Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERAWATAN SKIN GRAFT


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Perawatan Luka

Dosen Pembimbing : Ns.Dewi Masyitah,M.Kep.,Sp.Kep.,MB

Disusun Oleh : Kelompok 12

 Desmalinda Ramadhani (PO71200190071)


 Febi Anggraini (PO71200190055)
 Reta Octavia (PO71200190047)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


PRODI DIII JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/202

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Skin Graft ........................................................................................................6
2.2 Klasifikasi Skin Graft....................................................................................................6
2.3 Daerah Donor Skin Graft...............................................................................................9
2.4 Daerah Resipien Skin Graft...........................................................................................9
2.5 Prosedur Skin Graft.......................................................................................................9
2.6 Proses Penyembuhan Skin Graft...................................................................................14
2.7 Komplikasi Skin Graft...................................................................................................15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian.....................................................................................................................17
2.2 Diagnosa Keperawatan Dan Intervesni.........................................................................17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................21
4.2 Saran..............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan, sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah Manajemen Perawatan Luka yang berjudul “Perawatan Skin Graft”
ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jambi, 07 Agustus 2021

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Graft adalah jaringan hidup yang dicangkokkan, misalnya kulit, tulang, sumsum
tulang, kornea dan organ-organ lain seperti ginjal, jantung, paru-paru, pankreas serta
hepar (Brooker, 2001:184).
Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang hehat
sehingga terjadi gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka bakar yang
hebat, ulserasi, biopsi, luka karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan
kulit yang luas. Penempatan graft pada luka bertujuan untuk mencegah infeksi,
melindungi jaringan yang ada di bawahnya serta mempercepat proses penyembuhan.
Dokter akan mempertimbangkan pelaksanaan prosedur skin graft berdasarkan pada
beberapa faktor yaitu: ukuran luka, tempat luka dan kemampuan kulit sehat yang ada
pada tubuh (Blanchard, 2006:2).Daerah resipien diantaranya adalah luka-luka bekas
operasi yang luas sehingga tidak dapat ditutup secara langsung dengan kulit yang ada
disekitarnya dan memerlukan tambahan kulit agar daerah bekas operasi dapat tertutup
sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung secara optimal (Heriady, 2005:2).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan skin graft ?


2. Apa saja klasifikasi skin graft ?
3. Dibagian mana saja daerah donor skn graft ?
4. Dibagian mana saja daerah resipien skin graf ?
5. Bagaimana prosedur skin graft ?
6. Bagaimana proses penyembuhan skin graft ?
7. Bagaimana komplikasi skin graft ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan skin graft ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian skin graft

2. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi skin graft


3. Untuk mengetahui daerah donor skin graft

4
4. Untuk mengetahui daerah resipien skin graft
5. Untuk mengetahui prosedur skin graft
6. Untuk mengetahui proses penyembuhan skin graft
7. Untuk mengetahui komplikasi skin graft
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan skin graft

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Skin Graft
Menurut Heriady (2005), skin graft adalah menanam kulit dengan ketebalan tertentu
baik sebagian maupun seluruh kulit yang diambil atau dilepaskan dari satu bagian tubuh
yang sehat (disebut daerah donor) kemudian dipindahkan atau ditanamkan ke daerah
tubuh lain yang membutuhkannya (disebut daerah resipien). Skin graft adalah
penempatan lapisan kulit baru yang sehat pada daerah luka (Blanchard, 2006:1). Diantara
donor dan resipien tidak mempunyai hubungan pembuluh darah lagi sehingga
memerlukan suplai darah baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan
tersebut (Heriady, 2001:1).
Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang hehat
sehingga terjadi gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka bakar yang
hebat, ulserasi, biopsi, luka karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan
kulit yang luas. Penempatan graft pada luka bertujuan untuk mencegah infeksi,
melindungi jaringan yang ada di bawahnya serta mempercepat proses penyembuhan.
Dokter akan mempertimbangkan pelaksanaan prosedur skin graft berdasarkan pada
beberapa faktor yaitu: ukuran luka, tempat luka dan kemampuan kulit sehat yang ada
pada tubuh (Blanchard, 2006:2).Daerah resipien diantaranya adalah luka-luka bekas
operasi yang luas sehingga tidak dapat ditutup secara langsung dengan kulit yang ada
disekitarnya dan memerlukan tambahan kulit agar daerah bekas operasi dapat tertutup
sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung secara optimal (Heriady, 2005:2).
2.2 Klasifikasi
Beberapa perbedaan jenis skin graft menurut Blanchard (2006) adalah:
a. Autograft
Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi lain pada orang
yang sama.
b. Allograft
Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti.
3.Xenograft Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau pencangkokkan antara
dua spesies yang berbeda. Biasanya yang digunakan adalah kulit babi.
Klasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit yang diambil dibagi
menjadi 2, yaitu ( Heriady, 2005:2 ) :

6
1. Split Thicknes Skin Graft ( STSG ) 
STSG mengambil epidermis dan sebagian dermis berdasarkan ketebalan kulit
yang dipotong, Revis (2006) membagi STSG sendiri menjadi 3 kategori yaitu :
a) Tipis (0,005 - 0,012 inci)
b) Menengah (0,012 - 0,018 inci)
c) Tebal (0,018 - 0,030 inci)

STSG dapat bertahan pada kondisi yang kurang bagus mempunyai tingkat
aplikasi yang lebih luas. STSG digunakan untuk melapisi luka yang luas, garis
rongga, kekurangan lapisan mukosa, menutup flap pada daerah donor dan
melapisi flap pada otot. STSG juga dapat digunakan untuk mencapai penutupan
yang menetap pada luka tetapi sebelumnya harus didahului dengan pemeriksaan
patologi untuk menentukan rekonstruksi yang akan dilakukan.Daerah donor
STSG dapat sembuh secara spontan dengan sel yang disediakan oleh sisa
epidermis yang ada pada tubuh dan juga dapat sembuh secara total. STSG juga
mempunyai beberapa dampak negatif bagi tubuh yang perlu dipertimbangkan.
Aliran pembuluh darah serta jaringan pada STSG mempunyai sifat mudah rusak
atau pecah terutama bila ditempatkan pada area yang luas dan hanya ditunjang
atau didasari dengan jaringan lunak serta biasanya STSG tidak tahan dengan
terapi radiasi (Revis, 2006: 3). STSG akan menutup selama penyembuhan, tidak
tumbuh dengan sendirinya dan harus dirawat agar dapat menjadi lebih lembut,
dan tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan mempunyai
pigmen yang tidak normal salah satunya adalah berwarna putih atau pucat atau
kadang hiperpigmentasi, terutama bila pasien mempunyai warna kulit yang
lebih gelap. Efek dari penggunaan STSG adalah kehilangan ketebalan kulit,
tekstur lembut yang abnormal, kehilangan pertumbuhan rambut dan pigmentasi
yang tidak normal sehingga kurang sesuai dari segi kosmetik atau keindahan.
Jika digunakan pada luka bakar yang luas pada daerah wajah, STSG mungkin
akan menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Terakhir, luka yang
dibuat pada daerah donor dimana graft tersebut dipotong selalu akan lebih nyeri
daripada daerah resipien.

2. Full Thickness Skin Graft ( FTSG )


FTSG lebih sesuai pada area yang tampak pada wajah bila flap (potongan kulit
yang disayat dan dilipat) pada daerah setempat tidak diperoleh atau bila flap dari

7
daerah setempat tidak dianjurkan. FTSG lebih menjaga karakteristik dari kulit
normal termasuk dari segi warna, tekstur/ susunan, dan ketebalan bila
dibandingkan dengan STSG. FTSG juga mengalami lebih sedikit pengerutan
selama penyembuhan. Ini adalah sama pentingnya pada wajah serta tangan dan
juga daerah pergerakan tulang sendi. FTSG pada anak umumnya lebih disukai
karena dapat tubuh dengan sendirinya. Prosedur FTSG memiliki beberapa
keuntungan antara lain : relatif sederhan, tidak terkontaminasi / bersih, pada
daerah luka memiliki vaskularisasi yang baik dan tidak
mempunyai tingkat aplikasi yang luas seperti STSG.
2.3. Daerah Donor Skin Graft
Pilihan daerah donor biasanya berdasarkan pada penampilan yang diinginkan pada
daerah resipien. Hal ini lebih penting pada FTSG karena karakteristik kulit pada daerah
donor akan lebih terpelihara oleh bahan yang dipindahkan pada tempat yang baru.
Ketebalan, tektur, pigmentasi, ada atau tidaknya rambut harus sangat diperhatikan
(Revis, 2006:4). Menurut Heriady (2005), daerah donor untuk FTSG dapat diambil dari
kulit dibelakang telinga, dibawah atau diatas tulang selangka (klavikula), kelopak mata,
perut, lipat paha dan lipat siku. Sebagian besar daerah donor ini sering dipakai untuk
menutup luka pada daerah wajah atau leher. Pemotongan yang dilakukan pada daerah
wajah sebaiknya harus berhati-hati untuk mempertahankan kesimetrisan wajah dari segi
estetik. Bagian kulit yang tidak ditumbuhi oleh rambut dan berfungsi untuk melapisi
tangan dapat diambil dari batas tulang hasta dan telapak kaki dengan penyesuaian warna,
tekstur dan ketebalan yang tepat. Graft dengan pigmen yang lebih gelap diperoleh dari
preposium (kulup), scrotum, dan labia minora (Rives, 2006:5).
Daerah donor untuk STSG dapat diambil dari daerah mana saja di tubuh seperti perut,
dada, punggung, pantat, anggota gerak lainnya. Namun, umumnya yang sering dilakukan
diambil dari kulit daerah paha (Heriady, 2005:2). Daerah donor dari paha lebih disukai
karena daerah ini lebih lebar dan lebih mudah sembuh (Bakar, 2003:1). Daerah pantat
juga dapat digunakan sebagai daerah donor, tetapi biasanya pasien akan mengeluh nyeri
setelah operasi dan akan memerlukan bantuan untuk merawat luka. Menurut
Rives(2006), kulit kepala dapat digunakan pada prosedur FTSG untuk melapisi daerah
wajah yang luas dan terutama berguna untuk luka bakar yang hebat dengan ketersediaan
daerah donor yang terbatas. Untuk luka pada tangan, daerah lengan atas bagian dalam
dapat dipertimbangkan untuk dijadikan daerah donor.

8
2.4. Daerah Resipien Skin Graft
Komponen penting yang menjamin suksesnya skin graft adalah persiapan pada daerah
resipien. Kondisi fisiologis pada daerah resipien harus mampu menerima serta
memelihara graft itu sendiri. Skin graft tidak akan dapat bertahan hidup pada jaringan
yang tidak dialiri darah. Skin graft akan dapat bertahan hidup pada periosteum,
perikondrium, dermis, fasia, otot, dan jaringan granulasi.
Pasien dengan luka akibat aliran vena yang lamban (stasis vena) atau ketidakcukupan
arteri perlu untuk diobati terlebih dahulu sebelum melakukan pemindahan kulit. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan graft dapat bertahan hidup (Rives, 2006:5).
Luka juga harus bebas dari jaringan yang mati dan bersih dari bakteri. Bakteri yang
berjumlah lebih dari 100.000/cm²
akan berkumpul sehingga dapat menyebabkan graft gagal.
2.5. Prosedur Operasi
Teknik operasi yang hati-hati adalah syarat penting agar graft dapat hidup. Setelah
melakukan prosedur anestesi dengan tepat baik menggunakan lokal,
regional atau general anestesi, tindakan selanjutnya adalah mempersiapkan luka untuk
pemindahan kulit. Ini termasuk membersihkan luka dengan larutan garam atau betadine
yang diencerkan, kemudian membersihkan luka dengan pengeluaran benda asing dan
membuang jaringan yang rusak atau yang terinfeksi atau biasa disebut debridement serta
mencapai hemostasis dengan cermat (Brooker, 2001:122).
Kontrol hemostatik yang baik dapat diperoleh dengan pengikatan, tekanan yang
lembut, pemberian substansi topikal sebagai vasokonstriksi, misalnya epinefrin atau alat
bedah pembakar dengan tenaga listrik (electrocautery). Penggunaan alat ini harus
diminimalkan karena dapat mengganggu kehidupan jaringan. Penggunaan obat topikal
atau epinefrin yang disuntikkan pada daerah donor atau resipien tidak akan
membahayakan kelangsungan hidup graft (Rives, 2006:6). Teknik operasi yang
dilakukan pada tiap jenis skin graft tentunya akan berbeda-beda, tergantung pada jenis
yang akan digunakan. Menurut Rives (2006), teknik operasi yang dilakukan antara lain
sebagai berikut:
1. Full Thickness Skin Graft (FTSG)
FTSG dipotong menggunakan pisau bedah. Pada awalnya dilakukan
pengukuran pada luka, pembuatan pola serta pola garis yang dibuat lebih besar
pada daerah donor. Pola sebaiknya diperluas atau diperbesar kurang lebih 3-5 %
untuk mengganti kerusakan dengan segera terutama terjadinya penyusutan atau

9
pengerutan akibat kandungan serat elastik yang terdapat pada graft dermis.
Kemudian daerah donor mungkin akan diinfiltrasi menggunakan anestesi lokal
dengan atau tanpa epinefrin. Infiltrasi sebaiknya dilakukan setelah sketsa graft
dilukis pada kulit untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Setelah pola di
insisi, kulit diangkat pada sisi epidermis dengan tangan yang tidak dominan
menggunakan penjepit kulit. Tindakan ini akan memberikan ketegangan dan rasa
pada ketebalan graft ketika tangan memotong graft hingga ke dasar lemak
subcutan (Rives, 2006:7).
Beberapa sisa jaringan lemak harus dipotong dari sisi bawah graft, karena
lemak ini tidak mengandung pembuluh darah dan akan mencegah hubungan
langsung antara dermis graft dan dasar luka. Pemotongan sisa lemak subcutan
secara profesional menggunakan alat yang runcing, gunting bengkok, dan sisa-sisa
dermis yang berkilau pada bagian dalam.
2. Split Thickness Skin Graft (STSG)
Ada beberapa tahap pelaksanaan prosedur skin graft dengan jenis STSG,
antara lain: proses pemotongan, pelubangan, pemasukan graft, dan proses
pembalutan.
a. Pemotongan
Untuk memperoleh hasil pemotongan terbaik pada graft tentunya harus
ditunjang dengan teknik pemotongan yang benar. Pemotongan pada STSG
dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu (Rives, 2006:7):
1) Mata pisau dermatom
Biasanya teknik ini menggunakan mata pisau dermatom, yang mampu
memotong pada graft yang luas dengan ketebalan yang sama. Dermatom
dapat dioperasikan dengan tenaga udara atau manual. Dermatom yang
biasa digunakan termasuk Castroviejo, Reese, Padgett-Hood, Brown,
Davol-Simon, dan Zimmer. Tanpa memperhatikan alat yang digunakan,
anestesi yang cukup harus segera ditentukan karena pemotongan pada skin
graft merupakan prosedur yang dapat menyebabkan nyeri. Lidocain
dengan epinefrin disuntikkan ke daerah donor untuk mengurangi
hilangnya darah dan memberikan turgor kulit yang bagus sehingga dapat
membantu dalam pemotongan.
2) Drum Dermatom

10
Drum dermatom ( Reese, Padgett-Hood ) akhir-akhir ini jarang
digunakan tetapi masih tersedia untuk keperluan pemindahan kulit
tertentu. Alat ini memiliki mata pisau yang bergerak dengan tenaga
manual seperti drum yang berputar diatas permukaan kulit. Alat ini dapat
digunakan lembaran kulit yang luas dengan ketebalan yang tidak teratur.
Ini sangat berguna pada daerah donor dengan kecembungan, kecekungan
atau keadaan tulang yang menonjol (leher, panggul, pantat), karena
potongan kulit yang pertama menempel pada drum dengan menggunakan
lem khusus atau plester pelekat. Alat ini juga dapat mengikuti pola yang
tidak teratur dengan tepat untuk dipotong dengan perubahan pola yang
diinginkan dengan direkatkan pada kulit dan drum.
Kerugian dari penggunaan alat ini adalah kemungkinan terjadinya
cedera pada operator sendiri akibat ayunan mata pisau, penggunaan agen
yang mudah terbakar seperti eter atau aseton untuk membersihkan daerah
donor dan memindahkan permukaan minyak untuk memastikan
terjaminnya perlekatan yang kuat antara kulit dan drum dermatom serta
diperlukannya teknik keahlian yang tinggi agar dapat menggunakan
peralatan operasi dengan aman dan efektif (River, 2006:8)
3) Free-Hand
Metode pemotongan lain untuk jenis STSG adalah free hand dengan
pisau. Meskipun ini metode ini dapat dilakukan dengan pisau bedah, alat
yang lain seperti pisau Humby, mata pisau Weck dan pisau Blair.
Kelemahan dari metode ini adalah tepi graft menjadi tidak rata dan
perubahan ketebalan. Sama seperti drum dermatom, keahlian teknik
sangat diperlukan dan perawatan kualitas graft lebih bergantung pada
operator daripada menggunakan dermatom yang menggunakan tenaga
listrik atau udara.
4) Dermatom dengan tenaga udara dan listrik
Bila menggunakan dermatom jenis ini, ahli bedah harus terbiasa
dengan pemasangan mata pisau dan bagaimana mengatur ketebalan graft
serta memeriksa peralatan sebelum operasi dimulai. Terdapat dua
pemahaman yang tepat dan kurang tepat mengenai mata pisau. Hal ini
akan membingungkan bagi anggota ruang operasi yang kurang
berpengalaman. Penempatan mata pisau bedah nomor 15 digunakan pada

11
ketebalan 0,015 inci dan dapat digunakan untuk memeriksa penempatan
ketebalan yang sama dan tepat.
Langkah awal pada proses pemotongan adalah dengan mensterilisasi
daerah donor menggunakan betadine atau larutan garam yang lain.
Kemudian daerah donor diberi minyak mineral untuk melicinkan kulit dan
dermatom sehingga dermatom akan mudah bergerak diatas kulit.
Dermatom dipegang dengan tangan dominan dengan membentuk sudut
30-45º dari permukaan daerah donor. Tangan yang tidak dominan
berfungsi sebagai penahan dan diletakkan di belakang dermatom. Asisten
operasi bertugas sebagai penahan pada bagian depan dermatom,
memajukan dan mengaktifkan dermatom dengan lembut serta melanjutkan
gerakan pada seluruh permukaan kulit dengan tekanan yang menurun
dengan lembut. Setelah ukuran yang sesuai dipotong, dermatom
dimiringkan menjauhi kulit dan diangkat dari kulit untuk memotong tepi
distal graft dan tahap pemotongan selesai. Bila pada proses pemotongan
terjadi pembukaan pada lapisan lemak, ini mengindikasikan bahwa insisi
yang dilakukan terlalu ke dalam atau mungkin karena teknik yang salah
dalam pemasangan dermatom
b. Pelubangan
Teknik ini berguna untuk memperluas permukaan area graft hingga 9 kali
permukaan area donor. Teknik ini juga sangat berguna jika kulit donor tida
cukup untuk menutup area luka yang luas, misalnya pada luka bakar mayor atau
ketika daerah resipien memiliki garis yang tidak teratur. Bagian graft dilubangi
agar cairan pada luka dapat keluar melalui graft daripada berakumulasi dibawah
graft. Perluasan bagian graft ini tidak akan dapat mengatasi adanya hematom
pada dasar graft. Bila telah mengalami proses penyembuhan, graft akan tampak
seperti kulit buaya. Karena teknik ini kurang baik dari segi estetika dan
terjadinya pengerutan yang lebih lanjut, maka penggunaan teknik ini harus
dihindari pada daerah pergerakan dan wajah, tangan dan area lain yang terlihat.
c. Pemasukan graft
Setelah graft dipotong, tindakan selanjutnya adalah mengamati hemostasis.
Setelah semuanya sempurna, kemudian graft ditempatkan pada dasar luka. Pada
tahap ini perhatian harus difokuskan pada sisi bawah kulit. Meskipun terlihat
sederhana dan nyata, dermis dan epidermis kadang tampak serupa bila tidak

12
dilakukan inspeksi dengan sangat dekat dan teliti pada kulit individu yang
berwarna terang. Perawatan juga harus dilakukan untuk mencegah pengkerutan
atau peregangan yang berlebihan pada graft. Graft harus benar-benar diletakkan
dengan benar pada daerah resipien untuk menjamin perlekatan dasar serta
proses penyembuhan. Tahap ini diakhiri dengan penjahitan atau penggunaan
staples untuk menjaga agar graft menempel kuat pada kulit disekitar dasar luka.
Staples sangat berguna untuk luka yang lebih dalam daripada permukaan kulit
sekitarnya. Efek dari penggunaan staples adalah rasa nyeri yang hebat dan dapat
mengganggu perlekatan graft pada luka ketika dilakukan pengambilan kira-kira
7 – 10 hari setelah operasi.Kemampuan penyerapan benang juga perlu
diperhatikan. Biasanya benang dengan empat sudut digunakan untuk menahan
graft dengan beberapa pertimbangan, kemudian penjahitan dilakukan disekitar
perifer. Ini membantu sebagai jalan keluar pertama jarum melewati graft
kemudian melalui margin disekitar luka untuk
mencegah pengangkatan graft dari dasar luka.
d. Pembalutan
Pembalutan dilakukan untuk memberikan tekanan yang sama pada seluruh
area graft tanpa adanya perlekatan. Pembalutan juga bertujuan untuk
mengimobilisasikan area graft dan mencegah pembentukan hematom pada
bagian bawah graft. Menurut Blanchard (2006), pembalutan awal dilakukan
pada daerah resipien segera setelah pemindahan kulit dilakukan dan baru diganti
setelah 3 hingga 7 hari berikutnya. Pembalutan yang baru dapat dilakukan pada
seluruh daerah graft hingga skin graft benar-benar sembuh. Biasanya pada
lokasi donor ditempatkan langsung lembaran kasa yang halus dan tidak melekat.
Kemudian diatasnya dipasang kasa absorben untuk menyerap darah atau serum
dari luka. Kasa selaput (seperti Op-Side) dapat digunakan untuk memberikan
manfaat tertentu, yaitu kasa ini bersifat transparan dan memungkinkan
pemeriksa untuk melihat luka tanpa menggangu kasa pembalutnya semantara
pasien tidak perlu khawatir ketika mandi karena kasa pembalut tersebut tidak
menyerap air (Smeltzer & Bare, 2002:1899). Setelah skin graft dilakukan,
proses yang terjadi selanjutnya adalah regenerasi termasuk pertumbuhan
kembali rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Pada prosedur STSG,
kelenjar keringat tidak akan dapat sembuh secara total sehingga akan
berdampak pada masalah pengaturan panas. Tidak adanya kelenjar sebasea pada

13
kulit dapat menyebabkan kulit menjadi kering, gatal dan bersisik. Untuk
mengatasi masalah ini, biasanya dilakukan pemberian lotion dengan frekuensi
sering.
2.6. Proses Penyembuhan
Menurut Rives (2006), masa penyembuhan dan kelangsungan hidup graft terdiri
dari beberapa tahap yaitu:
1. Perlekatan dasar
Setelah graft ditempatkan, perlekatan dasar luka melalui jaringan fibrin yang tipis
merupakan proses sementara hingga sikulasi dan hubungan antar jaringan telah benar-
benar terjadi.
2. Penyerapan Plasma
Periode waktu antara pemindahan kulit dengan revaskularisasi pada graft merupakan
fase penyerapan plasma. Graft akan menyerap eksudat pada luka dengan aksi kapiler
melalui struktur seperti spon pada graft dermis dan melalui pembuluh darah
dermis.Ini berfungsi untuk mencegah pengeringan terutama pada pembuluh darah
graft dan menyediakan makanan bagi graft. Keseluruhan proses ini merupakan respon
terhadap kelangsungan hidup graft selama 2–3 hari hingga sirkulasi benar-benar
adekuat. Selama tahap ini berlangsung, graft akan mengalami edema dan beratnya
akan meningkat hingga 30-50%.
3. Revaskularisasi
Revaskularisasi pada graft dimulai pada hari ke 2-3 post skin graft dengan mekanisme
yang belum diketahui. Tanpa memperhatikan mekanisme, sirkulasi pada graft akan
benar-benar diperbaiki pada hari ke 6 – 7 setelah operasi. Tanpa adanya perlekatan
dasar, imbibisi plasma dan revaskularisasi, graft tidak akan mampu bertahan hidup.
4. Pengerutan luka
Pengerutan pada luka merupakan hal yang serius dan merupakan masalah yang
berhubungan dengan segi kosmetik tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan pada
luka. Pengerutan pada wajah mungkin dapat menyebabkan terjadinya ektropion, serta
retraksi pada hidung. Kemampuan skin graft untuk melawan terjadinya pengerutan
berhubungan dengan komponen ketebalan kulit yang digunakan sebagai graft.
5. Regenerasi
Epitel tubuh perlu untuk beregenerasi setelah proses pencangkokkan kulit
berlangsung. Pada STSG, rambut akan tumbuh lebih jarang atau lebih sedikit pada
daerah graft yang sangat tipis. Graft mungkin akan kering dan sangat gatal pada tahap

14
ini. Pasien sering mengeluhkan kulit yang tampak kemerahan. Salep yang lembut
mungkin akan diberikan pada pasien untuk membantu dalam menjaga kelembaban
pada daerah graft dan mengurangi gatal.
6. einnervasi
Reinnervasi pada graft terjadi dari dasar resipien dan sepanjang perifer. Kembalinya
sensibilitas pada graft juga merupakan proses sentral. Proses ini biasanya akan
dimulai pada satu bulan pertama tetapi belum akan sempurna hingga beberapa tahun.
7. Pigmentasi
Pigmentasi pada FTSG akan berlangsung lebih cepat dengan pigmentasi yang hampir
serupa dengan daerah donor. Pigmentasi pada STSG akan terlihat lebih pucat atau
putih dan akan terjadi hiperpigmentasi dengan kulit tampak bercahaya atau mengkilat.
Untuk mengatasi hal ini biasanya akan dianjurkan untuk melindungi daerah graft dari
sinar matahari secara langsung selama 6 bulan atau lebih.
2.7. Komplikasi
Skin graft banyak membawa resiko dan potensial komplikasi yang beragam
tergantung dari jenis luka dan tempat skin graft pada tubuh. Komplikasi yang
mungkin terjadi antara lain (Blanchard, 2006:2):
1. Kegagalan graft
Menurut Revis (2006), skin graft dapat mengalami kegagalan karena sejumlah
alasan. Alasan yang paling sering terjadi adalah adanya hubungan yang kurang baik
pada graft atau kurangnya perlekatan pada dasar daerah resipien. Timbulnya
hematom dan seroma dibawah graft akan mencegah hubungan dan perlekatan pada
graft dengan lapisan dasar luka. Pergerakan pada graft atau pemberian suhu yang
tinggi pada graft juga dapat menjadi penyebab kegagalan graft. Sumber kegagalan
yang lain diantaranya adalah daerah resipien yang buruk. Luka dengan vaskularisasi
yang kurang atau permukaan luka yang terkontaminasi merupakan alasan terbesar
bagi kegagalan graft. Bakteri dan respon terhadap bakteri akan merangsang
dikeluarkannya enzim proteolitik dan terjadinya proses inflamasi pada luka sehingga
akan mengacaukan perlekatan fibrin pada graft. Teknik yang salah juga dapat
menyebabkan kegagalan graft. Memberikan penekanan yang terlalu kuat, peregangan
yang terlalu ketat atau trauma pada saat melakukan penanganan dapat menyebabkan
graft gagal baik sebagian ataupun seluruhnya.
2. Reaksi penolakan terhadap skin graft
3. Infeksi pada daerah donor atau daerah resipien.

15
4. Cairan yang mengalir keluar dari daerah graft
5. Munculnya jaringan parut
6. Hiperpigmentasi
7. Nyeri
Nyeri dapat terjadi karena penggunaan staples pada proses perlekatan graft atau juga
karena adanya torehan, tarikan atau manipulasi jaringan atau organ (Long, 1996:60).
Hal ini diduga bahwa ujung-ujung saraf normal yang tidak menstransmisikan sensasi
nyeri menjadi mampu menstransmisikan sensasi nyeri (Smeltzer, 2002:214).
Reseptor nyeri yang merupakan serabut saraf mengirimkan cabangnya ke pembuluh
darah lokal, sel mast, folikel rambut, kelenjar keringat dan melepaskan histamin,
bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang tergolong stimuli kimiawi
terhadap nyeri. Nosiseptor berespon mengantar impuls ke batang otak untuk
merespon rasa nyeri.
8. Hematom
Hematom atau timbunan darah dapat membuat kulit donor mati. Hematom biasanya
dapat diketahui lima hari setelah operasi. Jika hal ini terjadi maka kulit donor harus
diambil dan diganti dengan yang baru (Perdanakusuma, 2006:1). Hematom juga
menjadi komplikasi tersering dari pemasangan graft.
9. Kulit berwarna kemerahan pada sekitar daerah graft

BAB III
16
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
Pengkajian yang akan dilakukan lebih berfokus pada keadaan kulit pasien antara lain
(Smeltzer & Bare, 2002:1831): mengkaji keadaan umum kulit meliputi warna, suhu,
kelembaban, kekeringan, tekstur kulit, lesi, vaskularitas, mobilitas dan kondisi rambut
serta kuku. Turgor kulit, edema yang mungkin terjadi dan elastisitas kulit dinilai dengan
palpasi. Pengkajian sirkulasi pada kulit sangat penting diperhatikan dengan tujuan untuk
memperoleh data apakah telah terjadi komplikasi akibat pemasangan graft dan untuk
memantau kelangsungan hidup graft pada daerah resipien. Bila graft berwarna merah
muda, hal ini menunjukkan terjadinya proses vaskularisasi. Warna kebiruan pada
sianosis menunjukkan terjadinya hipoksia seluler atau sel kekurangan oksigen dan
mudah terlihat pada ekstremitas, dasar kuku, bibir serta membran mukosa (Smeltzer &
Bare, 2002:1831).
3.2. Diagnosa dan intervensi keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan:
Klien melaporkan nyeri hilang, berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil:
a. Ekspresi wajah rileks
b. Skala nyeri 0 – 4
c. Klien dapat beristirahat
d. Klien tidak mengeluh kesakitan
Intervensi :
a. Kaji lokasi dan karakteristik nyeri
b. Lakukan tindakan manajemen nyeri relaksasi dan distraksi
c. Beri aktifitas yang tepat untuk klien
d. Berikan lingkungan yang aman dan nyaman
e. Berikan posisi senyaman mungkin
f. Berikan analgetika (kolaborasi medik)
2. Gangguan integritas jaringan kulit dan jaringan berhubungan dengan adanya tindakan
invasif, bedah perbaikan, traksi pen.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit dan jaringan yang lebih parah.
Kriteria hasil :

17
a. Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang
b. Pasien menunjukkan perilaku/ teknik untuk mencegah kerusakan kulit/
memudahkan penyembuhan kulit.
c. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi
a. Kaji integritas kulit pasien.
b. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan
warna.
c. Ubah posisi dengan sering.
d. Tempatkan balutan pada area fraktur.
e. Kaji posisi pada alat traksi.
f. Observasi untuk potensial area yang tertekan.
g. Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
h. Lakukan perawatan luka.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera pada jaringan sekitar area luka
Tujuan:
a. Klien dapat melakukan mobilitas fisik sesuai dengan toleransi.
Kriteria hasil
b. Klien aktif dalam dalam rencana keperawatan.
c. Klien dapat melakukan aktifitas fisik dan pemenuhan ADL.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan mobilitas
2. Atur alih baring tiap 2 jam
3. Bantu klien melakukan gerakan sendi secara aktif dan pasif
4. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktifitas dalam lingkup
terbatas.
5. Bantu pasien dalam melakukan aktifitas yang dirasakan berat pada pasien.
6. Libatkan keluarga klien selama perawatan.
4. Defisit perawatan diri: bersihan diri berhubungan dengan kehilangan mobilitas,
ketidakmampuan dalam pemenuhan ADL
Tujuan:
1. Tidak terjadi defisit perawatan diri: bersihan diri
Kriteria hasil:

18
2. Klien menunjukkan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan
pribadi.
Intervensi:
1. Tentukan kemampuan saat ini dan hambatan untuk berpartisipasi dalam
perawatan.
2. Ikutsertakan klien dalam formulasi rencana perawatan pada tingkat
kemampuan.
3. Dorong perawatan diri.
4. Berikan dan tingkatkan keleluasaan pribadi.
5. Berikan keramas dan gaya rambut sesuai kebutuhan.
6. Perubahan pola eliminasi bowel: konstipasi berhubungan dengan perubahan
pada tingkat aktifitas, penurunan peristaltik usus.
Tujuan: Mempertahankan pola normal defekasi/ fungsi usus.
Kriteria hasil:
1. Klien mendemonstrasikan perubahan pada gaya hidup
2. Konstipasi tidak terjadi.
3. Ikut serta dalam pola defekasi sesuai petunjuk.
Intervensi:
1. Pastikan pola defekasi yang biasa (misal: penggunaan laksatif jangka panjang
sebelumnya). Bandingkan dengan rutinitas saat ini.
2. Kaji rasional masalah, singkirkan penyebab medis.
3. Berikan diet dengan kadar serat tinggi.
4. Dorong peningkatan masukan cairan (meningkatkan konsistensi feses
nomal).
5. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer,
trauma jaringan, tindakan invasif.
Tujuan:
1. Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil:
1. Luka sembuh sesuai waktu.
2. Bebas drainase purulen.
3. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi.Monitor tanda-tanda vital.

19
2. Lakukan perawatan luka dengan prinsip steril.
3. Kolaborasi pemberian antibiotik..
4. Kolaborasi pengecekan darah rutin.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Graft adalah jaringan hidup yang dicangkokkan, misalnya kulit, tulang,
sumsum tulang, kornea dan organ-organ lain seperti ginjal, jantung, paru-paru,
pankreas serta hepar (Brooker, 2001:184).Skin graft dilakukan pada pasien yang
mengalami kerusakan kulit yang hehat sehingga terjadi gangguan pada fungsi kulit itu
sendiri, misalnya pada luka bakar yang hebat, ulserasi, biopsi, luka karena trauma atau
area yang terinfeksi dengan kehilangan kulit yang luas.

4.2 Saran
Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dan mahasiswi
dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan kami mengharapkan kritikan yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Bakar, I. A. (2003). Cangkok kulit merupakan alternatif pilihan. (Online), (www.


kompas.com/ver1/Muda/0606/14/192815.htm-17k- diakses tanggal 11 Juli 2006
Blanchard, D. K, Lin, P & Lumsden, A. (2006). Skin graft. (Online),
(www.debakeydepartmentofsurgery.org/home/content.cfm?
proc_name=Skin+Graft+&content_id=272-19k- diakses tanggal 31 Juli 2006)
Brooker, C. (2001). The nurse’s pocket dictionary (31st ed.). Terjemahan oleh Andry
Hartono. Jakarta: EGC.
Carpenito, L. J. (2001). Handbook of nursing diagnosis (8th ed.). Terjemahan oleh Monika
Ester. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. (2000). Informatorium obat nasional indonesia 2000. Jakarta:
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan 2000.
Doenges, M. E. (2000). Application of nursing process and nursing diagnosis an intervensive
text for diagnostic reasoning (2nd ed.). Terjemahan oleh Made Karisa. Jakarta: EGC.
Heriady, Yusuf. (2005). Manfaat transplantasi kulit pada pengobatan kanker. (Online),
(www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=konsultasi&id=103880-31k- diakses
tanggal 11 Juli 2006)
Long, B. C. (1996). Perawatan medikal bedah: Suatu pendekatan proses keperawatan.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan UNPAD.
Potter, P. A & Perry, G. A. (2006). Fundamentals of nursing: concepts, process and practice
(4th ed.). Terjemahan oleh Monika Ester. Jakarta: EGC.
Revis, D. R. (2006). Author information introduction graft selection donor site selection
wound preparation operative technique graft Survival and healing
graft failure biologic skin subsitutes bibliography. (Online).
(www.baylor.vasculardomain.com diakses tanggal 31 Juli 2006)

22

Anda mungkin juga menyukai