Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN PENANGGULANGAN

BENCANA

Disusun Oleh :

Kelompok 11 B

Desi Pratiwi Samosir (032017066)

S Petronella Sitinjak (032017094)

Gohizisokhi Halawa (032017107)

Dosen Pembimbing : Friska Ginting.S.Kep.,Ns.,M.Kep


Mata Kuliah : Keperawatan Bencana

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH
MEDAN
T.A 2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepadaTuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat yang telah diberikannya kepadakita sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul“Manajemen Penanggulangan Bencana”
Penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagaipihak dalam
penyusunan makalah ini.Dalam Penyusunan makalah ini tidak menutup
kemungkinan terdapat kekurangan dalam pengerjaannnya.Untuk itu penulis
mengharapakan kritik serta saran yang membangun demi perbaikan
kedepannya.Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.

Medan,5 September 2020

Kelompok 11 B
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya
peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan
kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi
masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri
peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan,
tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi
bencana.
Dalam kaitannya dengan bencana maka tidak lain halnya bencana
seperti banjir juga dapat masuk dalam kategori sebuah bencana apabila
peristiwa atau rangkaian peristiwa tersebut mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis.
Dari problem diatas memang yang jadi permasalahan saat ini adalah
kurang optimalnya manajemen terhadap penanggulangan bencana banjir
yang baik dan didukung dengan faktor alam yaitu gundulnya hutan yang
kemudian menyebabkan banjir selalu terjadi setiap tahunnya di Indonesia
khususnya di daerah yang rawan terkena bencana banjir. Oleh karenanya
landasan nasional dalam penanggulangan bencana dan pengurangan risiko
bencana akan memberikan advokasi dan dukungan kepada pemerintah
dalam upaya melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana
nasional dan penanggulangan bencana di daerah secara terencana,
sistematis dan menyeluruh.
Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Badan Nasional Penanggulangan Bencana tersebut juga mendefinisikan
mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Sejarah
Lembaga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terbentuk
tidak terlepas dari perkembangan penanggulangan bencana pada masa
kemerdekaan hingga bencana alam berupa gempa bumi dahsyat di
Samudera Hindia pada abad 20. Sementara itu, perkembangan tersebut
sangat dipengaruhi pada konteks situasi, cakupan dan paradigma
penanggulangan bencana.
Dengan dikeluarkannya UU No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, maka terjadi berbagai perubahan yang cukup
signifikan terhadap upaya penganggulangan bencana di Indonesia, baik
dari tingkat nasional hingga daerah yang secara umum, peraturan ini telah
mampu memberi keamanan bagi masyarakat dan wilayah Indonesia
dengan cara penanggulangan bencana dalam hal karakeristik, frekuensi
dan pemahaman terhadap kerawanan dan risiko bencana.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa/I khusunya mahasiswa/I STIKes Santa Elisabeth Medan
dapat memahami dan mengetahui bagaimana manajemen penanggulangan
bencana yang benar

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Agar mahasiswa/I mengetahui dasar hukum penanggulangan bencana
di Indonesia
b. Agar mahasiswa/I mengetahui bagaimana system penanggulangan
bencana di Indonesia
c. Agar mahasiswa/I mengetahui bagaimana manajemen penanggulangan
bencana sesuai siklus bencana
d. Agar mahasiswa/I mengetahui bagaimana manajemen penanggulangan
bencana pada fase pra bencana
e. Agar mahasiswa/I mengetahui bagaimana manajemen penanggulangan
bencana pada fase bencana
f. Agar mahasiswa/I mengetahui bagaimana manajemen penanggulangan
bencana pada fase pasca bencana

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Dasar Hukum Penanggulangan Bencana di Indonesia
Dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi
penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, disusunlah Undang-Undang
tentang Penanggulangan Bencana yang pada prinsipnya mengatur tahapan
bencana meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.
Undang-undang Rerpublik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana yang berisikan:
a. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap
kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana,
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan
Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi
geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan
terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor
nonalam maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat
pembangunan nasional;
c. Bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
penanggulangan bencana yang ada belum dapat dijadikan landasan
hukum yang kuat dan menyeluruh serta tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa Indonesia
sehingga menghambat upaya penanggulangan bencana secara
terencana, terkoordinasi, dan terpadu;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang
Penanggulangan Bencana;
2.2 Sistem Penanggulangan Bencana di Indonesia
Indonesia menyadari bahwa masalah kebencanaan harus ditangani secara
serius sejak terjadinya gempabumi dan disusul tsunami yang menerjang Aceh
dan sekitarnya pada 2004. Kebencanaan merupakan pembahasan yang sangat
komprehensif dan multi dimensi. Menyikapi kebencanaan yang frekuensinya
terus meningkat setiap tahun, pemikiran terhadap penanggulangan bencana
harus dipahami dan diimplementasikan oleh semua pihak. Bencana adalah
urusan semua pihak. Secara periodik, Indonesia membangun sistem nasional
penanggulangan bencana. Sistem nasional ini mencakup beberapa aspek
antara lain:
a. Legislasi
Dari sisi legislasi, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Produk
hukum di bawahnya antara lain Peraturan Pemerintah , Peraturan Presiden,
Peraturan Kepala Kepala Badan, serta peraturan daerah.
b. Kelembagaan
Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan non formal. Secara
formal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan focal
point lembaga pemerintah di tingkat pusat. Sementara itu, focal point
penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dari sisi non formal,
forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk untuk memperkuat
penyelenggaran penanggulangan bencana di Indonesia. Di tingkat nasional,
terbentuk Platform Nasional (Planas) yang terdiri unsur masyarakat sipil,
dunia usaha, perguruan tinggi, media dan lembaga internasional. Pada tingkat
lokal, kita mengenal Forum PRB Yogyakarta dan Forum PRB Nusa Tenggara
Timur.
c. Pendanaan
Saat ini kebencanaan bukan hanya isu lokal atau nasional, tetapi
melibatkan internasional. Komunitas internasional mendukung Pemerintah
Indonesia dalam membangun manajemen penanggulangan bencana menjadi
lebih baik. Di sisi lain, kepedulian dan keseriusan Pemerintah Indonesia
terhadap masalah bencana sangat tinggi dengan dibuktikan dengan
penganggaran yang signifikan khususnya untuk pengarusutamaan
pengurangan risiko bencana dalam pembangunan.
Berikut beberapa pendanaan yang terkait dengan penanggulangan bencana
di Indonesia :

1. Dana DIPA (APBN/APBD)


2. Dana Kontijensi
3. Dana On-call
4. Dana Bantual Sosial Berpola Hibah
5. Dana yang bersumber dari masyarakat
6. Dana dukungan komunitas internasional

Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka UU No. 24


tahun 2007 menyatakan “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi”. Rumusan penanggulangan bencana dari UU tersebut mengandung
dua pengertian dasar yaitu:
1) Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus.
2) Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan
yang didasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun
2007 secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Tanggap Darurat Bencana : Serangkaian tindakan yang diambil secara
cepat menyusul terjadinya suatu peristiwa bencana, termasuk penilaian
kerusakan, kebutuhan (damage and needs assessment), penyaluran
bantuan darurat, upaya pertolongan, dan pembersihan lokasi bencana
Tujuan :
a. Menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia;
b. Mengurangi penderitaan korban bencana;
c. Meminimalkan kerugian material
2) Rehabilitasi : Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban
bencana untuk kembali pada kehidupan normal yang kemudian
diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di dalam masyarakat.
Termasuk didalamnya adalah penanganan korban bencana yang
mengalami trauma psikologis. Misalnya : renovasi atau perbaikan sarana-
sarana umum, perumahan dan tempat penampungan sampai dengan
penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai hidup baru
3) Rekonstruksi : Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi
seperti sebelum terjadinya bencana, termasuk pembangunan infrastruktur,
menghidupkan akses sumber sumber ekonomi, perbaikan lingkungan,
pemberdayaan masyarakat; Berorientasi pada pembangunan – tujuan :
mengurangi dampak bencana, dan di lain sisi memberikan manfaat secara
ekonomis pada masyarakat
4) Prevensi : Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk menyediakan
sarana yang dapat memberikan perlindungan permanen terhadap dampak
peristiwa alam, yaitu rekayasa teknologi dalam pembangunan fisik;
Upaya memberlakukan ketentuan-ketentuan -Regulasi- yang memberikan
jaminan perlindungan terhadap lingkungan hidup, pembebasan lokasi
rawan bencana dari pemukiman penduduk;
a. Pembangunan saluran pembuangan lahar;
b. Pembangunan kanal pengendali banjir;
c. Relokasi penduduk
5) Kesiapsiagaan Bencana : Upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat
(individu, kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya peristiwa alam,
melalui pembentukan struktu dan mekanisme tanggap darurat yang
sistematis. Tujuan : untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan
sarana-sarana pelayanan umum. Kesiapsiagaan Bencana meliputi : upaya
mengurangi tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters
Plan), pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, pelatihan warga di
lokasi rawan bencana
6) Mitigasi : Serangkaian tindakan yang dilakukan sejak dari awal untuk
menghadapi suatu peristiwa alam – dengan mengurangi atau
meminimalkan dampak peristiwa alam tersebut terhadap kelangsungan
hidup manusia dan lingkungan hidupnya (struktural); Upaya penyadaran
masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan dimana
mereka berada, sehingga mereka dapat mengelola upaya kesiapsiagaan
terhadap bencana;
a. Pembangunan dam penahan banjir atau ombak;
b. Penanaman pohon bakau;
c. Penghijauan hutan;
7) Sistem Peringatan Dini : Informasi-informasi yang diberikan kepada
masyarakat tentang kapan suatu bahaya peristiwa alam dapat
diidentifikasi dan penilaian tentang kemungkinan dampaknya pada suatu
wilayah tertentu.
2.3 Model Manajemen Bencana
Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard)
pada komunitas yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat
mengatasi berbagai implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Manajemen
bencana pada dasarnya berupaya untuk menghindarkan masyarakat dari
bencana baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya hazard
maupun mengatasi kerentanan. Terdapat lima model manajemen bencana
yaitu:
1) Disaster management continuum model. Model ini mungkin
merupakan model yang paling popular karena terdiri dari tahap-
tahap yang jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-
tahap manajemen bencana di dalam model ini meliputi
emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation,
preparedness, dan early warning.
2) Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini
membagi tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-
kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana, selama bencana
terjadi, dan setelah bencana. Model ini seringkali digabungkan
dengan disaster management continuum model.
3) Contract-expand model. Model ini berasumsi bahwa seluruh
tahap-tahap yang ada pada manajemen bencana (emergency,
relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness,
dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah
yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak
bencana adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih
dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain
seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang
ditekankan.
4) The crunch and release model. Manajemen bencana ini
menekankan upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi
bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan juga
kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.
5) Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya
manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana baik dalam
bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas
untuk mengurangi risiko tersebut.

2.4 Manajemen Penanggulangan Bencana Sesuai Siklus Bencana


Upaya penanggulangan bencana merupakan usaha berkelanjutan
yang direncanakan dan dikoordinir untuk mereduksi atau meminimalisir
dampak suatu bencana dengan tujuan agar masyarakat daerah rawan
bencana merasa aman dalam melakukan aktivitas sehari-hari, namun tetap
mengerti dan memahami betul kondisi lingkungannya sehingga selalu
waspada.
Penanganan bencana berangkat dari keterbatasan manusia dalam
memprediksi dan menghadapi bencana. Jadi pengertian ini justru
berangkat dari sikap bahwa bencana tidak sepenuhnya dapat dikendalikan.
Para pihak yang terlibat untuk pengelolaan bencana meliputi unsur-unsur
pemerintah (enabler), perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), sukarelawan/ti (volunteer), swasta/ investor, kontraktor, konsultan,
masyarakat dan lain-lain. Pemerintah dibantu stakeholders lainnya sebagai
mitra dalam pengelolaan bencana secara terpadu. Para pihak dapat
memberikan kontribusi sesuai dengan peran masing-masing, mulai dari
jauh sebelum bencana, saat bencana dan pasca bencana
Manajemen bencana adalah bagaimana mengatasi keterbatasan
manusia dalam memprediksi dan menghadapi bencana, yang kemudian
dituangkan dalam strategi dan kebijakan dalam mengantisipasi, mencegah
dan menangani bencana.Sehingga tahapan penanggulangan bencana dapat
diartikan sebagai suatu proses berjenjang dan berkelanjutan yang bertujuan
untuk meminimalisir dampak suatu bencana, melalui serangkaian kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi, agar
terciptanya suatu kondisi yang aman namun tetap waspada terhadap
bencana. Berikut tabel tahapan penanggulangan bencana:

Manajemen bencana meliputi tahap - tahap sebagai berikut :


1. Sebelum bencana terjadi, meliputi langkah – langkah pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan dan kewaspadaan.
2. Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi, meliputi langkah –
langkah peringatan dini, penyelamatan, pengungsian dan pencarian
korban.
3. Sesudah terjadinya bencana, meliputi langkah penyantunan dan
pelayanan, konsolidasi, rehabilitasi, pelayanan lanjut, penyembuhan,
rekonstruksi dan pemukiman kembali penduduk.

Tahapan diatas dalam kenyataannya tidak dapat ditarik tegas antara


tahapan satu ketahapan berikutnya. Demikian pula langkah – langkah yang
diambil belum tentu dapat dilaksanakan secara berturut – turut dan runtut.
Namun jelas bahwa manajemen bencara (disarter management) adalah
suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang menyeluruh, terpadu dan
berlanjut yang merupakan siklus kegiatan.

2.3 Manajemen Penanggulangan Bencana Pada Fase Pra Bencana


Tahapan pra bencana ini merupakan tahapan manajemen bencana pada
kondisi sebelum kejadian atau pra bencana meliputi kesiagaan, peringatan
dini, dan mitigasi. Persiapan menghadapi bencana yaitu berbagai kegiatan
yang dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya bahaya dari
bencana. Untuk itu dalam masa pra bencana, dapat dilakukan upaya-upaya
sebagai berikut:
1. Pencegahan (prevention)
Pencegahan bencana menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan resiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman
bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Fungsi
pencegahan (prevention) disini adalah mengidentifikasi penyebab-
penyebab maupun akibat-akibat yang ditimbulkan lebih dini. Dengan
demikian beberapa tindakan dapat dilakukan untuk meminimalisir
kemungkinan tejadinya bencana. Tindakan pencegahan (prevention)
menurut UU RI No. 24/ 2007, meliputi:
a. Identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya
atau ancaman bencana.
b. Kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
yang secara tiba-tiba dan berangsur berpotensi menjadi sumber
bahaya bencana.
c. Pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan
berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya
bencana.
d. Pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup.
e. Penguatan ketahanan sosial masyarakat.
2) Kesiapsiagaan (preparedness)
Kesiapsiagaan (preparedness) menurut UU RI No. 24/ 2007 adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian dan langkah yang tepat guna serta berdaya guna.
Kesiapsiagaan juga merupakan setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana
yang bertujuan untuk mengembangkan kapabilitas operasional dan
memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi. Tindakan
kesiapsiagaan (preparedness) menurut UU RI No. 24/ 2007, meliputi:
a. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana.
b. Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan
dini.
c. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan
dasar.
d. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat.
e. Penyiapan lokasi evakuasi.
f. Penyusunan data akurat, informasi dan pemutakhiran prosedur
tetap tanggap darurat bencana.
g. Penyediaan dan penyimpanan bahan, barang dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana
3. Mitigasi (mitigation)
Mitigasi (penjinakan) yaitu segala kegiatan yang bertujuan
memperkecil kerugian yang timbul akibat peristiwa bencana, terutama
terhadap jiwa raga manusia, harta benda dan berbagai bangunan
Tindakan mitigasi (mitigation) menurut UU RI No. 24/ 2007,
meliputi:
a. Pelaksanaan penataan tata ruang.
b. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata
bangunan dan
c. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan.
2.4 Manajemen Penanggulangan Bencana Pada Fase Bencana
Penanganan saat terjadi bencana adalah semua kegiatan yang
dilakukan ketika bencana melanda, yang tujuannya adalah menyelamatkan
korban manusia (jiwaraga) dan harta benda. Meliputi kegiatan evakuasi
korban ke tempat penampungan sementara, penyelenggaraan dapur umum,
distribusi atau penyaluran bantuan dalam bentuk pangan, sandang, obat-
obatan, bahan bangunan, peralatan ekonomis-produktif (seperti alat
pertanian dan pertukangan) serta uang sebagai modal awal hidup pasca
bencana, pendataan korban dan jumlah kerugian material (harta benda).

1)Tanggap Darurat (response)


Dalam UU RI No. 24/ 2007 dikatakan bahwa tanggap darurat
bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat terjadinya bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
Tindakan tanggap darurat (response) menurut UU RI No. 24/ 2007,
meliputi:
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan
sumber daya.
2. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
3. Pemenuhan kebutuhan dasar.
4. Perlindungan terhadap kelompok rentan.
5. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vita

Tindakan ini dilakukan oleh tim penanggulangan yang dibentuk di


masing-masing daerah atau organisasi. Dalam hal ini Pemerintah Kota
Semarang memiliki Badan Penanggulangan Bencana (BPBD). Langkah-
langkah yang harus dilakukan dalam kondisi tanggap darurat antara lain:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan
magnitude bencana, luas area yang terkena dan diperkirakan
tingkat kerusakannya
b) Penentuan status keadaan darurat bencana
c) Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika
tingkat bencana sangat besar dan berdampak luas, mungkin
bencana tersebut dapat digolongkan sebagai bencana nasional
d) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkena bencana

Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi


korban bencana yaitu:
1) Pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan papan
2) Perlindungan terhadap kelompok rentan, yaitu anak-anak, orang
tua, wanita, pasien rumah sakit, dan warga yang dianggap lemah
lainnya
3) Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital seperti saluran
telepon, jaringan listrik, air minum, akses jalan.

2.5 Manajemen Penanggulangan Bencana Pada Fase Pasca Bencana


Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka
langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
1. Rehabilitasi:
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada
wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana. Di tingkat industri atau
perusahaan, fase rehabilitasi dilakukan untuk mengembalikan jalannya
operasi perusahaan seperti sebelum terjadi bencana terjadi. Upaya
rehabilitasi misalnya memperbaiki peralatan yang rusak dan memulihkan
jalannya perusahaan seperti semula.
2. Rekonstruksi:
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan
prasarana, kelembagaan pada wilayah pasca-bencana baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala kegiatan aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca-
bencana. Proses rekonstruksi tidak mudah dan memerlukan upaya keras
dan terencana dan peran serta semua anggota masyarakat.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau
gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan
(vulnerability) masyarakat. Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 24 Tahun
2007 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana
sosial. Dengan dikeluarkannya UU No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, maka terjadi berbagai perubahan yang cukup
signifikan terhadap upaya penganggulangan bencana di Indonesia, baik dari
tingkat nasional hingga daerah yang secara umum, peraturan ini telah mampu
memberi keamanan bagi masyarakat dan wilayah Indonesia dengan cara
penanggulangan bencana dalam hal karakeristik, frekuensi dan pemahaman
terhadap kerawanan dan risiko bencana.
DAFTAR PUSTAKA

BNPB. (2014). Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019. Rencana


Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019 RINGKASAN, 1–115.
https://www.bnpb.go.id//uploads/renas/1/BUKU RENAS PB.pdf

Dalam, P. K., & Bencana, M. (2012). Peranan K 3 Dalam Manajemen Bencana.


Peranan K 3 Dalam Manajemen Bencana, 8(02), 37–40.
https://doi.org/10.14710/metana.v8i02.6836

Suriadi, A. B., Arsyad, M., Riadi, B., Infromasi, M., Ilmu, P., Kegeografian, P.,
Banjarnegara, K., Tengah, J., BNPB, Effendi, Arief Yusuf dan Hariyanto, T.,
Fitriana Istahfarin, I., Berkala, T., Nasional, B., Penanggulangan, N.,
Bencana, P., Naryanto, H. S., Amni Zarkasyi Rahman, Harjadi, B., Paimin,
P., … Aceh, P. (2008). Tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat
Bencana. Bnpb, 13(2), 57–63.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Fillah, A. S., Ishartono, I., & Fedryansyah, M. (2016). Program Penanggulangan


Bencana Oleh Disaster Management Center (Dmc) Dompet Dhuafa.
Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(2).
https://doi.org/10.24198/jppm.v3i2.13648

Mahardika, D., & Setianingsih, E. L. (2018). Manajemen Bencana Oleh Badan


Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd) Dalam Menanggulangi Banjir Di
Kota Semarang. Journal of Public Policy and ….
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/20242

Chan, E. Y. Y., Ho, J. Y. en, Huang, Z., Kim, J. H., Lam, H. C. Y., Chung, P. P. W.,
Wong, C. K. P., Liu, S., Chow, S., Fakhri, J., & Badan Nasional
Penanggulangan Bencana. (2016). Risiko Bencana Indonesia (Disasters Risk
of Indonesia). International Journal of Disaster Risk Science, 9(01), 121–
142. https://doi.org/10.1007/s13753-018-0186-5

Anda mungkin juga menyukai