SILVIA FIDYATI
JAKARTA
2017 M/1438 H
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 11140960000066
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
NIM : 11140960000066
Assalamu’alaikum Wr. Wb
i
BATAN Pasar Jumat yang telah memberikan bantuan, saran dan
mangajarkan hal baru kepada penulis.
7. Faiz Nur Faiqoh selaku rekan kerja yang telah banyak membantu penulis
dalam pelaksanaan PKL di PAIR BATAN.
8. Kak Meilia dan Kak Olivin yang telah banyak membantu dan mengarahkan
penulis dalam pelaksanaan PKL di PAIR BATAN.
9. Eko Prayitno yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam
pelaksanaan PKL serta bantuan dalam penyusunan laporan PKL.
10. Teman-teman mahasiswa Program Studi Kimia Angkatan 2014 yang selalu
mendukung dan memotivasi penulis.
Semoga kebaikan yang telah diberikan untuk penulis memperoleh balasan
yang lebih baik dari Allah SWT. Aamiin YRA. Semoga laporan praktek kerja
lapangan ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan referensi untuk
perkembangan pendidikan khususnya dibidang polimer.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL................................................................................................. ix
iii
2.6.2 Misi PAIR ....................................................................................... 10
iv
3.5.5 Efek Radiasi Sinar Gamma Terhadap Polimer ............................... 29
v
6.2 Saran ........................................................................................................ 52
LAMPIRAN ......................................................................................................... 56
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11. Grafik Pengaruh Dosis Radiasi terhadap Fraksi Gel yang Dihasilkan
pada Berbagai Rasio Asam Akrilat (AA) : Selulosa Bakterial (SB)..................... 43
Gambar 12. Grafik Pengaruh Dosis Iradiasi terhadap Fraksi Gel yang Dihasilkan
pada Berbagai Rasio Akrilamida (AAM) : Selulosa Bakterial (SB) .................... 44
vii
Gambar 16. Spektrum Hasil FTIR selulosa bakterial-co-poliakrilamida. (-)selulosa
bakterial-co-poliakrilamida; (-)selulosa bakterial; (-)poliakrilamida ................... 48
viii
DAFTAR TABEL
............................................................................................................................. ..14
poliakrilat yang dihasilkan pada berbagai rasio asam akrilat (AA) dari selulosa
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
Penggunaan selulosa dan turunannya sebagai bahan baku didalam industri
cukup banyak sehingga selulosa bakterial dapat menjadi alternative sumber bahan
baku yang mudah diperoleh disamping selulosa tanaman. Selain itu, penggunaan
selulosa bakterial memiliki nilai tambah lain karena memanfaatkan air kelapa yang
selama ini dibuang sebagai limbah. Untuk mendegradasi selulosa adalah dengan
menggunakan teknik radiasi. Teknik ini dapat menurunkan berat molekul selulosa
tanaman (Puspitasari, 2006).
Polimer alami dan polimer sintetik dapat dimodifikasi. Salah satu cara yang
digunakan melalui teknik kopolimerisasi pencangkokan dan penautan silang.
Kopolimerisasi pencangkokan dan penautan silang dilakukan dengan cara
menumbuhkan atau menggabungkan polimer sintetik pada tulang punggung
polimer alami dan beberapa rantai lurus atau bercabang dapat bergabung melalui
sambung silang dengan adanya agen penaut silang membentuk polimer bertautan
silang (Rinawita, 2011). Polimer alami yang digunakan adalah selulosa bakterial
dari bubur nata de coco dan polimer sintetik yang digunakan adalah monomer asam
akrilat dan akrilamida.
Akrilamida adalah salah satu jenis monomer hidrofilik yang merupakan
bahan baku paling populer untuk pembuatan polimer poliakrilamida. Sesuai dengan
pengembangan di bidang penelitian dan teknologi, maka pada beberapa tahun
belakangan ini penelitian yang berkaitan dengan polimer poliakrilamida sedang
dikembangkan sebagai bahan dasar untuk bahan biomaterial baru seperti hidrogel
poliakrilamida. Hal ini dikarenakan hidrogel poliakrilamida digunakan untuk
matriks penyimpan air dan yang paling menjanjikan ke depan adalah sebagai bahan
penyerap (absorbent). Namun demikian, hidrogel poliakrilamida mempunyai
kelemahan seperti kemampuannya dalam menyerap air (swelling) terbatas dan
merupakan homopolimer dengan sifat fisik relatif rendah, sehingga pengembangan
untuk aplikasinya juga terbatas (Erizal et al., 2007).
Asam akrilat (AA) adalah salah satu jenis monomer yang dalam bentuk
ioniknya (-C-OO-) mempunyai afinitas yang besar terhadap air dan paling popular
dipakai sebagai bahan dasar superabsorbent. Namun demikian, sintesis AA
menjadi poli asam akrilat (PAA) sukar dilakukan baik secara reaksi kimia maupun
2
iradiasi. Hal ini disebabkan gugus karboksilat (-COOH) dari AA akan mengalami
reaksi oksidasi (Erizal et al., 2007).
Metode untuk mengikat silang selulosa bakterial dan AAM serta AA dengan
cara diiradiasi dengan sinar gamma. Iradiasi gamma dapat menyebabkan terjadinya
pemutusan rantai molekul selulosa bakterial sehingga menghasilkan rantai molekul
yang lebih pendek. Teknologi radiasi memiliki beberapa keunggulan yaitu iradiasi
dapat dilakukan pada suhu kamar, tidak meninggalkan residu kimia seperti pada 5
proses kimia dan enzimatik dan ramah lingkungan. Iradiasi juga tidak
menyebabkan bahan yang diiradiasi tersebut menjadi radioaktif dan juga tidak
menyebabkan toksik (Pusat Diseminasi Iptek Nuklir, 2007).
Penelitian ini, dalam proses pemutusan rantai digunakan beberapa variasi
dosis radiasi yaitu 25, 50, 75, 100 dan 150 kGy. Meningkatnya dosis radiasi
menyebabkan degradasi selulosa bakterial. Penelitian ini akan mempelajari
pengaruh konsentrasi monomer dengan rasio polimer serta berbagai dosis iradiasi
sinar gamma pada sampel dan mempelajari gugus fungsinya.
Jadi, hasil fraksi gel dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pengikat
limbah ion logam dan meminimalisir konsentrasi logam berat yang terkandung
dalam industri pelapisan logam atau electroplating antara lain Cr, Co, Ni, Cu, Zn
dan Pb. Sehingga limbah ion logam dapat terkendali.
3
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan kegiatan penelitian Praktek Kerja Lapangan ini adalah:
1. Mengetahui karakterisktik visual hidrogel kopolimer selulosa bakterial-co-
poliakrilat dan kopolimer selulosa bakterial-co-poliakrilamida hasil iradiasi
simultan dengan perbandingan konsentrasi polimer dan berbagai dosis radiasi.
2. Mengetahui pengaruh rasio monomer asam akrilat dan akrilamida terhadap
fraksi gel yang diperoleh.
3. Mengetahui karakteristik gugus fungsi kopolimer selulosa bakterial-co-
poliakrilat dengan menggunakan analisa spektrofotometer FTIR.
4. Mengetahui karakteristik gugus fungsi kopolimer selulosa bakterial-co-
poliakrilamida dengan menggunakan analisa spektrofotometer FTIR.
4
BAB II
5
Indonesia No. 197 pada tanggal 7 Desember 1998 tentang perubahan Badan
Tenaga Atom Nasional menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional. BATAN
merupakan institusi non pemerintah yang bekerja dibawah Presiden dan
bertanggungjawab kepada Presiden. Kewajiban BATAN adalah untuk membantu
dan mendukung Presiden dalam membuat peraturan dalam bidang nuklir, maupun
melakukan dan menerapkan pemanfaatan teknologi nuklir.
Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 197 tahun 1998,
kepala BATAN menerbitkan Surat Keputusan Kepala BATAN No.
329/KA/VIII/2000 tentang deskripsi tugas tiap Unit Pekerjaan di lingkungan
Badan Tenaga Nuklir Nasional, yang mana PAIR berganti menjadi P3TIR (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi). Dalam Surat
Keputusan Kepala BATAN, P3TIR bekerja dibawah Deputi Bidang Penelitian
Dasar dan Terapan.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penerapan dan realisasi
mengenai fungsi dan kewajiban BATAN, Keputusan Kepala BATAN
No.166/KA/IV/2001 tentang susunan organisasi dan pekerjaan BATAN
dipertimbangkan kembali dengan penertiban Peraturan Kepala Badan Tenaga
Nuklir Nasional No.392/KA/XI/2005 tentang susunan organisasi dan pekerjaan
BATAN. Salah satu perubahan besar yang disebabkan oleh peraturan ini adalah
perubahan nama P3TIR menjadi PATIR (Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan
Radiasi). Kewajiban P3TIR yaitu mengembangkan dan mengimplementasikan
penelitian bidang teknologi isotop dan radiasi. Setelah menjadi PATIR, PATIR
bekerja untuk menjalankan aplikasi dan perkembangan bidang isotop dan radiasi.
Menurut Surat Keputusan Kepala BATAN No.392/KA/XI/2005, PATIR bekerja
dibawah Deputi Bidang Pendayagunaan Hasil Penelitian dan Pengembangan
Permasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir.
Dalam perkembangannya, Presiden menerbitkan peraturan baru tentang
susunan dan struktur organisasi BATAN yang tertulis dalam Keputusan Presiden
No. 46 tahun 2013. Dalam bab 86, struktur organisasi dari Deputi Bidang Sains dan
Teknologi Nuklir dinyatakan bahwa Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi
(PATIR) berubah nama kembali menjadi Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi
(PAIR).
6
2.2 Visi dan Misi BATAN
2.2.1 Visi
BATAN Unggul di Tingkat Regional, Berperan dalam Percepatan
Kesejahteraan Menuju Kemandirian Bangsa.
2.2.2 Misi
1. Melaksanakan penelitian, pengembangan dan penerapan energi nuklir, isotop
dan radiasi dalam mendukung program pembangunan nasional.
2. Mengkoordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN.
3. Memfasilitasi dan membina kegiatan instansi pemerintah dibidang penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.
4. Menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan administrasi umum dibidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
7
2.3.2 Fungsi
1. Mengkaji dan Menyusun kebijakan nasional di bidang penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.
2. Mengkoordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN.
3. Memasilitasi serta membina kegiatan instansi pemerintah di bidang penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.
4. Menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
5. Merumuskan kebijakan program Tenaga Atom Nasional dan melakukan
koordinasi terhadap departemen/lembaga/badan lain untuk menjamin
keserasian perkembangan tenaga atom nasional.
6. Membina dan melaksanakan penelitian dasar serta aplikasi teknik nuklir dan
eksplorasi bahan nuklir.
7. Melaksanakan pengaturan dan pengawasan di bidang tenaga atom.
8. Melaksanakan pendidikan dan latihan dalam bidang nuklir.
8
Pusat Pendayagunaan Informatika dan Kawasan Stategis Nuklir. Struktur
organisasi BATAN dapat dilihat pada gambar 1.
9
aplikasi isotop dan radiasi berdasarkan kebijakan yang diambil oleh Dirjen
BATAN.
PAIR adalah satu unit eselon II dibawah Deputi Bidang Pendayagunaan
Hasil Litbang dan Pemasyarakatan Iptek Nuklir. Badan ini dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden No. 178 Tahun 2000 yang dituangkan dalam Keputusan
Kepala BATAN No. 74/KA/IV/1999, No. 75/KA/IV/1999 dan No.
396/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Iradiasi, Elektromekanik
dan Instrumentasi. Selanjutnya Keputusan No. 166/KA/IV/2001 dan No.
392/KA/XI/2005 yaitu tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Tenaga Nuklir
Nasional serta No. 077/KA/II/2003 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di
Lingkungan BATAN.
10
4. Menerapkan sistem mutu dalam manajemen litbang untuk mewujudkan budaya
keselamatan yang tinggi pada setiap aspek kegiatan serta meningkatkan
transparansi dalam pengelolaan administrasi menuju ke arah diversifikasi
sumber pembiayaan penelitian.
11
c. Melaksanakan pengembangan dan aplikasi isotop dan radiasi di bidang
pertanian.
d. Melaksanakan pengendalian keselamatan kerja dan pengelolaan limbah.
e. Melaksanakan urusan tata usaha.
f. Melaksanakan pengamanan nuklir kawasan.
12
Gambar 2. Struktur Organisasi PAIR (BATAN, 2008)
13
Tabel 1. Klasifikasi Sumber Daya Manusia di PAIR BATAN (BATAN, 2008)
14
kehidupan dan kegiatan usaha yang produktif. Hasil litbang PAIR yang siap
didiseminasikan akan diimplementasikan oleh Pusat Diseminasi Iptek Nuklir
(PDIN) bekerjasama dengan PAIR.
c. Program Penguatan Kelembagaan Program sistem manajemen mutu,
profesionalisme dan keselamatan dilaksanakan dalam rangka mendukung
keberhasilan program litbang. Secara lebih terperinci program kegiatan PAIR-
BATAN terdiri dari:
(i) Rencana strategi PAIR 2005-2009
(ii) Kegiatan penelitian dan pengembangan 2007
Selain itu, PAIR juga melakukan kegiatan:
a. Laboratorium Pengujian yang telah terakreditasi, yaitu Komisi Akreditasi
Nasional (KAN) dan Komisi Nasional Akreditasi Pranata Penelitian (KNAPP)
b. Program Kerjasama Dalam Negeri
c. Program Kerjasama Luar Negeri
15
b. Kerjasama Luar Negeri meliputi kerjasama dengan 22 institusi Luar Negeri dan
IAEA.
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
17
fisik dan mekaniknya tinggi. Meskipun selulosa bakterial mempunyai struktur
kimia yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan, selulosa bakterial
tersusun oleh serat selulosa yang lebih baik yang dihasilkan oleh bakteri.
(Puspitasari, 2006).
3.2 Akrilamida
Akrilamida adalah bahan organik yang memiliki satu ikatan rangkap dengan
rumus kimia C3 H5 NO . Akrilamida merupakan salah satu monomer hidrofilik yang
digunakan sebagai bahan baku pembuatan poliakrilamida, berwarna putih, tidak
berbau, berbentuk kristal padat yang sangat mudah larut dalam air, metanol, etanol,
etil asetat, eter, aseton, sedikit larut dalam kloroform dan mudah bereaksi pada
gugus amida atau ikatan rangkapnya. Polimerisasi mudah terjadi pada titik leburnya
atau di bawah sinar ultraviolet. Akrilamida dalam larutan bersifat stabil pada suhu
kamar dan tidak berpolimerisasi secara spontan (Harahap, 2006). Akrilamida tidak
kompatibel dalam suasana asam, basa, oksidator, dan besi. Pada kondisi normal,
akrilamida terdekomposisi menjadi amonia tanpa pemanasan atau menjadi karbon
dioksida, karbon monoksida, dan oksida nitrogen dengan pemanasan (Rinawita,
2011).
Struktur kimia akrilamida yaitu:
18
3.2.1 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Akrilamida
1. Sifat – Sifat Fisis :
a. Rumus Kimia : C3 H5 NO
b. Berat Molekul : 71,8 g/gmol
c. Kenampakan : kristal putih
d. Titik didih (25 mmHg); 125 C
e. Titik lebur : 84,5 C
f. Densitas (30 C) : 1,122 g/gmol
g. Tekanan uap (25 C) : 0,007 mmHg
h. Sistem kristal : monoklinik atau triklinik
2. Data Termodinamika :
a. Panas Pelarutan : 1,099 kkal/mol
b. Panas Polimerisasi : 19,8 kkal/mol
c. Panas Peleburan : 59,21 kkal/mol
3.2.3 Poliakrilamida
Poliakrilamida merupakan polimer dari akrilamida.Akrilamida
(CH2=CHCONH2) adalah senyawa kimia berwarna putih, tidak berbau, berbentuk
19
kristal padat yang sangat mudah larut dalam air dan mudah bereaksi melalui reaksi
amida atau ikatan rangkapnya. Monomernya cepat berpolimerisasi pada titik
leburnya atau di bawah sinar ultraviolet. Akrilamida dalam larutan bersifat stabil
pada suhu kamar dan tidak berpolimerisasi secara spontan (Harahap, 2006).
Akrilamida (AAM) adalah salah satu jenis monomer hidrofilik yang
merupakan bahan baku paling populer untuk pembuatan polimer poliakrilamida
(PAAM) yang digunakan sebagai media penunjang dalam elektroforesis
(Raymond, 1959). Sesuai dengan kemajuan dalam pengembangan di bidang
penelitian dan teknologi, maka pada beberapa tahun belakangan ini penelitian yang
berkaitan dengan polimer PAAM sedang dikembangkan secara intensif sebagai
bahan dasar (base material) untuk bahan biomaterial baru antara lain sebagai
hidrogel PAAM digunakan di bidang kosmetik sebagai pengganti silikon dalam
bedah plastik. Hal ini dikarenakan hidrogel PAAM mempunyai sifat
biokompatibel dengan tubuh tidak menyebabkan sensititasi pada kulit, tidak
pirogen, dan tidak menyebabkan hidrolisis protein. Selain itu, hidrogel PAAM
digunakan sebagai bahan penyerap (absorbent) dalam personal care misalnya,
sebagai absorben dalam popok bayi, pembalut wanita dan pembalut luka. Namun
demikian, hidrogel PAAM mempunyai kelemahan antara lain kemampuannya
dalam menyerap air (swelling) terbatas dan merupakan homopolimer dengan sifat
fisik yang relatif rendah, sehingga pengembangan untuk aplikasinya juga terbatas
(Erizal dan Rahayu, 2009).
Untuk menaikkan sifat swellingnya perlu ditambahkan suatu zat lain
misalnya polimer yang juga bersifat menyerap air. Pada umumnya penambahan
polimer lain yang kompatibel pada suatu jenis homopolimer akan menaikkan sifat
fisiknya yang dapat dimodifikasi dengan cara reaksi kimia maupun radiasi (Erizal
et al., 2007).
Akrilamida merupakan monomer yang mempunyai ikatan rangkap dua
dalam struktur molekulnya yang peka terhadap paparan radiasi membentuk radikal
bebas, pada akhir proses reaksi radikal bebas membentuk hidrogel dengan jaringan
ikatan silang IPN (interpenetrating network) yang memungkinkan masuknya zat
organik atau anorganik ke dalamnya (Erizal dan Rahayu, 2009).
Berikut merupakan struktur poliakrilamida:
20
Gambar 5. Struktur Poliakrilamida (Erizal dan Rahayu, 2009)
21
3.3.1 Kegunaan Asam Akrilat
Asam akrilat digunakan sebagai bahan baku untuk ester akrilik - akrilat
metil, etil akrilat, butil akrilat dan akrilat 2-ethylhexyl yang pada awalnya
digunakan untuk memproduksi resin akrilik berbasis pelarut akan tetapi kepedulian
terhadap lingkungan menyebabkan perkembangan akrilik berbasis air. Kegunaan
akrilik berbasis air terutama dalam industri dekoratif, batu dan coating serta
kegunaan lainnya seperti perekat, pelapis kertas dan kulit, pemoles, dan coating
tablet.
Penggunaan asam akrilat yang utama lainnya yaitu dalam pembuatan
poliakrilat yang digunakan sebagai pengental, dispersan dan pengontrol reologi.
Asam akrilat juga digunakan sebagai komonomer dengan akrilamida dalam
poliakrilamida anionik dan menghasilkan hidroksiakrilat yang digunakan dalam
formulasi industri coating.
22
terlihat lagi, terutama untuk kopolimer acak dan beraturan, tetapi pada kopolimer
blok atau grafting masih terlihat (Mostafa, 1995 dalam Tedi K, 2010).
Kopolimerisasi grafting terdiri dari rantai utama dan rantai cabang yang
merupakan rantai baru dari hasil grafting. Struktur kopolimer grafting digambarkan
sebagai berikut:
Rantai A adalah polimer utama yang merupakan kerangka dasar dan rantai B adalah
cabang yang merupakan pengulangan monomer (Bilmeyer, 1994 dalam Kurniadi,
2010). Metode yang paling banyak digunakan untuk menghasilkan kopolimer
grafting, yang didasarkan pada pengaktifan rantai polimer (nA) yang selanjutnya
digunakan untuk menginisiasi polimerisasi monomer B yang akan membentuk
grafting pada nA. Pengaktifan adalah pembentukan pusat-pusat aktif pada rantai
utama yang dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya cara radiasi,
menggunakan sinar ultraviolet, atau cara kimia menggunakan zat inisiator.
Kebanyakan kopolimer grafting dibuat dengan cara polimerisasi radikal, reaksi
diaktifkan dengan cara pemindahan rantai pada polimer. Metode kopolimer
grafting dengan cara kimia menggunakan zat inisiator yang telah dikembangkan
meliputi metode simultan, tidak simultan dengan bantuan sinar ultraviolet serta
pada kondisi bebas oksigen (Grosh, 1995 dalam Tedi K, 2010). Metode
kopolimerisasi grafting dengan cara kimia dapat dibagi menjadi: (1) grafting yang
dilakukan dengan memasukan polimer ke dalam larutan campuran monomer dan
inisiator (metode simultan); (2) grafting monomer pada polimer yang telah
diinisiasi oleh inisiator (metode tidak simultan/pra inisiasi); (3) grafting
monomer pada polimer yang telah diinisiasi oleh inisiator tanpa oksigen (metode
tidak simultan tanpa oksigen/ pra-inisiasi tanpa oksigen).
23
3.4.1 Metode Simultan
Metode Simultan terjadi dengan memasukkan polimer ke dalam larutan
campuran monomer dan inisiator , biasanya polimer sebelum dimasukkan dalam
larutan campuran tersebut dibuat menggelembung terlebih dahulu. Tujuannya
supaya kerangka polimer mempunyai daya serap besar terhadap monomer dan
inisiator. Keadaan tersebut akan meningkatkan persentase grafting dan seringkali
kopolimerisasi grafting dilakukan dengan bantuk iradiasi sinar gamma untuk
membantu pembentukan radikal bebas oleh inisiator.
Keberhasilan grafting metode simultan dibatasi oleh banyaknya radikal
yang terbentuk pada kerangka polimer substrat. Agar tidak terbentuk homopolimer
berlebih, maka banyaknya radikal pada polimer substrat harus lebih besar daripada
banyaknya radikal monomer (Kurniadi, 2010).
3.5 Radiasi
Menurut Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN, 2008), radiasi adalah
energi yang dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel.
Keberadaan radiasi tidak dapat dilihat, tidak dapat tercium karena tidak berbau,
tidak dapat didengar dan tidak dapat dirasa tetapi hanya dapat dideteksi dengan alat
detektor radiasi. Radiasi dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Berdasarkan tingkat energi yang dimiliki, radiasi dapat dibedakan atas radiasi
non pengion dan pengion. Radiasi non pengion yang berupa gelombang
elektromagnetik adalah radiasi dengan energi yang tidak cukup untuk
menyebabkan terjadinya ionisasi pada materi yang melintasinya, seperti radiasi
termal, cahaya tampak, infra merah, gelombang mikro. Sedangkan radiasi
pengion merupakan radiasi dengan energi besar sehingga mampu melakukan
ionisasi atau eksitasi pada materi yang dilintasinya. Contohnya adalah sinar
gamma, alfa dan beta.
2. Berdasarkan sumbernya, radiasi dapat dibedakan atas radiasi alam atau latar
yang telah ada di alam sejak pembentukannya. Contoh, radiasi kosmik yang
berasal dari benda langit di dalam dan luar tata surya, radiasi terrestrial yang
berasal dari kerak bumi dan radiasi internal yang berasal dari sejumlah
radionuklida yang ada di dalam tubuh manusia serta sinar gamma hasil
24
peluruhan atau ledakan supernova. Sedangkan macam radiasi yang lainnya
adalah radiasi buatan yang sumbernya dibuat oleh manusia dengan sengaja.
Seperti pembuatan sinar X oleh Wilhelm Conrad Roentgen pada tahun 1895
(Zubaidah et al., 2012).
25
yaitu proses pemutusan rantai polimer sehingga diperoleh rantai yang lebih pendek
dan proses pencangkokan dengan menambahkan gugus fungsi aktif pada rantai
panjang polimer. Keunggulan dari pemakaian teknik iradiasi untuk memodifikasi
suatu bahan yaitu hasil prosesnya bersih karena tidak mengandungresidu dari bahan
kimia misalnya katalisator, prosesnya mudah karena dilakukan pada suhu kamar
dan mudah dikontrol, serta efisien karena mempunyai kedapatan yang relatif tinggi
(Maha, 1985 dalam Nurfilah, 2013).
26
c. Dosis setara atau dosis ekivalen (eqivalent dose), yaitu menyatakan jumlah
energi radiasi yang diserap oleh satuan massa atau berat bahan atau medium
yang dilaluinya dan sekaligus dikaitkan dengan efek biologisnya.
Satuan yang lazim dipakai adalah rem (rontgen equivalent
man), atau dalam SI digunakan satuan Sievert (Sv).
1 Sv = 1 joule/kg = 100 rem (Arnikar, 1996 dalam Nurfilah, 2013).
27
al., 2012 dan Handayani et al., 2012 dalam Meilia P, 2016). Skema alat iradiator
gamma dapat dilihat seperti pada Gambar 7.
28
6. Sumber radiasi dimasukan ke dalam rak sumber (ada 2 buah) dipasang sejajar,
diangkat dari kolam penyimpan sumber saat operasional dan dimasukan ke
kolam penyimpan sumber saat tidak dimanfaatkan atau tidak operasional.
29
3. Radiasi tidak selektif (proses degradasi atau ikat silang pada polimer terjadi
pada semua permukaan yang terpapar radiasi).
4. Keamanan harus sangat diperhatikan.
3.6 Hidrogel
Hidrogel adalah salah satu jenis makromolekul polimer hidrofilik yang
berbentuk jaringan berikatan silang, mempunyai kemampuan mengembang dalam
air (swelling) serta mempunyai daya diffusi air yang tinggi. Hidrogel ini memiliki
sifat dasar dapat menyerap air lebih dari 15 kali berat keringnya sendiri, bisa
menggembung (swelling) karena meningkatnya entropi jaringan polimer dan air
yang telah diserap sukar untuk lepas dan hidrogel tersebut tidak larut oleh solvasi
molekul-molekul air melalui ikatan hidrogen karena adanya gugus ionik alami dan
struktur saling bersambungan (interconnected) (Anah et al, 2010 dalam Erva N,
2013).
Faktor yang mempengaruhi penyerapan air adalah tekanan osmotik, yang
berdasarkan pada ion penukar yang dapat berpindah dan afinitas antara polimer
elektrolit dan air. Faktor yang menahan tenaga penyerapan sebagai lawannya
adalah adanya elastisitas gel hasil dari struktur jaringannya. Karena
karakteristiknya yang unggul maka hidrogel di pakai secara luas dibidang
agrikultur, holtikultur, sanitary dan medis. Kemampuan gel yang membengkak dan
melepaskan air ke sekelilingnya secara terkendali telah menjadikan material
hidrogel di pakai untuk produk-produk pengendali kelembaban, keperluan farmasi
dan sebagai pengkondisi tanah. Karakteristik lain dari hidrogel adalah sifat seperti
karet alam yang dapat digunakan untuk mengendalikan konsistensi produk dalam
bidang kosmetik, dan di pakai untuk memberi sifat-sifat yang berdampak segel
untuk produk–produk yang kontak dengan air atau larutan encer, seperti kawat dan
kabel bawah tanah. Jadi kapasitas penyerapan air atau water absorption capacity
(WAC) adalah karakteristik utama untuk hidrogel (Anah et al, 2010 dalam Nurfilah,
2013).
Kelemahan utama dari hidrogel ini berbentuk homopolimer yang
mempunyai sifat mekanik relatif rendah dan mudah rapuh sehingga
pengembangannya untuk aplikasi menjadi sangat terbatas. Kelebihan dari hidrogel
30
ini adalah harganya yang ekonomis dan mudah untuk dibuat serta bahan-bahannya
yang mudah di dapat. Contoh hidrogel dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
31
3.7.1 Gerak Molekul pada Infra Red (IR)
Menurut Taufiq (2007) menjelaskan bahwasannya setiap senyawa pada
keadaan tertentu mempunyai tiga macam gerak, yaitu gerak translasi (perpindahan
dari satu titik ke titik lain), gerak rotasi (berputar pada porosnya) dan gerak vibrasi
(bergetar pada tempatnya). Selain gerak, setiap molekul juga memiliki harga energi
tertentu. Bila suatu senyawa menyerap energi dari sinar Infra Merah, maka
tingkatan energi di dalam molekul itu akan tereksitasi ketingkatan energi yang lebih
tinggi. Sesuai dengan tingkatan energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada
molekul itu adalah perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi
rotasi. Berikut beberapa penjelasan yang paling umum mengenai macammacam
vibarasi, yaitu:
1. Vibrasi Regangan (Streching)
Vibrasi ini, atom bergerak terus sepanjang ikatan yang menghubungkannya
sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya, walaupun sudut ikatan
tidak berubah. Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu:
a. Regangan Simetri, yaitu unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam
satu bidang datar.
b. Regangan Asimetri, yaitu unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah
tetapi masih dalam satu bidang datar.
32
mempengaruhi osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi
bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
a. Vibrasi Goyangan (Rocking), yakni unit struktur bergerak mengayun
asimetri tetapi masih dalam bidang datar.
b. Vibrasi Guntingan (Scissoring), yakni unit struktur bergerak mengayun
simetri dan masih dalam bidang datar.
c. Vibrasi Kibasan (Wagging), yakni unit struktur bergerak mengibas keluar
dari bidang datar.
d. Vibrasi Pelintiran (Twisting), yakni unit struktur berputar mengelilingi
ikatan yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam
bidang datar.
33
Menurut Giwangkara (2007), menjelaskan bahwa vibrasi yang digunakan
untuk identifikasi adalah vibrasi bengkokan, khususnya berguna untuk identifikasi
gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi
regangan, sedangkan daerah antara 2000-400 cm-1 seringkali sangat rumit, karena
vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan absobrsi pada daerah tersebut.
Daerah 2000-400 cm-1 setiap senyawa organik mempunyai absorbsi yang unik,
sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint
region). Meskipun pada daerah 2000-400 cm-1 menunjukkan absorbsi yang sama,
pada daerah 2000-400 cm-1 juga harus menunjukkan pola yang sama sehingga dapat
disimpulkan bahwa dua senyawa adalah sama.
34
Tabel 2. Informasi Gugus Fungsional pada FTIR (Sari, 2016)
35
karena vibrasi ulur dari O-H atau N-H. ikatan hidrogen menyebabkan puncak
melebar dan terjadi pergeseran kearah bilangan gelombang yang lebih pendek.
Sedangkan vibrasi C-H alifatik timbul pada 3000-2850 cm-1. Perubahan struktur
dari ikatan C-H akan menyebabkan puncak bergeser kearah yang maksimum.
Ikatan C=H timbul pada 3300 cm-1. Hidrogen pada gugus karbonil aldehid
memberikan puncak pada 2745-2710 cm-1. Puncak vibrasi ulur CH dapat
didefinisikan dengan mengamati atom H oleh deuterium.
b. Daerah Ikatan Rangkap Tiga (2700-1850 cm-1) Gugus-gugus yang
mengabsorpsi terbatas, seperti untuk vibrasi ulur ikatan rangkap terjadi pada
daerah 2250-2225 cm-1 (Misal, untuk – C=N pada 2120 cm-1, -C=N- pada 2260
cm-1). Puncak untuk SH adalah pada 2600-2550 cm-1 untuk pH pada 2240-2350
cm-1 dan SiH pada 2260- 2090 cm-1.
c. Daerah Ikatan Rangkap Dua (1950-1550 cm-1) Vibrasi ulur dari gugus karbonil
dapat dikarakteristikkan seperti, aldehid, asam, aminola, karbonat dan
semuanya mempunyai puncak pada 1700 cm-1. Ester, halida-halida asam,
anhidrida-anhidrida asam, mengabsorpsi pada 1770-1725 cm-1. Konjugasi
menyebabkan puncak absorpsi menjadi lebih rendah sampai 1700 cm-1. Puncak
yang disebabkan oleh vibrasi ulur dari –C=C- dan C=N terletak pada 1690-
1600 cm-1, berguna untuk identifikasi olefin. Cincin aromatik menunjukkan
puncak dalam daerah 1650-1450 cm-1, yang dengan derajat substitusi rendah
(low degree of substitution) menunjukkan puncak pada 1600, 1580, 1500 dan
1450 𝑐𝑚−1.
d. Daerah Sidik Jari (1500-1700 cm-1) Daerah dimana sedikit saja perbedaan
dalam struktur dan susunan molekul, akan menyebabkan distribusi puncak
absorpsi berubah. Daerah ini, untuk memastikan suatu senyawa organik adalah
dengan cara membandingkan dengan perbandingannya. Pita absorpsi
disebabkan karena bermacam-macam interaksi, sehingga tidak mungkin dapat
menginterpretasikan dengan tepat.
36
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah larutan monomer
akrilamida 30%, larutan monomer asam akrilat 30%, sampel bubur selulosa
bakterial/mikrobial dari nata de coco, akuades dan akuatrides.
37
4.3.2 Pembuatan Larutan Monomer
a. Larutan Monomer Asam Akrilat
Larutan monomer asam akrilat dengan konsentrasi 30% dibuat dengan
cara monomer asam akrilat pekat ditimbang dalam gelas beker dengan berat
tertentu. Kemudian dilarutkan ke dalam pelarut trides yang ditimbang dengan
bobot tertentu sesuai dengan yang diperlukan untuk penelitian.
b. Larutan Monomer Akrilamida
Larutan monomer akrilamida dengan konsentrasi 30% dibuat dengan
cara serbuk monomer akrilamida ditimbang dalam gelas beker dengan berat
tertentu. Kemudian dilarutkan ke dalam pelarut trides yang ditimbang dengan
bobot tertentu sesuai dengan yang diperlukan untuk penelitian.
38
mendapatkan bobot tetap. Sampel hasil iradiasi yang telah diamati kemudian
dipindahkan ke dalam wadah kassa stainless yang telah konstan bobotnya,
kemudian ditimbang dan dicatat hasilnya. Wadah kassa stainless yang berisi sampel
kemudian dioven selama ±24 jam hingga mencapai bobot tetap pada suhu 50 C
(W0). Selanjutnya wadah kassa stainless berisi sampel dibersihkan dengan cara
direndam di dalam gelas beker berisi akuades, lalu dioven selama 24 jam pada suhu
80 C. Setelah dioven, sampel dibersihkan dengan air panas 2-3 kali dengan cara
dikocok-kocok di dalam air panas. Kemudian sampel dioven kering hingga
mendapatkan bobot tetap (W1). Setelah itu dihitung persen fraksi gel yang
terbentuk, dengan rumus:
𝑊1
% 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑙 = × 100%
𝑊0
39
BAB V
0:100 - - - - -
Ket: (-) tidak terbentuk gel; (+) gel lembek; (++) gel lembek lengket; (+++) gel
keras sebagian; (++++) gel keras; (++++*) gel keras lengket
40
Tabel 3 menunjukkan data hasil pengamatan visual hasil iradiasi sinar
berupa tekstur gel selulosa bakterial-co-poli(akrilat) dengan dosis iradiasi yang
bervariasi, yaitu 25; 50; 75; 100; dan 150 kGy. Data pada tabel 3, tekstur hidrogel
rasio AA:SB (0:100) pada variasi dosis tersebut tidak terbentuk gel karena selulosa
bakterial terdegradasi ketika diiradiasi. Hidrogel rasio 20:80 pada variasi dosis 25
dan 50 kGy tekstur gelnya lembek karena sudah berikatan silang dengan monomer
asam akrilatnya, namun belum terikat sempurna karena dosis yang digunakan
rendah dan rasio SBnya lebih banyak dibandingkan AAnya. Sedangkan pada
variasi dosis 75; 100; dan 150 kGy tekstur gelnya sudah mengeras sebagian.
Menurut Tedi K (2010), terbentuknya radikal bebas pada iradiasi karena asam
akrilat memiliki ikatan rangkap yang sangat memungkinkan terjadinya
kopolimerisasi. Asam akrilat memiliki gugus vinil, dimana radikal bebas yang
terbentuk dari pemutusan ikatan karbon. Begitu pula pada hidrogel rasio 40:60
hampir sama dengan rasio 20:80 hanya saja pada dosis 75 kGy gel mengeras
sempurna tetapi ketika dosis 100 dan 150 kGy gelnya hanya mengeras sebagian.
Hidrogel rasio 60:40; 80:20; dan 100:0 pada dosis 25 dan 50 kGy tekstur gelnya
masih lembek namun lengket. Sedangkan pada dosis 75; 100; dan 150 kGy tekstur
gelnya sudah mengeras sempurna, kecuali pada rasio 60:40 pada dosis 100 dan 150
kGy tekstur gelnya hanya mengeras sebagian.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin besar dosis iradiasi yang digunakan
tekstur hidrogel yang terbentuk semakin bagus, yaitu gel keras sempurna. Tetapi
tetap memperhatikan rasio yang digunakan. Hipotesis penelitian ini adalah mencari
dosis yang paling rendah. Tetapi pada dosis rendah hidrogel belum terbentuk
sempurna. Jadi, hidrogel selulosa bakterial-co-poliakrilat paling optimum dari hasil
pengamatan visual adalah pada rasio AA:SB (40:60) dengan dosis iradiasi 75 kGy.
Namun untuk memastikan yang paling optimum dengan pengujian fraksi gel.
Sedangkan hasil pengamatan visual tekstur gel selulosa bakterial-co-poliakrilamida
dapat dilihat pada tabel 4.
41
Tabel 4. Pengaruh dosis iradiasi terhadap tekstur gel selulosa bakterial-co-
poliakrilamida yang dihasilkan pada berbagai rasio akrilamida (AAM)
dari selulosa bakterial (SB)
0:100 - - - - -
Ket: (-) tidak terbentuk gel; (+) gel lembek; (++) gel lembek lengket; (+++) gel
keras sebagian; (++++) gel keras; (++++*) gel keras lengket
42
iradiasi ini yang paling optimum antara dosis 25 kGy dan 50 kGy dengan rasio
antara 20:80 dan 40:60.
500.00%
450.00%
400.00%
150 kGy
% Fraksi Gel
350.00%
300.00% 100 kGy
250.00% 75 kGy
200.00%
50 kGy
150.00%
100.00% 25 kGy
50.00%
0.00%
20:80 40:60 60:40 80:20 100:0
AA:SB
Gambar 11. Grafik Pengaruh Dosis Radiasi terhadap Fraksi Gel yang Dihasilkan
pada Berbagai Rasio Asam Akrilat (AA) : Selulosa Bakterial (SB)
43
Gambar 11 menunjukkan grafik pengaruh dosis radiasi terhadap fraksi gel yang
dihasilkan pada berbagai rasio AA dan SB. Semakin besar rasio AA dibandingkan
rasio SBnya maka persentase fraksi gel yang terbentuk semakin besar. Semakin
besar dosis radiasi maka semakin besar pula persentase fraksi gelnya (gambar 11).
Hal ini terlihat pada grafik yang semakin naik, meskipun kenaikannya tidak terlalu
jauh. Hal ini dikarenakan kecenderungan persentase fraksi gelnya tidak jauh
berbeda karena hanya berbeda 1-2% saja. Dari data dan grafik yang diperoleh,
didapatkan hasil fraksi gel yang paling optimum yaitu pada dosis 75 kGy dengan
rasio AA:SB adalah 40:60 sebesar 94,27%. Hasil persentase fraksi gel ini tidak
seluruhnya naik. Hal ini dikarenakan adanya sedikit hidrogel yang keluar dari
plastik seal setelah diiradiasi. Kondisi optimum fraksi gel hidrogel selulosa
bakterial-co-poliakrilat tidak mencapai 100%, ini dikarenakan kemungkinan tidak
semua monomer dapat mengikat silang selulosa bakterial dan selulosa bakterial
terdegradasi ketika diiradiasi. Hasil ini didukung dari karakteristik visual hasil
iradiasinya.
Sedangkan grafik pengaruh dosis radiasi terhadap fraksi gel yang dihasilkan
pada berbagai rasio akrilamida (AAM) dan selulosa bakterial (SB) dapat dilihat
pada gambar 12.
500.00%
450.00%
400.00%
350.00%
% Fraksi Gel
Gambar 12. Grafik Pengaruh Dosis Iradiasi terhadap Fraksi Gel yang
Dihasilkan pada Berbagai Rasio Akrilamida (AAM) : Selulosa
Bakterial (SB)
44
Gambar 12 menunjukkan grafik pengaruh dosis iradiasi terhadap fraksi gel
yang dihasilkan pada berbagai rasio AAM:SB bahwa ada kenaikan persentase
fraksi gel yang terbentuk. Semakin besar rasio AAM dibandingkan SBnya maka
persentase fraksi gel yang terbentuk semakin besar. Begitu pula semakin besar dosis
radiasinya maka semakin besar persentase fraksi gel yang terbentuk (Gambar 12).
Dari data dan grafik yang diperoleh, didapatkan fraksi gel selulosa bakterial-co-
poliakrilamida yang optimum adalah pada dosis iradiasi 50 kGy dengan rasio 20:80
sebesar 90,04%. Meskipun semakin besar dosis radiasi dan rasio AAMnya, tidak
dapat menjadi alasan hasil fraksi gel yang optimum. Hal ini didukung dari hasil
karakteristik visual hasil iradiasi bahwa pada dosis rendah saja sudah terjadi ikatan
silang dan diperkuat dari hasil persentase fraksi gel yang tinggi. Pada kondisi
optimum, fraksi gel hidrogel selulosa bakterial-co-poliakrilamida tidak mencapai
100%, dikarenakan kemungkinan tidak semua monomer dapat mengikat silang
selulosa bakterial dan selulosa bakterial terdegradasi ketika diiradiasi. Hasil fraksi
gel optimum selulosa bakterial-co-poliakrilamida dengan dosis 50 kGy dapat
dilihat pada gambar 13.
45
5.3 Karakteristik Gugus Fungsional dengan FTIR
Analisa ini bertujuan untuk menentukan gugus fungsi komponen pada
selulosa bakterial, poli akrilat, poli akrilamida, kopolimer selulosa bakterial-co-
poliakrilat, dan kopolimer selulosa bakterial-co-poliakrilamida. Hasil analisis FTIR
kopolimer selulosa bakterial-co-poliakrilat terdapat pada gambar 14.
P.Akrilat : SB 40 : 60 75 kGY
SB
P.Akrilat
%T
4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
AAM(10kGy )-4 1/cm
46
yaitu pada rentang panjang gelombang 1600-1850 cm-1, puncak spektrum tersebut
berada pada panjang gelombang 1700 cm-1 yang merupakan gugus C=O amida.
Peak hitam kedua dengan rentang panjang gelombang 2400-3400 cm-1, puncak
spektrum tersebut berada pada panjang gelombang 3000 cm-1 yang merupakan
gugus O-H asam karboksilat. Peak hitam ketiga dengan rentang panjang gelombang
3500-3900 cm-1, puncak spektrum tersebut berada pada panjang gelombang 3500
cm-1 yang merupakan gugus N-H.
Spektrum inframerah ketiga yaitu spektrum berwarna hijau yang merupakan
spektrum dari poliakrilat. Peak hijau pertama yaitu pada rentang panjang
gelombang 1600-1700 cm-1, puncak spektrum tersebut berada pada panjang
gelombang 1650 cm-1 yang merupakan gugus C=O amida. Peak hijau kedua yaitu
pada rentang panjang gelombang 2800-3100, cm-1, puncak spektrum tersebut
berada pada panjang gelombang 3000 cm-1 yang merupakan gugus O-H asam
karboksilat. Peak hijau ketiga dengan rentang panjang gelombang 3400-3600 cm-1,
puncak spektrum tersebut berada pada panjang gelombang 3450 cm-1 yaitu gugus
N-H. Standar spektrum asam akrilat dapat dilihat pada gambar 15.
47
panjang gelombang 3100 cm-1 yang merupakan gugus O-H asam karboksilat. Hasil
spektrum inframerah standar poliakrilat terdapat gugus C=O amida serta gugus O-
H asam karboksilat (Salim, 2009).
Berdasarkan hasil pembacaan dengan spektroskopi inframerah dan
dibandingkan standar untuk spektrum hijau yaitu poliakrilat dengan standar
poliakrilat bahwa terdapat kesamaan gugus fungsi yang dimiliki yaitu gugus C=O
amida dan O-H asam karboksilat. Hal ini dapat dilihat dari spektrum spesifik pada
O-H asam karboksilat yaitu puncak spektrum yang tajam dan melebar. Namun garis
spektrum yang terbentuk dari hasil percobaan tidak terlihat signifikan sehingga sulit
untuk dibandingkan dengan standar dan hanya bisa dilihat dari panjang gelombang
spesifik. Faktor yang mempengaruhi hasil spektrum inframerah yaitu penyebaran
sampel didalam plat KBr. Sampel yang digunakan berbentuk seperti film dimana
sampel berbentuk film ini pendistribusian dalam plat KBr tidak merata sempurna
atau terdapat ketidakseimbangan ketebalan yang dibentuk pada plat KBr (Sari,
2016). Hasil analisis FTIR kopolimer selulosa bakterial-co-poliakrilamida terdapat
pada gambar 16.
P.Akrilamida:SB 20:80 50 kGy
SB
P.Akrilamida
%T
4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
Akrilamida 50 kGy 2 1/cm
48
spektrum selulosa bakterial, spektrum yang berwarna hijau spektrum
poliakrilamida dan spektrum berwarna hitam menunjukan spektrum selulosa
bakterial-co-poliakrilamida. Spektrum FTIR selulosa bakterial-co-poliakrilamida
terdapat peak pada rentang panjang gelombang 1650-1950 cm-1, puncak spektrum
tersebut pada panjang gelombang 1700 cm-1 yang merupakan gugus C=O amida.
Peak kedua pada rentang panjang gelombang 3300-3650 cm-1, puncak spektrum
tersebut pada panjang gelombang 3500 cm-1 yang merupakan gugus N-H. Spektrum
merah gambar 16 menunjukan hasil analisis gugus fungsi yang sama seperti pada
penjelasan gambar 15.
Spektrum kedua berwarna hijau, peak pertama poliakrilamida yaitu pada
rentang panjang gelombang 1700-1900 cm-1, puncak spektrum tersebut pada
panjang gelombang 1680 cm-1 yang merupakan gugus C=O amida. Peak kedua
pada rentang panjang gelombang 2050-2400 cm-1, puncak spektrum tersebut pada
panjang gelombang 2100 cm-1 yang merupakan gugus fungsi CC. Peak ketiga
pada rentang panjang gelombang 2650-3600 cm-1, puncak spektrum tersebut pada
panjang gelombang 3500 cm-1 yang merupakan gugus N-H. Hasil analisis standar
spektrum poliakrilat terdapat pada gambar 17.
49
panjang gelombang 1600-1900 cm-1, puncak spektrum tersebut pada panjang
gelombang 1680 cm-1 yang merupakan gugus fungsi C=O amida. Peak kedua pada
rentang panjang gelombang 2600-2750 cm-1, puncak spektrum tersebut pada
panjang gelombang 2700 cm-1 merupakan gugus C-H sp3. Peak ketiga pada rentang
panjang gelombang 2750-3500 cm-1, puncak spektrum tersebut pada panjang
gelombang 3400 cm-1 yang merupakan gugus N-H (Salim, 2009).
Berdasarkan hasil pembacaan dengan spektroskopi inframerah dan
dibandingkan standar untuk spektrum hijau yaitu larutan monomer poliakrilamida
dengan standar poliakrilamida bahwa terdapat gugus C=O amida, CC dan gugus
N-H. Hal ini dapat dilihat dari spektrum spesifik pada N-H yaitu puncak spektrum
yang tajam, melebar dan terdapat dua puncak serta ada pada panjang gelombang
3350-3500 cm-1. Sedangkan untuk spektrum standar selulosa bakterial terdapat
pada gambar 18.
50
spektrum tersebut pada panjang gelombang 3300 cm-1 yang merupakan gugus
fungsi O-H alkohol (Pardosi, 2008).
Berdasarkan hasil pembacaan dengan spektroskopi inframerah dan
dibandingkan standar untuk spektrum merah yaitu spektrum selulosa bakterial
bahwa terdapat gugus C=O amida, C-H sp3 dan O-H alkohol. Hal ini dapat dilihat
dari spektrum spesifik pada O-H yaitu puncak spektrum yang melebar serta ada
pada panjang gelombang 3200-3600 cm-1.
51
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Karakteristik visual tekstur hidrogel yang terbentuk dari hasil iradiasi sinar
hampir semuanya terbentuk gel. Hidrogel yang optimum yang keras dan tidak
lengket adalah hidrogel selulosa bakterial-co-poliakrilat hasil iradiasi dosis 75
kGy dan pada selulosa bakterial-co-poliakrilamida pada dosis iradiasi antara 25
kGy dan 50 kGy.
2. Fraksi gel pada selulosa bakterial-co-(poli)akrilat yang optimum adalah pada
dosis 75 kGy dengan rasio 40:60 (AA:SB) sebesar 94,27 %. Sedangkan fraksi
gel pada selulosa bakterial-co-(poli)akrilamida yang optimum adalah pada dosis
50 kGy dengan rasio 20:80 (AAM:SB) sebesar 90,04 %.
3. Gugus fungsi pada spektrum selulosa bakterial yaitu terdapat gugus C=O, gugus
O-H alkohol dan C-H sp3. Gugus fungsi pada spektrum poli akrilat yaitu
terdapat gugus C=O amida, gugus O-H asam karboksilat dan N-H. Gugus
fungsi pada spektrum campuran selulosa bakterial-co-poli(akrilat) yaitu C=O
amida dan gugus O-H asam karboksilat.
4. Gugus fungsi pada spektrum selulosa bakterial yaitu terdapat gugus C=O, gugus
O-H alkohol dan C-H sp3. Gugus fungsi pada spektrum poli akrilamida yaitu
terdapat gugus C=O amida, CC dan gugus N-H. gugus fungsi pada campuran
selulosa bakterial-co-poli(akrilamida) yaitu C=O amida dan N-H.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan penentuan uji swelling pada hidrogel
yang terbentuk untuk memperkuat hasil fraksi gel yang terbentuk dan kadar
penyerapan pada hidrogel.
2. Perlu ditindaklanjuti dan lebih ditekankan pada variasi dosis radiasi sinar dan
variasi rasio monomer yang digunakan.
52
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal. 2007. Selulosa Bakterial Nata De Coco Sebagai Adsorban Pada Proses
Adsorpsi Logam Cr(III). Jakarta: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri
Jakarta.
Budihardjo, S., Atmoko, D. F., Ramja, S., Sutomo, Suntoro, A., Pudjijanto, MS.,
dan Marnada, N. 2010. Disain Konsep Rancang Bangun Iradiator Gamma
(ISG-500) Untuk Pengawetan Hasil Pertanian. Proseding Pertemuan Ilmiah
Rekayasa Perangkat Nuklir. PRPN-BATAN.
Erizal dan Rahayu C. 2009. Hidrogel Peka Suhu Polivinil alkohol (PVA) -ko- N-
isopropil Akrilamida (NIPAAM) Hasil Iradiasi Sebagai Matriks Sistem
Pompa/Sistem On –Off. Jakarta: PAIR BATAN.
Gede, I.D., Yudha Pratama., Ida Ayu R.A.A., James Sibarani. 2011. Studi
Kopolimerisasi Grafting Asam Akrilat (AA) pada Polietilen (PE) dengan
Inisiator H2O2/Fe2+ Sebagai Penukar Kation. Bali: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Udayana.
Hakam, Adil., Azwan Mat Lazim., I. Irman Abdul Rahman. 2013. Bacterial
Cellulose Based Hydrogel (BC-g-AA) and Preliminary Result of Swelling
Behavior. Malaysia: UKM-MIMOS Laboratory School of Chemical
Science and Food Technology, National University of Malaysia.
Handayani, Dadang, P., Yessy, W., Tjahyono, dan Winda P. 2012. Kumpulan
Makalah: Patir (Pusat Aplikasi Teknologi dan Radiasi). Jakarta: BATAN.
53
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Pardosi, Demse. 2008. Pembuatan Material Selulosa Bakteri Dalam Medium Air
Kelapa Melalui Penambahan Sukrosa, Kitosan, dan Gliserol Menggunakan
Acetobacter Xylinum. Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara.
Pusat Diseminasi Iptek Nuklir. 2007. Aplikasi Teknik Nuklir dalam Pengawetan
Bahan Pangan. ATOMOS Media Informasi Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Nuklir. NO. ISSN 0215-0611.
Puspitasari, Tita. 2006. Pengaruh Radiasi Sinar terhadap Sifat Fisik, Mekanik,
dan Kimia Selulosa Mikrobial. Jakarta: Bidang Proses Radiasi PAIR-
BATAN
Rao, M. S., Chander, R., and Sharma, A. 2006. Radiation Processed Chitosan a
Potent Antioxidant. BARC Newsletter Issue. No. 273.
54
Suhartini, Meri. 2015. Pencangkokan Secara Radiasi Asam Akrilat pada Selulosa
dengan Keberadaan Metil Metakrilat. Jakarta: Pusat Aplikasi Isotop
Radiasi BATAN.
Sumar Hendana, dkk. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Tjahyono, Paulus, S., Rosmina, D. L. T., Marapendi, H., dan Natsir, M. 2012.
Implementasi GRP Pada Fasilitas Iradiasi Gamma Untuk Pemprosesan
Alat/Bahan Kesehatan dan Bahan Pangan Industri. Jurnal Kesehatan dan
Pangan Industri.
Zubaidah, A., Hidayati, S., Akhadi, M., Purba, M., Purwadi, D., Ariyanto, S.,
Winarno, H., Rismiyanto, Sofyatiningrum, E., Hendriyanto, H.,
Widyastono, H., Parmanto, E. M., dan Syahril. 2012. Buku Pintar Nuklir.
Pusat Diseminasi Iptek Nuklir, Pasar Jumat: Badan Tenaga Nuklir Nasional.
55
LAMPIRAN
Simplo AAM:SB 25
Simplo AA:SB 50
56
12 40:60 10,4447 10,6055 10,5794
Simplo AAM:SB 50
Simplo AAM:SB 75
Simplo AA:SB 75
57
28 60:40 10,1381 11,5669 11,5200
58
44 80:20 10,3317 11,7283 11,5639
Duplo AAM:SB 25
Triplo AAM:SB 25
59
10 100:0 10,2537 12,1646 11,8374
Duplo AAM:SB 50
Triplo AAM:SB 50
Duplo AA:SB 75
60
Triplo AA:SB 75
61
Lampiran 2. Tabel Data % Fraksi Gel Selulosa Bakterial-co-poliakrilat
Duplo AA:SB
20:80 91,56%
40:60 91,87%
60:40 93,84%
80:20 92,55%
100:0 94,42%
Triplo AA:SB
20:80 92,43%
40:60 96,18%
60:40 89,90%
80:20 92,35%
62
100:0 95,57%
Rata-Rata AA:SB
63
Lampiran 3. Tabel Data % Fraksi Gel Selulosa Bakterial-co-poliakrilamida
Duplo AAM:SB
Triplo AAM:SB
64
100:0 82,88% 92,72%
Rata-Rata AAM:SB
𝑊1
% 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑙 = × 100%
𝑊0
0,5879 𝑔
1. % SB-co-PAA (75 kGy, 40:60) = 0,6399 𝑔 × 100 % = 91,87 %
0,2684 𝑔
2. % SB-co-PAAM (50 kGy, 20:80) = 0,3047 𝑔 × 100 % = 88,09 %
65
Lampiran 4. Peralatan dalam Penelitian
Plastik Seal
66
Lampiran 5. Bahan-bahan dalam Penelitian
67