PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Graft adalah jaringan hidup yang dicangkokkan, misalnya kulit, tulang,
sumsum tulang, kornea dan organ-organ lain seperti ginjal, jantung, paru-paru,
pankreas serta hepar (Brooker,2001).
Skin Graft adalah penempatan lapisan kulit baru yang sehat pada
daerah luka (Heriady,2005).
Skin Graft adalah menanam kulit dengan ketebalan tertentu baik
sebagian maupun seluruh kulit yang diambil atau dilepaskan dari satu bagian
tubuh yang sehat (disebut daerah donor) kemudian dipindahkan atau
ditanamkan ke daerah tubuh lain yang membutuhkannya (disebut daerah
resipien) (Blanchard,2006).
Diantara donor dan resipien tidak mempunyai hubungan pembuluh
darah lagi sehingga memerlukan suplai darah baru untuk menjamin
kehidupan kulit yang dipindahkan tersebut.
2.2 Klasifikasi Skin Graft
2.2.1 Berdasarkan Sumber
Berdasarkan sumber dibagi menjadi 3 (Blanchard,2006), yaitu:
1. Autograft
Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi
lain pada orang yang sama/jaringan yang diperoleh dari kulit pasien
sendiri.
2. Allograft
Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti atau
jaringan yang diperoleh dari donor dengan spesies yang sama.
3. Xenograft
Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau
pencangkokkan antara dua spesies yang berbeda atau jaringan dari
spesies yang lain.
2.6 Komplikasi
Skin graft banyak membawa resiko dan potensial komplikasi yang
beragam tergantung dari jenis luka dan tempat skin graft pada tubuh.
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain:
1. Kegagalan Graft
Skin graft dapat mengalami kegagalan karena sejumlah alasan.
Alasan yang paling sering terjadi adalah adanya hubungan yang kurang
baik pada graft atau kurangnya perlekatan pada dasar daerah resipien.
Timbulnya hematom dan seroma dibawah graft akan mencegah hubungan
dan perlekatan pada graft dengan lapisan dasar luka. Pergerakan pada graft
atau pemberian suhu yang tinggi pada graft juga dapat menjadi penyebab
kegagalan graft.
Sumber kegagalan yang lain diantaranya adalah daerah resipien
yang buruk. Luka dengan vaskularisasi yang kurang atau permukaan luka
yang terkontaminasi merupakan alasan terbesar bagi kegagalan graft.
10 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
Bakteri dan respon terhadap bakteri akan merangsang dikeluarkannya
enzim proteolitik dan terjadinya proses inflamasi pada luka sehingga akan
mengacaukan perlekatan fibrin pada graft. Teknik yang salah juga dapat
menyebabkan kegagalan graft. Memberikan penekanan yang terlalu kuat,
peregangan yang terlalu ketat atau trauma pada saat melakukan
penanganan dapat menyebabkan graft gagal baik sebagian ataupun
seluruhnya.
2. Reaksi penolakan terhadap skin graft
3. Infeksi pada daerah donor atau daerah resipien.
4. Cairan yang mengalir keluar dari daerah graft.
5. Munculnya jaringan parut
6. Hiperpigmentasi
7. Nyeri
Nyeri dapat terjadi karena penggunaan staples pada proses
perlekatan graft atau juga karena adanya torehan, tarikan atau manipulasi
jaringan atau organ. Hal ini diduga bahwa ujung-ujung saraf normal yang
tidak menstransmisikan sensasi nyeri menjadi mampu menstransmisikan
sensasi nyeri. Reseptor nyeri yang merupakan serabut saraf mengirimkan
cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel mast, folikel rambut, kelenjar
keringat dan melepaskan histamin, bradikinin, prostaglandin dan macam-
macam asam yang tergolong stimuli kimiawi terhadap nyeri. Nosiseptor
berespon mengantar impuls ke batang otak untuk merespon rasa nyeri.
8. Hematom
Hematom atau timbunan darah dapat membuat kulit donor mati.
Hematom biasanya dapat diketahui lima hari setelah operasi. Jika hal ini
terjadi maka kulit donor harus diambil dan diganti dengan yang baru.
Hematom juga menjadi komplikasi tersering dari pemasangan graft.
9. Kulit berwarna kemerahan pada sekitar daerah graft.
2.7 Prosedur Operasi STSG (Split Thickness Skin Graft)
Teknik operasi yang hati-hati adalah syarat penting agar graft dapat
hidup. Setelah melakukan prosedur anestesi dengan tepat baik menggunakan
11 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
lokal, regional atau general anestesi, tindakan selanjutnya adalah
mempersiapkan luka untuk pemindahan kulit. Ini termasuk membersihkan
luka dengan larutan garam atau betadine yang diencerkan, kemudian
membersihkan luka dengan pengeluaran benda asing dan membuang jaringan
yang rusak atau yang terinfeksi atau biasa disebut debridement serta
mencapai hemostasis dengan cermat (Brooker, 2001).
Kontrol hemostatik yang baik dapat diperoleh dengan pengikatan,
tekanan yang lembut, pemberian substansi topikal sebagai vasokonstriksi,
misalnya epinefrin atau alat bedah pembakar dengan tenaga listrik
(Electrocautery). Penggunaan alat ini harus diminimalkan karena dapat
mengganggu kehidupan jaringan. Penggunaan obat topikal atau epinefrin
yang disuntikkan pada daerah donor atau resipien tidak akan membahayakan
kelangsungan hidup graft (Rives, 2006).
Teknik operasi yang dilakukan pada tiap jenis skin graft tentunya akan
berbeda-beda, tergantung pada jenis yang akan digunakan. Menurut Rives
(2006), ada beberapa tahap pelaksanaan prosedur skin graft dengan jenis
STSG, antara lain :
a. Pemotongan
Untuk memperoleh hasil pemotongan terbaik pada graft tentunya
harus ditunjang dengan teknik pemotongan yang benar. Pemotongan pada
STSG dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu (Rives, 2006).
1. Mata Pisau Dermatom
Biasanya teknik ini menggunakan mata pisau dermatom, yang
mampu memotong pada graft yang luas dengan ketebalan yang sama.
Dermatom dapat dioperasikan dengan tenaga udara atau manual.
Dermatom yang biasa digunakan termasuk Castroviejo, Reese, Padgett-
Hood, Brown, Davol-Simon, dan Zimmer. Tanpa memperhatikan alat
yang digunakan, anestesi yang cukup harus segera ditentukan karena
pemotongan pada skin graft merupakan prosedur yang dapat
menyebabkan nyeri. Lidocain dengan epinefrin disuntikkan ke daerah
12 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
donor untuk mengurangi hilangnya darah dan memberikan turgor kulit
yang bagus sehingga dapat membantu dalam pemotongan.
2. Drum Dermatom
Drum Dermatom (Reese, Padgett-Hood) akhir-akhir ini jarang
digunakan tetapi masih tersedia untuk keperluan pemindahan kulit
tertentu. Alat ini memiliki mata pisau yang bergerak dengan tenaga
manual seperti drum yang berputar diatas permukaan kulit. Alat ini
dapat digunakan lembaran kulit yang luas dengan ketebalan yang tidak
teratur. Ini sangat berguna pada daerah donor dengan kecembungan,
kecekungan atau keadaan tulang yang menonjol (leher, panggul, pantat),
karena potongan kulit yang pertama menempel pada drum dengan
menggunakan lem khusus atau plester pelekat. Alat ini juga dapat
mengikuti pola yang tidak teratur dengan tepat untuk dipotong dengan
perubahan pola yang diinginkan dengan direkatkan pada kulit dan drum.
Kerugian dari penggunaan alat ini adalah kemungkinan
terjadinya cedera pada operator sendiri akibat ayunan mata pisau,
penggunaan agen yang mudah terbakar seperti eter atau aseton untuk
membersihkan daerah donor dan memindahkan permukaan minyak
untuk memastikan terjaminnya perlekatan yang kuat antara kulit dan
drum dermatom serta diperlukannya teknik keahlian yang tinggi agar
dapat menggunakan peralatan operasi dengan aman dan efektif (Revis,
2006).
3. Free-Hand
Metode pemotongan lain untuk jenis STSG adalah free hand
dengan pisau. Meskipun ini metode ini dapat dilakukan dengan pisau
bedah, alat yang lain seperti pisau Humby, mata pisau Weck dan pisau
Blair. Kelemahan dari metode ini adalah tepi graft menjadi tidak rata
dan perubahan ketebalan. Sama seperti drum dermatom, keahlian teknik
sangat diperlukan dan perawatan kualitas graft lebih bergantung pada
operator daripada menggunakan dermatom yang menggunakan tenaga
listrik atau udara.
13 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
4. Dermatom dengan Tenaga Udara dan Listrik
Bila menggunakan Dermatom jenis ini, ahli bedah harus terbiasa
dengan pemasangan mata pisau dan bagaimana mengatur ketebalan
graft serta memeriksa peralatan sebelum operasi dimulai. Terdapat dua
pemahaman yang tepat dan kurang tepat mengenai mata pisau. Hal ini
akan membingungkan bagi anggota ruang operasi yang kurang
berpengalaman. Penempatan mata pisau bedah nomor 15 digunakan
pada ketebalan 0,015 inci dan dapat digunakan untuk memeriksa
penempatan ketebalan yang sama dan tepat.
Langkah awal pada proses pemotongan adalah dengan
mensterilisasi daerah donor menggunakan betadine atau larutan garam
yang lain. Kemudian daerah donor diberi minyak mineral untuk
melicinkan kulit dan dermatom sehingga dermatom akan mudah
bergerak diatas kulit. Dermatom dipegang dengan tangan dominan
dengan membentuk sudut 30-45º dari permukaan daerah donor.
Tangan yang tidak dominan berfungsi sebagai penahan dan
diletakkan di belakang dermatom. Asisten operasi bertugas sebagai
penahan pada bagian depan dermatom, memajukan dan mengaktifkan
dermatom dengan lembut serta melanjutkan gerakan pada seluruh
permukaan kulit dengan tekanan yang menurun dengan lembut. Setelah
ukuran yang sesuai dipotong, dermatom dimiringkan menjauhi kulit dan
diangkat dari kulit untuk memotong tepi distal graft dan tahap
pemotongan selesai. Bila pada proses pemotongan terjadi pembukaan
pada lapisan lemak, ini mengindikasikan bahwa insisi yang dilakukan
terlalu ke dalam atau mungkin karena teknik yang salah dalam
pemasangan dermatom.
b. Pelubangan
Teknik ini berguna untuk memperluas permukaan area graft hingga
9 kali permukaan area donor. Teknik ini juga sangat berguna jika kulit
donor tida cukup untuk menutup area luka yang luas, misalnya pada luka
bakar mayor atau ketika daerah resipien memiliki garis yang tidak teratur.
14 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
Bagian graft dilubangi agar cairan pada luka dapat keluar melalui graft
daripada berakumulasi dibawah graft. Perluasan bagian graft ini tidak akan
dapat mengatasi adanya hematom pada dasar graft. Bila telah mengalami
proses penyembuhan, graft akan tampak seperti kulit buaya. Karena teknik
ini kurang baik dari segi estetika dan terjadinya pengerutan yang lebih
lanjut, maka penggunaan teknik ini harus dihindari pada daerah pergerakan
dan wajah, tangan dan area lain yang terlihat.
c. Pemasukan Graft
Setelah graft dipotong, tindakan selanjutnya adalah mengamati
hemostasis. Setelah semuanya sempurna, kemudian graft ditempatkan
pada dasar luka. Pada tahap ini perhatian harus difokuskan pada sisi bawah
kulit. Meskipun terlihat sederhana dan nyata, dermis dan epidermis kadang
tampak serupa bila tidak dilakukan inspeksi dengan sangat dekat dan teliti
pada kulit individu yang berwarna terang. Perawatan juga harus dilakukan
untuk mencegah pengkerutan atau peregangan yang berlebihan pada graft.
Graft harus benar-benar diletakkan dengan benar pada daerah resipien
untuk menjamin perlekatan dasar serta proses penyembuhan. Tahap ini
diakhiri dengan penjahitan atau penggunaan staples untuk menjaga agar
graft menempel kuat pada kulit disekitar dasar luka. Staples sangat
berguna untuk luka yang lebih dalam daripada permukaan kulit sekitarnya.
Efek dari penggunaan staples adalah rasa nyeri yang hebat dan dapat
mengganggu perlekatan graft pada luka ketika dilakukan pengambilan
kira-kira 7 – 10 hari setelah operasi.Kemampuan penyerapan benang juga
perlu diperhatikan. Biasanya benang dengan empat sudut digunakan untuk
menahan graft dengan beberapa pertimbangan, kemudian penjahitan
dilakukan disekitar perifer. Ini membantu sebagai jalan keluar pertama
jarum melewati graft kemudian melalui margin disekitar luka untuk
mencegah pengangkatan graft dari dasar luka.
d. Pembalutan
Pembalutan dilakukan untuk memberikan tekanan yang sama pada
seluruh area graft tanpa adanya perlekatan. Pembalutan juga bertujuan
15 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
untuk mengimobilisasikan area graft dan mencegah pembentukan
hematom pada bagian bawah graft (Blanchard,2006).
Pembalutan awal dilakukan pada daerah resipien segera setelah
pemindahan kulit dilakukan dan baru diganti setelah 3 hingga 7 hari
berikutnya. Pembalutan yang baru dapat dilakukan pada seluruh daerah
graft hingga skin graft benar-benar sembuh. Biasanya pada lokasi donor
ditempatkan langsung lembaran kasa yang halus dan tidak melekat.
Kemudian diatasnya dipasang kasa absorben untuk menyerap darah
atau serum dari luka. Kasa selaput (seperti Op-Side) dapat digunakan
untuk memberikan manfaat tertentu, yaitu kasa ini bersifat transparan dan
memungkinkan pemeriksa untuk melihat luka tanpa menggangu kasa
pembalutnya semantara pasien tidak perlu khawatir ketika mandi karena
kasa pembalut tersebut tidak menyerap air (Smeltzer, 2001).
Setelah skin graft dilakukan, proses yang terjadi selanjutnya adalah
regenerasi termasuk pertumbuhan kembali rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea. Pada prosedur STSG, kelenjar keringat tidak akan dapat
sembuh secara total sehingga akan berdampak pada masalah pengaturan
panas. Tidak adanya kelenjar sebasea pada kulit dapat menyebabkan kulit
menjadi kering, gatal dan bersisik. Untuk mengatasi masalah ini, biasanya
dilakukan pemberian lotion dengan frekuensi sering.
2.8 Fungsi dan Peran Perawat
2.8.1 Fungsi Perawat
Fungsi perawat secara umum (Perawat77, 2010), yaitu :
a. Fungsi Independen
1. Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan perintah
dokter.
2. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu
keperawatan.
3. Perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari
tindakan yang diambil
4. Contoh: melakukan pengkajian
16 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
b. Fungsi Dependen
1. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan
dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan
seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus,
pemberian obat, dan melakukan suntikan.
2. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi
tanggung jawab dokter
c. Fungsi Interdependen
1. Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim
perawatan atau tim kesehatan.
2. Contoh: untuk menangani ibu hamil yang menderita diabetes,
perawat bersama tenaga gizi berkolaborasi membuat rencana
untuk menentukan kebutuhan makanan yang diperlukan bagi ibu
dan perkembangan janin.
Fungsi perawat pada keperawatan perioperatif, yaitu :
a. Pre Operasi
1. Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
dan dokumentasi perawatan pasien selama pre operasi.
2. Menyiapkan lingkungan kamar bedah dalam keadaan siap pakai
meliputi ruang pembedahan dan perlengkapan dasar kamar bedah
(basic equipment).
3. Menyiapkan instrumen steril sesuai dengan jenis pembedahan.
4. Menyiapkan linen dan sarung tangan steril sesuai dengan
kebutuhan pembedahan.
5. Menyiapkan berbagai perlengkapan persediaan bahan habis pakai
(antara lain : kassa, benang, pisau operasi, jarum suntik dan
desinfektan.
6. Menyiapkan perlengkapan penunjang operasi dengan tepat dan
benar.
17 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
b. Intra Operasi
1. Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
dan dokumentasi perawatan pasien selama intra operasi.
2. Melakukan cuci tangan bedah dengan baik dan benar.
3. Menggunakan jas operasi dan sarung tangan steril.
4. Menata instrumen dan perlengkapan steril sesuai jenis
pembedahan, baik di meja mayo maupun di meja tray.
5. Bersama-sama dengan perawat sirkuler menghitung berbagai
perlengkapan : kassa, instrumen, jarum, depper dan lain-lain
6. Mengatur posisi pasien.
7. Melaksanakan prinsip tehnik antiseptik.
8. Melakukan prosedur Drapping.
9. Mengendalikan instrumen dan alat-alat secara baik dan benar
sesuai kebutuhan
10. Melakukan penghitungan jumlah instrumen dan bahan habis
pakai (kassa, depper, tampon, dll) yang digunakan sebelum
penutupan luka.
c. Post Operasi.
1. Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
dan dokumentasi perawatan pasien selama paska operasi.
2. Memeriksa dan menghitung kembali semua instrumen yang
digunakan sebelum pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
3. Melakukan fiksasi Drain yang digunakan.
4. Mengganti alat tenun dan memindahkan pasien.
2.8.2 Peran Perawat
Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989
(Perawat77, 2010), yaitu :
a. Pemberi Asuhan Keperawatan
Memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang
dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
18 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
menggunakan proses keperawatan, dari yang sederhana sampai
dengan kompleks
b. Advokat Pasien / Klien
Menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada
pasien- mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien.
c. Pendidik / Edukator
Membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga
terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.
d. Koordinator
Mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan
kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
e. Kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan
termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk
pelayanan selanjutnya.
f. Konsultan
tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang
tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang
diberikan.
g. Peneliti
Mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang
sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan.
19 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
Selain itu, perawat perioperatif sebagai anggota tim operasi,
mempunyai peran dari dari tahap pra operasi sampai pasca operasi.
Secara garis besar maka peran perawat perioperatif adalah:
a. Perawat Administratif
Perawat administratif berperan dalam pengaturan manajemen
penunjang pelaksanaan pembedahan. Tanggung jawab dari perawat
administratif dalam kamar operasi diantaranya adalah perencanaan
dan pengaturan staf, manajemen penjadwalan pasien, manajemen
perencanaan material dan menajemen kinerja. Oleh karena tanggung
jawab perawat administratif lebih besar maka diperlukan perawat
yang mempunyai pengalaman yang cukup di bidang perawatan
perioperatif. Kemampuan manajemen, perencanaan dan
kepemimpinan diperlukan oleh seorang perawat administratif di
kamar operasi (Muttaqin, 2009).
b. Perawat Instrumen
Perawat instrumen adalah seorang tenaga perawat profesional yang
diberikan wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan alat atau
instrumen pembedahan selama tindakan dilakukan. Optimalisasi dari
hasil pembedahan akan sangat di dukung oleh peran perawat
instrumen. Beberapa modalitas dan konsep pengetahuan yang
diperlukan perawat instrumen adalah cara persiapan instrumen
berdasarkan tindakan operasi, teknik penyerahan alat, fungsi
instrumen dan perlakuan jaringan (Muttaqin, 2009).
c. Perawat Sirkuler
Perawat sirkuler adalah perawat profesional yang diberi
wewenang dan tanggung jawab membantu kelancaran tindakan
pembedahan. Peran perawat dalam hal ini adalah penghubung antara
area steril dan bagian kamar operasi lainnya. Menjamin
perlengkapan yang dibutuhkan oleh perawat instrumen merupakan
tugas lain dari perawat sirkuler (Zipamai, 2012).
20 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
d. Perawat Ruang Pemulihan
Menjaga kondisi pasien sampai pasien sadar penuh agar bisa
dikirim kembali ke ruang rawat inap adalah satu satu tugas perawat
ruang pemulihan. Perawat yang bekerja di ruang pemulihan harus
mempunyai keterampilan dan pengetahuan tentang keperawatan
gawat darurat karena kondisi pasien bisa memburuk sewaktu-waktu
pada tahap pasca operasi (Muttaqin,2009).
e. Perawat Anestesi
Mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam tim
anestesi untuk kelancaran pelaksanaan pembiusan adalah peran
perawat anestesi. Seorang perawat anestesi adalah perawat yang
terlatih di bidang perawatan anestesi dan telah menyelesaikan
program pendidikan D-III anestesi atau yang sederajat. D-III
Keperawatan yang telah mengikuti pelatihan keperawatan anestesi
minimal selama satu tahun, juga bisa diberikan wewenang dalam
perawatan anestesi (Muttaqin, 2009).
Peran perawat anestesi mulai dari tahap pra operasi, intra
operasi dan pasca operasi. Pada tahap pra operasi, perawat anestesi
berperan untuk melakukan sign inbersama dengan dokter anestesi.
Tahap intra operatif, perawat anestesi bertanggung jawab terhadap
kesiapan instrumen anestesi, manajemen pasien termasuk posisi
pasien yang aman bagi aktivitas anestesi dan efek yang ditimbulkan
dari anestesi. Kolaborasi dalam pemberian anestesi dan penanganan
komplikasi akibat anestesi antara dokter anestesi dan perawat
anestesi,adalah hal yang wajib dilakukan sebagai anggota tim dalam
suatu operasi baik dalam pemberian anestesi lokal, anestesi umum
dan anestesi regional termasuk spinal anestesi (Zipamai,2012).
21 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Skin Graft adalah menanam kulit dengan ketebalan tertentu baik
sebagian maupun seluruh kulit yang diambil atau dilepaskan dari satu bagian
tubuh yang sehat (disebut daerah donor) kemudian dipindahkan atau
ditanamkan ke daerah tubuh lain yang membutuhkannya (disebut daerah
resipien) (Blanchard,2006).
Diantara donor dan resipien tidak mempunyai hubungan pembuluh
darah lagi sehingga memerlukan suplai darah baru untuk menjamin
kehidupan kulit yang dipindahkan tersebut.
Berdasarkan sumber dibagi menjadi 3 (Blanchard,2006), yaitu:
1. Autograft
Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi lain
pada orang yang sama/jaringan yang diperoleh dari kulit pasien sendiri.
2. Allograft
Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti atau
jaringan yang diperoleh dari donor dengan spesies yang sama.
3. Xenograft
Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau pencangkokkan
antara dua spesies yang berbeda atau jaringan dari spesies yang lain.
Berdasarkan Ketebalannya dibagi menjadi 2 (Heriady,2005), yaitu:
1. Split Thickness Skin Graft (STSG)
STSG mengambil epidermis dan sebagian dermis berdasarkan
ketebalan kulit yang dipotong. STSG terbagi menjadi 3 kategori yaitu :
a. Thin Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit 0,008-0,012 mm,
terdiri dari epidermis dan ¼ bagian lapisan dermis.
b. Intermedict (medium) Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit
0,012-0,018 mm, terdiri dari epidermis dan ½ bagian dermis.
22 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
c. Thick Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit 0,018-0,030 mm,
terdiri dari epidermis dan ¾ bagian dermis.
2. Full Thickness Skin Graft (FTSG)
Skin Graft yang terdiri dari epidermis dan seluruh bagian dermis.
STSG (Split Thickness Skin Graft) merupakan tindakan definitive
sebagai penutup defek yang permanen atau hanya sebagai tindakan yang
sementara sambil menunggu tindakan yang defenitif. Tindakan ini
dimaksudkan untuk mengontrol serta mengurangi kemungkinan terjadinya
infeksi dan menutup struktur vital tubuh (Heriady, 2005).
STSG diindikasikan untuk menutup defek kulit yang luas. STSG
digunakan pada saat kosmetik tidak menjadi pertimbangan utama atau jika
ukuran defek terlalu luas sehingga tidak dapat dilakukan FTSG. Penggunaan
lainnya untuk menutup ulkus kulit yang kronik yang tidak sembuh-sembuh
serta menutup menutup daerah luka akibat luka bakar yang bertujuan untuk
mengurangi tubuh kehilangan cairan. Kontraindikasi penggunaan STSG yaitu
tidak digunakan jika dari segi kosmetik sangat diperhatikan seperti daerah
wajah atau leher.
3.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran
diantaranya, yaitu:
1. Untuk klien sebaiknya melakukan perawatan yang benar agar tidak terjadi
infeksi dan kecacatan pada daerah yang di lakukan skin graf.
2. Untuk mahasiswa keperawatan sebagai calon perawat, agar mempelajari
konsep dasar skin graf dan asuhan keperawatannya sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan benar dan tepat.
3. Mahasiswa harus mampu memberikan pengarahan dan motivasi pada
keluarga dengan anak yang mengalami skin graf.
23 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )
DAFTAR PUSTAKA
24 | S T S G ( S p l i t T h i c k n e s s S k i n G r a f t )