) dan riwayat bencana Level 3: Intervensi ➢ Identifikasi tipe bencana potensial yang ada di
(mis : alam, perbuatan 2804: Kesiapan komunitas terhadap daerah tersebut (misalnya yang berhubungan dengan
manusia). bencana cuaca, industri, lingkungan)
➢ 280401 identifikasi tipe bencana ➢ Bekerja bersama dengan instansi-instansi lain dalam
potensial perencanaan terkait dengan bencana
➢ 280436 rencana tertulis untuk (misalnya pemadaman kebakaran, palang merah
evakuasi tentara, layanan-layanan ambulan, Lembaga layanan
➢ 280437 rencana tertulis untuk triase sosial)
➢ 280411 keterlibatan lembaga penting ➢ Kembangkan rencana persiapan sesuai dengan tipe
dalam perencanaan bencana tertentu (misalnya insiden kasual multipel,
➢ 280427 pendidikan public tentang banjir).
 peringatan bencana dan respon ➢ Identifikasi semua perangkat medis dan sumber daya
lembaga sosial yang tersedia untuk dapat menanggapi
bencana
➢ Kembangkan prosedur-prosedur triase
➢ Dorong persiapan masyarakat untuk menghadapi
kejadian bencana
➢ Didik anggota masyarakat mengenai keselamatan
➢ Dorong anggota masyarakat untuk memiliki
rencana kesiapsiagaan pribadi
➢ Lakukan latihan simulasi (tiruan) mengenai
kejadian bencana

28
Defisiensi kesehatan Domain 1 : Promosi Kesehatan Primer
komunitas Kelas 2: Manajemen Kesehatan Domain III : Perilaku
b.d ketidakcukupan ahli di Level 3: Intervensi Kelas S: Pendidikan Pasien
komunitas, ketidakcukupan 2804 : Kesiapan komunitas terhadap 5510: pendidikan kesehatan
biaya program dan bencana ➢ Targetkan sasaran pada kelompok beresiko tinggi
ketidakcukupan sumber daya ➢ 280401 identifikasi tipe bencana dan rentang usia yang akan mendapat manfaat besar
potensial dari pendidikan kesehatan
➢ 280436 rencana tertulis untuk ➢ Rumuskan tujuan dalam program Pendidikan
evakuasi kesehatan
➢ 280437 rencana tertulis untuk triase ➢ Identifikasi sumber daya
➢ 280411 keterlibatan lembaga penting ➢ Tekankan manfaat kesehatan positif yang langsung
dalam perencanaan atau manfaat jangka pendek yang bisa diterima
➢ 280427 pendidikan public tentang masyarakat
 peringatan bencana dan respon ➢ Kembangkan materi pendidikan tertulis yang
tersedia dan sesuai dengan sasaran
➢ Berikan ceramah untuk menyampaikan informasi
dalam jumlah besar
➢ Pengaruhi pengemban kebijakan yang menjamin
pendidikan kesehatan sebagai kepentingan masyarakat
Domain III: Perilaku
Kelas R: Bantuan Koping
5540: Peningkatan sistem dukungan
➢ Tentukan kecukupan dari jaringan social yang ada
➢ Tentukan hambatan terhadap sistem dukungan yang
tidak terpakai dan kurang dimanfaatkan
➢ Identifikasi kekuatan dan kelemahan sumber daya
masyarakat dan advokasi terkait perubahan jika
diperlukan

29
➢ Sediakan layanan dengan sikap peduli dan
mendukung
➢ Identifikasi sumber daya yang tersedia terkait
dengan dukungan pemberi perawatan
Kesiapan meningkatkan Domain III : kesehatan psikososial Domain III : perillaku
Pengetahuan Level 2 : adaptasi psikosial Kelas II : pendidikan masyarakat
1302 : 5540 : peningkatan kesiapan pembelajaran
➢ 130201 mengidentifikasi pola koping ➢ Berikan lingkungan yang tidak mengancam
yang efektif ➢ Bina hubungan saling percaya
➢ 130202 mengidentifikasi pola koping ➢ Tentukan kredebilitas guru yang tepat
yang tidak efektif ➢ Maksimalkan infut sensori dengan menggunakan
➢ 130203 menanyakan perasaan akan kaca mata, alat bantu dan lain-lain dengan cara yang
kontrol diri tepat
➢ 130222 menggunakan sistem ➢ Jelaskan bagaimana informasi bias membantu klien
dukungan personal mencapai tjuan dengan cara yang tepat
 ➢ 130214 menyatakan butuh bantuan
luka bersih tidak lembab dan tidak
 kotor.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi.
Sindrom pascatrauma b.d Domain I : kesehatan Psikososial Domain III : perilaku
kejadian strategi yang Level 2 : kesejahteraan Psikologis Level 2 : bantuan koping
melibatkan banyak kematian 1204 : keseimbangan alam perasaan 5440 : peningkatan system dukungan
➢ 120401 menunjukkan efek yang ➢ Identifikasi respon psikologis terhadap situasi dan
sesuai dengan situasi ketersediaan system dukungan
➢ 120402 Menunjukkan alam perasaan ➢ Identifikasi tingkat dukungan keluarga, dukungan
yang stabil keuangan dan sumber daya lainnya
➢ 120406 berbicara dengan kecepatan ➢ Tentukan hambatan terhadap sistem dukungan yang

30
sedang tidak terpakai dan kurang dimanfaatkan
 ➢ 120415 menunjukkan minat
➢ Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam kegiatan
terhadap sekeliling social dan masyarakat
➢ Sediakan layanan yang dengan sikap perduli dan
mendukung
➢ Libatkan keluarga, orang tua dan teman-teman
dalam perawatan dan perencanaan
Duka cita b.d kehilangan objek Domain VII : Kesehatan Komunitas Domain 3 : perilaku
penting (mis. Kepemikiran, Level 2 : kesejahteraan Komunitas Level 2 : peningkatan komunikasi
pekerjaan, status, rumah, 2703 : Respon Berduka Komunitas 4920 : mendengar aktif
bagian tubuh) dan kematian ➢ 270301 pengkajian kebutuhan oleh ➢ Buat tujuan interaksi
orang terdekat pemimpin ➢ Tunjukkan ketertarikan kepada klien
➢ 270302 Koordinasi upaya respon ➢ Gunakan pertanyaan maupun pernyataan yang
kesedihan mendorong klien untuk mengekpresikan perasaan,
➢ 270303 kerja sama antar anggota pikiran, kekhawatiran
➢ 270304 identifikasi kebutuhan ➢ Dengarkan isi pesan dan perasaan yang tidak
kesehatan mental anggota terungkap selama percakapan
➢ 270306 peluang kegiatan pemulihan ➢ Sadari tempo suara, volume, kecepatan maupun
kominitas tekanan suara
➢ 270307 partisipasi kegiatan ➢ Klarifikasi pesan yang diterima dengan
pemulihan komunitas menggunakan pertanyaan maupun memberikan
➢ 270312 pengenalan masalah-masalah umpan balik
anggota ➢ Gunakan teknik diam/mendengarkan dalam rangka
 ➢ 270313 pilihan permukiman menndorong klien untuk mengekspresikan perasaan,
Kembali pikiran dan kekhawatiran

31
2.2.4 Pelaksanaan (Implementasi)
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan masyarakat. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan
yang berfokus pada masyarakat dan berorientasi pada hasil, sebagaimana
yang digambarkan pada rencana. Implementasi pada keperawatan bencana
adalah memberikan program bencana kepada masyarakat agar masyarakat
dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana dan mengurangi
resiko dan kemungkinan hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini
melibatkan pihak Puskesmas, Bidan desa dan anggota masyarakat
(Mubarak, 2009). Prinsip yang umum digunakan dalam pelaksanaan atau
implementasi pada keperawatan komunitas bencana adalah:
a. Inovative
Perawat kesehatan masyarakat harus mempunyai wawasan luas dan
mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tehnologi (IPTEK) dan berdasar pada iman dan taqwa (IMTAQ) (Mubarak,
2009).
b. Integrated
Perawat kesehatan masyarakat harus mampu bekerjasama dengan
sesame profesi, tim kesehatan lain, individu, keluarga, kelompok dan
Masyarakat berdasarkan azas kemitraan (Mubarak, 2009).
c. Rasional
Perawat kesehatan masyarakat dalam melakukan asuhan
keperawatan harus menggunakan pengetahuan secara rasional demi
tercapainya rencana program yang telah disusun (Mubarak, 2009).
d. Mampu dan mandiri
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan mempunyai kemampuan
dan kemandirian dalam melaksanakan asuhan keperawatan serta kompeten
(Mubarak, 2009).
e. Ugem
Perawat kesehatan masyarakat harus yakin dan percaya atas
kemampuannya dan bertindak dengan sikap optimis bahwa asuhan

32
keperawatan yang diberikan akan tercapai. Dalam melaksanakan
implementasi yang menjadi fokus adalah : program kesehatan komunitas
dengan strategi : komuniti organisasi dan partnership in community (model
for nursing partnership) (Mubarak, 2009).

2.2.5 Evaluasi
Efektivitas dari suatu program yang dievaluasi dapat melalui :
1. Survei mendalam berkaitan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui
kuesioner, wawancara dan test. Hal tersebut dapat dilakukan sebelum
dan sesudah program/implemantasi.
2. Ukuran lain yang dapat digunakan angka stasistik komunitas.
Terdapat tiga tipe evaluasi yang menjelaskan apa yang perlu
dievaluasi yaitu : struktur, proses dan hasil.
1) Evaluasi struktur mencakup : fasilitas fisik, perlengkapan, kapan,
layanan.
2) Evaluasi proses : tindakan keperawatan dalam setiap komponen proses
keperawatan yang mencakup adekuasi, kesesuain, efektifitas dan
efisiensi.
3) Evaluasi hasil: perubahan perilaku masyarakat yang mencakup :
respon fisiologis dan psikologis, keterampilan psikomotor,
pengetahuan dan kemampuan (Mubarak, 2009).

33
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa definisi bencana adalah suatu
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam
atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis (Paramesti, 2011).
Bencana merupakan kejadian yang membutuhkan usaha ekstra keras, lebih
dari respon terhadap situasi kedaruratan biasa. Bencana terjadi secara alamiah
maupun karena ulah buatan manusia dapat mengakibatkan penderitaan dan
kesengsaraan sehingga korban bencana membutuhkan bantuan orang lain untuk
memenuhui kebutuhannya (CMHN, 2011). Bencana tidak terjadi begitu saja,
namun ada beberapa faktor kesalahan atau kelalaian manusia dalam
mengantisipasi alam dan kemungkinan bencana yang dapat menimpanya (Nartyas,
2013).

3.2. SARAN
Diharapkan pada Mahasiswa PSIK Bina Husada Palembang dapat
mengetahui dan memahami tentang Konsep dan Asuhan Keperawatan Agregat
Komunitas Populasi Rentan Area Bencana.

34
DAFTAR PUSTAKA

Lukman dan Ningsih, N.


(2013). Asuhan
Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta :
Salemba Medikaia
Arif, M. 2018. Kesiapsiagaan Masyarakat Kawasan Perkotaan Terhadap
Bencana Gempa Bumi. Vol. 5, No. 1, Hal. 903-916. Badan
Penanggulangan Bencana Bukittinggi.

Bulechek, G.M. et. al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi
Keenam Indonesian Edition. Indonesia. Mosby.

Febriana, et. al. 2015. Kesiapsiagaan Masyarakat Desa Siaga Bencana dalam
Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Kecamatan Meuraxa Kota Banda
Aceh. Vol. 2, No. 3, Hal. 41-49.

Gunawan. 2014. Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana


Kasus di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman di Yogyakarta. Vol.
19, No. 2, Hal 91-106.

Harjadi. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di


Indonesia. Hal 1-22.

Herdman, T. H. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi. Jakarta.


EGC.

Huda, M. 2011. Keperawatan Komunitas. Jakarta. Fitramaya.

Indonesia. 2007. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

35
Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 66.
Sekretariat Negara. Jakarta

Kristanti. 2013. Kesiapsiagaan Nasyarakat terhadap Bencana Gempa Bumi di


Dusun Piring Desa Shardono Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul
Yogyakarta.

Munandar, A. 2018. Kesiapsiagaan Perawat dalam Penatalaksanaan Aspek


Psikologis Akibat Bencana Alam. Vol. 9, No. 2, Hal. 72-81.

Moorhead, S. et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi keenam
Insonesion Edition. Indonesia. Mosby.

Mubarak, W. I. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas : Konsep dan Aplikasi.


Jakarta. Salemba Medika.

Mustafa, B. 2010. Analisis Gempa Nias dan Gempa Sumatera Barat dan
Kesamaannya yang Tidak Menimbulkan Tsunami. Vol. 2, No. 1, Hal. 44-
50.

Natryas, W. A. 2013. Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana


Gempa Bumi di Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten. Hal, 1-11.

Lukman dan Ningsih, N.


(2013). Asuhan
Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta :
Salemba Medikaia

36
Lukman dan Ningsih, N.
(2013). Asuhan
Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta :
Salemba Medikaia

37

Anda mungkin juga menyukai