Anda di halaman 1dari 5

3.

Penetapan Standar Rencana Asuhan Keperawatan

Kebutuhan dan masalah pasien merupakan titik sentral dalam pengabilan keputusan.
Pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan adalah :

a. Identifikasi masalah
b. Menyusun alternatif penyelesaian masalah
c. Pemilihan cara penyelesaian masalah yang tepat dan melaksanakannya
d. Evaluasi hasil dari pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah

langkah-langkah proses keperawatan yaitu :

1) Pengkajian fokus pada keluhan utama dan eksplorasi lebih holistik,


2) Diagnosis yaitu menetapkan hubungan sebab akibat dari masalah masalah keperawatan
3) Rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah,
4) Implementasi, dan
5) Evaluasi hasil tindakan

Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan keperawatan.


Dengan adanya dokumentasi maka didapatkan informasi mengenai keadaan pasien secara
berkesinambungan. Dokumentasi juga merupakan dokumen legal tentang pemberian asuhan
keperawatan.

Fungsi dokumentasi :

a. Sebagai sarana komunikasi antar profesi kesehatan,


b. Sumber data untuk pemberian asuhan keperawatan,
c. Sumber data untuk penelitian,
d. Sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan asuhan
keperawatan.

4. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan

Pelaksanaan metode pemberian asuhan keperawatan disetiap ruang / unit akan berbeda,
tergantung dari analisis ruangan, mrtode mana yang akan dipakai. Beberapa metode pemberian
asuhan keperawatan antara lain :

1. Metode Kasus
Pemberian asuhan keperawatan berdasarkan rasio satu perawat kepada seseorang klien
secara total dalam satu periode dinas, jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat
bergantung pada kemampuan perawat itu dan komplek kebutuhan klien.
Metode ini pertama kali digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan. Metode ini
biasanya dipergunakan di ruang intensif, karena perawat diberi tanggung jawab untuk
mengelola klien secara penuh.
2. Metode Fungsional
Metode fungsional merupakan metode penugasan yang menekankan pada penyelesaian
tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas
untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Seorang
perawat mungkin bertanggung jawab dalam pemberian obat, mengganti balutan,
monitor infus dan sebagainya. Prioritas utama yang dikerjakan adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan pasien dan kurang menekankan kepada
pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik, sehingga dalam penerapannya kualitas
asuhan keperawatan sering terabaikan, karena pemberian asuhan yang terfragmentasi.
Komunikasi antara perawat sangat terbatas, sehingga tidak ada satu perawat yang
mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali kepala ruangan. Hal ini
sering menyebabkan klien kurang puas dengan pelayanan asuhan keperawatan yang
diberikan, karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal
yang ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan
perawat.
Kepala Ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mensupervisi. Pada model
ini kepala ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat dalam suatu
ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada kepala
ruangan. Kepala ruangan yang bertanggung jawab dalam membuat laporan pasien.
Koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga seringkali pasien harus mengulang
berbagai pertanyaan atau permintaan kepada semua petugas yang datang kepadanya,
dan kepala ruangan yang memikirkan setiap kebutuhan pasien secara komprehensif.
Informasi yang disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak
didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan
keperawatan.
Kepala ruangan kurang mempunyai waktu untuk membantu stafnya untuk mempelajari
cara yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi
pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok.
Orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga
pendekatan secara holistik sukar dicapai. Model fungsional mungkin efisien dalam
menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat
kepuasan dari asuhan keperawatan yang diberikan.
3. Metode Tim
Model Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana seorang
perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif
(Douglas, 1992). Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap staf mempunyai
kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul
motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga setiap anggota tim
merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama
yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Model Tim menurut Kron
& Gray (1987) terkandung dua konsep utama yang harus ada, yaitu:
a. Kepemimpinan
Kemampuan kepemimpinan harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat
profesional (Registered Nurse). Registered Nurse ditunjuk oleh Kepala
Ruangan untuk :
 Bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien dalam merencanakan
asuhan keperawatan,
 Merencanakan penugasan kepada anggota tim,
 Melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang
diberikan.
b. Komunikasi yang efektif
Proses komunikasi harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan,
pre atau post conference atau pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam
merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil
yang telah dicapai.

Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. Model tim dapat
diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah terdapat 2 atau 3 tim
tergantung pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan kualitas tenaga keperawatan.
Umumnya satu tim terdiri dari 3-5 orang tenaga keperawatan untuk 10-20 pasien. Hasil
penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (1984), menunjukkan bahwa model
tim bila dilakukan dengan benar merupakan model asuhan keperawatan yang tepat
dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi kemampuannya
dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim dilaksanakan
dengan tepat pada kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi.
Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan secara
menyeluruh/ total dan tidak dilakukan pre atau post konferens dalam sistem pemberian
asuhan keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi pasien dalam penentuan
strategi pemenuhan kebutuhan pasien.

4. Metode primer
Metode ini menekankan pada penugasan seorang perawat profesional atau registered
nurse yang disebut perawat primer sebagai penanggung jawab utama pemberi asuhan
keperawatan kepada pasien tertentu.
Dampak positif dari pelaksanaan metode primer :
a. Peningkatan profesionalisme
b. Peningkatan autonomi profesi dan kepuasan bekerja bagi perawat
c. Peningkatan kepuasan pasien akan mutu layanan dan asuhan keperawatan
d. Efisiensi penggunaan sumber daya

Tujuan utama dari model ini adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang
dilakukan secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Penugasan yang
diberikan kepada perawat primer atas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien masuk
ke rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah keperawatan
yang disesuaikan dengan kemampuan perawat primer. Setiap perawat primer
mempunyai 4 – 6 pasien dan bertanggungjawab selama 24 jam selama pasien dirawat.

Perawat primer memiliki beberapa kewenangan sebagai berikut :

a. Memberikan asuhan keperawatan


b. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial
c. Kontak dengan lembaga sosial masyarakat
d. Membuat jadwal perjanjian klinik
e. Mengadakan kunjungan rumah dan sebagainya.

Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien terpenuhi
kebutuhannya secara individual dengan asuhan keperawatan yang bermutu dan
tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi
dan advokasi.

Kepuasan yang dirasakan perawat primer adalah tercapainya hasil berupa kemampuan
yang tinggi terletak pada kemampuan supervisi.

Keuntungan yang diperoleh pihak rumah sakit adalah rumah sakit tidak perlu
mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus
berkualitas.

5. Manajemen Kasus
Manajemen kasus merupakan sistem pemberian asuhan keperawatan secara
multidisiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim
kesehatan ( kolaborasi) dan sumber- sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir
asuhan keperawatan yang optimal. Manajemen kasus merupakan proses pemberian
asuhan keperawatan, mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup klien, dan
efesiensi pembiayaan.
Tujuan utama manajemen kasus adalah tercapainya hasil akhir asuhan keperawatan
yang sudah ditetapkan dengan mengoptimalkan layanan yang dibutuhkan (clinical
pathways).
Metode manajemen kasus terdiri dari lima elemen yaitu :
1. Pendekatam berfokus pada klien,
2. Koordinasi asuhan dan layanan antar institusi,
3. Berorientasi pada hasil,
4. Efisiensi sumber, dan
5. Kolaborasi.

Anda mungkin juga menyukai