Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT

PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) ATAU


CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY
DISEASE (COPD)
May 30, 2015 by Lestari

DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di

saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema

atau gabungan keduanya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas

yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut – turut,

tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran

rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara

secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif

dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paruparu terhadap gas

atau partikel yang berbahaya. (Hariman, 2010)

EPIDEMIOLOGI

Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi

pada PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus di

dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga

sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian

tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka

prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura

dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.

Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga

DepKes RI 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersamasama dengan asma bronkhial menduduki peringkat ke-6 dari

penyebab kematian terbanyak di Indonesia.Tingkat morbiditas dan mortalitas PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh dunia.

Hal ini di buktikan dengan besarnya kejadian rawat inap, seperti di Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat 8 juta

penderita PPOK rawat jalan dan sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit Gawat Darurat dan 673.000 kejadian rawat inap.

Angka kematian sendiri juga semakin meningkat sejak tahun 1970, dimana pada tahun 2000, kematian karena PPOK

sebesar 59.936 pada priaberbanding dengan 59.118 pada wanita.

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :

 Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)

 Pertambahan penduduk

 Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun
1990-an

 Industrialisasi

 Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan

 Fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas sampai di rumah sakit pusat
rujukan masih jauh dari fasilitas pelayanan untuk penyakit PPOK.

ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan

faktor keturunan, alergi, umur serta predisposisi genetik, tetapi belum diketahui dengan jelas apakah faktor-faktor tersebut

berperan atau tidak.

1. Rokok >> Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab
utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa
bronkusdanmetaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkanbronkokonstriksi
akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage
alveolar dan surfaktan.

2. Infeksi >> Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitiskoronis hampir selalu
menyebabkan infeksi paru bagian bawah, sertamenyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi
bronchitis kronisdiperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudianmenyebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri

3. Polusi >> Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalahzat pereduksi seperti CO2,
zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,aldehid dan ozon. (Ilmu penyakit dalam, 1996:755).

Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang menambah kerja ventilasi yaitu dengan penambahan

tahanan jalan udara. Mekanisme terjadinya obstruksi. a. Intraluminer

Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan.

Intramular

 Edema dan inflamasi (peradangan), sering terdapat pada bronkhitisdan asma.

 Hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus,

 Kontraksi otot-otot polos bronkus dan bronkiolus seperti pada asma,

 Dinding bronkus menebal, akibatnya:

Ekstramular.
 Kelainan terjadi di luar saluran pernapasan. Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan hilangnya kontraksi
radial dinding bronkus ditambahdengan hiperinflamasi jeringan paru menyebabkan penyempitan
salurannapas. (Kapita Selekta,1982:218)

MANIFESTASI KLINIS

tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK adalah sebagai berikut:

 Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu

 sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukupurulent sesak sampai menggunakan
otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas Batuk dan ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan
maksimal pada pagi hari

 Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya penyakit pada keadaan yang
berat, sesak nafas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin
memburuknya abnormalitas pertukaran udara.

 Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan penurunan suara nafas,
ekspirasi yang memanjang, ronchi, dan hiperresonansi pada perkusi

 Anoreksia

 Penurunan berat badan dan kelemahan

 Takikardia, berkeringat

 Hipoksia

Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada aliran udara. Penyebab utama obstruksi

bermacam-macam, misalnya:

 Inflamasi jalan napas

 Pelengketan mukosa

 Penyempitan lumen jalan napas

 Kerusakan jalan napas

 Takipnea
 Ortopnea (Doenges, 1999:152)

KLASIFIKASI

Klasifikasi PPOK dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Asma bronkial: suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang meningkat dari trakea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang
disebabkan penyempitan menyeluruh dari saluran pernafasan.

2. Bronkitis kronik: gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus
dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk kronis serta membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun,
minimal 2 tahun berturut-turut.

3. Emfisema: perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding alveolus, duktus alveolar,
dan destruksi dinding alveolar (Muttaqin, 2008).

PATOFISIOLOGI

Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifkan makrofag dan sel epitel untuk melepaskan faktor kemotoktik

yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang

merusak ekemen struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak

berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap

perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl

hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat

meningkatkan penghancuran antiprotease.

Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronkial, hipersekresi mukosa, peningkatan masa otot halus,

dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mukus yang berlebihan

. Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronkitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada

parenkim paru, penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat

alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya
sokongan pada saluran udara kecil non- kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran

nafas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK

Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi aatu kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada

alveoli ini akan menyebabkan hypoksemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V∕Q tidak

sesuai ). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berpefusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan

pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan in, yang

kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran nafas yang telah meningkat, pada

akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan rutin

1) Faal paru

 Spirometri (VEP 1, VEP 1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)#

o Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : %

VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %. VEP1 merupakan parameter yang paling

umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri

tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai

alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

 Uji bronkodilator

o Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian

bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 – 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau

APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK

stabil

 Darah rutin >> Misalnya pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit

 Radiologi >> Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema
terlihat gambaran : Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar, Diafragma mendatar, Jantung
menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance). Pada bronkitis kronik : Normal,
corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1) Faal paru

 Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT
meningkat

 DLCO menurun pada emfisema

 Raw meningkat pada bronkitis kronik

 Sgaw meningkat

 Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2) Uji latih kardiopulmoner

 Sepeda statis (ergocycle)

 Jentera (treadmill)

3) Uji provokasi bronkus

 Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus
derajat ringan

4) Uji coba kortikosteroid

 Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon)
sebanyak 30 – 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan
minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

5) Analisis gas darah

 Terutama untuk menilai: Gagal napas kronik stabil, Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6) Radiologi

 CT – Scan resolusi tinggi

o Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh

foto toraks polos

 Scan ventilasi perfusi

o Mengetahui fungsi respirasi paru

PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN

Penatalaksanaan Umum PPOK

Pentalaksanaan PPOK secara umum meliputi :

1) edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda

dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah

menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih

bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari

asma.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat – obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)


5. Penyesuaian aktivitas

2) Obat- Obatan

Bronkodilator

 Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi
derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release )
atau obat berefek panjang ( longacting ). Macam – macam bronkodilator :

o Golongan antikolinergik >> Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai

bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

o Golongan agonis beta-2 >> Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah

penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya

digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi

eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip

untuk mengatasi eksaserbasi berat.

o Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2 >> Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat

efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu

penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

o Golongan xantin >> Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,

terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega

napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka

panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

Antiinflamasi

 Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan
inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

Antibiotika

 Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :


o Lini I : amoksisilin, makrolid

o Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat sefalosporin kuinolon makrolid baru

o Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih : Amoksilin dan klavulanat, Sefalosporin generasi II & III injeksi,

Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas, Aminoglikose per injeksi, Kuinolon per

injeksi, Sefalosporin generasi IV per injeksi

Antioksidan

 Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N – asetilsistein. Dapat diberikan
pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

Mukolitik

 Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi,
terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis
kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

Antitusif

3) Terapi oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian

terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel

baik di otot maupun organ – organ lainnya.

Indikasi

 Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

 Pao2 diantara 55 – 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55%
dan tanda – tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

Macam terapi oksigen :


 Pemberian oksigen jangka panjang

 Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

 Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

 Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita

PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi

akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah

dibedakan :

 Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )

 Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

 Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama

pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 – 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur

bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan

menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau

pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. Pemilihan alat bantu ini disesuaikan

dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.

5) Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi

yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan

menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

 Penurunan berat badan


 Kadar albumin darah

 Pengukuran kekuatan otot

 Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi

pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara

kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal

feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption dan respons

ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat

menyebabkan kelelahan.

6) Rehabilitasi

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Program

dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori

terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.

Penatalaksanaan PPOK Stabil

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil adalah untuk mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualiti hidup,

mencegah eksaserbas. Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah

untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk

mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri

maupun oleh keluarganya Penatalaksanaan di rumah meliputi :

 Penggunakan obat-obatan dengan tepat.

 Terapi oksigen

 Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita PPOK


 Rehabilitasi

 Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada tanda eksaserbasi, efek samping obat.

 dan kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen.

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk

eksaserbasi sedang dan berat) Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah

diedukasi dengan cara :

 Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari
bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebulizer

 Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur

 Menambahkan mukolitik

 Menambahkan ekspektoran

 Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter. Penatalaksanaan eksaserbasi akut
di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat inap. Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang
dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik)

 Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebulizer

 Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask

 Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas

 Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik

Terapi pembedahan

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

 Bulektomi

 Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS) 3) Transplantasi paru
PENGKAJIAN

Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh


informasi dan data yang akan digunakan sebagai dasar untuk menemukan masalah
keperawatan dan membuat rencana asuhan keperawatan pasien.

IDENTITAS KLIEN

Melliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat rumah, pendidikan terakhir, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, dan diagnosa medis.

1. Riwayat atau faktor penunjang :

 Merokok merupakan faktor penyebab utama.

 Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.

 Riwayat alergi pada keluarga

 Riwayat Asthma pada anak-anak.

2. Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :

 Stress emosional.

 Aktivitas fisik yang berlebihan.

 Polusi udara.

 Infeksi saluran nafas.

3. Pemeriksaan fisik :

 Penyakit Paru Obstruktif Kronik :

o Peningkatan dispnea.
o Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal, mengangkat bahu saat

inspirasi, nafas cuping hidung).

o Penurunan bunyi nafas.

o Takipnea.

o Gejala yang menetap pada penyakit dasar: Asthma

o Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti terikat.

o Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa stetoskop.

o Pernafasan cuping hidung.

o Ketakutan dan diaforesis. Ø Bronkhitis

o Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari.

o Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing.

o Sesak nafas

 Bronkhitis (tahap lanjut)

o Penampilan sianosis

o Pembengkakan umum atau “blue bloaters” (disebabkan oleh edema asistemik yang terjadi sebagai

akibat dari kor pulmunal).

 Emphysema

o Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter thoraks anterior posterior meningkat

sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).

o Fase ekspirasi memanjang.

 Emphysema (tahap lanjut)

o Hipoksemia dan hiperkapnia.

o Penampilan sebagai “pink puffers” – Jari-jari tabuh.

4) Pemeriksaan diagnostik
1. Kapasitas inspirasi menurun

2. Volume residu : meningkat pada emphysema, bronkhitis dan asthma

3. FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif Penyakit Paru Obstruktif Kronik

4. FVC awal normal menurun pada bronchitis dan astma.

5. TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emphysema).

 Analisa Gas Darah

o PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada astma. PH normal asidosis, alkalosis respiratorik

ringan sekunder.

 Transfer gas (kapasitas difusi).

o Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Transfer gas relatif baik.

o Pada emphysema : area permukaan gas menurun.

o Transfer gas (kapasitas difusi).menurun § Darah :

o Hb dan Hematokrit meningkat pada polisitemia sekunder.

o Jumlah darah merah meningkat – Eo dan total IgE serum meningkat.

o Analisa Gas Darah gagal nafas kronis.

o Pulse oksimetri SaO2 oksigenasi menurun.

o Elektrolit menurun oleh karena pemakaian deuritika pada corpulmunale.

 Sputum :

o Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran.

o Kuman patogen >> :

 Streptococcus pneumoniae.

 Hemophylus influenzae.

 Moraxella catarrhalis.

 Radiologi :
o Thorax foto (AP dan lateral).

o Hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area paru-paru.

AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT

Gejala :

 Keletihan, kelelahan, malaise,

 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas

 Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi

 Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan Tanda :

 Keletihan

 Gelisah, insomnia

 Kelemahan umum/kehilangan massa otot.

SIRKULASI

Gejala :

 Pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda :

 Peningkatan tekanan darah

 Peningkatan frekuensi jantung

 Distensi vena leher

 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung

 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAP dada)


 Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer

 Pucat dapat menunjukkan anemia.

INTEGRITAS EGO

Gejala :

 Peningkatan factor resiko

 Perubahan pola hidup Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang

MAKANAN/CAIRAN

Gejala :

 Mual/muntah

 Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan

 penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan meninjukkan edema (bronchitis)
Tanda :

 Turgor kulit buruk

 Edema dependen

 Berkeringat

 Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema)

 Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis)

HIGIENE

Gejala :

 Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari Tanda :


 Kebersihan buruk, bau badan

PERNAFASAN

Gejala :

 Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya
pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma); rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk
bernafas (asma) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning)
dapat banyak sekali (bronchitis kronis)

 Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif
(emfisema)

 Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis.
Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji)

 Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.

Tanda :

 Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir
(emfisema)

 Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung.

 Dada: gerakan diafragma minimal.

 Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels lembab
kasar (bronchitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi
berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)

 Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan emfisema); bunyi pekak pada area paru
(mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)

 Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.

 Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abu keseluruhan; warna merah (bronchitis
kronis, “biru mengembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena warna
kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
 Tabuh pada jari-jari (emfisema)

KEAMANAN

Gejala :

 Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan

 Adanya/berulang infeksi

 Kemerahan/berkeringat (asma)

SEKSUALITAS

Gejala : penurunan libido

INTERAKSI SOSIAL

Gejala :

 Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung

 Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat

 Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik Tanda :

 Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress pernafasan

 Keterbatasan mobilitas fisik

 Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain.


pathway ppok

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagosa keperawatan yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara
lain :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum ditandai dengan sesak

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma ditandai dengan gangguan
ventilasi

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan ekspresi nyeri, melaporkan nyeri secara
verbal

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis ditandai
dengan BB 20 % atau lebih dibawah normal

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai
dengan klien menyatakan merasa letih dan lemah.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret,
kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang infeksi
tentang infeksi kuman.

Anda mungkin juga menyukai