B. Latar Belakang
Minyak atsiri atau disebut juga dengan essential oils, ethereal oils atau
volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal dari
daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putk bunga. Minyak atsiri merupakan suatu
minyak yang mudah menguap, biasanya terdiri dari senyawa organik yang
bergugus alcohol, aldehid, keton dan berantai pendek. Beberapa contoh minyak
atsiri yaitu minyak cengkeh, minyak sereh, minyak kayu putih, minyak lawing,
dan lain-lain (Firdaus, 2009). Setidaknya ada 150 jenis minyak atsiri yang selama
ini diperdagangkan di pasar internasional (Gunawan, 2009).
Cengkeh adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon
Myrtaceae. Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai
bumbu masakan pedas di negara-negara eropa, dan sebagai bahan utama
pembuatan rokok kretek khas Indonesia. Salah satu pemanfaatan cengkeh adalah
diambil minyaknya. Minyak cengkeh termasuk salah satu jenis minyak atsiri yang
terdapat di Indonesia dan merupakan komoditas ekspor. Minyak daun cengkeh
mudah diperoleh karena Indonesia merupakan penghasil rempah-rempah terbesar
1
BAB II
Tinjauan Pustaka
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut minyak atsiri, misalnya
dalam bahasa Inggris disebut essential oils. Dalam bahasa Indonesia ada yang
menyebutnya minyak terbang, bahkan ada pula yang menyebut minyak kabur.
Minyak atsiri juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak
terbang. Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of
Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa
berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun,
buah, dan biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan dengan uap. Sifat-sifat
minyak atsiri tersusun bermacam-macam komponen senyawa yang memiliki bau
khas, umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau minyak atsiri satu
dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau
dari masing-masing komponen penyusunnya. Mempunyai rasa getir, kadang2
kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru
dingin ketika terasa di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya. Dalam
keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah menguap pada suhu
kamar. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen
udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet) dan panas, karena terdiri
dari berbagai macam komponen penyusun. Bersifat optis aktif dan memutar
bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen
penyusunnya memiliki atom C asimetrik, juga mempunyai indeks bias yang
tinggi. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, dapat larut walaupun
kelarutannya sangat kecil, tetapi sangat mudah larut dalam pelarut organik.
Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bersifat kimia, fisika serta
mempunyai bau dan aroma yang khas, demikian pula peranannya sangat besar
sebagai obat. Komponen penyusun minyak atsiri dibagi menjadi beberapa
golongan sebagai berikut :
1. Minyak atsiri hidrokarbon
2. Minyak atsiri alcohol
3. Minyak atsiri fenol
4. Minyak atsiri eter fenol
5. Minyak atsiri oksida
6. Minyak atsiri ester
Menurut Gunawan dan Mulyani, minyak Atsiri umumnya diisolasi dengan
empat metode, yaitu metode destilasi (kering dan air), metode penyaringan,
metode pengepresan, dan metode enfleurage. Menurut Rochim Armando, minyak
Atsiri umumnya diisolasi dengan tiga metode yaitu metode penyulingan dengan
air, penyulingan dengan air uap dan penyulingan dengan uap. Dalam industri
farmasi minyak atsiri digunakan sebagai antibakteri, antifungi, antiseptik,
pengobatan lesi, antinyeri, dapat digunakan sangat luas dan spesifik, khususnya
dalam berbagai bidang industri. Banyak contoh kegunaan minyak atsiri, antara
lain dalam industri kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo dan losion) dalam industri
makanan digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa dalam
industri parfum sebagai pewangi dalam berbagai produk minyak wangi, dalam
industri bahan pengawet bahkan digunakan pula sebagai insektisida. Oleh karena
itu, tidak heran jika minyak atsiri banyak diburu berbagai negara.
Minyak cengkeh atau minyak cengkih adalah minyak atsiri yang
dihasilkan dari penyulingan bagian tanaman cengkeh, terutama daun dan
bunga cengkeh. Seluruh bagian tanaman cengkeh mengandung minyak, namun
bunganya memiliki kandungan minyak yang paling banyak. Karena daun dan
ranting cengkeh juga menghasilkan minyak, keduanya pun menjadi penghasilan
sampingan bagi petani cengkeh yang memanen bunga cengkeh untuk rokok.
Mereka cukup mengumpulkan daun dan ranting yang runtuh di sekitar pohon dan
melakukan penyulingan sederhana untuk mendapatkan minyak cengkeh kasar.
Minyak cengkeh mengandung eugenol sebanyak 78-98 persen. Zat tersebut
dihasilkan dari kelenjar minyak yang terdapat pada permukaan badan bunga
cengkeh. Secara umum, daun dan ranting cengkeh mengandung eugenol dengan
konsentrasi lebih banyak dibandingkan bunga cengkeh. Pada minyak yang
dihasilkan dari daun cengkeh terdapat 82-88% eugenol, dan pada ranting
mencapai 90-95%. Dibandingkan minyak dari bunga cengkeh yang hanya
mengandung 60-90% eugenol, sisanya adalah eugenyl asetat, caryophyllene, dan
karakter dan fungsi yang berlainan. Selain dari minyak atau lemak dan NaOH
pada pembuatan sabun, jugadipergunakan bahan-bahan tambahan sebagai berikut:
1) Cairan pengisi seperti tepung tapioka, gapleh dan lain-lain.
2) Zat pewarna
3) Parfum, agar baunya wangi
4) Zat pemutih, misal natrium sulfat
Distilasi merupakan suatu teknik pemisahan campuran dalam fase cair
yang homogen dengan cara penguapan dan pengembunan, sehingga diperoleh
destilat (produk Distilasi) yang relatif lebih banyak mengandung komponen yang
lebih volatil (mudah menguap) dibanding larutan semula yang lebih sukar
menguap. Campuran dari masing-masing komponen dapat terpisahkan karena
adanya perbedaan titik didih diantara zat-zatnya (Wiratma,dkk, 2003). Pada
proses ini cairan berubah menjadi uap yang merupakan zat yang mempunyai titik
didih lebih rendah dari titik didih zat lainnya. Kemudian uap ini didinginkan
dalam kondensor yang di luarnya ada aliran air yang mengalir dari bawah ke atas
sehingga dapat mendinginkan uap. Pada pendinginan ini, uap mengembun
menjadi cairan murni yang disebut destilat.
Model ideal Distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.
Pemisahan senyawa dengan Distilasi bergantung pada perbedaan tekanan uap
senyawa dalam campuran. Tekanan uap campuran diukur sebagai kecenderungan
molekul dalam permukaan cairan untuk berubah menjadi uap. Jika suhu
dinaikkan, tekanan uap cairan akan naik sampai tekanan uap cairan sama
dengan tekanan uap atmosfer. Pada keadaan itu cairan akan mendidih. Suhu pada
saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer disebut titik didih.
Cairan yang mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu kamar akan
mempunyai titik didih lebih rendah daripada cairan yang tekanan uapnya rendah
pada suhu kamar.
Secara umum, Distilasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu
Distilasi sederhana, Distilasi bertingkat (fraksional), Distilasi vakum, Distilasi
uap, dan lain sebagainya.
1. Distilasi sederhana
Adalah teknik pemisahan untuk memisahkan dua atau lebih komponen zat cair
yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. Selain perbedaan titik didih, juga
perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah zat untuk menjadi gas.
Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer yang normal. Aplikasi distilasi
sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan alkohol.
2. Distilasi Bertingkat/Fraksionasi
Adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu
larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya yang berdekatan. Distilasi ini juga
dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20C
dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari
Distilasi jenis ini digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan
komponen-komponen dalam minyak mentah. Perbedaan Distilasi fraksionasi dan
distilasi sederhana adalah adanya kolom fraksionasi. Di kolom ini terjadi
pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap
kolomnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian distilat
yang lebih dari kolom-kolom di bawahnya. Sehingga komponen yang memiliki
titik didih yang lebih tinggi akan tetap berada di bawah dan tidak bisa melewati
kolom-kolom fraksionasi tersebut sedangkan yang titik didihnya paling rendah
akan naik dan lolos dari kolom fraksinasi dan terpisah dari zat lainnya.
5. Distilasi Vakum
Adalah teknik pemisahan dua komponen atau lebih yang titik didihnya
sangat tinggi, metode yang digunakan adalah dengan menurunkan tekanan
permukaan lebih rendah dari 1 atm sehingga titik didihnya juga menjadi rendah,
dalam prosesnya suhu yang digunakan untuk proses distilasinya tidak terlalu
tinggi. Distilasi vakum biasanya juga digunakan jika senyawa yang ingin
didistilasi tidak stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau
mendekati titik didihnya. Metode distilasi ini tidak dapat digunakan pada pelarut
dengan titik didih yang rendah jika kondensornya menggunakan air dingin, karena
komponen yang menguap tidak dapat dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi
tekanan digunakan pompa vakum atau aspirator. Aspirator berfungsi sebagai
penurun tekanan pada sistem distilasi ini
Distilasi vakum adalah distilasi yang tekanan operasinya 0,4 atm (300
mmHg absolut), untuk memisahkan fraksi fraksi yang tidak dapat dipisahkan
dengan destilasi atmosferik seperti gas oil berat, parafine destilate atau vakum
distilate yang masih terkandung di dalam long residu dari hasil destilasi
atmosferik. Proses distillasi dengan tekanan dibawah tekanan atmosfer. Distilasi
vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didistilasi tidak stabil, dengan
pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik didihnya atau
campuran yang memiliki titik didih di atas 150 C. Metode distilasi ini tidak dapat
digunakan pada pelarut dengan titik didih yang rendah jika kondensornya
menggunakan air dingin, karena komponen yang menguap tidak dapat
dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi tekanan digunakan pompa vakum atau
aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan pada sistem distilasi ini.
Destilasi Vakum berfungsi Untuk menurunkan titik didih pada minyak berat atau
long residu sehingga menghasilkan produk produknya.
BAB III
Metodologi Penelitian
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah mixer, labu leher tiga, kondensor, kompor,
pompa vakum, thermometer, piknometer, beaker glass, timbangan, tabung reaksi,
refraktometer.
Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak atsiri cengkeh 70%, larutan
NaOH, larutan HCl, dan aquades.
B. Metode
Dalam penelitian ini digunakan 2 variabel berubah yang diuji. Variabel
tersebut adalah normalitas NaOH dalam proses saponifikasi (0,3; 0,4; 0,5; 0,6;
0,7; 0,8; 0,9; 1; 1,1; 1,2) dan suhu disitilasi (170C, 195C, 220C). Dengan
variable tetap perbandingan volume minyak atsiri dengan volume NaOH yaitu
2
1:1,1 dan waktu distilasi 30 menit serta tekanan vakum 6 x 10 Pa .
Langkah-langkah percobaan dibagi dalam dua tahapan proses, yaitu proses
saponifikasi dan proses distilasi vakum. Dalam proses saponifikasi ini pemurnian
eugenol minyak atsiri cengkeh dimulai dengan mencampur minyak atsiri cengkeh
dengan NaOH sesuai dengan perbandingan yang ditetapkan. Setelah campuran
homogen, kemudian didiamkan selama satu hari himgga terbentuk dua lapisan
yaitu lapisan bawah yang berupa Na-eugenolat (aqueous layer) dengan lapisan
atas yang berupa senyawa organik (organic layer). Dipisahkan kedua lapisan itu,
lalu dihitung volume dan densitas aqueous layer dari tiap variable normalitas
NaOH. Kemudian dibuat grafik hubungan normalitas dengan volume aqueous
layer. Setelah itu dapat dilihat normalitas terbaik untuk dijadikan varabel tetap
pada proses selanjutnya. Setelah itu dilakukan proses distilasi vakum yaitu Naeugenolat yang didapat dari massa NaOH optimum pada tahap pertama
ditambahkan HCl sampai didapatkan pH 3-4. Kemudian dimasukkan ke dalam
labu leher tiga/ketel distilasi. Campuran ini dipanaskan dan pompa vakum
dihidupkan sesuai dengan kondisi operasi pada rancangan penelitian yang telah
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
Dari penelitian ini didapatkan hasil percobaan seperti pada table 1 dan 2
dibawah ini.
10
Pengaruh suhu operasi distilasi vakum terhadap kadar eugenol pada distilat
Berdasarkan pada data percobaan pada table 2, dapat diketahui bahwa
kadar eugenol untuk suhu operasi terendah (170C) mampu menghasilkan kadar
eugenol sebesar 90,20%. Sedangkan untuk suhu operasi 220C menghasilkan
kadar eugenol 89,95%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kadar eugenol
tertinggi justru didapat pada suhu 195C. Hal ini dapat dijelaskan dengan
11
membandingkan kadar
caryophillene
Jika melihat hasil tersebut secara keseluruhan, kadar eugenol yang dihasilkan pada
proses distilasi vakum tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan untuk tiap
variable suhu. Yang justru jelas perbedaannya adalah dilihat dari sisi volume yang
dihasilkan. Seperti dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Suhu
distilasi (C)
Gambar 3. Kurva hubungan suhu distilasi dengan volume distilat
Dari grafik dapat diketahui bahwa volume distilat eugenol semakin besar
dengan semakin meningkatnya suhu distilasi. Hal ini karena semakin
meningkatnya suhu maka laju penguapan distilat akan semakin besar. Sehingga
12
pada rentang waktu dan tekanan vakum yang sama akan didapatkan volume
distilat yang lebih besar pada suhu yang lebih tinggi.
Kondisi operasi untuk mendapatkan volume dan kadar eugenol optimum
Untuk mendapatkan hasil yang optimum, diperlukan suatu kondisi operasi
tertentu. Kondisi operasi tertentu untuk penelitian ini dibatasi pada normalitas
NaOH pada proses saponifikasi dan suhu distilasi pada proses distilasi vakum.
Sedangkan untuk hasil dibatasi pada volume dan kadar yang bias didapat setelah
minyak atsiri diproses melalui proses saponifikasi distilasi vakum. Pada proses
saponifikasi, seperti dijelaskan pada poin pertama dalam pembahasan ini,
normalitas NaOH yang paling baik adalah 0,8N. Karena pada normalitas tersebut
reaktan untuk bereaksi NaOH telah habis dan Na-eugenolat yang terbentuk sudah
bias dikatakan maksimal. Sehingga dengan penambahan NaOH selanjutnya, tidak
akan berpengaruh secara signifikan.
Proses saponifikasi dilanjutkan dengan proses distilasi vakum. Pada
proses ini, kondisi operasi terbaik dapat dilihat dengan melihat grafik dimana
didapatkan massa eugenol terbanyak. Massa eugenol ini didapatkan dari kadar
eugenol teranalisa dikalikan dengan massa larutan hasil distilasi. Hasil dari
percobaan dan perhitungan diketahui bahwa pada suhu 170C didapatkan massa
eugenol sebesar 8,58 gram, pada suhu 195C adalah 21,96 gram dan pada suhu
220C didapatkan massa sebesar 33,13 gram. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 4.
Sehingga dengan melihat grafik pada gambar 4 diatas dapat diketahui bahwa
massa eugenol tertinggi didapatkan pada suhu 220C. Dimana pada suhu tersebut
massa yang didapat sebesar 33,13 gram. Pada suhu ini juga didapatkan kadar yang
cukup tinggi yaitu sebesar 89,65%.
Selain dengan melihat grafik pada gambar 4, dapat dibandingkan densitas
minyak atsiri sesuai SNI 06-2387-2006 pada table 2 dengan data hasil percobaan
pada table 4. Dengan membandingkannya maka akan didapat variable 1 dan 2
yang memenuhi syarat, sedangkan variable 3 tidak memenuhinya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa dengan melihat data yang didapat berdasarkan percobaan,
2
kondisi operasi terbaik untuk operasi distilasi vakum pada tekanan 6 x 10 kPa
adalah pada suhu 220C.
13
BAB V
Penutup
Kesimpulan
Normalitas NaOH yang paling baik utnuk saponifikasi berdasarkan
percobaan adalah sebesar 0,8N. Pada normalitas NaOH tersebut semua reaktan
pada minyak daun cengkeh akan habis dan Na-eugenolat yang terbentuk bisa
dikatakan maksimal. Hal tersebut nampak dari grafik hubungan volume Naeugenolat (aqueous layer) dengan normalitas NaOH.
Suhu distilasi berpengaruh pada semakin meningkatnya kadar eugenol
pada distilat yang didapat namun akan menurun pada suhu dimana
caryophillene menguap semakin banyak. caryophillene ini akan
mengurangi kemurnian eugenol pada suhu yang lebih tinggi.
Volume distilat dipengaruhi suhu distilasi, dimana semakin tinggi suhu
distilasi, maka akan didapat volume distilat yang semakin besar. Hal ini
disebabkan karena dengan meningkatnya suhu, maka laju penguapan distilat akan
semakin besar. Sehingga pada rentang waktu dan tekanan vakum yang sama akan
didapatkan volume distilat yang lebih besar pada suhu yang lebih tinggi.
2
Kondisi operasi distilasi vakum pada tekanan vakum 6 x 10 kPa yang
terbaik pada percobaan dengan melihat hasil data percobaan adalah pada suhu
220C. Dimana pada suhu tersebut didapatkan kadar eugenol 89,65% dan volume
sebesar 35,5 ml. Pada volume dan kadar tersebut didapatkan massa eugenol
sebesar 33,13 gram.
Daftar Pustaka
Dhana, Adhen. 2015. Destilasi dibawah Tekanan (Vakum). Semarang: FMIPA
Universitas Negeri Semarang
Deperindag. 2010. Kebutuhan Minyak Cengkeh Dunia. Jakarta: Departemen
Perdagangan dan Perindustrian Indonesia
Firdaus,I. 2009. Analisis Total Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya
http://mtdp.blogspot.co.id/2015/01/distilasi-jenis-jenisnya.html (diakses pada 15
mei 2016 pukul 13.16)
http://rumahdukasi.blogspot.co.id/2015/03/saponifikasi-pembuatan-sabun.html
(diakses pada 14 mei 2016 pukul 16.15)
Lutfi, Machmud. Jati, Wisnu dan Aprilina Purbasari. 2013. Peningkatan Kadar
Eugenol pada Minyak Atsiri Cengkeh dengan Metode SaponifikasiDistilasi Vakum. Semarang: Universitas Dipenogoro
SNI 06-2387-2006. Minyak Daun Cengkih. Badan Standarisasi Nasional
Indonesia.
14