Anda di halaman 1dari 9

Asuhan Keperawatan Skin Graft

SKIN GRAFT
A.Pengertian
Graft adalah jaringan hidup yang dicangkokkan, misalnya kulit, tulang, sumsum tulang, kornea dan
organ-organ lain seperti ginjal, jantung, paru-paru, pankreas serta hepar (Brooker, 2001:184).
Menurut Heriady (2005), skin graft adalah menanam kulit dengan ketebalan tertentu baik sebagian
maupun seluruh kulit yang diambil atau dilepaskan dari satu bagian tubuh yang sehat (disebut
daerah donor) kemudian dipindahkan atau ditanamkan ke daerah tubuh lain yang membutuhkannya
(disebut daerah resipien). Skin graft adalah penempatan lapisan kulit baru yang sehat pada daerah
luka (Blanchard, 2006:1). Diantara donor dan resipien tidak mempunyai hubungan pembuluh darah
lagi sehingga memerlukan suplai darah baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan
tersebut (Heriady, 2001:1).
B.Indikasi
Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang hehat sehingga terjadi
gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka bakar yang hebat, ulserasi, biopsi, luka
karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan kulit yang luas. Penempatan graft pada
luka bertujuan untuk mencegah infeksi, melindungi jaringan yang ada di bawahnya serta
mempercepat proses penyembuhan. Dokter akan mempertimbangkan pelaksanaan prosedur skin
graft berdasarkan pada beberapa faktor yaitu: ukuran luka, tempat luka dan kemampuan kulit
sehat yang ada pada tubuh (Blanchard, 2006:2).Daerah resipien diantaranya adalah luka-luka bekas
operasi yang luas sehingga tidak dapat ditutup secara langsung dengan kulit yang ada disekitarnya
dan memerlukan tambahan kulit agar daerah bekas operasi dapat tertutup sehingga proses
penyembuhan dapat berlangsung secara optimal (Heriady, 2005:2).
C.Klasifikasi Skin Graft
Beberapa perbedaan jenis skin graft menurut Blanchard (2006) adalah:
1.Autograft
Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi lain pada orang yang sama.
2.Allograft
Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti.
3.Xenograft
Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau pencangkokkan antara dua spesies yang berbeda.
Biasanya yang digunakan adalah kulit babi.
Klasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit yang diambil dibagi menjadi 2, yaitu ( Heriady,
2005:2 ) :

1.Split Thicknes Skin Graft ( STSG )


STSG mengambil epidermis dan sebagian dermis berdasarkan ketebalan kulit yang dipotong, Revis
(2006) membagi STSG sendiri menjadi 3 kategori yaitu :
a.Tipis (0,005 - 0,012 inci)
b.Menengah (0,012 - 0,018 inci)
c.Tebal (0,018 - 0,030 inci)
STSG dapat bertahan pada kondisi yang kurang bagus mempunyai tingkat aplikasi yang lebih luas.
STSG digunakan untuk melapisi luka yang luas, garis rongga, kekurangan lapisan mukosa, menutup
flap pada daerah donor dan melapisi flap pada otot. STSG juga dapat digunakan untuk mencapai
penutupan yang menetap pada luka tetapi sebelumnya harus didahului dengan pemeriksaan
patologi untuk menentukan rekonstruksi yang akan dilakukan.Daerah donor STSG dapat sembuh

secara spontan dengan sel yang disediakan oleh sisa epidermis yang ada pada tubuh dan juga dapat
sembuh secara total. STSG juga mempunyai beberapa dampak negatif bagi tubuh yang perlu
dipertimbangkan. Aliran pembuluh darah serta jaringan pada STSG mempunyai sifat mudah rusak
atau pecah terutama bila ditempatkan pada area yang luas dan hanya ditunjang atau didasari
dengan jaringan lunak serta biasanya STSG tidak tahan dengan terapi radiasi (Revis, 2006: 3). STSG
akan menutup selama penyembuhan, tidak tumbuh dengan sendirinya dan harus dirawat agar dapat
menjadi lebih lembut, dan tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan mempunyai
pigmen yang tidak normal salah satunya adalah berwarna putih atau pucat atau kadang
hiperpigmentasi, terutama bila pasien mempunyai warna kulit yang lebih gelap. Efek dari
penggunaan STSG adalah kehilangan ketebalan kulit, tekstur lembut yang abnormal, kehilangan
pertumbuhan rambut dan pigmentasi yang tidak normal sehingga kurang sesuai dari segi kosmetik
atau keindahan. Jika digunakan pada luka bakar yang luas pada daerah wajah, STSG mungkin akan
menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Terakhir, luka yang dibuat pada daerah donor
dimana graft tersebut dipotong selalu akan lebih nyeri daripada daerah resipien.
2.Full Thickness Skin Graft ( FTSG )
FTSG lebih sesuai pada area yang tampak pada wajah bila flap (potongan kulit yang disayat dan
dilipat) pada daerah setempat tidak diperoleh atau bila flap dari daerah setempat tidak dianjurkan.
FTSG lebih menjaga karakteristik dari kulit normal termasuk dari segi warna, tekstur/ susunan, dan
ketebalan bila dibandingkan dengan STSG. FTSG juga mengalami lebih sedikit pengerutan selama
penyembuhan. Ini adalah sama pentingnya pada wajah serta tangan dan juga daerah pergerakan
tulang sendi. FTSG pada anak umumnya lebih disukai karena dapat tubuh dengan sendirinya.
Prosedur FTSG memiliki beberapa keuntungan antara lain : relatif sederhan, tidak terkontaminasi /
bersih, pada daerah luka memiliki vaskularisasi yang baik dan tidak mempunyai tingkat aplikasi
yang luas seperti STSG.
D.Daerah Donor Skin Graft
Pilihan daerah donor biasanya berdasarkan pada penampilan yang diinginkan pada daerah resipien.
Hal ini lebih penting pada FTSG karena karakteristik kulit pada daerah donor akan lebih terpelihara
oleh bahan yang dipindahkan pada tempat yang baru. Ketebalan, tektur, pigmentasi, ada atau
tidaknya rambut harus sangat diperhatikan (Revis, 2006:4). Menurut Heriady (2005), daerah donor
untuk FTSG dapat diambil dari kulit dibelakang telinga, dibawah atau diatas tulang selangka
(klavikula), kelopak mata, perut, lipat paha dan lipat siku. Sebagian besar daerah donor ini sering
dipakai untuk menutup luka pada daerah wajah atau leher. Pemotongan yang dilakukan pada
daerah wajah sebaiknya harus berhati-hati untuk mempertahankan kesimetrisan wajah dari segi
estetik. Bagian kulit yang tidak ditumbuhi oleh rambut dan berfungsi untuk melapisi tangan dapat
diambil dari batas tulang hasta dan telapak kaki dengan penyesuaian warna, tekstur dan ketebalan
yang tepat. Graft dengan pigmen yang lebih gelap diperoleh dari preposium (kulup), scrotum, dan
labia minora (Rives, 2006:5).Daerah donor untuk STSG dapat diambil dari daerah mana saja di
tubuh seperti perut, dada, punggung, pantat, anggota gerak lainnya. Namun, umumnya yang sering
dilakukan diambil dari kulit daerah paha (Heriady, 2005:2). Daerah donor dari paha lebih disukai
karena daerah ini lebih lebar dan lebih mudah sembuh (Bakar, 2003:1). Daerah pantat juga dapat
digunakan sebagai daerah donor, tetapi biasanya pasien akan mengeluh nyeri setelah operasi dan
akan memerlukan bantuan untuk merawat luka. Menurut Rives(2006), kulit kepala dapat digunakan
pada prosedur FTSG untuk melapisi daerah wajah yang luas dan terutama berguna untuk luka bakar
yang hebat dengan ketersediaan daerah donor yang terbatas. Untuk luka pada tangan, daerah
lengan atas bagian dalam dapat dipertimbangkan untuk dijadikan daerah donor.
E.Daerah Resipien Skin Graft
Komponen penting yang menjamin suksesnya skin graft adalah persiapan pada daerah resipien.
Kondisi fisiologis pada daerah resipien harus mampu menerima serta memelihara graft itu sendiri.
Skin graft tidak akan dapat bertahan hidup pada jaringan yang tidak dialiri darah. Skin graft akan

dapat bertahan hidup pada periosteum, perikondrium, dermis, fasia, otot, dan jaringan granulasi.
Pasien dengan luka akibat aliran vena yang lamban (stasis vena) atau ketidakcukupan arteri perlu
untuk diobati terlebih dahulu sebelum melakukan pemindahan kulit. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan kemungkinan graft dapat bertahan hidup (Rives, 2006:5). Luka juga harus bebas dari
jaringan yang mati dan bersih dari bakteri. Bakteri yang berjumlah lebih dari 100.000/cm akan
berkumpul sehingga dapat menyebabkan graft gagal.
F.Prosedur Operasi
Teknik operasi yang hati-hati adalah syarat penting agar graft dapat hidup. Setelah melakukan
prosedur anestesi dengan tepat baik menggunakan lokal,
regional atau general anestesi, tindakan selanjutnya adalah mempersiapkan luka untuk pemindahan
kulit. Ini termasuk membersihkan luka dengan larutan garam atau betadine yang diencerkan,
kemudian membersihkan luka dengan pengeluaran benda asing dan membuang jaringan yang rusak
atau yang terinfeksi atau biasa disebut debridement serta mencapai hemostasis dengan cermat
(Brooker, 2001:122). Kontrol hemostatik yang baik dapat diperoleh dengan pengikatan, tekanan
yang lembut, pemberian substansi topikal sebagai vasokonstriksi, misalnya epinefrin atau alat
bedah pembakar dengan tenaga listrik (electrocautery). Penggunaan alat ini harus diminimalkan
karena dapat mengganggu kehidupan jaringan. Penggunaan obat topikal atau epinefrin yang
disuntikkan pada daerah donor atau resipien tidak akan membahayakan kelangsungan hidup graft
(Rives, 2006:6). Teknik operasi yang dilakukan pada tiap jenis skin graft tentunya akan berbedabeda, tergantung pada jenis yang akan digunakan. Menurut Rives (2006), teknik operasi yang
dilakukan antara lain sebagai berikut:
a.Full Thickness Skin Graft (FTSG)
FTSG dipotong menggunakan pisau bedah. Pada awalnya dilakukan pengukuran pada luka,
pembuatan pola serta pola garis yang dibuat lebih besar pada daerah donor. Pola sebaiknya
diperluas atau diperbesar kurang lebih 3-5 % untuk mengganti kerusakan dengan segera terutama
terjadinya penyusutan atau pengerutan akibat kandungan serat elastik yang terdapat pada graft
dermis. Kemudian daerah donor mungkin akan diinfiltrasi menggunakan anestesi lokal dengan atau
tanpa epinefrin. Infiltrasi sebaiknya dilakukan setelah sketsa graft dilukis pada kulit untuk
mencegah terjadinya penyimpangan. Setelah pola di insisi, kulit diangkat pada sisi epidermis
dengan tangan yang tidak dominan menggunakan penjepit kulit. Tindakan ini akan memberikan
ketegangan dan rasa pada ketebalan graft ketika tangan memotong graft hingga ke dasar lemak
subcutan (Rives, 2006:7). Beberapa sisa jaringan lemak harus dipotong dari sisi bawah graft, karena
lemak ini tidak mengandung pembuluh darah dan akan mencegah hubungan langsung antara dermis
graft dan dasar luka. Pemotongan sisa lemak subcutan secara profesional menggunakan alat yang
runcing, gunting bengkok, dan sisa-sisa dermis yang berkilau pada bagian dalam.
b.Split Thickness Skin Graft (STSG)
Ada beberapa tahap pelaksanaan prosedur skin graft dengan jenis STSG, antara lain: proses
pemotongan, pemasukan graft, dan proses pembalutan.
a) Pemotongan
Untuk memperoleh hasil pemotongan terbaik pada graft tentunya harus ditunjang dengan teknik
pemotongan yang benar. Pemotongan pada STSG dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu
(Rives, 2006:7):
1)Mata pisau dermatom
Biasanya teknik ini menggunakan mata pisau dermatom, yang mampu memotong pada graft yang
luas dengan ketebalan yang sama. Dermatom dapat dioperasikan dengan tenaga udara atau manual.
Dermatom yang biasa digunakan termasuk Castroviejo, Reese, Padgett-Hood, Brown, Davol-Simon,
dan Zimmer. Tanpa memperhatikan alat yang digunakan, anestesi yang cukup harus segera
ditentukan karena pemotongan pada skin graft merupakan prosedur yang dapat menyebabkan
nyeri. Lidocain dengan epinefrin disuntikkan ke daerah donor untuk mengurangi hilangnya darah
dan memberikan turgor kulit yang bagus sehingga dapat membantu dalam pemotongan.

2)Drum Dermatom
Drum dermatom ( Reese, Padgett-Hood ) akhir-akhir ini jarang digunakan tetapi masih tersedia
untuk keperluan pemindahan kulit tertentu. Alat ini memiliki mata pisau yang bergerak dengan
tenaga manual seperti drum yang berputar diatas permukaan kulit. Alat ini dapat digunakan
lembaran kulit yang luas dengan ketebalan yang tidak teratur. Ini sangat berguna pada daerah
donor dengan kecembungan, kecekungan atau keadaan tulang yang menonjol (leher, panggul,
pantat), karena potongan kulit yang pertama menempel pada drum dengan menggunakan lem
khusus atau plester pelekat. Alat ini juga dapat mengikuti pola yang tidak teratur dengan tepat
untuk dipotong dengan perubahan pola yang diinginkan dengan direkatkan pada kulit dan drum.
Kerugian dari penggunaan alat ini adalah kemungkinan terjadinya cedera pada operator sendiri
akibat ayunan mata pisau, penggunaan agen yang mudah terbakar seperti eter atau aseton untuk
membersihkan daerah donor dan memindahkan permukaan minyak untuk memastikan terjaminnya
perlekatan yang kuat antara kulit dan drum dermatom serta diperlukannya teknik keahlian yang
tinggi agar dapat menggunakan peralatan operasi dengan aman dan efektif (River, 2006:8).
3)Free-Hand
Metode pemotongan lain untuk jenis STSG adalah free hand dengan pisau. Meskipun ini metode ini
dapat dilakukan dengan pisau bedah, alat yang lain seperti pisau Humby, mata pisau Weck dan
pisau Blair. Kelemahan dari metode ini adalah tepi graft menjadi tidak rata dan perubahan
ketebalan. Sama seperti drum dermatom, keahlian teknik sangat diperlukan dan perawatan kualitas
graft lebih bergantung pada operator daripada menggunakan dermatom yang menggunakan tenaga
listrik atau udara.
4)Dermatom dengan tenaga udara dan listrik
Bila menggunakan dermatom jenis ini, ahli bedah harus terbiasa dengan pemasangan mata pisau
dan bagaimana mengatur ketebalan graft serta memeriksa peralatan sebelum operasi dimulai.
Terdapat dua pemahaman yang tepat dan kurang tepat mengenai mata pisau. Hal ini akan
membingungkan bagi anggota ruang operasi yang kurang berpengalaman. Penempatan mata pisau
bedah nomor 15 digunakan pada ketebalan 0,015 inci dan dapat digunakan untuk memeriksa
penempatan ketebalan yang sama dan tepat.
Langkah awal pada proses pemotongan adalah dengan mensterilisasi daerah donor menggunakan
betadine atau larutan garam yang lain. Kemudian daerah donor diberi minyak mineral untuk
melicinkan kulit dan dermatom sehingga dermatom akan mudah bergerak diatas kulit. Dermatom
dipegang dengan tangan dominan dengan membentuk sudut 30-45 dari permukaan daerah donor.
Tangan yang tidak dominan berfungsi sebagai penahan dan diletakkan di belakang dermatom.
Asisten operasi bertugas sebagai penahan pada bagian depan dermatom, memajukan dan
mengaktifkan dermatom dengan lembut serta melanjutkan gerakan pada seluruh permukaan kulit
dengan tekanan yang menurun dengan lembut. Setelah ukuran yang sesuai dipotong, dermatom
dimiringkan menjauhi kulit dan diangkat dari kulit untuk memotong tepi distal graft dan tahap
pemotongan selesai. Bila pada proses pemotongan terjadi pembukaan pada lapisan lemak, ini
mengindikasikan bahwa insisi yang dilakukan terlalu ke dalam atau mungkin karena teknik yang
salah dalam pemasangan dermatom.
b) Pelubangan
Teknik ini berguna untuk memperluas permukaan area graft hingga 9 kali permukaan area donor.
Teknik ini juga sangat berguna jika kulit donor tida cukup untuk menutup area luka yang luas,
misalnya pada luka bakar mayor atau ketika daerah resipien memiliki garis yang tidak teratur.
Bagian graft dilubangi agar cairan pada luka dapat keluar melalui graft daripada berakumulasi
dibawah graft. Perluasan bagian graft ini tidak akan dapat mengatasi adanya hematom pada dasar
graft. Bila telah mengalami proses penyembuhan, graft akan tampak seperti kulit buaya. Karena
teknik ini kurang baik dari segi estetika dan terjadinya pengerutan yang lebih lanjut, maka
penggunaan teknik ini harus dihindari pada daerah pergerakan dan wajah, tangan dan area lain
yang terlihat.
c)Pemasukan graft

Setelah graft dipotong, tindakan selanjutnya adalah mengamati hemostasis. Setelah semuanya
sempurna, kemudian graft ditempatkan pada dasar luka. Pada tahap ini perhatian harus difokuskan
pada sisi bawah kulit. Meskipun terlihat sederhana dan nyata, dermis dan epidermis kadang tampak
serupa bila tidak dilakukan inspeksi dengan sangat dekat dan teliti pada kulit individu yang
berwarna terang. Perawatan juga harus dilakukan untuk mencegah pengkerutan atau peregangan
yang berlebihan pada graft. Graft harus benar-benar diletakkan dengan benar pada daerah resipien
untuk menjamin perlekatan dasar serta proses penyembuhan. Tahap ini diakhiri dengan penjahitan
atau penggunaan staples untuk menjaga agar graft menempel kuat pada kulit disekitar dasar luka.
Staples sangat berguna untuk luka yang lebih dalam daripada permukaan kulit sekitarnya. Efek dari
penggunaan staples adalah rasa nyeri yang hebat dan dapat mengganggu perlekatan graft pada luka
ketika dilakukan pengambilan kira-kira 7 10 hari setelah operasi.Kemampuan penyerapan benang
juga perlu diperhatikan. Biasanya benang dengan empat sudut digunakan untuk menahan graft
dengan beberapa pertimbangan, kemudian penjahitan dilakukan disekitar perifer. Ini membantu
sebagai jalan keluar pertama jarum melewati graft kemudian melalui margin disekitar luka untuk
mencegah pengangkatan graft dari dasar luka.
d)Pembalutan
Pembalutan dilakukan untuk memberikan tekanan yang sama pada seluruh area graft tanpa adanya
perlekatan. Pembalutan juga bertujuan untuk mengimobilisasikan area graft dan mencegah
pembentukan hematom pada bagian bawah graft. Menurut Blanchard (2006), pembalutan awal
dilakukan pada daerah resipien segera setelah pemindahan kulit dilakukan dan baru diganti setelah
3 hingga 7 hari berikutnya. Pembalutan yang baru dapat dilakukan pada seluruh daerah graft hingga
skin graft benar-benar sembuh. Biasanya pada lokasi donor ditempatkan langsung lembaran kasa
yang halus dan tidak melekat. Kemudian diatasnya dipasang kasa absorben untuk menyerap darah
atau serum dari luka. Kasa selaput (seperti Op-Side) dapat digunakan untuk memberikan manfaat
tertentu, yaitu kasa ini bersifat transparan dan memungkinkan pemeriksa untuk melihat luka tanpa
menggangu kasa pembalutnya semantara pasien tidak perlu khawatir ketika mandi karena kasa
pembalut tersebut tidak menyerap air (Smeltzer & Bare, 2002:1899). Setelah skin graft dilakukan,
proses yang terjadi selanjutnya adalah regenerasi termasuk pertumbuhan kembali rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea. Pada prosedur STSG, kelenjar keringat tidak akan dapat sembuh
secara total sehingga akan berdampak pada masalah pengaturan panas. Tidak adanya kelenjar
sebasea pada kulit dapat menyebabkan kulit menjadi kering, gatal dan bersisik. Untuk mengatasi
masalah ini, biasanya dilakukan pemberian lotion dengan frekuensi sering.
G.Proses Penyembuhan
Menurut Rives (2006), masa penyembuhan dan kelangsungan hidup graft terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
1.Perlekatan dasar
Setelah graft ditempatkan, perlekatan dasar luka melalui jaringan fibrin yang tipis merupakan
proses sementara hingga sikulasi dan hubungan antar jaringan telah benar-benar terjadi.
2.Penyerapan Plasma
Periode waktu antara pemindahan kulit dengan revaskularisasi pada graft merupakan fase
penyerapan plasma. Graft akan menyerap eksudat pada luka dengan aksi kapiler melalui struktur
seperti spon pada graft dermis dan melalui pembuluh darah dermis.Ini berfungsi untuk mencegah
pengeringan terutama pada pembuluh darah graft dan menyediakan makanan bagi graft.
Keseluruhan proses ini merupakan respon terhadap kelangsungan hidup graft selama 23 hari hingga
sirkulasi benar-benar adekuat. Selama tahap ini berlangsung, graft akan mengalami edema dan
beratnya akan meningkat hingga 30-50%.
3.Revaskularisasi
Revaskularisasi pada graft dimulai pada hari ke 2-3 post skin graft dengan mekanisme yang belum
diketahui. Tanpa memperhatikan mekanisme, sirkulasi pada graft akan benar-benar diperbaiki pada
hari ke 6 7 setelah operasi. Tanpa adanya perlekatan dasar, imbibisi plasma dan revaskularisasi,

graft tidak akan mampu bertahan hidup.


4.Pengerutan luka
Pengerutan pada luka merupakan hal yang serius dan merupakan masalah yang berhubungan dengan
segi kosmetik tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan pada luka. Pengerutan pada wajah
mungkin dapat menyebabkan terjadinya ektropion, serta retraksi pada hidung. Kemampuan skin
graft untuk melawan terjadinya pengerutan berhubungan dengan komponen ketebalan kulit yang
digunakan sebagai graft.
5.Regenerasi
Epitel tubuh perlu untuk beregenerasi setelah proses pencangkokkan kulit berlangsung. Pada STSG,
rambut akan tumbuh lebih jarang atau lebih sedikit pada daerah graft yang sangat tipis. Graft
mungkin akan kering dan sangat gatal pada tahap ini. Pasien sering mengeluhkan kulit yang tampak
kemerahan. Salep yang lembut mungkin akan diberikan pada pasien untuk membantu dalam
menjaga kelembaban pada daerah graft dan mengurangi gatal.
6.Reinnervasi
Reinnervasi pada graft terjadi dari dasar resipien dan sepanjang perifer. Kembalinya sensibilitas
pada graft juga merupakan proses sentral. Proses ini biasanya akan dimulai pada satu bulan
pertama tetapi belum akan sempurna hingga beberapa tahun.
7.Pigmentasi
Pigmentasi pada FTSG akan berlangsung lebih cepat dengan pigmentasi yang hampir serupa dengan
daerah donor. Pigmentasi pada STSG akan terlihat lebih pucat atau putih dan akan terjadi
hiperpigmentasi dengan kulit tampak bercahaya atau mengkilat. Untuk mengatasi hal ini biasanya
akan dianjurkan untuk melindungi daerah graft dari sinar matahari secara langsung selama 6 bulan
atau lebih.
H.Komplikasi
Skin graft banyak membawa resiko dan potensial komplikasi yang beragam tergantung dari jenis
luka dan tempat skin graft pada tubuh. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain (Blanchard,
2006:2):
1.Kegagalan graft
Menurut Revis (2006), skin graft dapat mengalami kegagalan karena sejumlah alasan. Alasan yang
paling sering terjadi adalah adanya hubungan yang kurang baik pada graft atau kurangnya
perlekatan pada dasar daerah resipien. Timbulnya hematom dan seroma dibawah graft akan
mencegah hubungan dan perlekatan pada graft dengan lapisan dasar luka. Pergerakan pada graft
atau pemberian suhu yang tinggi pada graft juga dapat menjadi penyebab kegagalan graft. Sumber
kegagalan yang lain diantaranya adalah daerah resipien yang buruk. Luka dengan vaskularisasi yang
kurang atau permukaan luka yang terkontaminasi merupakan alasan terbesar bagi kegagalan graft.
Bakteri dan respon terhadap bakteri akan merangsang dikeluarkannya enzim proteolitik dan
terjadinya proses inflamasi pada luka sehingga akan mengacaukan perlekatan fibrin pada graft.
Teknik yang salah juga dapat menyebabkan kegagalan graft. Memberikan penekanan yang terlalu
kuat, peregangan yang terlalu ketat atau trauma pada saat melakukan penanganan dapat
menyebabkan graft gagal baik sebagian ataupun seluruhnya.
2.Reaksi penolakan terhadap skin graft
3.Infeksi pada daerah donor atau daerah resipien.
4.Cairan yang mengalir keluar dari daerah graft.
5.Munculnya jaringan parut
6.Hiperpigmentasi
7.Nyeri
Nyeri dapat terjadi karena penggunaan staples pada proses perlekatan graft atau juga karena
adanya torehan, tarikan atau manipulasi jaringan atau organ (Long, 1996:60). Hal ini diduga bahwa
ujung-ujung saraf normal yang tidak menstransmisikan sensasi nyeri menjadi mampu
menstransmisikan sensasi nyeri (Smeltzer, 2002:214). Reseptor nyeri yang merupakan serabut saraf

mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel mast, folikel rambut, kelenjar keringat dan
melepaskan histamin, bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang tergolong stimuli
kimiawi terhadap nyeri. Nosiseptor berespon mengantar impuls ke batang otak untuk merespon rasa
nyeri.
8.Hematom
Hematom atau timbunan darah dapat membuat kulit donor mati. Hematom biasanya dapat
diketahui lima hari setelah operasi. Jika hal ini terjadi maka kulit donor harus diambil dan diganti
dengan yang baru (Perdanakusuma, 2006:1). Hematom juga menjadi komplikasi tersering dari
pemasangan graft.
9.Kulit berwarna kemerahan pada sekitar daerah graft
I.Asuhan Keperawatan
a.Pengkajian yang akan dilakukan lebih berfokus pada keadaan kulit pasien antara lain (Smeltzer &
Bare, 2002:1831): mengkaji keadaan umum kulit meliputi warna, suhu, kelembaban, kekeringan,
tekstur kulit, lesi, vaskularitas, mobilitas dan kondisi rambut serta kuku. Turgor kulit, edema yang
mungkin terjadi dan elastisitas kulit dinilai dengan palpasi. Pengkajian sirkulasi pada kulit sangat
penting diperhatikan dengan tujuan untuk memperoleh data apakah telah terjadi komplikasi akibat
pemasangan graft dan untuk memantau kelangsungan hidup graft pada daerah resipien. Bila graft
berwarna merah muda, hal ini menunjukkan terjadinya proses vaskularisasi. Warna kebiruan pada
sianosis menunjukkan terjadinya hipoksia seluler atau sel kekurangan oksigen dan mudah terlihat
pada ekstremitas, dasar kuku, bibir serta membran mukosa (Smeltzer & Bare, 2002:1831).
2) Diagnosa dan intervensi keperawatan
A.Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan :
Klien melaporkan nyeri hilang, berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil:
a)Ekspresi wajah rileks
b)Skala nyeri 0 4
c)Klien dapat beristirahat
d)Klien tidak mengeluh kesakitan
Intervensi :
1.Kaji lokasi dan karakteristik nyeri
2.Lakukan tindakan manajemen nyeri relaksasi dan distraksi
3.Beri aktifitas yang tepat untuk klien
4.Berikan lingkungan yang aman dan nyaman
5.Berikan posisi senyaman mungkin
6.Berikan analgetika (kolaborasi medik)
B.Gangguan integritas jaringan kulit dan jaringan berhubungan dengan adanya tindakan invasif,
bedah perbaikan, traksi pen.
Tujuan:
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit dan jaringan yang lebih parah.
Kriteria hasil :
a.Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang
b.Pasien menunjukkan perilaku/ teknik untuk mencegah kerusakan kulit/ memudahkan
penyembuhan kulit.
c.Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi
1.Kaji integritas kulit pasien.
2.Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
3.Ubah posisi dengan sering.

4.Tempatkan balutan pada area fraktur.


5.Kaji posisi pada alat traksi.
6.Observasi untuk potensial area yang tertekan.
7.Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
8.Lakukan perawatan luka.
C.Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera pada jaringan sekitar area luka
Tujuan:
Klien dapat melakukan mobilitas fisik sesuai dengan toleransi.
Kriteria hasil:
a.Klien aktif dalam dalam rencana keperawatan.
b.Klien dapat melakukan aktifitas fisik dan pemenuhan ADL.
Intervensi :
1.Kaji kemampuan mobilitas
2.Atur alih baring tiap 2 jam
3.Bantu klien melakukan gerakan sendi secara aktif dan pasif.
4.Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktifitas dalam lingkup terbatas.
5.Bantu pasien dalam melakukan aktifitas yang dirasakan berat pada pasien.
6.Libatkan keluarga klien selama perawatan.
D.Defisit perawatan diri: bersihan diri berhubungan dengan kehilangan mobilitas, ketidakmampuan
dalam pemenuhan ADL
Tujuan:
Tidak terjadi defisit perawatan diri: bersihan diri
Kriteria hasil:
Klien menunjukkan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan pribadi.
Intervensi:
1.Tentukan kemampuan saat ini dan hambatan untuk berpartisipasi dalam perawatan.
2.Ikutsertakan klien dalam formulasi rencana perawatan pada tingkat kemampuan.
3.Dorong perawatan diri.
4.Berikan dan tingkatkan keleluasaan pribadi.
5.Berikan keramas dan gaya rambut sesuai kebutuhan.
E.Perubahan pola eliminasi bowel: konstipasi berhubungan dengan perubahan pada tingkat
aktifitas, penurunan peristaltik usus.
Tujuan:
Mempertahankan pola normal defekasi/ fungsi usus.
Kriteria hasil:
a.Klien mendemonstrasikan perubahan pada gaya hidup
b.Konstipasi tidak terjadi.
c.Ikut serta dalam pola defekasi sesuai petunjuk.
Intervensi:
1.Pastikan pola defekasi yang biasa (misal: penggunaan laksatif jangka panjang sebelumnya).
Bandingkan dengan rutinitas saat ini.
2.Kaji rasional masalah, singkirkan penyebab medis.
3.Berikan diet dengan kadar serat tinggi.
4.Dorong peningkatan masukan cairan (meningkatkan konsistensi feses nomal).
F.Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer, trauma jaringan,
tindakan invasif.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil:
a.Luka sembuh sesuai waktu.

b.Bebas drainase purulen.


c.Tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
1.Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
2.Monitor tanda-tanda vital.
3.Lakukan perawatan luka dengan prinsip steril.
4.Kolaborasi pemberian antibiotik..
5.Kolaborasi pengecekan darah rutin.

DAFTAR PUSTAKA
Bakar, I. A. (2003). Cangkok kulit merupakan alternatif pilihan. (Online), (www.
kompas.com/ver1/Muda/0606/14/192815.htm-17k- diakses tanggal 11 Juli 2006)
Blanchard, D. K, Lin, P & Lumsden, A. (2006). Skin graft. (Online),
(www.debakeydepartmentofsurgery.org/home/content.cfm?
proc_name=Skin+Graft+&content_id=272-19k- diakses tanggal 31 Juli 2006)
Brooker, C. (2001). The nurses pocket dictionary (31st ed.). Terjemahan oleh Andry Hartono.
Jakarta: EGC.
Carpenito, L. J. (2001). Handbook of nursing diagnosis (8th ed.). Terjemahan oleh Monika Ester.
Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. (2000). Informatorium obat nasional indonesia 2000. Jakarta: Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan 2000.
Doenges, M. E. (2000). Application of nursing process and nursing diagnosis an intervensive text for
diagnostic reasoning (2nd ed.). Terjemahan oleh Made Karisa. Jakarta: EGC.
Heriady, Yusuf. (2005). Manfaat transplantasi kulit pada pengobatan kanker. (Online),
(www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=konsultasi&id=103880-31k- diakses tanggal 11
Juli 2006)
Long, B. C. (1996). Perawatan medikal bedah: Suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung:
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan UNPAD.
Potter, P. A & Perry, G. A. (2006). Fundamentals of nursing: concepts, process and practice (4th
ed.). Terjemahan oleh Monika Ester. Jakarta: EGC.
Revis, D. R. (2006). Author information introduction graft selection donor site selection wound
preparation operative technique graft Survival and healing graft failure biologic skin subsitutes
bibliography. (Online). (www.baylor.vasculardomain.com diakses tanggal 31 Juli 2006)

Anda mungkin juga menyukai