Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MORALITAS

Disusununtuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Aktualisasi Diri


Dosen Pembimbing:Ns. Reni SulungUtami, S.Kep.MSc

Kelompok 4 :

1. Siti Lutfiyana (22020116120009)


2. Khosidah (22020116120024)
3. Savitri (22020116120038)
4. Hasna Mufida (22020116120043)
5. Rizki Marwa Putri (22020116130069)
6. Karina Izafira Nibras (22020116140052)
7. Nur Chamidah (22020116140108)

Kelas A16.1

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Moralitas”

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu tak lupa kami sampai kan banyak terima kasih kepada
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak
lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik
dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca
yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini kita dapat


mengambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi
terhadap pembaca.

Semarang, 11 Mei 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Moralitas
Moral, diambil dari bahasa Latin mos (jamak, mores) yang berarti
kebiasaan, adat. Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral
juga berarti mengenai apa yang dianggap baik dan buruk di masyarakat dalam
suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan atau perubahan norma atau
nilai (Wahyuningsih, 2005: 2-3).
Moralitas secara lughowi juga berasal dari kata mos bahasa Latin (jamak,
mores) yang berarti kebiasaan, adat istiadat. Kata ’bermoral’ mengacu pada
bagaimana suatu masyarakat yang berbudaya berperilaku dan kata moralitas
jugamerupakan kata sifat latin moralis, mempunyai arti sama dengan moral
hanya ada nada lebih abstrak. Kata moral dan moralitas memilikiarti yang
sama, maka dalam pengertiannya lebih ditekankan pada penggunaan moralitas,
karena sifatnya yang abstrak.
Moralitas merupakan suatu gambaran manusiawi yang menyeluruh,
moralitas hanya terdapat pada manusia serta tidak terdapat pada makhluk lain
selain manusia. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai
yang berkenaan dengan baik dan buruk (Bertens, 2002:7). Moralitas juga
berperan sebagai pengatur dan petunjuk bagi manusia dalam berperilaku agar
dapat dikategorikan sebagai manusia yang baik dan dapat menghindari perilaku
yang buruk (Keraf, 1993: 20). Dengan demikian, manusia dapat dikatakan
tidak bermoral jika ia berperilaku tidak sesuai dengan moralitas yang berlaku.

B. Karakteristik Moralitas
Menurut Drajat (1992) karakteristik perilaku moral yang terpenting adalah
sebagai berikut:
a. Berkata jujur, yaitu berani mengungkapkan perkataan yang sesuai dengan
apa yang terjadi.
b. Berbuat benar, yaitu perbuatan yang sesuai dengan aturan dan kaidah yang
telah diterapkan oleh masyarakat.
c. Berlaku adil, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya
d. Berani, yaitu kesiapan fisik dan mental untuk menghadapi suatu peristiwa
dan membenarkan jika peristiwa tersebut tidak sesuai dengan kaidah yang
berlaku dalam masyarakat.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000: 52-55) nilai moral memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Berkaitan dengan tanggungjawab kita
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia.Yang khusus menandai nilai
moral ialah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang
bertanggungjawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang
bersalah atau tidak bersalah karena ia bertanggungjawab. Dalam nilai
moral kebebasan dan tanggungjawab merupakan syarat mutlak.
b. Berkaitan dengan hati nurani
Semua nilai minta untuk diakui dan diwujudkan, tetapi pada nilai-nilai
moral tuntutan ini lebih mendesak dan lebih serius. Mewujudkan nilai-
nilai moral merupakan "imbauan" dan hati nurani. Salah satu ciri khas
nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan "suara" dari hati
nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai
moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.
c. Mewajibkan
Nilai-nilai moral mewajibkan kita secara absolute dan dengan tidak bisa
ditawar-tawar. Kewajiban absolute yang melekat pada nilai-nilai moral
berasal dari kenyataan bahwa nilai-nilai ini berlaku bagimanusia sebagai
manusia. Karena itu nilai moral berlaku juga untuk setiap manusia. Orang
yang tidak mengakui nilai moral mempunyai cacat sebagaimanusia.
d. Bersifat formal
Nilai-nilai moral tidak memiliki isi tersendiri, terpisah dari nilai-nilai lain.
Tidak ada nilai-nilai moral yang murni, terlepas dari nilai-nilai lain. Hal
itulah yang dimaksudkan bahwa nilai moral bersifat formal.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa di dalam moral
yang menjadi tolak ukur suatu perbuatan itu bernilai baik atau buruk adalah
adat istiadat yang berlaku di dalam masyarakat tertentu. Nilai-nilai moral yang
bersifat objectivistic dikategorikan sebagai moral kesusilaan, seperti kejujuran,
keadilan, keikhlasan, tanggung jawabdan lain-lain. Adapun nilai-nilai moral
yang bersifat relativistic dikategorikan sebagai moral kesopanan, seperti
berbicara secara sopan, hormat kepada orang yang lebih tua, tidak bertamu
pada jam istirahat dan sebagainya. Di dalam nilai moral juga terdapat batasan-
batasan berlakunya nilai tersebut. Batasan-batasan tersebut di antaranya nilai
universal, berlaku bagi seluruh umat manusia bilamana dan dimanapun seperti
hak asasi manusia. Nilai partikular yakni hanya berlaku bagi sekelompok
manusia tertentu atau dalam kesempatan tertentu, misalnya nilai sebuah tutur
kata. Nilai abadi, yakni berlaku kapanpun dan dimana pun seperti kebebasan
beragama.
C. Perbandingan Moralitas

Kata moral atau akhlak sering kali digunakan untuk menunjukkan pada
suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan kesesuaiannya dengan nilai-
nilai kehidupan pada seseorang. Moral dan akhlak memiliki beda yang tak
jauh berbeda dan begitu pula persamaannya, antara lain : (Ismail, Sajarah, &
Sururin, 2005)

a. Moralitas dan akhlak sama-sama mengacu pada ajaran ataug ambaran


tentang perbuatan, tingkahl aku, dan sifat baik.
b. Moralitas dan akhlak merupakan prinsip dan aturan hidup manusia yang
menakar harkat dan martabat kemanusiaannya.
c. Moralitas dan akhlak tidak semata-mata karena faktor keturunan yang
bersifat tetap, akan tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki oleh
setiap orang.

Dalam The Advanced of learner’s Dictionary of Current English


dijelaskan tentang pengertian moral dalam empati yang saling terkait dan
berhubungan satu sama lain, yaitu: (Hornby, 1995)
1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar salah (concerning principles
of rigt and wrong)
2. Baik dan Buruk (good and virtuous)
3. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah (able to
understand the difference between rigt and wrong)
4. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik (teaching or illustrating
good behaviour)

Terlepas dari perbedaan kata yang digunakan baik moral, etika, akhlak,
budi pekerti mempunyai penekanan yang sama, yaitu adanya kualitas-kualitas
yang baik yang teraplikasi dalam perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-
hari, baik sifat-sifat yang ada dalam dirinya maupun dalam kaitannya dengan
kehidupan bermasyarakat.

Nilai baik sekaligus ciri manusia bermoral sebagai makhluk individu


dapat dilihat dengan adanya prilaku seperti jujur, dapat dipercaya, adil,
bertanggungjawab dan lain-lain, maupun sebagai makhluk sosial dalam
hubungannya dengan masyarakat, seperti kejujuran, penghormatan sesama
manusia, tanggungjawab, kerukunan, kesetiakawanan, solidaritas sosial dan
sebagainya.

D. Upaya Menumbuhkan Sikap Moralitas

Dalam menumbuhkan sikap moralitas pada diri individu, Ada


beberapa faktor yang harus diketahui yang dapat mempengaruhi
perkembangan moralitas yaitu:

1. Konsisten dalam Mendidik Anak


Orangtua harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang
atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anaknya. Suatu tingkah
laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga
dilarang apabila anak melakukan kembali pada waktu lain.
2. Sikap Orangtua dalam Keluarga
Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap
ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak,
yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang keras
(otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak, sedangkan
sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh, cenderung
mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang
mempedulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh
orangtua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah (dialogis),
dan konsisten.
3. Penghayatan dan Pengamalan Agama yang Dianut
Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk di sini
panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan
iklim yang religius (agamis), dengan cara memberikan ajaran atau
bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan
mengalami perkembangan moral yang baik.
4. Sikap Konsisten Orangtua dalam Menerapkan Norma
Orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak
jujur, maka orangtua harus menjauhkan diri dari perilaku berbohong atau
tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak agar berperilaku
jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab atau taat beragama,
tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak
akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan
ketidakkonsistenan orangtua itu sebagai alasan untuk tidak melakukan hal
yang diinginkan oleh orangtuanya, bahkan dia akan berperilaku seperti
orangtuanya.

Selain faktor di atas, perkembangan moral juga dipengaruhi oleh


lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan teman-teman sebaya, segi
keagamaan, dan aktivitas-aktivitas rekreasi. Lebih lanjut faktor-faktor tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Lingkungan Rumah
Sikap dan tingkah laku anak tidak hanya dipengaruhi oleh sikap orang-
orang yang berada di dalam rumah, tetapi sikap dalam melakukan
hubungan di luar rumah. Orangtua harus menciptakan suasana keramahan,
kejujuran, dan kerjasama sehingga anak selalu cenderung untuk
melakukan hal-hal yang baik.
2. Lingkungan Sekolah
Corak hubungan antara anak dengan guru atau murid dengan murid,
banyak mempengaruhi aspek-aspek kepribadian, termasuk nilai-nilai
moral yang memang masih mengalami perubahan-perubahan. Hubungan
antarindividu yang baik di sekolah dapat memperkecil kemungkinan
tumbuhnya perbuatan-perbuatan yang jauh dari nilai-nilai moral yang
tinggi bilamana kelompok itu sendiri sudah mempunyai norma-norma
moral yang baik pula.
3. Lingkungan Teman-teman Sebaya
Makin bertambah umur, individu makin memperoleh kesempatan lebih
luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman bermain
sebaya, sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang
relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan individu
melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain. Anak yang
banyak berpartisipasi dalam pergaulan, kemungkinan tahap perkembangan
moralnya lebih besar dibanding mereka yang kurang berpartisipasi dalam
pergaulan.
4. Segi Keagamaan
Kejujuran dan nilai-nilai moral yang diperlihatkan seorang anak
bergantung sepenuhnya pada penghayatan nilai-nilai keagamaan dan
perwujudannya dalam bertingkah laku dengan orang lain. Ajaran
keagamaan tidak hanya sebagai petunjuk, tetapi juga pengontrol untuk
tidak melakukan sesuatu berdasarkan hawa nafsu. Kalau pada mulanya
kepatuhan nilai-nilai keagamaan didasarkan karena rasa takut atau
hukuman, maka lama kelamaan kepatuhan ini akan dapat dihayati sebagai
bagian dari cara dan tujuan hidup individu.
5. Aktivitas-aktivitas Rekreasi
Aktivitas anak dalam mengisi waktu luang akan mempengaruhi konsep
moral anak. Melalui bacaan, film, radio, televisi, banyak mempengaruhi
norma-norma moral anak. kejahatan, penipuan, kedengkian dari bacaan-
bacaan maupun tayangan televisi dapat mengubah konsep-konsep
moralitas pada anak. penilaian terhadap norma-norma kejahatan, yang
sebenarnya telah terbentuk, dapat terubah oleh pengaruh bacaan maupun
tayangan televisi. (Iskarim, 2016)

Seseorang tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik maupun


psikologisnya secara sendiri. Individu membutuhkan dukungan, terutama dari
orang-orang dekat dengan diri individu. Dalam perkembangan hidup, agar
diperoleh nilai-nilai dan pegangan hidup, seseorang memerlukan dukungan
dari orangtua atau orang dewasa lainnya. Hal ini dapat diperoleh dengan jalan
pemberian bimbingan, dukungan dan nasihat agar individu dapat mengambil
pelajaran dari pengalaman hidupnya sehingga diperoleh pengetahuan dan
pengertian bagi kehidupan individu setelah dewasa kelak. Dalam
menumbuhkan moralitas pada diri individu diperlukan dukungan sosial.

Dukungan sosial merupakan salah satu dimensi dalam hubungan sosial


yang mempunyai manfaat untuk kesejahteraan manusia. Dukungan dapat
berupa bantuan emosional, kasih sayang, kepercayaan, perasaan simpatik dan
pemeliharaan. Dukungan sosial merupakan suatu keadaan yang bermanfaat
bagi individu agar menjadi tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai
dan mencintai dirinya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa dukungan sosial merupakan hubungan antarindividu yang bersifat
membantu dan menolong, yang berupa perhatian emosional, kasih sayang,
kepercayaan, perasaan simpatik, dan pemeliharaan serta pemberian informasi
dan bantuan material.
Dukungan sosial sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan
aspek perhatian emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi dan
penilaian. Aspek dukungan sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. Emosional. Individu membutuhkan empati, cinta, kepercayaan dan
kebutuhan untuk didengar dari orang-orang di sekelilingnya.
2. Instrumental. Ada sarana untuk mempermudah individu dalam berperilaku
yang bertujuan positif. Hal ini dapat berupa uang, benda ataupun pekerjaan
dan kesediaan untuk meluangkan waktu.
3. Informasional. Dukungan secara tidak langsung terhadap perilaku
individu akan memberi informasi yang dibutuhkannya, ataupun nasihat-
nasihat yang berguna bagi individu.
4. Penilaian. Penilaian terhadap individu dapat berupa pemberian
penghargaan, keyakinan-keyakinan, timbal balik terhadap apa yang telah
dilakukannya, dan dapat pula berwujud perbandingan-perbandingan sosial.

Dukungan sosial biasanya berbentuk bantuan instrumen, bantuan


secara emosional, pemberian informasi yang dapat diberikan oleh keluarga,
teman, tetangga, dan saudara. Pendapat ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh House dan Kahn yang mengatakan bahwa dukungan sosial
dapat diperoleh dari teman, sahabat, keluarga dan prefesional seperti dokter,
psikolog dan psikiater. Berikut sumber-sumber dukungan sosial:
1. Keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh individu.
Keluarga merupakan unit masyarakat terkecil yang terdapat struktur
lengkap, yaitu ayah atau suami, ibu atau istri, dan anak. Keluarga dan
suasana yang timbul di dalamnyamerupakan aspek yang fundamental
dalam perkembangan anak karena keluarga merupakan:
a) Lingkungan manusia yang dijumpai manusia sejak lahir. Dalam
pembentukan mental, peranan keluarga sangat besar dan diterima
anak secara intensif dan konsisten
b) Pusat ketenangan hidup, dalam menjalani kehidupannya sering
seseorang mengalami gangguan pikiran, frustasi, dan untuk
mendapatkan kekuatan kembali tempat yang paling aman
c) Pusat pendidikan, kebudayaan dan agama. Anak-anak
mempercayai norma-norma kebudayaan, norma-norma agama
untuk pertama kalinya di dalam lingkungan keluarga sehingga
terbentuk pola-pola tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma
sosial, norma kelompok, norma agama serta cara pendidikan yang
diajukan oleh keluarganya.
2. Teman adalah sumber dukungan karena teman memberikan rasa
senang dan dukungan selama waktu stres.
3. Guru merupakan tokoh utama dalam mengembangkan keseluruhan
kemampuan anak didik. Cara guru membawakan diri, bersikap,
dan bertingkah laku serta melakukan pendekatan, semuanya akan
diperhatikan oleh anak didiknya. Melalui hubungan tersebut
individu dapat mengemukakan pendapat atau ide-ide sehingga
memungkinkan berkembang menjadi pribadi yang sehat dan matang.

Apabila suasana keluarga penuh dengan dorongan, semangat dan


saling mendukung, pastilah remaja akan dapat berfungsi dengan baik,
dapat diajak bekerja sama, dan mau membantu serta dapat berfungsi
secara konstruktif dalam kelompoknya. Dukungan yang berwujud kasih
sayang adalah pengikat dalam keluarga. Dukungan yang berupa kesedihan
untuk mendengarkan ketika remaja berbicara akan menjadikannya tumbuh
dewasa dengan intelektual yang tinggi. Rasa kasih sayang orangtua
mempunyai dua fungsi utama bagi remaja. Pertama, remaja akan memperoleh
rasa aman dari kebersamaan dengan orang yang dikasihinya. Kedua, kasih
sayang dapat memberikan informasi tentang lingkungan, jika remaja tidak
mengetahui dengan pasti cara bereaksi dengan situasi baru, maka remaja akan
mengharapkan bimbingan dari orangtuanya.

Hubungan yang bersifat suportif akan memberikan rasa aman dan percaya
diri sebagai unsur penting dari tercapainya konsep diri yang positif. Dukungan
sosial dapat memberikan sumbangan terhadap kestabilan psikologis seseorang
seperti halnya melindungi seseorang dari situasi-situasi yang genting.
Dukungan sosial juga membantu individu untuk dapat menguasai
lingkungan sehingga dapat mengembangkan kecenderungan-kecenderungan
pada hal-hal yang positif dan mengurangi gangguan psikologis yang
berpengaruh kuat terhadap timbulnya stres. (Budiyono, 2010)

E. Perilaku Moralitas
Aspek moral adalah sesuatu yang tidak dibawa dari lahir, tapi sesuatu yang
berkembang dan dapat diperkembangkan/dipelajari (Maharani, 2014).
Perilaku moral dalam pengertian yang luas, adalah akibat atau hasil dari
moral knowing dan moral feeling. Moral Knowing atau pengetahuan moral
adalah kemampuan mengetahui, memahami, mempertimbangkan,
membedakan dan menginterpretasikan jenis – jenis moral yang harus
dilakukan dan yang harus ditinggalkan. Moral knowing memiliki beberapa
komponen atau terdiri dari (Syarbini, 2014) :
a. Kesadaran moral
b. Pengetahuan nilai moral
c. Memahami pandangan yang lain
d. Penalaran moral
e. Pembuatan keputusan
f. Pengetahuan diri
Sedangkan moral feeling atau perasaan moral terdiri dari (Syarbini, 2014) :
a. Nurani
b. Harga diri
c. Empati
d. Cinta kebaikan
e. Kontrol diri
f. Rendah hati
Apabila seseorang memiliki kualitas moral intelek dan emosi, maka dapat
memperkirakan bahwa mereka akan melakukan apa yang diketahui dan
dirasakan. Secara konseptual perilaku moral harus mememiliki kompetensi
tentang pertimbangan moral, kompetensi pertimbangan moral ini merupakan
suatu keharusan (atau mungkin dipandang cukup) bagi lahirnya tindakan
moral. Perkembangan moral akan berkembang secara bertahap sesuai dengan
meningkatnya penalaran moral individu. Perilaku moral merupakan suatu
perbuatan yang didasari pada standar sosial yang mengandung nilai-nilai
kebajikan. Perilaku moral merupakan hasil dari kemampuan menimbang,
memahami dan proses berpikir yang dilandasi dengan nilai-nilai kebajikan
dan memenuhi standar social yang ada di masyarakat. Orang yang bertindak
sesuai dengan moral adalah orang yang mendasarkan tindakannya atas
penilaian baik-buruknya sesuatu (Rizal, 2017).
Disamping perilaku moral ada juga perilaku tak bermoral yaitu perilaku
yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena sikap tidak setuju dengan
standar sosial yang berlaku atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan
diri, serta perilaku amoral atau nonmoral yaitu perilaku yang tidak sesuai
dengan harapan sosial karena ketidakacuhan atau pelanggaran terhadap
standar kelompok social (Maharani, 2014).
Sikap dan Kategori Moral
Sikap warga terhadap suatu hal muncul dalam praktek moral dengan
kategori (Maharani, 2014) :
1. Positif/ menerima
Manusia bersikap positif terhadap hal yang memberi kepuasan pada
pemenuhan kebutuhan juga pencapaian cita-cita sesuai tujuan hidup,
sikap positf muncul dalam perilaku asosiatif, akomodatif, integratif
dan konstruktif
2. Netral
Seseorang mungkin bersikap netral yaitu tak mendukung juga tidak
menolak.
3. Negatif atau menolak.
Hal-hal yang mengecewakan menumbuhkan emosi dan sikap negatif.
Sikap negatif terwujud dalam perilaku yang mewarnai rasa jengkel,
kecewa, benci, marah, atau bermusuhan.

Dalam perilaku bermoral didalamnya terdapat nilai-nilai yang dianut.


Ini menunjukkan apa yang baik, benar, patut serta seharusnya terjadi. Jika
terjadi peringatan, pembuatan janji, memulai serta maksud membela diri
menyatakan penyesalan/ menggambarkan suatu harapan.
Sikap moral sebagian besar diteruskan dari generasi ke generasi,
penampilan sikap dapat mengalami perubahan sejalan dengan
perkembangan kepribadian yang mewarnai perilaku seseorang. Ia aktif dan
selektif membentuk sikap untuk berperilaku bermoral dalam
lingkungannya. Dalam perkembangan kepribadian seseorang mungkin
bersikap mempertahankan nilai-nilai lama (konservatif) / mengasimilasai
perubahan kearah kemajuan (progresif). Hal-hal ini menjadi prinsip moral
selaku pedoman yang mewarnai/ mendominasai perilakunya (Maharani,
2014).
Adapun contoh dari perilaku bermoral dikehidupan sehari – hari antara
lain :
a. Membuang sampah pada tempatnya.
b. Berbicara sopan dengan sesama ataupun dengan orang yang lebih tua.
c. Menjalankan perintah agama sesuai yang dianut
d. Menaati peraturan yang ada
e. Tidak membuat kerusuhan, dan yang lainnya.
Contoh perilaku perawat dalam menerapkan konsep moral dalam praktik
keperawatan (Priharjo) :

1. Advokasi
Arti advokasi menurut American Nurses Association/ ANA (1985) adalah
“melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan
keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika
yang dilakukan oleh siapapun”.
Peran perawat sebagai advokat klien adalah :
a. Memberi informasi dan memberi bantuan kepada klien atas keputusan
apa pun yang dibuat klien;
b. Memberi informasi berarti menyediakan penjelasan atau informasi
sesuai dengan kebutuhan klien;
c. Memberi bantuan mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan peran
nonaksi. Dalam menjalankan peran aksi, perawat memberi keyakinan
kepada klien bahwa mereka mempunyai hak dan tanggung jawab
dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak tertekan
dengan pengaruh orang lain, sedangkan peran nonaksi mengandung
arti pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak memengaruhi
keputusan klien.
2. Responsibilitas dan akuntabilitas
Responsibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas yang
berhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Pada saat memberikan
obat, perawat bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan klien dalam
memberikannya dengan aman dan benar, dan mengevaluasi respons klien
terhadap obat tersebut. Perawat yang selalu bertanggung jawab dalam
melakukan tindakannya akan mendapatkan kepercayaan dari klien atau
dari profesi lainnya. Perawat yang bertanggung jawab akan tetap
kompeten dalam pengetahuan dan keterampilan serta selalu menunjukkan
keinginan untuk bekerja berdasarkan kode etik profesinya.
3. Akuntabilitas
Merupakan konsep yang sangat penting dalam praktik keperawatan.
Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertanggungjawabkan suatu
tindakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan
tersebut. Akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yaitu tanggung
jawab dan tanggung gugat. Ini berarti bahwa tindakan yang dilakukan
perawat dilihat dari praktik kperawatan, kode etik, dari undang-undang
dapat dibenarkan atau absah.
4. Loyalitas
Loyalitas merupakan suatu konsep yang meliputi simpati, peduli dan
hubungan timbal balik terhadap pihak yang secara profesional
berhubungan dengan perawat. Ini berarti pertimbangan nilai dan tujuan
orang lain sebagai nilai dan tujuan sendiri. Hubungan profesional
dipertahankan dengan cara menyusun tujuan bersama, menepati janji,
menentukan masalah dan prioritas, serta mengupayakan pencapaian
kepuasan bersama. Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang
tinggi dan hubungan berbagai pihak yang harmonis, loyalitas harus
dipertahankan oleh setiap perawat baik loyalitas kepada klien, teman
sejawat, rumah sakit maupun profesi. Hal – hal yang dapat dilakukan
untuk mewujudkan hal tersebut adalah :

a. Masalah klien tidak boleh didiskusikan oleh klien lain dan perawat
harus bijaksana bila informasi dari klien harus didiskusikan secara
profesional
b. Perawat harus menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat dan
berbagai persoalan yang berkaitan dengan klien, rumah sakit atau
pekerja rumah sakit, harus didiskusikan dengan umum (terbuka dengan
masyarakat)
c. Perawat harus menghargai dan memberi bantuan kepad teman sejawat.
Kegagalan dalam melakukan hal ini dapat menurunkan penghargaan
dan kepercayaan masyarakat kepada tenaga kesehatan
d. Pandangan masyarakat terhadap profesi keperawatan ditentukan oleh
kelakuan anggota profesi atau perawat. Perawat harus menunjukkan
loyalitasnya kepada profesi dengan berperilaku secara tepat pada saat
bertugas.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, Kees. 2002. Etika. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Daradjat, Zakiah. (1992). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Keraf, Sonny. 1991. Etika Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Budiyono, A. (2010). MENINGKATKAN MORALITAS REMAJA MELALUI


DUKUNGAN SOSIAL. JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI.

Hornby, A. S. (1995). Oxford Advance Learner's Dictionary of Current English.


Oxford: Oxford Univerrsity Press.

Iskarim, M. (2016). Dekadensi Moral di Kalangan Pelajar(Revitalisasi Strategi


PAI dalam Menumbuhkan Moralitas Generasi Bangsa). Edukasia
Islamika, 1-20.

Ismail, A. U., Sajarah, W. S., & Sururin. (2005). Tasawuf. Jakarta: Pusat Studi
Wanita.

Maharani, L. (2014). Perkembangan Moral Pada Anak (Moral Development In


Children). Jurnal Bimbingan dan Konseling, 104 - 109.

Octa Dwienda, W. J. (2014). Prinsip Etika dan Moralitas dalam Pelayanan


Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish.

Priharjo, R. (n.d.). Pengantar Etika Keperawatan.

Rizal, Y. (2017). Perilaku Moral Remaja Dalam Perspektif Budaya. JOMSIGN :


Journal of Multicultural Studies in Guidance and Counseling, 35 - 44.

Syarbini, A. (2014). Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga. Jakarta: PT


Elex media Komputindo.

Budiyono, A. (2010). MENINGKATKAN MORALITAS REMAJA MELALUI


DUKUNGAN SOSIAL. JURNAL DAKWAH DAN KOMUNIKASI.
Hornby, A. S. (1995). Oxford Advance Learner's Dictionary of Current English.
Oxford: Oxford Univerrsity Press.

Iskarim, M. (2016). Dekadensi Moral di Kalangan Pelajar(Revitalisasi Strategi


PAI dalam Menumbuhkan Moralitas Generasi Bangsa). Edukasia
Islamika, 1-20.

Ismail, A. U., Sajarah, W. S., & Sururin. (2005). Tasawuf. Jakarta: Pusat Studi
Wanita.

Maharani, L. (2014). Perkembangan Moral Pada Anak (Moral Development In


Children). Jurnal Bimbingan dan Konseling, 104 - 109.

Octa Dwienda, W. J. (2014). Prinsip Etika dan Moralitas dalam Pelayanan


Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish.

Priharjo, R. (n.d.). Pengantar Etika Keperawatan.

Rizal, Y. (2017). Perilaku Moral Remaja Dalam Perspektif Budaya. JOMSIGN :


Journal of Multicultural Studies in Guidance and Counseling, 35 - 44.

Syarbini, A. (2014). Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga. Jakarta: PT


Elex media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai