Anda di halaman 1dari 40

BAB II

DESKRIPSI PROSES

2.1. Bahan Baku


2.1.1. Bahan Baku Utama
Pada dasarnya bahan baku utama untuk pembuatan pulp adalah selulosa
dalam bentuk serat. Hampir semua tanaman berserat dapat dibuat menjadi pulp
tergantung kepada sifat fisik serat dan komponen kimia yang terkandung dari
tanaman tersebut. Adapun serat-serat tersebut dapat berasal dari berbagai bagian
tanaman seperti kulit, batang, tangkai buah, daun, atau biji. Berikut pada Tabel 2.1
disajikan peryaratan sifat kayu yang baik digunakan sebagai bahan baku pulp:
Tabel 2.1. Persyaratan Sifat Kayu untuk Bahan Baku Pulp

Kualitas Pulp
Sifat Kayu
Baik Cukup Kurang

Warna Kayu Putih-Kuning Coklat Hitam


Massa Jenis < 0,501 0,501 – 0,600 > 0,600
Panjang Serat (mm) > 1,600 0,900 – 1,600 < 0,900
Hemiselulosa (mm) > 65 60 – 65 < 60
Lignin (%) < 25 25 – 30 > 30
Zat Ekstraktif (%) <5 5–7 >7
Sumber: FAO dalam Wardany (2002)
Secara garis besar, menurut Dirjen Industri Agro dan Kimia (2009), bahan
baku pulp diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kayu dan nonkayu. Komposisi
kimia yang terkandung dalam bahan baku pulp baik dari bahan baku kayu dan
nonkayu disajikan dalam Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2. Persyaratan Komposisi Kimia Kayu untuk Bahan Baku Pulp

Bahan Baku Kayu


Bahan Baku
Komposisi Kimia Kayu Daun Kayu Daun Non Kayu
Jarum Lebar

22
Selulosa (rantai
panjang tidak 42 ± 2 % 45 ± 2 % 36 ± 2 %
bercabang)

Hemiselulosa (rantai
27 ± 2 % 30 ± 5 % 38 ± 2 %
pendek bercabang)

Lignin 28 ± 3 % 20 ± 4 % 12 ± 4 %

Zat Ekstraktif 5±3% 3±2%


Sumber: Setiawam (2010)
Dari Tabel 2.2 diatas, terlihat bahwa kandungan selulosa lebih banyak
terdapat pada bahan baku kayu dibandingkan dengan bahan baku non kayu.
Namun jika dilihat berdasarkan kandungan lignin, bahan baku non kayu lebih baik
dibandingkan bahan baku kayu untuk mendapatkan pulp dengan kualitas tinggi.
Sampai sekarang tercatat bahwa industri pulp skala besar termasuk PT
Tanjungenim Lestari Pulp and Paper menggunakan bahan baku utama berupa
kayu bulat. Ada beberapa alasan memilih kayu bulat sebagai bahan baku utama,
diantaranya yaitu:
a. Rendemen pulp yang dihasilkan tinggi
b. Kandungan lignin rendah
c. Kekuatan pulp dan kertas yang dihasilkan tinggi (kondisi pulping
disesuaikan dengan sifat dan karakteristik kayu)
Berikut penjelasan mengenai bahan baku kayu dan non kayu menurut
uraian Smook (1982) dalam Kurniawan dkk. (2013):
1. Tanaman Kayu (Wood)
Menurut ilmu botani, kayu digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu
Gymnospermae yang biasa disebut kayu jarum (softwood) dan Angiospermae
yang disebut kayu daun lebar (hardwood).
a. Kayu jarum (softwood)
Tanaman kayu jarum atau softwood berdaun tidak sempurna karena
tidak memiliki tangkai, helai dan urat daun, daunnya berbentuk jarum dan
serat yang dihasilkan adalah serat panjang. Contohnya yaitu Pinus,
Aghatis, Cemara dan lain-lain.
b. Kayu daun (hardwood)
23
Kayu daun atau hardwood biasanya mempunyai ciri-ciri tanaman
berdaun sempurna yaitu memiliki tangkai, helai dan urat daun. Umumnya
berdaun lebar dengan bentuk daun bulat sampai lonjong. Serat yang
dihasilkan adalah serat pendek, beberapa tanaman yang termasuk tanaman
hardwood seperti Acacia mangium, Eucalyptus sp dan Albizia sp. dan lain-
lain.

Tabel 2.3. Perbedaan Kayu Jarum (Hardwood) dan Kayu Daun (Softwood)

No. Perbedaan Kayu Jarum Kayu Daun

1. Daun Tidak sempurna Sempurna

2. Ranting Sedikit Banyak

3. Kulit Tipis Tebal

4. Panjang serat >3,5 mm <3,5 mm

5. Rendemen serat 50 % ± 90 %

6. Vesels Tidak ada Ada

7. Trakeid Banyak Sedikit

8. Bentuk tajuk Segitiga Bentuk hati

Subtropis & kutub Iklim musim hujan dan


9. Tempat tumbuh daerah iklim dingin panas bergantian teratur
Scandinavia, Alaska di Negara Indonesia

Sumber: Dokumen Pribadi

2. Tanaman Bukan Kayu (Nonwood)

Jenis tanaman lain yang dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan pulp
adalah tanaman bukan kayu. Tanaman ini banyak jenis dan ragamnya seperti
jenis rumput-rumputan, perdu berbatang basah, dan tanaman berkayu lunak.
Tanaman ini dapat berasal dari hasil pertanian, hasil perkebunan, atau limbah
industri. Contohnya seperti jerami, merang, nanas, tandan kosong kelapa sawit,

24
bagas, batang jagung, Abacca, bambu, dan lain-lain. Tanaman non kayu ini pada
umumnya banyak mengandung sel gabus (pith) atau bukan serat. Seratnya dapat
berasal dari kulit, batang, dan bahkan dari biji atau buahnya.
Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam dan merupakan
bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan
teknologi. Kayu memiliki sifat yang tidak dapat ditiru oleh bahan lain. Dalam
memproduksi pulp, PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper menggunakan bahan
baku yang berasal dari jenis kayu Acacia mangium sejak pertama kali beroperasi.
Namun akibat adanya serangan hama yang menganggu proses pertumbuhan
pohon Acacia mangium, akhirnya PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper mulai
mencoba menggunakan bahan baku alternatif lainnya yaitu pohon Eucalyptus
pellita. Pohon jenis Eucalyptus pellita ini memiliki kemampuan adaptasi yang
tinggi dan tumbuh cepat, berbatang tunggal, batang lurus, bebas cabang tinggi
serta tahan terhadap hama dan penyakit (Pudjiono dan Baskorowati, 2012).
Berikut keterangan dan spesifikasi bahan baku yang digunakan di PT
Tanjungenim Lestari Pulp and Paper:
1. Keterangan kayu
a. Acacia mangium
 HTI Acacia Mangium : 193.000 ha
 Umur tebang : ± 6 tahun
 Pertumbuhan rata-rata per tahun : 30 – 40 m3
 Transportasi : Mobil Vendor
 Fasilitas yang disediakan : Private Road
 Kayu yang dipotong menjadi : Log
 Peralatan pengangkut log : Mobil sisu, Volvo
 Daya angkut : max. 90 ton
 Peralatan : Sund velmet
 Kapasitas log yard : 100.000 BDT
b. Eucalyptus pellita
 HTI Eucalyptus Pellita : 193.000 ha
 Umur tebang : 4-5 tahun
25
 Pertumbuhan rata-rata per tahun : 30 – 40 m
 Transportasi : Mobil Vendor
 Fasilitas yang disediakan : Private Road
 Kayu yang dipotong menjadi : Log
 Peralatan pengangkut log : Mobil sisu, Volvo
 Daya angkut : max. 90 ton
 Peralatan : Sund velmet
 Kapasitas log yard : 30.000 BDT
2. Spesifikasi kayu
a. Acacia mangium
 Panjang : 2,2 – 3 m
 Diameter : 8,0 – 60 cm (dengan kulit)
 Kemurnian : tanpa pengotor
 Kelurusan : tidak berbentuk garpu
 Densitas rata-rata : 400 BD kg/m3
 Batasan densitas : 380 – 480 BD kg/m3
 Panjang log rata-rata : 2,4 cm (1,4 – 60 cm)
 Diameter log rata-rata : 20 – 25 cm (7 – 60 cm)
 Kelembaban : 50%
 Kandungan bark (kulit) : 13% (vol)
 Kebutuhan wood : 2.500.000 m3
b. Eucalyptus pellita
 Panjang : 2,5 – 2,7 m
 Diameter : 80 – 60 cm (dengan kulit)
 Kemurnian : tanpa pengotor
 Kelurusan : tidak berbentuk garpu
 Densitas rata-rata : 400 BD kg/m3
 Batasan densitas : 380 – 480 BD kg/m3
 Panjang log rata-rata : 2,4 cm (1,4 – 60 cm)
 Diameter log rata-rata : 5 – 15 cm
26
 Kelembaban : 50%
 Kandungan bark (kulit) : 13% (vol)
 Kebutuhan wood : 2.500.000 m3
Bahan baku ini selanjutnya akan mengalami beberapa tahapan proses
yang kemudian akan menghasilkan pulp. Bahan baku tersebut diperoleh dari
Hutan Taman Industri (HTI), PT Musi Hutan Persada (MHP), PT Koringtiga
Hutani (KTH) Kalimantan Tengah, dan PT WAM di Musi Banyuasin. Adapun
kapasitas produksi pulp di PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper yaitu sebesar
1.430 ADT/hari atau 450.000 ADT/tahun.

2.1.1.1. Sifat Fisik Kayu


Beberapa sifat fisik yang terdapat pada kayu adalah sebagai berikut:
a. Berat jenis
Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda, yaitu antara 0,1 – 1,28. Berat
jenis merupakan petunjuk penting bagi beberapa sifat kayu. Semakin berat
kayu, maka semakin kuat pula kayu tersebut. Berat jenis kayu ditentukan oleh
tebal dinding sel kayu dan kecilnya rongga sel kayu yang membentuk pori-
pori.
b. Keawetan alami kayu
Keawetan alami kayu adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari
unsur-unsur perusak kayu dari luar, seperti: jamur, rayap bubuk, cacing dan
lainnya yang diukur dalam jangka waktu tahunan. Keawetan kayu disebabkan
adanya zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu yang merupakan racun
bagi perusak kayu. Zat ekstraktif terbentuk pada saat kayu gubal berubah
menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu
gubal.
c. Warna kayu
Ada beberapa macam warna kayu, seperti: kuning, keputih-putihan,
cokelat muda, cokelat kehitam-hitaman, dan kemerah-merahan. Warna pada
kayu disebabkan zat pengisi warna. Dari berbagai penelitian, kayu yang baik
itu biasanya berwarna putih-kuning.

27
d. Higroskopik
Higroskopik adalah suatu sifat yang dapat menyerap atau melepaskan air.
Kelembaban kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu udara.
e. Berat kayu
Berat kayu bergantung pada jumlah zat penyusun kayu yang
dikandungnya, rongga sel, kadar air, serta zat ekstraktif di dalamnya.

2.1.1.2. Sifat Kimia Kayu


Komponen kimia dari kayu adalah suatu gabungan dari kelompok-
kelompok senyawa kimia yakni selulosa yang merupakan komponen penyusun
utama, sedangkan komponen penyusun lainnya yang saling berkaitan dengan
selulosa adalah hemiselulosa. Selain itu masih terdapat beberapa senyawa kimia
yang lebih kompleks yaitu lignin yang berfungsi sebagai perekat antara kelompok
selulosa. Senyawa kimia lain memiliki molekul yang rendah yang dapat larut
dalam air atau pelarut organik yang disebut zat ekstraktif dan terdapat pula zat
anorganik (mineral) tapi dalam jumlah kecil.
Komponen terbesar dalam biomassa adalah selulosa, hemiselulosa, dan
lignin. Lignin merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam pembuatan
pulp dan kertas. Oleh karena itu, lignin perlu dihilangkan atau diputihkan sesuai
dengan tingkatan pulp yang diinginkan. Berikut merupakan penjelasan mengenai
komponen terbesar dalam biomassa:
a. Selulosa

Selulosa adalah bagian utama dinding sel kayu, yang berupa polimer
karbohidrat glukosa dan memiliki komposisi yang sama dengan pati. Struktur
molekul selulosa berupa pilomer D-Glukosa Anhidrid yang berikatan melalui
ikatan β-1-4 Glukosidik. Derajat polimerisasi selulosa yang menunjukkan
jumlah glukosa pada selulosa lebih dari 10.000 dalam kayu, sedangkan pada
pulp yang telah diputihkan jumlahnya menurun sampai kurang dari 1000.
Secara fisik selulosa merupakan material berwarna putih dan tersusun dengan
gugus kristalin dan gugus amorf.

28
Menurut Clark, berdasarkan panjang rantainya, selulosa terbagi ke
dalam tiga bagian yaitu:
1. α-selulosa yaitu rantai panjang dengan derajat polimerisasi antara
600-1500 dan tidak larut dalam larutan NaOH 17,5%.
2. β-selulosa yaitu rantai pendek dalam derajat polimerisasi antara 15-
90 dan larut dalam NaOH 17,5% tetapi dapat mengendap jika
dinetralkan.
3. γ-selulosa yaitu selulosa rantai pendek dengan derajat polimerisasi
<15, larut dalam asam dan NaOH 17,5%.
Agar hasil pulp dan kertas baik, selulosa harus dijaga optimum, untuk
menghasilkan rendemen yang tinggi dan untuk mempertahankan sifat fisik
serat. Dalam degradasi secara alkali, ada tiga macam degradasi selulosa, tipe
yang pertama adalah oksidasi yang terjadi ketika larutan alkali pada selulosa
kontak dengan udara, sedangkan dua tipe yang lainnya merupakan proses non-
oksidasi, yaitu reaksi pengelupasan (peeling reaction) dan reaksi penghentian
(stopping reaction).
b. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan suatu polimer rantai pendek yang terdiri dari
beberapa senyawa, diantaranya glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, dan
arabinosa. Derajat polimerisasi hemiselulosa adalah 50-300. Hemiselulosa
juga mudah larut dalam alkali. Hemiselulosa pendukung dalam dinding sel
dan mengikat antara selulosa dengan selulosa. Dalam kayu softwood
umumnya hemiselulosa tersusun atas heksosan dan kayu hardwood umumnya
berupa pentosan. Di dalam kayu daun kandungan hemiselulosa antara 25-35
%, sedangkan dalam kayu jarum 25-29%. Dalam hemiselulosa kayu jarum,
manosa merupakan monomer yang terbanyak, sedangkan dalam kayu daun
xylosa atau pentosa yang terbanyak.
Pada bahan baku nonwood seperti jerami dan ampas tebu, kandungan
hemiselulosa lebih tinggi dari pada kayu. Hilangnya hemiselulosa pulp dan
kertas menyebabkan terjadi lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar

29
serat, sedangkan kadar hemiselulosa yang tinggi akan menyebabkan kertas
tembus cahaya, kaku dan kekuatannya rendah.
c. Lignin
Lignin merupakan suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul
tinggi terdiri dari unit-unit fenilpropana. Meskipun Liqnin tersusun atas
karbon, hidrogen, dan oksigen, lignin bukanlah merupakan suatu karbohidrat
dan bahkan tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut.
Sebaliknya, lignin pada dasarnya merupakan suatu fenol. Lignin sangat stabil
dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam
karenanya susunan lignin yang pasti di dalam kayu tidak menentu.
Di dalam kayu, lignin merupakan suatu bahan yang tidak berwarna.
Apabila lignin bersentuhan dengan udara, terutama dengan adanya sinar
matahari maka (bersama-sama dengan karbohidrat tertentu) lama kelamaan
lignin cenderung menjadi kuning. Lignin bersifat termoplastik artinya lignin
akan menjadi lunak dan dapat dibentuk pada suhu yang lebih tinggi dan keras
kembali apabila menjadi dingin. Sifat termoplastik lignin menjadi dasar
pembuatan papan keras dan lain-lain produk kayu yang dimampatkan.
d. Ekstraktif
Ekstraktif merupakan suatu komponen senyawa kimia dalam kayu
yang dapat larut dalam larutan etanol, tuluen dan larutan lainnya. Besarnya
ekstraktif adalah sekitar 1-5 % dari berat kering kayu. Sebagian besar
ekstraktif dihilangkan pada saat pemasakan, sedangkan sisanya disebut pitch,
atau resin yang dapat menyebabkan kesulitan dalam operasi. Zat ekstraktif
dapat mengkonsumsi bahan kimia lebih banyak, juga dapat menghemat
terhadap penetrasi larutan pemasak. Zat ekstraktif harus dihilangkan karena
dapat menimbulkan masalah pada pembuatan kertas. Pitch atau resin kayu
dilepaskan pada proses penggilingan akan cenderung terkumpul sebagai
partikel suspensi koloid. Partikel ini akan menyebabkan masalah karena dapat
menyumbat wire pada mesin kertas, sehingga dapat menimbulkan noda-noda
kertas atau terkumpul pada felt serta melekat pada mesin sebagai gumpalan
berwarna gelap.

30
Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai komponen kimia dalam
kayu, dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Komposisi Komponen Kimia Menurut Golongan Kayu

Golongan Kayu
Komponen
Kimia Kayu Berdaun Lebar Kayu Berdaun Jarum
(%) (%)
Selulosa 40 – 45 41 – 44
Lignin 18 – 33 28 – 32
Pentosa 21 – 24 8 – 13
Zat ekstraktif 1–5 2,03
Abu 0,22 – 6 0,89
Sumber: Dumanauw, 2001:30

Selain komponen-komponen di atas, kayu juga mengandung zat-zat


mineral diantaranya: Ca, Mg, Si, Fe dan K.

2.1.2. Bahan Baku Penunjang


Dengan menggunakan bahan baku NaCl (garam), produk yang dihasilkan
terus terintegrasi dari satu plant menuju plant yang lain sehingga menghasikan
produk seperti NaOH, Cl2, H2, NaClO3, HCl, dan ClO2. Sedangkan N2 dan O2
diproduksi pada plant yang terpisah.
1. Natrium Hidroksida dan gas Chlorine
Larutan NaOH dan gas chlorine dihasilkan di dalam chlor alkali plant
menggunakan bahan baku NaCl (garam) dengan elektrolisis. NaOH yang
dihasilkan akan digunakan di cooking dan di bleaching plant, sedangkan gas
chlorine digunakan untuk sintesa asam chloride.
2. Sodium chlorate
Sodium Chlorate merupakan produk intermediate yang dihasilkkan
dari sodium chlorate plant yang nantinya akan digunakan dalam plant
berikutnya. Dengan elektrolisa larutan NaCl dalam chlorate electrolyzer,
menghasilkan NaClO3 yang akan digunakan sebagai pembuatan ClO2 dalam
ClO2 plant. H2 yang dihasilkan dibakar bersama Cl2 untuk sintesa asam
chloride.

31
3. Chloride Acid
HCl yang dihasilkan melalui combustion dengan dilakukan reaksi
antara gas hidrogen dan gas chlorine di HCl plant. Gas chlorine yang
dihasilkan di chlor alkali plant dan hasil sampingan dari ClO2 plant
direaksikan dengan gas hidrogen yang berasal dari chlorate plant di dalam
HCl burner.
HC1 yang terbentuk berupa gas yang kemudian diserap oleh air. HCl
yang dihasilkan dengan konsentrasi 32% selanjutnya akan digunakan dalam
ClO2 plant untuk menghasilkan ClO2.
4. Chlorine Dioxine
NaClO3 yang dihasilkan dari NaClO3 plant dialirkan kedalam ClO2
generator. Selanjutnya dalam suasana asam NaClO3 tersebut akan mengalami
reduksi menghasilkan ClO2. Reaksi yang terjadi:
NaClO3 + 2HC1 ClO2 + 1/2Cl2 + NaCl + H2O … ( 1 )
NaClO + 6HC1 3Cl2 + NaCl + 3H2O …(2)
Gas ClO2 dan gas chlorine yang tercampur dipisahkan melalui absorb
dengan air dingin pada 7°C untuk menghasilkan larutan ClO 2. Gas chlorine
yang tidak diserap digunakan dalam HC1 plant. Larutan ClO2 yang terbentuk
digunakan untuk proses bleaching..
5. Oxygen
Oksigen digunakan dalam proses bleaching.

2.2. Proses Produksi


Kayu merupakan bahan baku dalam pembuatan pulp. Bahan baku yang
digunakan di PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper berasal dari jenis kayu
Acacia mangium dan Eucalyptus pellita. Sebelum menjadi pulp, bahan baku
berupa kayu akan melewati beberapa tahap proses hingga akhirnya menjadi pulp.
Tahapan-tahapan proses tersebut ialah sebagai berikut:
1. Penyiapan bahan baku (Woodhandling and Chip Preparation)
2. Pemasakan (Cooking)
3. Pencucian dan penyaringan (Washing and Screening)
4. Pemutihan (Bleaching)

32
5. Pengeringan dan pembentukan lembaran pulp (Pulp Drying and Finishing)
2.2.1. Penyiapan Bahan Baku (Woodhandling and Chip Preparation)
Tahapan penyiapan bahan baku meliputi penyimpanan kayu (log) pada log
yard, pembuatan chip, penyimpanan chip, dan penyaringan chip (chip screening).
Tujuan dari tahapan ini yaitu untuk menyiapkan bahan baku yang baik dan
memenuhi kriteria yang diinginkan sebagai bahan untuk pemasakan di unit
digester. Limbah yang dihasilkan dari tahap penyiapan bahan baku berupa limbah
padat (7% bulk + 3% fines) akan digunakan sebagai bahan bakar di power boiler.

Sumber: Modul Pelatihan Pengenalan PT TELPP A.Roni Alwis, S.T.


Gambar 2.1. Log Kayu di Area Log Yard PT TELPP

33
Bahan baku kayu yang telah dipotong dengan ukuran panjang berkisar 2 m, 2,4 m, 6 m
dan diameter berkisar antara 10 – 60 cm di areal HTI PT MHP dikirim dengan menggunakan
truk. 70% menggunakan truk-truk perusahaan yang kapasitas muatan per truk mencapai 35 – 40
ton untuk panjang gelondongan kayu 6 m dan 20 – 25 ton untuk ukuran panjang kayu 2,4 m.
Sedangkan 30% melalui truk-truk kontraktor dengan kapasitas muatan per truk 6 – 9 ton untuk
ukuran panjang ± 2 m. Kemudian disimpan di area penyimpanan (wood yard) di pabrik untuk
pengeringan secara alami. Pengeringan tersebut bertujuan untuk mencegah serangga yang dapat
merusak mutu. Ada 2 tempat lokasi penyimpanan kayu yaitu: piling yard (menyimpan + 42 hari)
dan temporary yard (tempat supply ke tempat pemotongan di chip handling). Selanjutnya kayu
yang telah dikeringkan akan melewati beberapa proses sebagai berikut:
1. Pengulitan Kayu (Debarking)
Proses pengulitan kayu dilakukan dengan alasan-alasan sebagai berikut:
 Kulit (bark) dipandang sebagai pengotor di dalam produksi kertas.
 Kekuatan dan kecerahan dari lembaran kertas (sheet) akan berkurang.
 Proses pulp dengan kayu yang tidak atau belum selesai proses debarking akan
membutuhkan banyak bahan kimia.
Proses pengulitan yang efektif sangat diperlukan untuk menjamin kualitas kayu yang
baik agar dapat menghasilkan pulp yang bermutu tinggi. PT Tanjungenim Lestari Pulp and
Paper memiliki lima line atau tiga jalur untuk melakukan pengulitan kayu, dimana
perbedaannya hanya pada jenis drum atau tempat pengulitannya saja. Pada line pertama, jenis
drum yang digunakan adalah drum barker sedangkan kedua line sisanya menggunakan
rotary barker.
Pada line pertama, kayu dari log yard akan dibawa menuju gentle feed, di sini kayu
yang masih berupa log akan dicuci dengan air untuk menghilangkan pengotor seperti tanah,
pasir, sampah dan lain-lain. Kemudian log tersebut dikirimkan menuju drum barker dengan
diameter 5 meter, panjang sekitar 24 meter, dan berkapasitas berkisar 500 m 3/jam yang
merupakan alat untuk memisahkan kulit kayu. Alat ini berupa drum yang berputar dengan
kecepatan tertentu dan memiliki plat–plat berbentuk gerigi yang berada dibagian dalam drum
tersebut, sehingga pada saat drum tersebut berputar log akan bertumbukkan satu sama lain
dan mengenai plat yang menyebabkan kulit kayu terlepas.

34
Pada line kedua, kayu dari log yard diangkut dengan menggunakan receiving deck
menuju ke rotary barker. Rotaty barker juga merupakan alat pemisah kulit kayu berupa
drum namun tidak berputar dan memiliki alat penggerus di bagian dasar drum guna
melepaskan kulit kayu.
Sementara pada line ketiga kayu diangkut dari log yard bagian small log di mana kayu
yang diangkut ialah yang berukuran kecil dengan menggunakan receiving deck menuju
superbarker. Superbarker merupakan alat pemisah kulit kayu khusus untuk kayu berukuran
kecil.
Proses pengulitan dari kelima line tersebut belum maksimal sehingga log yang keluar
dari drum barker, rotary barker, dan super barker kemudian masih akan dikuliti oleh ulir
bergerigi yang menarik sisa kulit kayu melalui celah atau slot-slot dan jatuh ke conveyor
yang terdapat di bagian bawah. Kulit kayu dari proses debarker akan dikirim ke hog pile
untuk digunakan sebagai bahan bakar power boiler. Log dari tahap pengulitan melewati
conveyor menuju log washingroll yaitu penyemprotan air ke kayu agar kayu lebih mudah
dicacah dan kulit kayu dan pengotor lainnya yang masih menempel pada kayu dapat
diluruhkan. Log kemudian masuk ke alat pencacah kayu yakni chipper.
2. Pembentukan Serpihan Kayu (Chipping)
Setelah melalui tahapan pengulitan, log kayu yang melewati belt conveyor akan jatuh
bebas dengan kemiringan tertentu menuju pisau chipper. Dalam sebuah chipper terdapat 12
pisau yang masing-masing memiliki panjang berkisar 120 cm. Kecepatan putaran chipper
berkisar sekitar 1500 rpm dengan diameter chipper sebesar 3,5 m. Selanjutnya log yang telah
dipotong pada chipper akan keluar dalam bentuk serpihan kecil yang disebut chip, di mana
chip yang disarankan yaitu yang memiliki ukuran sekitar 2 cm × 3 cm × 0,5 cm. Sedangkan
untuk tebal chip yang disarankan rentangnya yaitu berkisar dari 0,2 cm sampai 0,8 cm.
Limbah dari penyerpihan berupa serbuk kayu (sawdust) akan dikirim ke tempat penumpukan
sisa kayu (hog pile) untuk dijadikan bahan bakar di power boiler. Sedangkan chip dikirim ke
tempat penampungan sementara (chip yard) untuk dikumpulkan dan disimpan. Penyimpanan
ini dilakukan sebagai antisipasi apabila terjadi keterlambatan pasokan bahan baku, sehingga
tidak akan menghambat produksi. Tujuan lainnya adalah untuk menghilangkan senyawa
organik yang mudah menguap yang akan mengganggu pada proses cooking dan bleaching.

35
Sumber: Modul Pelatihan Pengenalan PT TELPP A.Roni Alwis, S.T.
Gambar 2. 2. Chip

Dalam proses pengambilan chip di chip yard, PT Tanjungenim Lestari Pulp and
Paper menerapkan sistem FIFO (first in first out), di mana chip yang lebih dahulu
diproduksi akan berada di bagian bawah tumpukan dan akan dimasak terlebih dahulu.
Pengambilan chip digunakan alat yang disebut screw conveyor, mekanisme kerjanya sama
seperti mur atau baut yang memutar, yang berfungsi untuk mengambil atau menarik chip-
chip tersebut sehingga mudah untuk ditransportasikan.

Sumber: Modul Pelatihan Pengenalan PT TELPP A.Roni Alwis, S.T.


Gambar 2.3. Chip Yard Sistem FIFO

3. Pengayakan Serpih Kayu (Screening)


Proses penyeragaman ukuran chip dilakukan pada chip screening. Prinsip kerja screen
yang digunakan yaitu dengan getaran, sehingga chip - chip yang masuk ke screening akan
terpisah sesuai dengan ukurannya. Proses penyaringan chip di PT Tanjungenim Lestari Pulp
and Paper mengkategorikan chip menjadi 3 jenis, yaitu oversize, accept, dan undersize.
Serpihan kayu yang memenuhi ukuran yang diinginkan (accept) dikirim lewat conveyor
untuk dimasak di unit digester. Ukuran chip yang seragam akan membutuhkan waktu
pemasakan yang sama sehingga diperoleh pulp dengan kualitas yang lebih seragam. Untuk

36
chip yang berukuran besar (oversize) akan dipotong kembali di rechipper untuk dicacah
ulang dan dikirimkan kembali ke area chip screening. Sementara itu, undersized chip
kemudian dikirim menuju hog pile untuk digunakan sebagai bahan bakar power boiler.

2.2.2. Pemasakan (Cooking)


Pada proses pemasakan bertujuan untuk merubah bentuk chip menjadi serat-serat individu
(selulosa dan hemiselulosa), dan memisahkan kandungan yang tidak diinginkan seperti lignin
dan ekstraktif. Proses pemasakan pulp di PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper menggunakan
Continous Digester. Digester adalah alat pemasak chip/serpihan kayu yang berbentuk silinder
yang disusun tegak, yang dirancang untuk tekanan dan temperatur tinggi. Penggunaan
Continuous Digester karena Continuous Digester cenderung lebih efisien dalam hal ruang, lebih
mudah dalam mengontrol dan memberikan hasil yang lebih baik, serta mengurangi penggunaan
bahan kimia, hemat tenaga, dan lebih efisien dari Batch Digester dalam hal energi. Sebelum
proses pemasakan ada beberapa tahapan yang dipersiapkan, antara lain:
1. Chip Feeding Preparation (Persiapan Pengisian Chip)
Pada Chip Feeding Preparation mempunyai beberapa tahapan sebelum menuju digester.
Tahapan tersebut antara lain sebagai berikut:

Accept Size Air Lock Feeder Chip Bin

Steaming Vessel Low Pressure Feeder Chip Meter

Chip Chute High Pressure Feeder Top Separator

Gambar 2.4. Diagram Proses Chip Freeding Preparation

a. Air Lock Feeder


Chip yang sudah melewati chip screening dan memenuhi syarat (accept) kemudian
diangkut dengan conveyor masuk ke air lock feeder yang terpasang di bagian atas chip bin.
37
Air lock feeder adalah sebuah alat yang dirancang berbentuk bintang yang memiliki tujuh
buah kantung (pocket) untuk membatasi jumlah udara yang keluar dan masuk ke chip bin
serta untuk membatasi jumlah gas-gas beracun yang keluar dari chip bin. Selain itu
dilengkapi dengan pintu penutup (chip gate) yang dijaga tertutup oleh pembeban (bandul).
Jika tekanan chip melebihi tekanan pembeban, maka chip gate akan terbuka. Namun fungsi
utama dari Air lock feeder adalah untuk mengoptimalkan penyebaran (pendistribusian) chip
ke dalam chip bin supaya merata ke segala sisi.
b. Chip bin
Setelah chip melalui air lock feeder maka chip tersebut akan masuk menuju chip bin
yang memiliki dua fungsi utama. Pertama, untuk menyediakan waktu tinggal dan
kesinambungan pengoperasian digester selama ada masalah mengenai aliran chip yang
masuk ke digester. Kedua, untuk pemanasan awal (pre-steaming) sehingga dapat
menyediakan waktu tinggal yang cukup selama proses pemanasan awal tersebut.
Steam didistribusikan secara merata ke dalam chip bin melalui dinding bagian dalam
chip bin. Untuk pemanasan yang efektif, chip harus dipanaskan terus-menerus. Ini
memerlukan sedikit waktu tinggal dalam aliran steam ke chip bin. Pemanasan yang cukup
terhadap chip dapat membantu pergerakan dan membantu pengendalian kappa number yang
dihasilkan dan mengurangi reject serta membantu efektifitas penggunaan cairan pemasak.
Level chip bin harus dijaga stabil pada satu ketinggian yang cukup untuk mengoptimalkan
waktu pemanasan awal pada kondisi operasi normal. Bentuk diamond back pada bagian
bawah chip bin dibuat untuk mendapatkan aliran chip yang merata masuk ke dalam chip
meter. Diamond back dari chip bin posisinya tetap, tidak ada bagian yang bergerak. Diamond
back dibuat berbentuk diametris untuk membentuk aliran chip masuk ke dalam chip meter.
c. Chip Meter dan Low Pressure Feeder (LPF)
Chip dari chip bin akan masuk ke dalam Chip meter yang berbentuk bintang yang
berputar dengan tujuh buah kantong untuk mengukur besarnya jumlah (volume) chip untuk
setiap putarannya, chip meter juga berfungsi untuk menentukan laju produksi digester.
Setelah melalui chip meter, chip masuk ke LP-feeder. LP-feeder berbentuk bintang yang
merupakan pembatas (seal) antara tekanan atmosfer di chip bin dan chip meter dan tekanan
tinggi di steaming vessel lebih kurang 124 kPa. Hal ini berfungsi untuk mengurangi
kebocoran steam dan untuk mengirim masuk ke steaming vessel.
38
d. Steaming Vessel
Steaming vessel merupakan silinder yang datar (horizontal) yang di dalamnya terdapat
screw conveyor. Fungsi dari Steaming vessel yaitu pertama untuk memisahkan gas dan udara
dari dalam chip, menaikkan temperatur chip dan menyeragamkan kandungan air (moisture)
dalam chip. Fungsi kedua adalah untuk menjaga keseimbangan tekanan pada sistem
pengisian chip (chip feeding system).
Chip yang masuk ke dalam steaming vessel kemudiaan dilakukan pemisahan gas dan
udara dari chip tujuannya supaya chip tenggelam di dalam tabung digester sehingga
didapatkan ruang gerak chip (chip column) yang baik di dalam digester serta untuk
mempermudah penetrasi cairan pemasak ke dalam chip. Untuk mendapatkan pemanasan
yang lebih efektif, steam masuk dari bagian bawah steaming vessel melalui beberapa nozzle
dari header inlet. Nozzle utama pada pipa utama saluran masuk (inlet header) terdapat
saringan. Hal ini menjaga supaya chip tidak terdorong dari steaming vessel ke flash tank 1,
saat tekanan tidak seimbang dalam sistem.
e. Chip Chute dan High Pressure Feeder (HPF)
Setelah melewati steaming vessel, chip jatuh ke chip chute. Chip chute adalah tabung
tegak yang bertekanan (vertical pressure vessel) yang menghubungkan steaming vessel
dengan HP-fedeer.
Cairan yang dikeluarkan dari pompa chip chute mengalir ke sand separator, berfungsi
memisahkan pasir dari sistem. Cairan masuk separator melalui bagian bawah outlet, gaya
sentrifugal dibentuk oleh pemasukan yang membentuk sudut sehingga membawa pasir ke
sekeliling sand separator, menjauhi lubang pengeluaran sehingga memungkinkan pasir
mengendap ke bagian bawah. Cairan yang dikeluarkan dari sand separator mengalir melalui
in-line drainer. Jumlah cairan yang diekstrak melalui in-line drainer ke level tank
dikendalikan untuk menjaga level chip chute tetap konstan, level chip chute harus dijaga
sekitar 40 - 60 %. In-line drainer mempunyai saringan tipe slot untuk mencegah pin chip
masuk ke level tank dan menyebabkan masalah di pemasukan pompa make up liquor. Setelah
melewati in-line drainer, sirkulasi cairan chip chute yang tertinggal dikembalikan ke chip
chute di atas level cairan.
Kemudian chip dari chip chute dialirkan menuju HP-feeder. HP-feeder mempunyai
rotor dengan 4 kantong pengisi (pocket helical) yang mengalir dari satu sisi rotor ke sisi yang
39
lain dan saling berhubungan satu dengan yang lain. HP-feeder berputar sesuai dengan arah
jarum jam jika dilihat dari ujung penyetelan. Arah putaran penting diketahui karena
ditakutkan kedua sisi permukaan bergeser dengan rumah HP-feeder, alat ini memiliki
tekanan yang tinggi 1375 kPa, menyebabkan chip dapat dikirim menuju bagian atas dari
digester atau top separator.
f. Top Separator
Top separator terdiri dari saringan silinder dan screw conveyor, top separator berputar
berlawanan arah jarum jam, jika dilihat ke bawah pada poros utama screw conveyor, yang
menyebabkan chip terdorong masuk digester dengan bantuan aliran cairan ke bawah, dan
pada saat yang bersamaan membersihkan gasket saringan silinder dari chip dan fines.
2. Pemasakan di dalam Continuous Digester
Di dalam digester, chip akan memasuki beberapa zona pemasakan, mulai dari
impregnation zone, cooking zone (upper cooking dan lower cooking), main extraction, dan
washing zone. Digester merupakan tempat terjadinya proses pemasakan yang mempunyai daerah
pemasakan (cooking zone) 4 tingkat di mana pipa sirkulasi bagian atas mengalirkan chip dan
cairan dari pengeluaran HP-feeder ke top separator di bagian atas digester dan mengembalikan
cairan yang diekstrak melalui saringan top separator ke pemasukan pompa sirkulasi bagian atas.
Variasi level chip digester akan mempengaruhi waktu impregnasi, chip column compaction dan
aliran cairan ke bawah perlu untuk menjaga kestabilan level. Chip level digester dikendalikan
dengan menjaga keseimbangan antara laju chip yang masuk digester dan laju chip yang
dikeluarkan dari digester. Pengendalian level chip sangat penting untuk menjaga waktu tinggal
(retention time) yang konstan di cooking zone.
a. Impregnation Zone
Chip berada di daerah impregnasi di mana terjadi penetrasi oleh cairan pemasak
(cooking liquor) selama lebih kurang 30 menit sesuai kapasitas pada waktu lebih kurang 30
menit sesuai kapasitas pada temperatur lebih kurang 117°C diawali impregnasi dan 129°C
pada akhir impregnasi. Proses impregnasi adalah proses masuknya bahan kimia pemasak ke
dalam serpih yang melalui dua cara, yaitu penetrasi melalui lumen dan difusi. Cairan
pemasak yang telah melewati zona impregnasi akan diekstrak dan dikirim ke evaporator
untuk dipekatkan. Keberhasilan zona impregnasi sangat berpengaruh ke proses selanjutnya,
sehingga hal yang perlu dikendalikan adalah temperatur proses.
40
b. Cooking Zone (upper cooking dan lower cooking)
Pada akhir impregnasi, solid tersebut turun dan mengalir melalui pusat tabung melewati
chip column menuju saringan upper cooking yang ditempatkan di sekeliling bagian dalam
shell digester. Cairan mengalir lewat saringan dan diekstrak ke flash tank 1. Setelah saringan
upper cooking, chip masuk ke daerah pemasakkan lower yang terletak pada daerah
pemasakan berlawanan arah. Chip bergerak ke bawah sementara cairan pemasak bergerak ke
atas untuk keluar pada saringan upper cooking. Pada daerah pemasakan satu arah terdapat
dua baris saringan pada sirkulasi lower. Cairan mengalir melalui saringan ke internal header
pada masing-masing baris saringan.
Lindi putih (white liquor) dan cold blow ditambahkan ke bagian pemasukkan pompa
lower cooking dan masuk ke sirkulasi cairan cooking. Cairan tersebut dipanaskan di heater
sampai kurang lebih 155°C. Kemudian cairan panas dikembalikan ke tengah digester di atas
saringan sirkulasi lower melalui pipa sentral. Temperatur pemasakkan diperbolehkan rendah
dan menjaga seluruh pemasakkan dengan hati-hati. Pulp dimasak mencapai kappa number
rendah sementara kekuatan pulp dipertahankan.
Penambahan lindi putih (white liquor) pada sirkulasi lower cooking dan pemasakan
berfungsi untuk menjaga chip dengan konsentrasi kimia yang merata dalam digester.
Panambahan filtrat cold blow menurunkan konsentrasi solid dalam filtrat selama pemasakan
chip. Lower cooking zone berfungsi untuk:
 Menaikkan temperatur cairan pemasak.
 Menjaga konsentrasi alkali digester dengan penambahan lindi putih yang baru.
 Menjaga kestabilan aliran cairan ke digester, aliran cukup untuk menunjang aliran
tak searah ke daerah ekstraksi upper dan aliran searah di daerah pemasakan.
 Mendistribusikan filtrat cold blow yang ditambahkan pada bagian pemasukan
pompa lower cooking.
c. Extraction Zone (Daerah Ekstraksi)
Setelah waktu tinggal selama 105 menit pada co-current (upper cooking), dan counter
current (lower cooking), cairan pemasak aliran ke bawah dan panas up-flow cairan pencuci
diekstraksi dari digester melalui saringan ekstraksi. Pada zona ini digunakan alat pengukur
pressure drop pada saringan ekstraksi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
penyumbatan pada saringan. Aliran ekstraksi masuk ke flash tank 1 untuk membuat steam.
41
Flash steam yang dihasilkan digunakan untuk memanaskan chip ke steaming vessel dan
sisanya masuk ke chip bin. Jumlah flash steam yang dihasilkan tergantung dari jumlah aliran
cairan dan temperatur cairan ekstraksi. Dari flash tank 1 cairan dialirkan ke flash tank 2.
Steam dari flashtank 2 masuk ke chip bin dan sisanya masuk ke flash steam condensor.
Terdapat dua baris saringan plate ekstraksi, aliran cairan melalui saringan plate ke internal
header, dua nozzle ekstraksi, dan dua kran switching setiap header. Timer diatur pada 90
detik pada pergantian masing-masing kran.
d. Washing Zone
Dari zona ekstraksi, chip masuk ke daerah pencucian yang disebut dengan Hi-heat
washing. Di zona ini terjadi counter current cooking, dan juga dilakukan penambahan white
liquor untuk mempertahankan residual alkali. Pada daerah Hi-heat wash, terdapat dillution
factor yang merupakan perbedaan antara aliran cairan pencuci (white liquor) yang naik dan
aliran cairan bersama pulp yang turun. Cairan pencuci yang naik bervariasi dengan
pengaturan aliran cairan ekstraksi. Pada laju produksi yang konstan, penambahan aliran
ekstraksi akan menambah aliran naik dan aliran itu akan menambah dillution factor.
Dillution factor yang normal adalah 0,5 - 1,0 ton cairan pencuci per ADT pulp pada daerah
pencuci. Apabila dillution factor terlalu rendah akan mengakibatkan laju pulp turun
terhambat. Dillution factor dipertahankan dengan mengekstraksi cairan yang cukup pada
screen ekstraksi. Efisiensi pencucian akan naik dengan penambahan temperatur. Pada
washing zone ini temperatur dijaga lebih kurang165°C.
e. Blowing
Cairan pencuci yang berasal dari tangki filtrat pressure diffuser dipompakan ke bagian
bawah digester. Tujuan penambahan cold blow adalah selain untuk mendinginkan pulp
sebelum dikeluarkan (blowing), juga berfungsi untuk menjaga tekanan di dalam digester.
Cairan pencuci ini akan menggantikan cairan pemasak dan sebagai pengencer untuk
menurunkan konsentrasi pulp sebelum keluar sampai 10 %. Perbedaan tekanan antara
digester bagian dalam dengan outlet device dan blow line akan mengakibatkan chip yang
telah masak menjadi serat dan dikeluarkan melalui outlet device.
Pulp yang telah melalui proses pemasakan dikeluarkan dari digester melalui outlite
device kemudian masuk ke PDW (Presure Diffuser Washer) untuk dilakukan pencucian yang
bertujuan untuk memisahkan pulp dari cairan hasil dari pemasakan. Pada saat pencucian, air
42
pencuci dimasukkan ke sekeliling diffuser, kemudian masuk ke dalam pulp dan naik ke atas
saringan ekstraksi. Setelah itu pulp masuk ke zona washing. Pada zona ini diinjeksikan hot
water untuk mencuci pulp dan menurunkan kadar lignin yang terkandung didalam pulp. Pada
proses ini bahan bahan kimia dan cairan pemasak sebagai penetrasi ke dinding-dinding serat
dan melarutkan lignin adalah ion OH- dan HS-. Cairan keluaran dari digester berupa black
liquor (BL) yang kandungan NaOH lebih sedikit dibandingkan dengan cairan yang masuk
digester berupa white liquor (WL), karena terjadi ikatan ion OH- terhadap senyawa selulosa
dari chip dan terjadi ikatan ion Na+ terhadap senyawa lignin dari chip.

2.2.3. Pencucian dan Peyaringan (Washing and Screening)


Proses washing terdiri dari 4 tahapan yang terdiri dari deknotting, screening, Pre-O2
washing, twin roll press evaluation (TRPE), dan O2 delignification.
a. Deknoting
Pulp yang keluar dari tahap pemasakan masih mengandung knot atau mata kayu yang
tidak masak. Kandungan tersebut kemudian dipisahkan dari pulp pada tahap awal dari proses,
jika tidak maka kandungan tersebut akan mengurangi nilai akhir produk (final product) yaitu
sebagai dirt dan dapat menyebabkan gangguan pada departemen lainnya. Pemisahan knot
dilakukan dalam dua tahap deknoting untuk mencapai pemisahan yang efisien yaitu primary
knotter dan secondary knotter.
Proses deknoting ini bertujuan untuk memisahkan knot dari pulp. Pemisahan knot
dilakukan dalam tiga tahap untuk mencapai pemisahan yang efisien. Sistem kerja deknoting
disebut cascade system, yaitu pulp yang masuk ke primary knotter adalah reject, tapi dalam
hal ini masih banyak serat (fiber) yang terikut, untuk menghindari serat agar tidak banyak
yang terbuang, maka reject dari tahap pertama (primary knotter) disaring lagi pada
secondary knotter. Dalam secondary knotter sebagian dari pulp dipisahkan dari knot
sebelum dikirim ke coarse screen. Terakhir di dalam coarse screen, knot dan pulp tuntas
dipisahkan, maka knot dapat dikirim ke digester untuk dimasak lagi, sedangkan pulp
dikembalikan ke sistem. Namun sebelum masuk ke coarse screen, reject yang berasal dari
secondary knotter diumpan ke deknotting reject cleaner terlebih dahulu, di mana pada
deknotting reject cleaner tersebut dimasukkan juga pasir besi.
b. Screening
43
Pulp yang telah dipisahkan dari knot masih mengandung sebagian shives dan bundelan
serat yang tidak terurai selama pemasakan, bahan ini harus dipisahkan juga dari pulp pada
tahap awal dari proses, jika tidak maka akan menurunkan mutu produk akhir dan
menyebabkan konsumsi bahan kimia pemutih berlebihan. Proses screening ini menggunakan
Cascade System.
Untuk mencapai pemisahan shives secaran efisien, screening dilakukan dalam tiga
tahap yaitu primary screening, secondary screening dan tertiary screening. Pada primary
screening sebagian besar shives adalah reject, tetapi dalam pemisahan masih banyak serat
yang terikut. Agar tidak banyak fiber atau pulp yang terbuang, maka reject dari tahap
primary screening disaring lagi pada tahap kedua secondary screening. Dan sebagian ada
juga accept yang masuk ke Low Consistency Storage Tank. Reject dari tahap kedua ini akan
disaring lagi pada tahap ketiga tertiary screening sebelum dikeluarkan dari sistem melalui
rejectpress di mana konsistensinya bisa mencapai 30%. Tujuan dipakainya rejectpress ini
adalah untuk mengurangi kehilangan bahan kimia dan mempermudah penanganan reject.
Accept dari tahap kedua dan ketiga ini akan dikembalikan lagi ke inlet dari tahap sebelumnya
(cascade).
Bersama-sama shives, pasir juga terbawa oleh aliran reject screen dan dibawa ke
rejectpress, karena dalam pengoperasian sebagian besar pasir terbawa aliran accept bersama
filtrat (Black Liquor). Untuk mencegah penumpukan pasir di dalam sistem yang
menyebabkan kerusakan pada alat, maka pasir dipisahkan dari filtrat pada sand separator.
Setelah dari screening room pulp ditampung di Low Consistency Storage tank (LC).
Kemudian diumpan ke pre O2 pulp press untuk mengurangi kadar filtrat (Black Liquor).
c. Pre-O2 Washing
Pada pre-O2 washing, tipe yang digunakan adalah dewatering press tipe A. Prinsip
kerja alat ini adalah pulp dengan konsistensi sekitar 10% langsung didistribusikan ke pulp
press tanpa ada penambahan cairan pencuci lagi. Pulp yang keluar dari pulp press
konsistennya sekitar 30%. Filtrat yang berasal dari pre O2 pulp press masuk ke pre O2 filtrate
tank. Setelah itu akan di press kembali di TRP E (Twin Roll Press Evaluation) di mana
sebelumnya telah diencerkan dengan hot water.
d. Twin Roll Press Evaluation (TRPE)

44
Prinsip kerja TRPE adalah pulp yang masuk akan disebar melalui rotoformer, sehingga
pulp tersebar secara merata ke pengepresan. Secara garis besar, tujuan digunakan TRP E tidak
berbeda dengan pencucian lainnya. Sama halnya dengan pre O2 pulp press, pada TRPE juga
terdapat filtrat yang masuk ke TRPE filtrate tank, yang kemudian diumpankan kembali ke
pre O2 filtrate tank, lalu masuk ke pressure diffuser washer. Sedangkan pulp yang masuk
akan disebar melalui rotary former, sehingga pulp tersebar secara merata saat dewatering
press cairan pencuci juga ditambahkan pada TRPE sehingga efisiensi pencucian sangat tinggi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pada TRPE mencakup semua prinsip pencucian yakni
mixing, dewatering, dillution, displacement, dan diffusion. Pulp selanjutnya akan diencerkan
kembali dan ditampung di LC accumulator tank.
e. O2 Delignification
Proses delignifikasi menggunakan oksigen ini bertujuan untuk menurunkan kandungan
lignin yang terkandung dalam pulp. Proses oksigen delignifikasi merupakan pemutihan tahap
awal yang berguna untuk mengurangi kandungan lignin dari pulp yang belum mengalami
proses pemutihan. Setelah mengalami proses delignifikasi, maka kappa number berkurang
yakni sekitar 8-10. Pengujian kappa number yang dilakukan di dalam industri pulp memiliki
dua tujuan, yaitu merupakan indikasi terhadap derajat delignifikasi yang tercapai selama
proses pemasakan, artinya kappa number digunakan untuk mengontrol pemasakan. Tujuan
kedua yakni menunjukkan kebutuhan bahan kimia yang akan digunakan untuk proses
selanjutnya yaitu proses bleaching. Prinsip dari delignifikasi oksigen ini adalah proses
oksidasi dari gugus hidroksil lignin sehingga lignin dapat terlepas dari pulp dan larut dalam
air. Proses oksigen delignifikasi berlangsung pada konsistensi menengah dengan temperatur
dan tekanan tinggi. Sebelum masuk ke reaktor, pulp dipanaskan terlebih dahulu dengan
menambahkan steam sampai 100oC.
Pulp dicampur dengan O2, NaOH, steam, dan OWL diumpan ke reaktor O2. Setelah
dari reaktor O2 # 1 diumpan ke reaktor O 2 # 2 di mana sebelumya telah diinjeksikan O 2 dan
steam. Kemudian diumpan ke 1st dan 2nd post pulp O2 press. Namun di antara 1st dan 2nd post
pulp O2 press diumpan terlebih dahulu ke brown stock HDT, lalu masuk ke proses bleaching.
Delignifikasi berlangsung di dalam aliran ke atas reactor, di mana waktu yang
dibutuhkan adalah satu jam. Untuk mencegah waktu singkat di dalam reaktor yang
disebabkan chanelling, yang menyebabkan pendeknya retention time, maka aliran yang
45
merata dan stabil di dalam reaktor sangat diperlukan, yang dapat dicapai dengan menjaga
konsistensi pulp sekitar 10%. Pada proses delignifikasi dengan oksigen ini konsistensi dari
pulp harus diperhatikan. Hal ini diperlukan karena oksigen yang diberikan ke dalam pulp
berbentuk gas, perlu pengadukan merata agar diperoleh luas permukaan kontak yang besar
antara pulp dengan oksigen.
Perbedaan tahapan oksigen delignifikasi hanya terletak pada kondisi proses yang
berlangsung. Kondisi proses pada reaktor pertama yaitu T= 89 oC, P= 550 kPa. Sedangkan
pada reaktor kedua, T= 93oC, P = 450 kPa. Kondisi operasi yang berbeda tersebut bertujuan
untuk memperlama waktu tinggal sehingga reaksi yang berlangsung dapat optimum.

2.2.4. Pemutihan (Bleaching)


Pulp yang dihasilkan setelah proses delignifikasi akan mengalami proses pemutihan
(bleaching). Proses pemutihan di PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper menggunakan proses
ECF (elemental chlorine free) yaitu proses pemutihan dengan menggunakan senyawa klor dalam
bentuk ClO2, juga ditambah peroksida untuk meningkatkan derajat keputihan jika derajat
keputihan yang diinginkan belum tercapai. Kegunaan dari bleaching adalah merubah brightness
dan purity dari pulp, hal ini dapat dilakukan dengan mengeluarkan atau memutihkan zat-zat
pewarna (chromofores) dari pulp. Residual lignin lebih menonjol dalam mempengaruhi warna
dan semua itu harus dikeluarkan atau diputihkan. Proses pemutihan memiliki beberapa tahapan
proses yang harus dilalui, tahapan – tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap pemutihan (D0) yaitu menggunakan ClO2 yang berfungsi untuk mengikat kandungan
lignin pada pulp.
2. Tahap ekstraksi (Eop) yaitu menggunakan NaOH, O2, H2O2 yang berfungsi untuk mengikat
zat-zat organik dan kandungan lignin dalam pulp serta memperkuat ikatan selulosa.
3. Tahap pemutihan kembali pada tower D1 dan tower D2 atau tahap D1/D2 yaitu menggunakan
ClO2 yang berfungsi untuk mengikat kandungan lignin dalam pulp.

46
Sumber: Modul Pelatihan Pengenalan PT TELPP A.Roni Alwis, S.T.
Gambar 2.5. Bleaching Plant
Proses pemutihan semuanya berlangsung pada konsistensi 10 – 12%. Temperatur yang
diinginkan untuk tahap-tahap pemutihan antara 60 – 70 oC untuk tahap D0, 60 – 80oC untuk tahap
Eop, dan 70 – 80oC untuk tahap D1/D2.
a. D0 stage
Pemutihan tahap pertama adalah D0 stage. Dari pencucian terakhir pulp akan
dipompakan ke tower Do yang dipindahkan oleh pompa yang dilengkapi dengan mixer untuk
mempercepat pencampuran pulp dengan menambah ClO2. Waktu retensi yang dibutuhkan 60
menit pada temperatur 50oC, pH 1,8–2. Fungsi dari tahap ini adalah untuk menurunkan
kandungan lignin yang masih terkandung di dalam pulp. Pulp dari 2nd post washing
diencerkan dengan filtrate dari tahap D1/D2 di screw conveyor dan juga ditambah dengan HCl
atau H2SO4 untuk mengatur pH. Kemudian pulp masuk ke stand pipe dan dipompakan ke
mixer untuk ditambahkan ClO2. Setelah itu, pulp direaksikan di D0 tower. Kondisi proses
pada tahap D0 antara lain: T = 65–70oC, konsistensi 10%, waktu 60 menit. Kemudian, pulp
yang telah direaksikan dicuci di D0 pulp press yang menggunakan tipe dewatering tipe A.
Pada tahap D0, ClO2 digunakan karena merupakan salah satu bahan kimia
pengoksidasi kuat, kerja dari proses pemutihan ini umumnya dengan cara oksidasi terhadap
lignin dan bahan-bahan berwarna yang lainnya. Proses menggunakan ClO 2 memiliki
keunikan yang sanggup mengoksidasi bahan yang bukan selulosa seperti lignin dan ekstraktif
dengan kerusakan pada selulosa yang minimum.
b. EOP stage
Merupakan tahap pengekstraksian lignin yang masih terkandung setelah melewati tahap
D0. Pulp dari D0 pulp press diencerkan di screw conveyor dan ditambahkan NaOH dan H2O2.

47
NaOH digunakan untuk melarutkan hasil degradasi lignin yang terbentuk pada tahap
sebelumnya serta memperkuat ikatan selulosa. Pada penambahan NaOH terjadi ikatan ion
OH- terhadap senyawa selulosa dari pulp dan terjadi ikatan ion Na+ terhadap senyawa lignin
dari pulp. Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan bahan pemutih yang bisa digunakan untuk
proses bleaching. Hidrogen peroksida ini memiliki suhu optimum yaitu 80-85oC. Bila suhu
pada saat proses kurang dari 80oC maka proses akan berjalan lambat, sedangkan kalau lebih
dari 85oC hasil proses tidak sempurna. Bila dipanaskan mudah terurai dan melepaskan gas
oksigen. Karena kemampuannya melepaskan oksigen maka sangat efektif dipakai sebagai
bahan pemutih. Untuk H2O2 juga biasanya ditambahkan jika viskositas dari hasil D0 tidak
mencapai target. Gas oksigen juga ditambahkan untuk memperkuat sifat-sifat pulp dan
mengurangi kandungan lignin dalam pulp. Hal ini mungkin membuat berkurangnya emisi
yang dapat mengganggu terhadap lingkungan.
Kemudian pulp dipompakan ke mixer untuk ditambahkan oksigen. Dulunya, ada
heater sebelum mixer untuk memanaskan pulp dengan bantuan MP steam. Setelah dari mixer
pulp akan dikirim ke up-flow tower dengan kondisi T = 75oC selama 15 menit. Setelah itu
pulp diteruskan ke down-flow tower selama ± 75 menit. Pada tahap ini biasanya pulp berubah
kembali menjadi cokelat, hal ini diakibatkan karena hampir semua lignin yang masih
terkandung terekstrak keluar sehingga warna pulp cenderung berwarna cokelat sebelum
dicuci. Pulp dari down-flow tower kemudian dikirim ke EO pulp press. Tipe pulp press yang
digunakan juga dewatering tipe A.
c. D1/D2 stage
Tujuan tahap ini adalah untuk meningkatkan kecerahan pulp (brightness). Pulp dari EO
pulp press dikirim ke screw conveyor untuk diencerkan kemudian dipompakan ke mixer dan
ditambahkan ClO2. Setelah itu, pulp direaksikan di D1 up-flow tower selama ± 60 menit, lalu
masuk ke D1 down-flow tower selama ± 180 menit. Setelah itu, pulp langsung dipompakan ke
mixer dan ditambahkan ClO2 kembali sebelum direaksikan di D2 up-flow tower. Setelah dari
up-flow tower, pulp langsung dikirim ke D2 down-flow tower. D1 down-flow tower level
dijaga sekitar 80% untuk menjaga kapasitasnya. Setelah itu pulp dikirim ke D1/D2 pulp press
untuk ditingkatkan konsistensinya sekitar 30%. Tipe pulp press yang digunakan juga
dewatering tipe A. Setelah keluar dari D 1/D2 pulp press, pulp ditampung di bleach high
density tower.
48
2.2.5. Pembentukan Lembaran Pulp (Pulp Machine)
Pulp machine ini dirancang untuk membuat pulp berbentuk lembaran, dengan kapasitas
1450 ADT/hari, dan kadar air lembaran pulp yang ingin dibentuk berkisar 10%. Kemudian
dilakukan pemotongan, pengebalan, dan pengunitan dengan tujuan untuk mempermudah
pengangkutan pulp agar siap dikirim ke konsumen. Tahap pembentukan lembaran pulp PT
Tanjungenim Pulp and Paper dirancang dengan kapasitas 1500 ton/hari dengan melewati
beberapa tahap:
a. Tahap Penyaringan
Tahap ini merupakan unit untuk memisahkan kotoran yang masih terkandung dalam
pulp setelah proses pemutihan. Screening berfungsi untuk memisahkan kontaminan
berdasarkan perbedaan ukuran. Sedangkan cleaning berfungsi untuk memisahkan
kontaminan berdasarkan perbedaan berat jenis. Bahan yang telah diputihkan dipompakan ke
head density tank (HDT) untuk dilakukan pengenceran pulp sehingga mempunyai
konsentrasi 4%.
Pulp dari bleached HDT dipompakan ke low consistency tank (LC) untuk diencerkan
kembali dengan white water hingga ± 3%, hal ini bertujuan agar pulp dengan mudah dapat
dipisahkan dari kotorannya dengan konsentrasi rendah, maka pulp akan mempunyai berat
jenis yang kecil pula. Kemudian pulp akan dipisahkan dari pengotor berdasarkan sistem
cascade. Accept yang didapat dari proses penyaringan kemudian akan masuk ke cleaning. Di
sini, sistem cleaning ada dua jenis, yaitu jenis forward cleaning dan reverse cleaning. Pada
forward cleaning, accept akan terpental ke atas sedangkan reject ke bawah. Untuk reverse
cleaning sebaliknya, accept ke bawah sedangkan reject ke atas.
b. Tahap Pengurangan Kadar Air
Proses ini bertujuan untuk membentuk lembaran dengan cara mengurangi kandungan
air yang terdapat dalam pulp. Pengurangan moisture pada pulp yang masih berbentuk bubur
dilakukan dengan cara mendistribusikan pulp di atas wire sehingga air akan jatuh dengan
gaya gravitasi. Untuk mengoptimalkan pengurangan kadar air ini, akan ada pengisapan
dengan menggunakan vaccum. Bahan yang telah dibersihkan dipompakan ke machine chest
selanjutnya pulp dari masing-masing chest dipompakan ke fan pump yang berfungsi
menstabilkan konsentrasi pulp. Filtrate dari hasil pengurangan air di wire kemudian
49
ditampung untuk digunakan kembali pada proses penyaringan dan pemutihan pulp. Pulp
yang dihasilkan pada proses ini mempunyai konsistensi ± 35%. Pulp yang telah terbentuk
akan dipotong untuk merapikan lembaran dengan lebar 7,8 meter lalu lembaran ini ditransfer
ke press part. Pada tahap pengurangan kadar air dilakukan dengan cara pengepresan di mana
airnya diserap lewat felt bagian atas dan bagian bawah berfungsi sebagai pembawa pulp.
Pada felt dipasang suction box yang dihubungkan dengan vacuum system untuk menyerap air.
Dryness akhir pada proses pengurangan kadar air terakhir ± 45-50% dan siap ditransfer ke
dryer.
c. Tahap Pengeringan Akhir
Pada saat lembaran terus bergerak melewati dryer, udara panas secara kontinyu
dihembuskan pada permukaan atas dan bawah dari lembaran pulp. Udara panas ini
menyebabkan air yang masih terkandung di dalam lembaran pulp menguap, ketika lembaran
pulp bergerak di antara blow box, udara dihembuskan ke dalam blow box pada bagian atas
dan bawah. Fungsi dari blow box ini untuk menjaga agar lembaran tetap mengembang
diantara permukaan blow box serta membantu penguapan air yang ada pada lembaran pulp
untuk siap ditransfer menuju tahap pemotongan.
d. Tahap Pemotongan
Setelah melewati blow box lembaran pulp tersebut melewati cutter layboy untuk
dipotong dengan ukuran tertentu, kemudian ditampung di layboy, lalu ditumpuk dalam unit
bale. Lembaran pulp ditimbang dengan berat 250 kg/bale. Bale dipress dengan tujuan untuk
mengurangi ketinggian bale dan memadatkan hingga mencapai tinggi sekitar 52 cm. Bale
pulp yang sudah dipress kemudian menuju proses pembungkusan dengan wrapper machine
dan diberi merk dan cap perusahaan. Setelah proses pengemasan kemudian dilakukan
pengikatan menggunakan kawat untuk memudahkan penyimpanan. Satu unit berisi delapan
bale sehingga berat satu unit adalah 2 ton. Produk disimpan dalam gudang penyimpanan
dengan forklift untuk siap dipasarkan.

2.2.6. Proses Pendukung


Selain proses pembuatan pulp terdapat juga proses-proses pendukung, baik dalam
penyediaan bahan kimia maupun mendaur ulang limbah yang terbentuk. Plant-plant pendukung
tersebut anatara lain:
50
a. Chemical Plant
Chemical Plant merupakan plant pendukung dalam penyediaan bahan kimia yang
akan digunakan di pabrik. Sebagian besar produk yang dihasilkan di dalam chemical plant
digunakan di dalam proses bleaching. Chemical plant terintegrasi dengan desain pabrik
secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa plant. Terdapat lima plant di dalam chemical
plant yang saling berkaitan yaitu:
1. Chlor Alkali Plant
Di dalam chlor alkali plant digunakan bahan baku NaCl (garam) untuk
menghasilkan larutan NaOH dan gas Chlorine dengan elektrolisis. Reaksi yang terjadi:
2NaCl + 2H2O → 2NaOH + Cl2 + H2
NaOH yang dihasilkan akan digunakan di cooking dan di bleaching plant, sedangkan gas
chlorine digunakan untuk sintesa asam chloride.
2. Sodium Chlorate Plant
Sodium chlorate plant merupakan yang menghasilkan produk intermediate yang
nantinya akan digunakan dalam plant berikutnya. Pada unit ini dilakukan elektrolisa
larutan NaCl dalam chlorate electrolyzer untuk menghasilkan NaClO3 yang akan
digunakan sebagai pembuatan ClO2 dalam ClO2 plant. Reaksi yang terjadi:
NaCl + 3H2O → NaClO3 + 3H2
H2 yang dihasilkan dibakar bersama Cl2 untuk sintesa asam chloride.
3. HCl Plant
Pada unit ini, dilakukan reaksi antara gas hidrogen dan gas chlorine untuk
menghasilkan HCl melalui combustion. Gas chlorine yang dihasilkan di chlor alkali
plant dan hasil sampingan dari ClO2 plant direaksikan dengan gas hidrogen yang berasal
dari chlorate plant di dalam HCl burner. Reaksi yang terjadi:
H2 + Cl2 → 2HCl
HC1 yang terbentuk berupa gas yang kemudian diserap oleh air. HCl yang dihasilkan
dengan konsentrasi 32% selanjutnya akan digunakan dalam ClO2 plant untuk
menghasilkan ClO2.
4. Chlorine Dioxine Plant

51
NaClO3 yang dihasilkan dari NaClO3 plant dialirkan ke dalam ClO2 generator.
Selanjutnya dalam suasana asam NaClO3 tersebut akan mengalami reduksi menghasilkan
ClO2. Reaksi yang terjadi:
NaClO3 + 2HC1 → ClO2 + 1/2Cl2 + NaCl + H2O
NaClO + 6HC1 → 3Cl2 +NaCl + 3H2O
Gas ClO2 dan gas chlorine yang tercampur dipisahkan melalui absorbsi dengan air dingin
pada 7°C untuk menghasilkan larutan ClO2. Gas chlorine yang tidak diserap digunakan
dalam HC1 plant. Larutan ClO2 yang terbentuk digunakan untuk proses bleaching.
5. Oxygen Plant
Penyiapan oksigen dan nitrogen dilakukan di dalam oxygen plant. Oksigen
kemudian digunakan dalam proses bleaching.
6. Hypo System
Pada hypo system dihasilkan NaOCl yang akan digunakan sebagai desinfektan dan
digunakan pula pada proses water treatment. Reaksi yang terjadi adalah :
Cl2 + NaOH → NaOCl + H2
Sementara itu H2 yang dihasilkan sebagai produk samping dibuang ke atmosfer.

b. Recausticizing & Lime Kiln Plant


 Proses Recaustisizing
Pabrik recausticizing dirancang untuk menyediakan white liquor yang digunakan
sebagai cairan pemasak chip di digester. Green liquor yang diproduksi sebagai produk
samping dari pembakaran black liquor dan kapur panas digunakan sebagai raw material
untuk pembentukan white liquor.
Sedangkan weak white liquor (lindi putih encer) dan lime mud dihasilkan sebagai
produk samping dari produksi white liquor. Lime mud diumpankan ke lime klin sebagai raw
material untuk produksi kapur (lime). Weak white liquor akan digunakan di recovery boiler
sebagai pelarut cake untuk membentuk green liquor. Lime mud diumpankan ke lime klin
sebagai raw material untuk produksi kapur (lime). Secara umum peralatan utama yang
digunakan di dalam recausticizing plant adalah:
1. Green Liquor Stabilization Tank (GLST)

52
Green liquor yang berasal dari recovery boiler dikirim ke recausticizing dan
ditempatkan pada stabilization tank. Stabilization tank ini berfungsi untuk
menghomogenisasikan green liquor baik dari konsentrasi, temperatur, tekanan, maupun
densitasnya. Pada tanki ini, total alkali yang dimiliki oleh green liquor dijaga pada range
118 gr/l – 130 gr/1 dan total alkali tersebut dikontrol oleh recovery boiler.
Stabilization tank dilengkapi dengan agitator yang dipasang pada bagian samping
tanki, tetapi stabilization tank ini tidak dilengkapi dengan tanki polimer. Adapun fungsi
dari polimer tersebut adalah untuk membentuk flock-flock sehingga mempercepat proses
pengendapan. Level tanki stabilization biasanya dijaga pada level 60%.
2. Green Liquor Clarifier (GLC)
Green liquor yang telah homogen dan stabil selanjutnya dipompakan menuju
Green Liquor Clarifier (GLC). Green liquor yang masuk ke dalam green liquor clarifier
akan terpisahkan secara sedimentasi antara filtrat (overflow) dan dregs (endapan). Green
liquor clarifier ini dilengkapi dengan rake untuk pengadukan yang berputar searah jarum
jam. Rake tersebut dapat bergerak turun atau naik secara otomatis atau manual jika beban
rake terlalu tinggi.
3. Dregs Precoat Filter
Endapan (dregs) yang mengumpul di bawah tanki green liquor clarifier selanjutnya
dipompakan menuju dregs filter. Di dregs filter, endapan (dregs) akan dikeringkan
dengan cara divakum dan pengurangan sisa kandungan soda dengan cara menambahan
air panas. Endapan atau dregs kering kemudian dibuang ke bunker menggunakan chain
conveyor.
Sedangkan filtrat (cairan) dari dregs filter ini akan dikembalikan lagi ke green
liquor stabilization tank untuk proses lebih lanjut. Dregs filter bergerak secara berputar
dan dilengkapi dengan pisau pemotong yang digunakan untuk memotong dregs di dalam
drum dregs filter. Waktu (timer) dari pisau dapat diatur secara otomatis atau manual. Jadi
fungsi dregs filter ini adalah untuk memisahkan dregs agar tidak ikut terbawa ke dalam
proses karena dregs dapat mengganggu kestabilan proses.
4. Slaker Clarifier
Filtrat (overflow) yang berasal dari green liquor clarifier dipompakan ke slaker
classifier (tempat pemasakan) yang mempunyai dua buah pengaduk, di dalam slaker ini
53
secara bersamaan akan ditambahkan kapur (lime) yang berasal dari lime bin. Di slaker
classifier tersebut akan terjadi reaksi:
a. Slaking : CaO + H2O → Ca(OH)2 + Heat
(Lime) (water) (limemilk)
b. Causticizing : Ca(OH)2 + Na2CO3 → 2NaOH + CaCO3
(Lime milk) (soda ash) (caustic soda) (lime mud)

Temperatur reaksi di slaker dijaga pada suhu 101°-104°C. Untuk menjaga


kestabilan temperatur di slaker, maka ditempatkan aliran steam (MP) apabila temperatur
rendah. Tetapi jika temperatur tinggi, kita dapat turunkan temperatur GL (green liquor)
dari GLC dengan menggunakan Expantion Tank dan GL-Cooler sebelum masuk ke
slaker. Temperatur green liquor dari GLC dijaga pada 85°-88°C. Jika temperatur green
liquor melebihi 88°C, dapat menimbulkan boiling di slaker.
Peristiwa boiling ini sangat berbahaya, karena mengakibatkan cairan tumpah keluar
dari slaker. Di slaker akan dihasilkan white liquor (NaOH) dan lime mud (CaCO3).
Sedangkan inert atau material yang tidak bereaksi yang umumnya berupa pasir akan
dikeluarkan ke bunker menggunakan classifier screw yang disebut grits.
Sedangkan pada bagian atas slaker dilengkapi dengan scrubber yang berfungsi
untuk menangkap debu kapur atau alkali yang menguap dengan menggunakan air. Air
dari scrubber ini kemudian dialirkan ke sumpit, sedangkan asap bersih akan keluar
melalui stack ke udara. Slaker classifier dilengkapi dengan tiga buah agitator untuk
pengadukan dan classifier screw untuk mengalirkan grits.
5. Causticizer
Hasil pemasakan dari slaker yang berupa white liquor (NaOH) dan lime mud
(CaCOs) akan mengalir secara overflow menuju causticizer berdasarkan elevasi. Fungsi
dari causticizer adalah untuk menyempurnakan waktu reaksi sehingga efisiensi reaksi
lebih tinggi. Pada prosesnya, causticizer mempunyai 3 buah causticizer. Di mana pada
setiap causticizer tersebut mempunyai 2 buah agitator.
6. White Liquor - Feed Tank
Overflow dari causticizer No.3 akan mengalir ke WL-Feed Tank. WL- Feed Tank
ini berfungsi untuk mendapatkan aliran dari overflow agar lebih stabil pada saat
54
dipompakan ke WL-Clarifier. WL- Feed Tank ini dilengkapi dengan agitator untuk
pengadukan.
7. White Liquor-Clarifier
Dari WL-Feed Tank kemudian dipompakan menuju WL-clarifier. WL- Clarifier ini
berfungsi untuk memisahkan white liquor dengan lime mud secara sedimentasi
(pengendapan). Adapun standar white liquor yang harus dijaga di WL-Clarifier adalah:
Aktive Alkali (AA) : 95-110 gl/1
Sulfidity : 25-35 gl/1
Total Suspended Solid (TSS) : < 100 ppm
Causticity : 77-83 %
White liquor (NaOH) yang berupa overflow dari tanki WL-clarijier dipompakan ke
sulfur mixing tank. Pada tanki ini white liquor tersebut akan dicampurkan dengan sulfur
untuk menambahkan atau menjaga kestabilan sulfidity white liquor. Sedangkan
endapannya yang disebut lime mud (CaCO3) dipompakan ke lime mud mixing tank
(LMMT).
Density lime mud pada WL-Clarifier dijaga pada range 1,35-1,50 kg/dm3. White
Liquor-Clarifier ini dilengkapi dengan rake yang berfungsi sebagai pengaduk. Rake
tersebut dapat bergerak naik turun secara otomatis atau manual.
8. Sulfur Mixing Tank
White liquor yang jernih kemudian dipompakan ke sulfur mixing tank, di sini
terjadi penambahan sulfur. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan sulfidity yang
terkandung di dalam white liquor dengan cara pengadukan. Sulfur secara langsung
dimasukkan dari sulfur bin ke sulfur mixing tank dengan memakai screw, sedangkan
pemasukan sulfur ke sulfur bin menggunakan elevator. Setelah reaksi terbentuk
sempurna, maka white liquor akan dikirim ke digester untuk memasak chip.
9. Lime Mud Mixing Tank
Lime mud yang berasal dari WL-Clarifier, dipompakan ke Lime Mud Mixing Tank
(LMMT). Mixing tank ini bertujuan untuk merecovery NaOH yang terkandung di dalam
lime mud dengan cara mencucinya dengan air panas yang mana temperaturnya dijaga
pada 65-70°C. Lime mud mixing tank ini dilengkapi dengan agitator. Lime mud yang
sudah dicuci kemudian dialirkan menuju lime mud washer clarifier.
55
10. Lime Mud Washer Clarifier
Lime mud washer clarifier ini berfungsi untuk memisahkan hasil pencucian dari
lime mud mixing. Adapun hasil dari pencucian dari lime mud mixing yaitu:
a. Bagian atas tangki
Berupa filtrat (air panas yang mengandung alkali) yang disebut weak wash liquor,
selanjutnya cairan ini akan dikirim ke dissolving tank di recovery boiler untuk
melarutkan cake menjadi green liquor. Total suspended solidnya dijaga <100 ppm.
b. Bagian bawah tanki
Merupakan endapan (lime mud) yang telah berkurang kandungan alkalinya,
selanjutnya lime mud ini akan dipompakan ke lime mud storage tank. Density lime
mud dijaga pada 1,35-1,50 kg/m.
11. Lime Mud Storag Tank
Lime mud storage tank berfungsi untuk menampung lime mud yang akan
diumpankan ke lime klin melalui lime mud filter. Lime mud storage tank ini dilengkapi
dengan agitator untuk mengaduk lime mud tersebut.
12. Lime Mud Filter
Lime mud yang berasal dari lime mud storage tank dipompakan ke lime mud filter.
Di lime mud filter, lime mud tersebut akan dikeringkan dengan cara pemakuman.
Kekeringan (dryer) yang diharapkan adalah >75%. Sedangkan filtratnya akan
dikembalikan lagi ke lime mud mixing tank. Kemudian lime mud yang kering akan
diumpankan ke lime klin melalui belt conveyor dan diangkut oleh screw conveyor. Lime
mud filter merupakan drum berputar yang dilengkapi dengan pisau pemotong lime mud
(doctor blade) dan CPR (Continous Precoat Renewalt) sehingga lime mud filter ini dapat
berjalan 24 jam.
 Lime Kiln Plant
Lime adalah satu bahan kimia pembantu yang disirkulasikan dan digunakan untuk
mengkonversikan green liquor yang datang dari recovery boiler menjadi white liquor.
Peralatan causticizing bersama lime reburning membentuk siklus kapur. Setelah proses
causticizing selesai, semua kapur berubah menjadi calcium carbonat. Kegunaan dari
pembakaraan ulang kapur adalah untuk mengkonversikan kalsium karbonat menjadi kalsium
oksida.
56
Peralatan utama dalam pembakaran ulang kapur adalah rotary lime kiln. Lime mud
yang diumpankan ke dalam kiln adalah suatu campuran air dan CaCO3. Biasanya lime mud
kering mengandung padatan 75-80%. Sebelum masuk ke kiln sebaiknya lime mud memenuhi
beberapa syarat yaitu:
1. Padatan lime mud kering yang masuk ke dalam Min, seseragam mungkin.
2. Kandungan kebasahan lime mud yang masuk ke dalam kiln, sekonstan mungkin.
3. Alkali terlarut dalam lime mud yang masuk ke dalam kiln sekonstan mungkin.
Kiln adalah drum baja yang berbentuk silinder horizontal dan dilapisi batu, diameter
dalam 3,6 m dan panjang 95 m dengan kemiringan 2,5%. Kiln ini disanggah dengan ridding
ring yang berada di atas roller bergerak dan dua thrust roller, satu ridding ring diapit oleh
thrust roller pada ridding ring tengah. Sedangkan bahan bakar yang digunakan untuk
membakar lime mud tersebut adalah solar. Lime kering yang berasal dari lime mud filter,
akan diumpankan ke dalam lime kiln melalui belt conveyor dan jatuh ke dalam screw
conveyor.
Dari screw conveyor inilah lime mud masuk ke feed end, kemudian terbawa ke atas dari
tarikan uap panas ID fan selanjutnya jatuh kembali melalui cyclone ke kiln. Lamanya waktu
tinggal lime mud di dalam lime kiln yaitu sekitar 3,5-4 jam, lamanya waktu tinggal tersebut
biasanya tergantung dari kecepatan kiln. Waktu tinggal dan distribusi panas dalam kiln sangat
penting untuk kualitas produksi. Pendistribusian panas dapat dirubah dengan mengatur
bentuk api yang mana pembentukannya diatur oleh kecepatan aliran udara melalui primary
air fan dan ID fan.
Ketika lime mud jatuh ke dalam kiln, kandungan airnya diuapkan dan akhirnya masuk
ke dalam zona pembakaran, reaksi sebenarnya terjadi pada temperatur sekitar 1100°C. Proses
reburning di lime kiln terbagi menjadi empat fase yang berbeda yaitu:
1. Pengeringan, di mana air di dalam lime mud diuapkan. Jika tidak di dalam lime
mud dryer maka pengeringan berlangsung di dalam kiln.
2. Pemanasan, di mana lime mud dipanaskan ke temperatur reaksi.
3. Kalsinasi di mana peruraian kalsium karbonat menjadi kalsium oksida dan karbon
dioksida.
4. Pendinginan, di mana lime didinginkan pada sedor cooler sebelum meninggalkan
kiln.
57
Selanjutnya kapur akan keluar dari kiln setelah melewati dam, kemudian baru ke
cooler melewati grizzles. Ketika kiln berputar, kapur bergerak masuk ke dalam ruangan
cooler. Pada ujung pembuangan cooler tersebut terdapat saringan yang berfungsi untuk
memisahkan kapur kecil dan kapur besar (untuk dihancurkan). Hopper mengumpulkan
jatuhan kapur yang berasal dari cooler dan membaginya di dalam ruangan untuk pemecahan
dan pengiriman.
Selanjutnya kapur akan jatuh ke bucket elevator yang kemudian ditrasportasikan
menuju lime bin untuk digunakan dalam proses recausticizing. Sedangkan untuk menangani
gas buang yang dihasilkan dari prosesnya, maka lime kiln dilengkapi dengan alat penyaring
debu yaitu ESP (Electro Static Precipitator). Gas-gas buang dari lime kiln biasanya
mengandung debu yang jumlahnya bervariasi yaitu sekitar 5-15% dari produksi kiln. Gas
buang tersebut akan dibersihkan pada bagian filter yang menggunakan electrostatic
precipitator. Pembersihan pada filter ini dilakukan secara otomatis dengan cara
menggetarkan elektroda dengan plate. Sehingga debu akan turun ke bawah filter dan akan
dikumpulkan dengan alat yang dinamakan chain conveyor. Selanjutnya debu hasil
penyaringan akan dikembalikan lagi ke kiln, sedangkan gas bersih akan dibuang ke udara
setelah melewati stack.
c. Recovery Plant
1. Evaporator
Black Liquor yang merupakan produk samping dari proses pemasakan (digester) akan
diolah dan dikeluarkan dalam bentuk liquor pada evaporator. Steam dari kolom stripping
digunakan untuk memurnikan kondensat yang kurang baik dari evaporator dan cooking
plant. Permukaan pemanas unit evaporator dibuat dua unsur lembaran. Vapour dikondensasi
di bagian samping unsur. Black liquor mengalir bebas di luar unsur ke bagian bawahnya.
Vapour sekunder dilepas dari liquor secepatnya lalu dikeluarkan di antara unsur yang akan
ke bagian vapour (vapour body) dan selanjutnya melewati entrainment separator. Pompa
sirkulasi liquor menjaga aliran liquor konstan di atas sejumlah unsur bebas yang
diumpankan.
2. Recovery Boiler
Heavy black liquor yang berasal dari evaporator, bersama–sama dengan make-up
saltcake, dan ash, diumpankan ke dalam mixing tank black liquor, kemudian dipanaskan di
58
liquor heater dan ditembakkan melalui spray gun ke dalam furnace. Di furnace, black liquor
tersebut dikontakkan dengan udara yang dihisap melalui FDF. Forced draft fan (FDF)
berguna untuk mengisap udara yang dari luar (atm), yang mana udara tersebut terbagi atas
primary air, secondary air, dan tertiary air. Udara yang dari FDF dipanaskan dengan steam
coil air heater. Dari furnace dihasilkan smelt dengan char bed yang menumpuk pada
bottom.
Char bed tersebut merupakan kandungan inorganik yang tidak ikut terbakar.
Sedangkan smelt merupakan kandungan organik yang terbakar, yang nantinya akan turun ke
dissolving tank dan akan dilarutkan dengan weak black liquor (WBL). Sedangkan debu –
debu yang terbawa dari udara tersebut disaring dengan menggunakan ESP (electrostatic
precipitator) dengan menggunakan Induced draft fan, yang nantinya akan dikeluarkan
melalui stack gas. Feedwater akan diumpankan dengan menggunakan economizer 1 dan
economizer 2 , yang kemudian diumpankan ke boiler bank untuk menghasilkan steam yang
bersifat super heated, yang nantinya steam tersebut akan digunakan untuk penggerak turbin
dan generator. Masing-masing alat seperti, economizer 1 dan economizer 2 serta boiler bank
akan menghasilkan blow down, yang nantinya akan dimixing dengan sisa debu, ash (abu),
serta make-up saltcake. Sedangkan debu yang ditangkap oleh ESP juga akan direcycle ke
dalam black liquor mixing tank.
Pada seksi recovery boiler terjadi pemekatan WBL (weak black liquor) menjadi HBL
(heavy black liquor) di vacum evaporator yang kemudian dibakar dengan penambahan
Na2SO4 (salt cake), lalu dismelt/dilarutkan dengan filtrate WWL (weak white liquor), hingga
akan menghasilkan GL (green liquor) sehingga terjadi peningkatan kadar Na2CO3 dan Na2S
serta penurunan kadar NaOH, juga akan menghasilkan steam sebagai sumber energi di mana
panas yang diterima dari hasil pembakaran tersebut, reaksi yang terjadi :
(NaO+Na2S+Na2CO3) + Na2SO4 → smelt + WWL→(Na2CO3+Na2S+NaOH)
HBL GL

2.3. Produk
Pada PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper produk yang dipasarkan berupa lembaran
bukan berupa bubur karena dalam lembaran akan lebih mudah untuk dipasarkan dan lebih

59
effisien. Spesifikasi, standar sifat-sifat fisik, dan standar sifat-sifat kimia dari pulp yang
dihasilkan disajikan pada tabel 2.5, tabel 2.6, tabel 2.7, dan tabel 2.8.
Tabel 2.5. Spesifikasi Pulp

Basic Characteristics

Brightness Dirt Moiusture

(% ISO) > 89 Ppm < 2 (%) ~ 11

Sumber : Company Profile PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper 2000

Tabel 2.6. Spesifikasi Produk

Product specification

Bale Unit

Gross Weight 250 kg 8 bales = 2,000 kg

Dimensions 60 x 80 x 49 cm 120 x 80 x 196 cm

Number of wires 4 7

Wire’s diameter 2.30 mm 3.00 mm

Inkjet (water soluble


Marks blue ink) print on each Water soluble ink
bale

Sumber : Company Profile PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper 2000

Tabel 2.7. Standar Sifat Fisik Pulp

Typical physical properties

CSF Freeness
Ml 508 400 300 270
(PFI)

Tensile index Nm/g 20.8 51.7 71.71 75.5

Tear index mN.m2/g 4.6 7.9 8.18 8.1

Burst index kPa. m2/g 1.0 3.5 4.84 5.1


60
Breaking length Km 2.1 5.6 7.3 7.7

Folding
Times 1 30 87 116
endurance

Light scattering
m2/kg 54 42 37 35
coefficient

Bulk Cm3/g 1.65 1.36 1.25 1.20

Using TAPPI test method at 23°C and 50 % RH

Tabel 2.8. Standar Sifat Kimia Pulp

Parameter Kimia

Parameter Unit Standar

Ash % 0,3

Ekstraktif % 0,5

AOX Ppm 100 – 150

Sumber : Company Profile PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper 2000

61

Anda mungkin juga menyukai