Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KERJA PRAKTEK

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI SENSITIVITAS ANTIMIKROBA


TERHADAP MIKROORGANISME KLINIS PADA PASIEN DI RUMAH
SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN

Disusun Oleh:

Nama NIM
Ricky Pratama 180805032
Ochty Bless Indah Sinaga 180805048
Riahta Karina Br. Tarigan 180805088
Ditha Stevani Br. Surbakti 180805103

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan : Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Antimikroba Terhadap


Mikroorganisme Klinis pada Pasien di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara, Medan
Kategori : Laporan Kerja Praktek
Nama : Ricky Pratama 180805032
Ochty Bless Indah Sinaga 180805048
Riahta Karina Br. Tarigan 180805088
Ditha Stevani Br. Surbakti 180805103
Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas : Universitas Sumatera Utara (USU)

Medan, 25 Oktober 2021


Menyetujui, Mengetahui,
Pembimbing Klinik Penanggung Jawab
Lab. Mikrobiologi Klinik RS USU Lab.Mikrobiologi Klinik RS USU

Mirzan Hasibuan, S.Si, M.Si, Dip.TLM dr. R Lia Kusumawati, M.S, Sp.MK(K), Ph.D
NIK. 910808171110001 NIP. 196722061996032000

Mengetahui,
Ketua Program Studi Dosen Pembimbing

Dr. Yurnaliza S.Si., M.Si. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc.


NIP. 197107181999032001 NIP. 196404091994031003

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas berkat Tuhan Yang Maha
Esa karena masih diberi kesehatan hingga saat ini sehingga penulis berkesempatan
menyelesaikan laporan Kerja Praktek Lapangan tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja
Lapangan ini. Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada :
1. Bapak Mirzan Hasibuan, S.Si, M.Si, Dip.TLM selaku pembimbing
klinik yang memberikan ilmu teoritis dan keterampilan laboratorium,
bimbingan praktik kerja pemeriksaan mikrobiologi klinik selama
masa Praktik Kerja Lapangan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. R. Lia Kusumawati, M.Si, SP.MK (K), Ph.D selaku
penanggungjawab Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Laura Isa Ginting, Amd.AK sebagai analis yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama Praktik Kerja Lapangan di
Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Universitas Sumatera
Utara.
Penulis berharap semoga laporan Praktik Kerja Lapangan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan semua bidang ilmu pengetahuan khususnya bidang
Mikrobiologi Medis.

Medan, 25 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................i


KATA PENGANTAR .........................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................1
1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan .......................................................2
1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan .....................................................2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Isolasi dan Identifikasi dalam Mikrobiologi Klinis .........................3
2.2 Flora Normal ....................................................................................4
2.3 Infeksi Nosokomial ..........................................................................6
2.4 Antibiotik .........................................................................................7
2.5 Uji Sensitivitas Antibiotik ................................................................ 8

BAB 3. METODE KERJA


3.1 Waktu dan Tempat ...........................................................................10
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................10
3.3 Metode Kerja....................................................................................10
3.3.1 Biakan Mikroorganisme Aerob dengan Resistensi ..............10
3.3.2 Biakan Mikroorganisme Anaerob dengan Resistensi ..........11
3.3.3 Biakan Jamur dengan Resistensi Antijamur.........................11
3.3.4 Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) ............................12
3.3.5 Pewarnaan Gram ..................................................................12
3.3.6 Pemeriksaan Jamur (KOH) ..................................................13
3.3.7 Uji Reaksi Biokimia .............................................................13
3.3.7.1 Uji Indole ............................................................... 13
3.3.7.2 Uji Methyl Red .......................................................13
3.3.7.3 Uji Vogos-Proskauer ..............................................13

iii
3.3.7.4 Uji Citrat.................................................................13
3.3.7.5 Uji Urease............................................................... 14
3.3.7.6 Uji Motilitas ...........................................................14
3.3.7.7 Uji Triple Sugar Iron (TSI) ....................................14
3.3.8 Crosscheck Hasil ..................................................................14

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Diagram Jumlah Sampel Bulan September ....................................15
4.2 Diagram Jumlah Pemeriksaan Bulan September .............................16
4.3 Tabel Jumlah Spesies Mikroorganisme yang diperoleh...................17
4.4 Tabel Antimicrobial Susceptibility Test (AST) .............................. 19
4.4.1 Bakteri Gram Negatif ...........................................................19
4.4.2 Bakteri Gram Positif.............................................................20

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan .....................................................................................22
5.2 Saran ................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA. .........................................................................................23

LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan Bahan..................................................................................25
Lampiran 2. Foto Kerja .........................................................................................30
Lampiran 3. Foto Hasil ..........................................................................................34
Lampiran 4. Data Mentah ......................................................................................35

iv
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan diharapkan dapat mencetak
lulusan-lulusan penerus generasi bangsa yang sanggup menguasai ilmu
pengetahuan secara teoritis, praktis, dan aplikatif. Untuk menciptakan tenaga kerja
yang unggul dan memiliki kemampuan serta keahlian, Universitas Sumatera Utara
(USU) sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang ada di Sumatera Utara
(Medan) berusaha membentuk dan melatih lulusan-lulusan yang ada untuk siap
terjun ke dunia kerja.
Dalam menghadapi dunia kerja, mahasiswa perlu memiliki kemampuan
tidak hanya sebatas pengetahuan teoritis saja, tetapi juga pengalaman praktis,
softskill dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan teoritis ke dalam dunia
kerja nyata menjadi faktor yang penting dalam kompetensi. Hal ini menjadi
pertimbangan yang mendesak bagi perguruan tinggi sebagai tempat lahirnya para
sarjana untuk menciptakan sebuah sistem pendidikan yang mendukung
mahasiswanya untuk mendapatkan pengetahuan baik konseptual maupun
praktikal yang dapat mendorong kompetensi mahasiswa untuk dapat bersaing di
lapangan pekerjaan, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran di
Indonesia.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu kegiatan akademik
yang berorientasi pada bentuk pembelajaran mahasiswa untuk mengembangkan
kegiatan tenaga kerja yang berkualitas. Praktek kerja lapangan juga merupakan
suatu bentuk pendidikan dengan cara memberikan pengalaman belajar kepada
mahasiswa/i untuk hidup di tengah-tengah masyarakat di luar kampus, dan secara
langsung mengidentifikasi serta menangani masalah-masalah yang dihadapi.
Kegiatan PKL bagi mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara khususnya Prodi
Biologi diselenggarakan pada semester VII, yang bertujuan untuk menerapkan
dan mempraktikkan pengetahuan serta keterampilan yang diperoleh saat
2

pembelajaran di kampus maupun pada saat proses belajar mengajar dengan sikap
profesional di bidang Laboratorium Mikrobiologi.
Industri kerja merupakan hal yang kompleks karena para praktikan akan
dihadapkan pada situasi yang berbeda-beda dan permasalahan yang rumit. Dan
dari kegiatan PKL inilah mahasiswa UUniversitas Sumatera Utara (USU) dapat
belajar bagaimana mengatasi permasalahan yang berbeda pada setiap
instansi/perusahaan sehingga membentuk mental yang kuat jika menemui masalah
serupa karena kita sudah pernah merasakan tekanannya. Dengan semua ilmu yang
didapatkan selama PKL,akan membuat mahasiswa menjadi lebih baik karena
pengalaman dan kepercayaan diri untuk memasuki dunia kerja telah diperoleh.

1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL)


Adapun tujuan dari Praktik Kerja Lapangan ini adalah:
a. Untuk mengetahui jenis – jenis mikroorganisme klinis pada pasien
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara, Medan
b. Untuk mengetahui metode yang digunakan pada isolasi, identifikasi
dan uji sensitivitas mikroorganisme klinis pada pasien Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara, Medan

1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan (PKL)


Manfaat yang diperoleh pada Praktik Kerja Lapangan ini adalah dapat
mengetahui jenis – jenis mikroorganisme klinis serta metode yang digunakan pada
isolasi, identifikasi dan uji sensitivitas mikroorganisme klinis pada pasien Rumah
Sakit Universitas Sumatera Utara, Medan.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isolasi dan Indentifikasi Dalam Mikrobiologi Klinis


Mikroorganisme pada suatu lingkungan alami merupakan populasi
campuran dari berbagai jenis, baik mikroorganisme pada tanah, air, udara,
makanan, maupun yang terdapat pada tubuh manusia, hewan dan tumbuhan.
Pemisahan bakteri diperlukan untuk mengetahui jenis, mempelajari kultural,
morfologi, fisiologi, dan karakteristik. Teknik pemisahan tersebut disebut isolasi
yang disertai dengan pemurnian. Pengertian isolasi bakteri yaitu suatu proses
mengambil bakteri dari medium atau dari lingkungan asalnya lalu
menumbuhkannya di medium buatan sehingga diperoleh biakan yang murni.
Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan
mikroba lain yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini
dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media padat, sel-sel mikroba
akan membentuk koloni sel yang tetap pada tempatnya (Sabbathini, 2017).
Mikrobiologi klinis adalah cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan
pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit menular. Selanjutnya bidang
ilmu ini mempelajari berbagai aplikasi klinis mikroba untuk peningkatan
kesehatan. Terdapat 4 jenis mikroorganisme penyebab penyakit infeksi yaitu
bakteri, jamur, parasit, virus dan protein infeksius yang disebut prion.
Indentifikasi agen infeksi pada penyakit dilakukan agar mengetahui mengenai
mikroba mana yang menyebabkan penyakit, namun faktor epidemologi perlu
dipertimbangkan. Salah satu cara yang dilakukan untuk mendiagnosis suatu
penyakit adalah dengan menanam sampel seperti darah, pus, sputum, cairan
pleura pada media agar bakteri dapat diisolasi. Media tanam untuk bakteri yang
digunakan untuk pengujian yaitu tanaman padat, tanaman cair, dan tanaman sel.
Media padat merupakan media yang berisi campuran nutrisi, garam dan agar.
Pada media cair pertumbuhan mikroba ditentukan oleh waktu yang dibutuhkan
cairan untuk membentuk suspensi koloid. Jika pada media tanam dijumpai bakteri
maka dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan tes biokimia (Kuslovic, 2018).
4

2.2 Flora Normal


Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa
menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Tempat paling umum dijumpai
flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata,
mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan dapat juga pada saluran
urogenital. Kulit normal biasanya ditempati bakteria sekitar 102–106 2 CFU/cm.
Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal atau
mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme tetap
(resident microorganism). Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen
atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu
tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau
pasien. Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai
patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap.
Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan
penyakit. The Association for Professionals in Infection Control (APIC)
memberikan pedoman bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme
yang diisolasi dari kulit, tetapi tidak selalu ada atau menetap di kulit.
Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit,
terdapat dalam berbagai bentuk, dari berbagai sumber yang pada akhirnya dapat
terjadi kontak dengan kulit. Biasanya mikroorganisme ini dapat ditemukan di
telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku. Kuman patogen yang mungkin
dijumpai di kulit sebagai mikroorganisme transien adalah Escherichia coli,
Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus
Norwalk dan virus hepatitis A (Rachmawati, 2008).
Flora normal adalah sekumpulan mikroorganisme yang hidup pada kulit
dan selaput lendir/mukosa manusia yang sehat maupun sakit. Pertumbuhan flora
normal pada bagian tubuh tertentu dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, nutrisi dan
adanya zat penghambat. Keberadaan flora normal pada bagian tubuh tertentu
mempunyai peranan penting dalam pertahanan tubuh karena menghasilkan suatu
zat yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Adanya flora normal
pada bagian tubuh tidak selalu menguntungkan, dalam kondisi tertentu flora
normal dapat menimbulkan penyakit, misalnya bila terjadi perubahan substrat atau
5

berpindah dari habitat yang semestinya. Flora dalam tubuh manusia dapat
manetap atau transient. Mikroba yang menetap tersebut dapat dikatakan tidak
menyebabkan penyakit dan mungkin menguntungkan bila ia berada pada lokasi
yang semestinya dan tanpa adanya keadaan abnormal. Mereka dapat
menyebabkan penyakit bila karena keadaan tertentu, berada di tempat yang tidak
semestinya, atau bila ada faktor predisposisi. flora normal tubuh manusia
berdasarkan bentuk dan sifat kehadirannya dapat digolongkan menjadi 2 jenis,
yaitu mikroorganisme tetap atau normal (resident flora) dan mikroorganisme
sementara. Mikroorganisme tetap atau normal yaitu mikroorganisme jenis
tertentu yang biasanya ditemukan pada bagian tubuh tertentu dan pada usia
tertentu. Keberadaan mikroorganismenya akan selalu tetap, baik jenis ataupun
jumlahnya. Jika ada perubahan akan kembali seperti semula. Flora normal yang
lainnya memiliki sifat mutualisme. Flora normal ini akan mendapatkan makanan
dari sekresi dan produk-produk buangan tubuh manusia, dan tubuh memperoleh
vitamin atau zat dari hasil sintesis dari flora normal. Mikroorganisme ini
umumnya dapat lebih bertahan pada kondisi buruk dari lingkungannya. Untuk
mikroorganisme sementara yaitu mikroorganisme nonpatogen atau juga dapat
disebut potensial pathogen yang berada di kulit dan selaput ledir mukosa. Selama
kurun waktu beberapa jam, hari, atau minggu. Keberadaan mikroorganisme ini
ada secara tiba-tiba atau tidak tetap yang dapat disebabkan oleh pengaruh
lingkungan, tidak menimbulkan penyakit dan tidak akan menetap. Flora
sementara biasanya sedikit asalkan flora normal akan tetap masih utuh dan tidak
berubah jumlahnya didalam tubuh , jika flora normal berubah maka flora normal
akan melakukan kolonisasi, berbiak dan menimbulkan penyakit. Kebanyakan
diantaranya merupakan bakteri yang sangat spesifik dalam hal kemampuan
menggunakan bahan makanan, kemampuan dalam menempel pada permukaan
tubuh, dan mampu beradaptasi secara evolusi terhadap hospes untuk jenis bakteri
yang terdapat biasanya terdapat beberapa jenis bakteri Korinebakteria,
Staphylococus dan Streptococus yang berada di dalam kerongkongan hidung
dapat juga dijumpai spesies bakteri Branhamella catarrhalis yang merupakan
jenis bakteri kokus gram negatif dan Heamophilus influenza yang merupakan
jenis bakteri basil gram negatif (Tiara, 2014).
6

2.3 Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial merupakan suatu masalah yang nyata di seluruh dunia
dan terus meningkat. Contohnya, kejadian infeksi nosokomial berkisar dari
terendah sebanyak 1% di beberapa Negara Eropa dan Amerika hingga 40% di
beberapa tempat Asia, Amerika Latin dan Sub-Sahara Afrika. Pada tahun 1987,
suatu survei prevalensi meliputi 55 rumah sakit di 14 negara berkembang empat
wilayah WHO (Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat)
menemukan rata-rata 8,7% dari seluruh pasien rumah sakit menderita infeksi
nosokomial. Jadi pada setiap saat, terdapat 1,4 juta pasien di seluruh dunia terkena
komplikasi infeksi yang didapat di rumah sakit (Sommeng, 2019).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul di rumah sakit, di mana
pasien tersebut sebelumnya tidak menderita infeksi dan tidak dalam masa inkubasi
infeksi tersebut. Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab utama dari
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas, yang dapat menghambat proses
penyembuhan sehingga mengakibatkan masalah baru dalam bidang kesehatan,
antara lain meningkatnya hari rawat dan bertambahnya biaya perawatan serta
pengobatan pasien di rumah sakit. Masyarakat yang menerima pelayanan
kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di rumah sakit dihadapkan pada
risiko terjadinya infeksi atau infeksi nosokomial, sekitar 20% disebabkan karena
perawatan atau datang berkunjung ke rumah sakit. Faktor yang sering
menimbulkan terjadinya infeksi nosokomial antara lain; adanya peningkatan
jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit, kontak langsung antara petugas yang
terkontaminasi kuman dengan pasien, penggunaan peralatan kedokteran yang
telah terkontaminasi kuman, dan kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang
sedang dialaminya. Kejadian infeksi nosokomial dapat dicegah hingga 32%.
Pengamatan yang sistematis, aktif dan terus menerus terhadap timbulnya dan
menyebarnya penyakit pada populasi serta terhadap keadaan yang menyebabkan
meningkatnya risiko terjadi penyebaran penyakit, merupakan bagian penting
dalam proses pengendalian terjadinya penyakit infeksi. Pengendalian infeksi
nosokomial harus diprioritaskan kepada penderita dan untuk memutuskan mata
rantai infeksi. Infeksi nosokomial dapat terjadi di setiap tempat di rumah sakit,
jika penanganan di rumah sakit tersebut kurang baik (Nurseha, 2013).
7

2.4 Antibiotik
Penyakit infeksi masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Antibiotik
merupakan terapi pengobatan untuk infeksi bakteri karena antibiotik telah
mengurangi morbiditas serta meningkatkan keselamatan pasien yang mengalami
infeksi bakteri. Di rumah sakit, intensitas penggunaan antibiotik lebih tinggi jika
dibandingkan dengan di komunitas. Semakin besar penggunaan antibiotik, maka
semakin besar pula kemungkinan terjadinya resistensi antibiotik. Saat ini 70%
bakteri penyebab infeksi di rumah sakit setidaknya telah resisten terhadap paling
tidak satu antibiotik yang biasa digunakan untuk pengobatan (Heningtyas, 2017).
Antibiotik selain membunuh mikroorganisme atau menghentikan
reproduksi bakteri juga membantu sistem pertahanan alami tubuh untuk
mengeleminasi bakteri tersebut. Pengunaan antibiotik yang tidak rasional dapat
menyebabkan resistensi. Resistensi merupakan kemampuan bakteri dalam
menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik. Masalah resistensi selain
berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif
terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi di
tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan
masyarakat, khususnya Streptococcus pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus,
dan Escherichia coli. Ketersediaan antibiotik untuk pengobatan sendiri dapat
meningkat dan mencakup penggunaan oral atau topikal. Pemakaian antibiotik
yang tidak perlu dapat mengakibatkan masyarakat menggunakan obat dengan
indikasi yang tidak jelas, sehingga dapat memberikan kontribusi perkembangan
resistensi antimikroba. Penyalahgunaan antibiotik, termasuk kegagalan dalam
terapi, over dosis, atau penggunaan kembali antibiotik yang tersisa, dapat
berpotensi mengekspos pasien untuk mengoptimalkan dosis terapi antibiotik. Ada
beberapa antibiotik yang tidak cukup untuk membunuh bakteri menular, sehingga
berpotensi membuat lingkungan sekitar menjadi resisten dengan antibiotik
tersebut. Mikroorganisme yang resisten terhadap beberapa agen antiinfeksi
menjadi meningkat di seluruh dunia. Penyalahgunaan antibiotik dapat terjadi
karena mudah didapat tanpa resep dokter akan menjadikan antibiotik tidak efektif
untuk mengobati suatu penyakit infeksi (Fernandez, 2013).
8

Meskipun sejak awal abad 20 antibiotik sebagai agen kemoterapi telah


sukses dalam memerangi penyakit infeksi oleh bakteri, namun penyakit infeksi
masih menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. Bakteri penyebab
infeksi telah mengembangkan perlindungan terhadap senyawa biokimia
lingkungan, dan untuk resisten terhadap antibiotik yang berbahaya bagi mereka.
Resistensi mikroorganisme patogen tersebut memberikan perlindungan terhadap
intervensi kemoterapi antibiotik dan dapat menyebabkan infeksi yang menjadi
lebih sulit untuk disembuhkan. Macam-macam kelompok antibiotik, yaitu
pertama Antibiotik yang mengganggu biosintesis dinding sel bakteri, contohnya
adalah kelompok β-laktam dan kelompok glikopeptida. Contoh antibiotik β-
laktam adalah penisilin dan sefalosporin, sedangkan antibiotik kelompok
glikopeptida contohnya adalah vankomisin. Kedua, antibiotik yang termasuk
kelompok peptida yang mengandung lanthionine (contoh: nisin dan subtilin)
merusak molekul membran sel bakteri. Ketiga, antibiotik kelompok makrolid
bekerja menghambat sintesis protein bakteri. Keempat, antibiotik kelompok
aminoglikosida menghambat proses translasi. Kelima, antibiotik kelompok
tetrasiklin bekerja pada ribosom bakteri dengan cara menghambat interaksi
kodon-antikodon antara mRNA dengan tRNA. Mekanisme resistensi bakteri dapat
terjadi dengan mekanisme pengurangan akses antibiotik ke target porin pada
membran luar, inaktivasi enzimatis laktamase-ß (ß- laktamase),
modifikasi/proteksi target resistensi terhadap ß-laktam, tetrasiklin, dan kuinolon,
kegagalan aktivasi antibiotic, dan efluks aktif antibiotik (Soleha, 2015).

2.5 Uji Sentitivitas Antibiotik


Uji sensitivitas antibiotik merupakan tes yang digunakan untuk menguji
kepekaan suatu bakteri terhadap suatu antibiotik. Uji sensitivitas bertujuan untuk
mengetahui efektifitas dari suatu antibiotik. Hasil sensitivitas suatu bakteri
terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk,
semakin besar diameter zona hambat yang terbentuk maka pertumbuhannya
semakin terhambat sehingga dibutuhkan standar acuan untuk menentukan apakah
bakteri tersebut resisten atau sensitive terhadap suatu antibiotik. Beberapa faktor
yang dapat mempengarui diameter zona hambat diantaranya adalah waktu
peresapan bakteri dalam media agar, konsentrasi antibiotik. Uji sensitivitas bakteri
9

terhadap suatu antibiotik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: difusi
cakram (diffusion test), pengenceran atau dilusi (dilusi test), antimicrobial
gradient dan short automated instrumen system. Uji sensitivitas dengan cara
difusi merupakan cara yang paling banyak digunakan karena teknis pemeriksaan
lebih mudah dilakukan. Uji sensitivitas dengan metode difusi agar plate dapat
dilakukan dengan cara Kirby Bauer dengan teknik disc diffusion (cakram disk)
atau bisa juga menggunakan teknik sumuran. Teknik kerja dari metode Kirby
Bauer cukup sederhana dimana teknik disc diffusion akan lebih mudah dikerjakan
dibandingakan dengan teknik sumuran, akan tetapi uji sensitivitas menggunakan
teknik disc diffusion memiliki harga disk antibiotik yang relatif mahal, sehingga
teknik sumuran menjadi lebih efisien untuk digunakan. Uji sensitivitas dengan
teknik sumuran dilakukan dengan cara membuat suatu lubang atau sumuran pada
media agar plate sehingga antibiotik dapat dimasukkan, akan tetapi diperlukan
teknik yang cukup baik untuk mendapatkan sumuran utuh yang tidak mengganggu
kerja dari uji sensitifitas antibiotik terhadap bakteri (Khusuma, 2019).
Uji kepekaan antimikroba dilakukan pada isolat mikroba yang didapatkan
dari spesimen pasien untuk mendapatkan agen antimikroba yang tepat untuk
mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba tersebut. Pengujian
dilakukan di bawah kondisi standar, dimana kondisi standar berpedoman kepada
Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). Standar yang harus dipenuhi
yaitu konsentrasi inokulum bakteri, media perbenihan (Muller Hinton) dengan
memperhatikan pH, konsentrasi kation, tambahan darah dan serum, kandungan
timidin, suhu inkubasi, lamanya inkubasi, dan konsentrasi antimikroba. Walaupun
kondisi penting untuk pemeriksaan in vitro telah distandarkan, namun tidak ada
kondisi in vitro yang mengambarkan kondisi yang sama dengan keadaan in vivo
tempat yang sebenarnya bakteri tersebut menginfeksi. Dengan demikian ada
beberapa faktor yang memegang peranan penting dari pasien disamping hal-hal
yang dapat mempengaruhi hasil uji kepekaan yang telah diperhitungkan pada
metode uji. Faktor tersebut yaitu: Difusi antimikroba pada sel dan jaringan hospes,
protein serum pengikat antimikroba, gangguan dan interaksi obat, status daya
tahan dan sistem imun pasien, mengidap beberapa penyakit secara bersamaan,
virulensi dan patogenitas bakteri (Soleha, 2015).
10

BAB 3
METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat


Kerja Praktek dilaksanakan pada tanggal 13 September – 08 Oktober 2021
di Laboratorium Mikrobiologi Klinis Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara,
Medan.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada kerja praktek ini adalah mikroskop, inkubator,
autoklaf, bact alert, neraca analitik, vitek, mikropipet, anaerob jar, Biohazard
Safety Cabinet (BSC), Densi chek Plus, vorteks, cawan petri, hotplate, dan jarum
ose. Sedangkan bahan yang digunakan adalah spesimen klinis yang dikirim ke
Laboratorium Mikrobiologi RS USU berupa darah, urin, pus, sputum, cairan
pleura, swab, swab luka, urin kateter, tinja dan lainnya. Primary culture dilakukan
dengan menggunakan media Blood Agar (BA), MacConkey Agar (MCA),
Saboraud Dextrose Agar (SDA), Brucella Agar (BCL), Brain-heart Infusion
Broth (BHI-B), Thioglycollate Medium U.S.P, Mannitol Salt Agar (MSA),
Mueller Hinton Agar (MHA), Simonns Citrate Agar (SC), Sallmonella, Shigella
Agar (SSA), Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Eosin Methylene Blue Agar (EMBA),
Urea Agar Base, dan Methyl Red Voges Proskauer Agar.

3.3 Metode Kerja


3.3.1 Biakan Mikroorganisme Aerob dengan Resistensi
Biakan mikroorganisme aerob dikategorikan 2 sampel yaitu sampel steril
dan non steril. Sampel steril terdiri dari darah, cairan otak dan cairan pleura,
sedangkan cairan non steril terdiri dari sputum, pus, tinja, urine, jaringan dan
swab luka lainnya.
Tahapan pertama yang dilakukan untuk biakan aerob cairan steril seperti
darah, cairan otak dan cairan pleura dimasukkan ke dalam tabung yang berisi
media BHI (Brain Heart Infusion). Kemudian diinkubasi selama 24 jam.
Kemudian sampel dikulturisasi pada medium kultur Blood Agar, Mac-Conkey
11

Agar menggunakan metode streak kuadran 4. Setelah itu, diinkubasi dengan


inkubator suhu 37oC selama 24 jam, sedangkan sampel non steril seperti sputum,
pus, urine, tinja dan swab luka lainnya dikulturisasi langsung pada media Blood
Agar, Mac Conkey Agar, Saboraud Dextrose Agar dan diinkubasi pada suhu 37oC
selama 24 jam.
Adanya pertumbuhan mikroorganisme pada media ditandai dengan
pertumbuhan koloni diatas permukaan media, koloni tersebut dilakukan
pewarnaan Gram untuk menentukan jenis bakteri gram negatif maupun positif.
Jika dijumpai struktur bakteri gram positif maka dikultur pada media MSA
(Manitol Salt Agar) dilakukan uji koagulase dan uji sensitivitas antimikroba pada
media MHA (Mueller-Hinton Agar) sesuai dengan susunan bakteri yang
ditemukan. Jika dijumpai struktur bakteri batang gram negatif maka dikultur pada
media EMB (Eosin Methylene Blue), dilakukan uji oksidase, uji reaksi biokimia
dan uji sensitivitas antimikroba pada media MHA (Mueller-Hinton Agar).

3.3.2 Biakan Mikroorganisme Anaerob dengan Resistensi


Tahapan pertama biakan mikroorganisme anaerob dilakukan menggunaan
media seperti enrichment media Thioglycollate Medium U.S.P untuk sampel pus,
darah, cairan otak, cairan pleura. Kemudian pada media Thioglycollate Medium
U.S.P diteteskan lapisan lilin setebal kurang lebih 1 cm kemudian diinkubasi
selama 24 jam. Kemudian sampel dikultur pada medium pertumbuhan untuk
anaerob digunakan Brucella Agar + Blood Sheep 5 ml + Canamycin 0,2 ml.
Sampel diinkubasi dengan menggunakan anaerobic jar selama 2 x 24 jam.
Adanya pertumbuhan bakteri anaerob ditunjukkan pada munculnya koloni
bakteri pada permukaan media dilakukan pewarnaan Gram untuk melihat struktur
mikroskopis dari koloni yang tumbuh. Hal yang sama dilakukan seperti pada
biakan aerob.

3.3.3 Biakan Jamur dengan Resistensi Antijamur


Biakan jamur dimulai dengan kultivasi sampel pada media Sarboraud
Dextrose Agar (SDA), diinkubasi selama 24-72 jam dengan suhu 37oC. Adanya
pertumbuhan jamur ditandai dengan pertumbuhan koloni pada media SDA
12

kemudian koloni tersebut dilakukan pewarnaan Gram untuk melihat struktur


mikroskopis koloni.

3.3.4 Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA)


Ambil slide yang sudah diberi label lalu spesimen sputum diambil dengan
menggunakan lidi, apuskan diatas slide dengan bentuk oval (2x3 cm) lalu ratakan
dengan gerakan spiral kecil-kecil (coiling). Slide tersebut difiksasi (dilewatkan
diatas api secara berulang-ulang hingga terlihat mengering). Letakkan slide diatas
bak cuci kemudian genangi seluruh permukaan slide dengan carbol fuchsin dan
dipanaskan dari bawah dengan sulut api setiap slide sampai beruap (jangan
sampai mendidih) selama 5 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air mengalir
dengan hati-hati. Miringkan slide untuk membuang air. Genangi permukaan slide
dengan asam HCl-alkohol sampai tidak tampak warna merah carbol fuchsin lalu
bilas dengan air mengalir. Genangi permukaan slide dengan methylene blue
selama 3 menit lalu bilas dengan air mengalir. Miringkan slide untuk mengalirkan
sisa methylene blue. Keringkan slide pada rak pengering kemudian diberi satu
tetes minyak emersi lalu diamati dibawah mikroskop.

3.3.5 Pewarnaan Gram


Ambil slide yang sudah diberi label lalu teteskan satu tetes aquadest diatas
slide tersebut. Dari kultur biakan diambil 1-2 lup ose steril ke permukaan slide
kemudian disebar dengan gerakan memutar. Slide tersebut difiksasi (dilewatkan
diatas api secara berulang-ulang hingga terlihat mengering). Pada preparat ulas
diberi zat warna crystal violet dan dibiarkan selama 2 menit, dibilas dengan air
mengalir. Genangi dengan larutan lugol atau gram iodin selama 2 menit, bilas
dengan air mengalir. Kemudian genangi dengan alkohol 96% selama 30 detik,
bilas dengan air mengalir. Selanjutnya beri larutan safranin selama 1-2 menit,
bilas dengan air mengalir dan dikeringanginkan. Diberi satu tetes minyak emersi
lalu diamati dibawah mikroskop.
13

3.3.6 Pemeriksaan Jamur (KOH)


Pewarnaan KOH dilakukan dengan pembuatan sediaan sampel kemudian
ditetesi dengan KOH 10% dan ditutup dengan cover glass kemudian diamati
dibawah mikroskop. Adapun struktur yang diamati berupa hifa, pseudohifa, spora
dan atroconidia.

3.3.7 Uji Reaksi Biokimia


3.3.7.1 Uji Indole
Diambil satu ose bakteri menggunakan ose lurus steril kemudian
dicelupkan pada tabung yang berisi medium cair yang kaya akan triptofan dan
diinkubasi selama 24 jam. Kemudian tambahkan 3 tetes reagen kovac,
homogenkan dan didiamkan beberapa saat. Hasil positif ditandai dengan
terbentuknya cincin merah pada permukaan medium.

3.3.7.2 Uji Methyl Red


Diambil satu ose bakteri menggunakan ose lurus steril kemudian
dicelupkan pada tabung yang berisi medium MR/VP kemudian diinkubasi selama
24 jam. Kemudian tambahkan 3 tetes reagen methyl red ke dalam medium. Hasil
positif ditandai dengan warna merah pada medium.

3.3.7.3 Uji Voges-Proskauer


Diambil satu ose bakteri menggunakan ose lurus steril kemudian
dicelupkan pada tabung yang berisi medium MR/VP kemudian diinkubasi selama
24 jam. Kemudian tambahkan 6 tetes naphtol 5% dan 3 tetes KOH 40%,
didiamkan selama 5 menit. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya cincin
merah pada permukaan medium

3.3.7.4 Uji Citrat


Diambil satu ose bakteri menggunakan ose lurus steril kemudian
diinokulasikan dengan menarik lurus pada media Simmons Citrat dan diinkubasi
selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan terjadinya perubahan warna media
dari hijau menjadi biru.
14

3.3.7.5 Uji Urease


Diambil satu ose bakteri menggunakan ose lurus steril kemudian
diinokulasikan zig-zag pada medium yang mengandung urea sebagai sumber
karbon dan diinkubasi selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya
perubahan warna media menjadi berwarna pink atau merah muda.

3.3.7.6 Uji Motilitas


Diambil satu ose bakteri menggunakan ose lurus steril kemudian
diinokulasikan dengan menusukkan tegak lurus ose ke dalam setengah medium uji
motilitas yaitu media semisolid dan diinkubasi selama 24 jam. Hasil positif
ditandai dengan adanya pergerakan bakteri di sekitar tempat tusukan

3.3.7.7 Uji Triple Sugar Iron (TSI)


Diambil satu ose bakteri menggunakan ose lurus steril kemudian
diinokulasikan dengan menusukkan tegak lurus ose hingga ke dasar tabung pada
medium TSI dan diinkubasi selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan
terjadinya perubahan warna pada medium TSI.
Medium TSI mengandung 3 macam gula yaitu laktosa, sukrosa dan
glukosa. Jika bagian dasar tabung (butt) berwarna kuning sedangkan bagian agar
miring (slant) berwarna merah menandakan jika hanya glukosa yang difermentasi.
Jika bagian slant dan butt berwarna kuning menandakan laktosa dan sukrosa yang
difermentasi. Jika bagian slant dan butt terlihat merah maka tidak terjadi
fermentasi karbohidrat. Jika dihasilkan gas pada saat fermentasi maka akan
terlihat adanya gelembung gas pada bagian butt. Jika bakteri menghasilkan H2S
maka pada dasar tabung akan terlihat endapan hitam (black butt)

3.3.8 Crosscheck Hasil


Crosscheck hasil dilakukan oleh praktisi dan teknisi laboratorium untuk
memperkecil jika ada kesalahan atau ketidaksesuaian hasil dan dikonfirmasi ulang
kepada DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) spesialis mikrobiologi klinik.
15

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Diagram Jumlah Sampel Bulan September

Diagram Jumlah Sampel Bulan September


50
45
40
35
30
Jumlah

25
20
15
10
5
0
Darah Sputum Urin Pus Cairan Jaringan Swab
Pleura
Jenis Sampel

Berdasarkan diagram 4.1, dapat disimpulkan bahwa sampel dengan jumlah


terbanyak pada bulan September adalah sputum yaitu berjumlah 43 sampel
sedangkan sampel dengan jumlah paling sedikit pada bulan September adalah
jaringan yaitu berjumlah 2 sampel.
Menurut Budiharjo (2016), sputum adalah bahan yang dikeluarkan dari
paru dan trakea melalui mulut. Penyakit TB merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada
semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.
Pemeriksaan bakteriologis untuk mengidentifikasi kuman penyebab TB melalui
sputum penderita. Oleh karena itulah, sputum merupakan salah satu sampel yang
paling banyak mendapat pemeriksaan.
Menurut Lio (2020), sputum yang baik mengandung beberapa partikel
atau sedikit kental dan berlendir, kadang bernanah dan berwarna hijau kekuningan.
Guna menjamin spesimen bermutu baik, harus segera dikirim ke laboratorium
setelah pengambilan dan dilakukan pemeriksaan. Jika sputum disimpan pada suhu
kamar selama satu hari dapat mengakibatkan sputum menjadi encer dan kualitas
sediaan menjadi tidak baik dan baunya lebih tajam.
16

4.2 Diagram Jumlah Pemeriksaan Bulan September

Diagram Jumlah Pemeriksaan Bulan September


100
90
80
70
60
Jumlah

50
40
30
20
10
0
Pewarnaan KOH BTA Biakan Biakan Biakan
Gram Aerob Anaerob Jamur
Jenis Pemeriksaan

Berdasarkan diagram 4.2 dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan dengan


jumlah tertinggi pada bulan September yaitu pewarnaan gram yang berjumlah 95
sedangkan pemeriksaan dengan jumlah terendah yaitu pemeriksaan jamur (KOH)
dengan jumlah 31 pemeriksaan.
Menurut Bulele (2018), pewarnaan gram merupakan salah satu metode
paling sederhana dan mudah dalam mendiagnosis cepat infeksi bekteri. Metode
ini dijadikan sebagai pedoman awal untuk memutuskan terapi antibiotik sebelum
tersedia bukti definitif bakteri penyebab infeksi secara spesifik. Tujuan dari
pewarnaan gram yaitu untuk mempermudah melihat bakteri secara mikroskopik,
memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, melihat struktur dalam bakteri seperti
dinding sel dan vakuola, dan menghasilkan sifat – sifat fisik serta kimia khas dari
bakteri dengan zat warna. Dalam pewarnaan gram, bakteri gram positif berwarna
ungu sedangkan bakteri gram negatif berwarna merah.
Menurut Mutiawati (2016), pemeriksaan KOH bertujuan untuk
mengkonfirmasi keberadaan jamur. Pemeriksaan langsung dengan larutan KOH
dapat berhasil bila jumlah jamur cukup banyak. Keuntungan pemeriksaan ini
dapat dilakukan dengan sederhana dan terlihat hubungan antara junlah dan bentuk
jamur dengan reaksi jaringan. Gambaran pseudohifa pada sediaan langsung/apus
dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan kultur. Pemeriksaan langsung dengan
pewarnaan gram sedikit membutuhkan waktu dibandingkan pemeriksaan dengan
KOH.
17

4.3 Tabel Jumlah Spesies Mikroorganisme yang diperoleh


No Spesies Jumlah (%)
1. Candida sp. 10 (9,8%)
2. Escherichia coli 10 (9,8%)
3. Staphylococcus aureus 8 (7,8%)
4. Sphingomonas paucimobilis 7 (6,8%
5. Acinetobacter baumannii 6 (5,8%)
6. Burkholderia cepacia 6 (5,8%)
7. Staphylococcus hominis 6 (5,8%)
8. Klebsiella pneumonia 5 (4,9%)
9. Enterococcus sp. 4 (3,9%)
10. Micrococcus sp. 3 (2,9%)
11. Pseudomonas aeruginosa 3 (2,9%)
12. Staphylococcus epidermidis 3 (2,9%)
13. Staphylococcus lentus 3 (2,9%)
14. Acinetobacter iwoffii 2 (1,9%)
15. Klebsiella ozaenae 2 (1,9%)
16. Micrococcus luteus 2 (1,9%)
17. Pseudomonas stutzeri 2 (1,9%)
18. Rhizobium radiobacter 2 (1,9%)
19. Staphylococcus coagulase positive 2 (1,9%)
20. Staphylococcus coagulase negative 2 (1,9%)
21. Streptococcus alpha-hemolyticus 2 (1,9%)
22. Aerococcus urinae 1 (0,9%)
23. Aerococcus viridians 1 (0,9%)
24. Aeromonas hydrophila 1 (0,9%)
25. Burkholderia mallei 1 (0,9%)
26. Enterococcus aerogenes 1 (0,9%)
27. Klebsiella oxytora 1 (0,9%)
28. Kocuria kristinae 1 (0,9%)
29. Kocuria varians 1 (0,9%)
30. Pantoea spp. 1 (0,9%)
31. Pseudomonas sp. 1 (0,9%)
32. Staphylococcus capitis 1 (0,9%)
33. Stenotrophomonas maltophilia 1 (0,9%)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa spesies mikroorganisme yang


paling banyak dijumpai adalah Escherichia coli berjumlah 10 (9,8%) dan Candida
sp. berjumlah 10 (9,8%) sedangkan spesies mikroorganisme lainnya yang
dijumpai adalah Staphylococcus aureus berjumlah 8 (7,8%), Sphingomonas
paucimobilis 7 (6,8%), Acinetobacter baumannii 6 (5,8%), Burkholderia cepacia
6 (5,8%), Staphylococcus hominis 6 (5,8%), Klebsiella pneumonia 5 (4,9%),
Enterococcus sp. 4 (3,9%), Micrococcus sp. 3 (2,9%), Pseudomonas aeruginosa 3
18

(2,9%), Staphylococcus epidermidis 3 (2,9%), Staphylococcus lentus 3 (2,9%),


Acinetobacter iwoffii 2 (1,9%), Klebsiella ozaenae 2 (1,9%), Micrococcus luteus
2 (1,9%), Pseudomonas stutzeri 2 (1,9%), Rhizobium radiobacter 2 (1,9%),
Staphylococcus coagulase positive 2 (1,9%), Staphylococcus coagulase negative 2
(1,9%), Streptococcus alpha-hemolyticus 2 (1,9%), Aerococcus urinae 1 (0,9%),
Aerococcus viridians 1 (0,9%), Aeromonas hydrophila 1 (0,9%), Burkholderia
mallei 1 (0,9%), Enterococcus aerogenes 1 (0,9%), Klebsiella oxytora 1 (0,9%),
Kocuria kristinae 1 (0,9%), Kocuria varians 1 (0,9%), Pantoea spp. 1 (0,9%),
Pseudomonas sp. 1 (0,9%), Staphylococcus capitis 1 (0,9%), Stenotrophomonas
maltophilia 1 (0,9%).
Menurut Konoralma (2019), penyakit infeksi adalah penyakit yang
disebabkan oleh mikroba patofen dan bersifat dinamis. Pada negara-negara
berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih penyebab utama
tingginya angka kematian di rumah sakit. Kebanyakan bakteri yang ditemukan
ialah bakteri gram negatif. Beberapa bakteri yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial adalah Escherichia coli, Staphylococus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Klebsiella sp. dan lainnya. Escherichia coli adalah bakteri gram
negatif berbentuk batang yang merupakan kuman oportunis yang banyak
ditemukan dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Escherichia coli dapat
menyebabkan diare, Infeksi Saluran Kemih (ISK), Pneumonia di rumah sakit
dengan persentase kurang lebih 50%. Bakteri ini dapat menginfeksi pasien
melalui permukaan dinding, meja, lantai, makanan dan lainnya yang
terkontaminasi. Klebsiella sp. merupakan spesies bakteri yang dapat hidup di air,
tanah, makanan dan sayur-sayuran. Penyakit yang ditimbulkan akibat bakteri ini
adalah infeksi saluran kemih, saluran pernapasan, paru – paru, septiksemia
(keracunan darah), dan luka. Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu
penyebab infeksi nosokomial yang paling banyak.
Menurut Indrayati (2018), jamur merupakan salah satu penyebab penyakit
infeksi terutama di negara-negara tropis. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
disebut mikosis. Mikosis yang mempunyai insiden paling tinggi adalah
dermatofitosis dan kandidiasis. Kandidiasis adalah penyakit jamur yang
menyerang kulit, kuku, selaput lendir dan organ dalam yang disebabkan oleh
19

berbagai spesies Candida. Penyebab terbanyak kandidiasis adalah Candida


albicans spesies dengan patogenitas paling tinggi. Beberapa faktor dapat
mengubah sifat saprofit Candida sp. menjadi patogen. Secara makroskopis pada
media umumnya Candida sp. berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung,
halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang
telah tua. Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih
kekuningan dan berbau aam seperti aroma tape. Pada pemeriksaan mikroskopis
dengan pewarnaan gram Candida sp. berbentuk oval dan sering juga ditemukan
dalam bentuk miselium dengan pseudohifa dan kadang-kadang dalam bentuk
septat miselium.

4.4 Tabel Antimicrobial Susceptibility Test (AST)


4.4.1 Bakteri Gram Negatif

Keterangan : R (Resisten), S (Sensitif)


AK (Amikacin) CRO (Ceftriaxone)
AM (Ampicilin), SCF (Cefoperazone/Sulbactam)
AMC(Amoxicilin/Clavulanic acid CIP (Ciprofloxacin)
SAM (Ampicilin Sulbactam) SXT (Cotrimoxazole
ATM (Aztreonam) GN (Gentamycin)
FOX (Cefoxitin) LEV (Levofloxacin)
CTX (Cefotaxime) MEM (Meropenem
CAZ (Cetftazidime)

Berdasarkan tabel 4.4.1 dapat diketahui bahwa antibiotik yang memiliki


sensitivitas tertinggi terhadap bakteri Escherichia coli adalah Meropenem sebesar
80% sedangkan antibiotik yang memiliki sensitivitas terendah terhadap bakteri
Escherichia coli adalah Ampicilin, Cefoxitin, Ceftazidime dan Cefepime.
20

Menurut Halawiyah (2015), meropenem merupakan anti lini ketiga dari


golongan karbapenem dan merupakan antibiotik spektrum luas yang aktif
melawan bakteri gram negatif, bakteri gram positif dan bakteri anaerob.
Meropenem memiliki kestabilan tinggi terhadap hidrolisis serin beta-laktamase.
Berbeda dengan golongan karbapenem terdahulu (imipenem/silastatin),
meropenem relatif stabil oleh enzim dehydropeptidase-I (DHP-I). Meropenem
mengganggu sintesis dinding sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhan
bakteri dan menyebabkan kematian sel. Meropenem berpenetrasi dengan cepat ke
dalam dinding sel bakteri dan berkaitan dengan penicilin-binding proteins (PBP)
dengan afinitas yang tinggi sehingga menginaktivasi bakteri.
Menurut Belo (2019), Meropenem merupakan antibiotik golongan
Karbapenem yang berspektrum sangat luas, termasuk bakteri gram negatif dan
gram positif, baik yang aeorobik maupun anaerobik. Selain itu, Meropenem juga
tahan terhadap berbagai jenis betalaktamase baik yang diperantarai oleh plasmid
maupun kromosom. Karena sifat Meropenem yang tahan terhadap betalaktamase
dan sangat aktif terhadap bakteri penghasil betalaktamase ini, maka hasil kultur
bakteri dari Meropenem dapat menunjukkan tingkat sensitivitas yang tinggi.
4.4.2 Bakteri Gram Positif

Keterangan : R (Resisten), S (Sensitif)


AM (Ampicilin), GN (Gentamycin)
C (Chlorampenicol) LEV (Levofloxacin)
CIP (Ciprofloxacin) OFX (Ofloxacin)
DA (Clindamycin) SXT (Cotrimoxazole
SXT (Cotrimoxazole TE (Tetracyline)
E (Eryhromycin) VA (Vancomycin))
Berdasarkan tabel 4.4.2 dapat diketahui bahwa antibiotik yang memiliki
sensitivitas tertinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah Vancomycin
sebesar 100% sedangkan antibiotik yang memiliki sensitivitas terendah terhadap
21

bakteri Staphylococcus aureus adalah Ciprofolaxin, Erythromycin,Gentamycin


dan Ofloxacin.
Menurut Nugroho (2010), vancomycin adalah obat golongan glikopeptida
dan merupakan obat pilihan kedua jika penderita alergi atau terjadi resistensi
terhadap mikroba golongan β-laktam. Vancomycin juga obat standar yang efektif
untuk mengendalikan MRSA (Methicilin-Resistant Staphylococcus
aureus) .Vancomycin membunuh bakteri dengan cara menghambat sintesis
dinding sel bakteri. Penghambatan sintesis dinding sel bakteri dilakukan melalui
proses inhibisi penggabungan subunit N-acetylmuramic acid (NAM) dengan N-
acetylglucosamine (NAG) dalam pembentukan matriks peptidoglycan.
Menurut Nuryastuti (2020), vancomycin merupakan antibiotik bakterisidal,
dengan mekanisme utama bekerja pada penghambatan biosintesis pada dinding
sel bakteri. Selain itu juga vancomycin dapat berpengaruh dalam perubahan
permeabilitas membran sel bakteri dan sintesis RNA bakteri. Vancomycin
diberikan apabila ada indikasi kebutuhan serius hingga infeksi yang sangat berat
yang disebabkan oleh bakteri . Hal ini dapat diartikan dengan indikasi untuk kasus
pada pasien-pasien yang alergi antibiotik golongan penisilin, untuk pasien dengan
kegagalan respon terhadap antibiotik lain, termasuk antibiotik penisillin atau
sefalosporin, dan untuk infeksi yang disebabkan oleh organisme lain yang tidak
respon terhadap antibiotik lain.
22

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada Praktik Kerja Lapangan adalah:
a. Jenis – jenis mikroorganisme klinis yang diperoleh pada pasien Rumah
Sakit Universitas Sumatera Utara meliputi Candida sp. 10 (9,8%),
Escherichia coli 10 (9,8%), Staphylococcus aureus 8 (7,8%),
Sphingomonas paucimobilis 7 (6,8%), Acinetobacter baumannii 6 (5,8%),
Burkholderia cepacia 6 (5,8%), Staphylococcus hominis 6 (5,8%),
Klebsiella pneumonia 5 (4,9%), Enterococcus sp. 4 (3,9%), Micrococcus
sp. 3 (2,9%), Pseudomonas aeruginosa 3 (2,9%), Staphylococcus
epidermidis 3 (2,9%), Staphylococcus lentus 3 (2,9%), Acinetobacter
iwoffii 2 (1,9%), Klebsiella ozaenae 2 (1,9%), Micrococcus luteus 2
(1,9%), Pseudomonas stutzeri 2 (1,9%), Rhizobium radiobacter 2 (1,9%),
Staphylococcus coagulase positive 2 (1,9%), Staphylococcus coagulase
negative 2 (1,9%), Streptococcus alpha-hemolyticus 2 (1,9%), Aerococcus
urinae 1 (0,9%), Aerococcus viridians 1 (0,9%), Aeromonas hydrophila 1
(0,9%), Burkholderia mallei 1 (0,9%), Enterococcus aerogenes 1 (0,9%),
Klebsiella oxytora 1 (0,9%), Kocuria kristinae 1 (0,9%), Kocuria varians
1 (0,9%), Pantoea spp. 1 (0,9%), Pseudomonas sp. 1 (0,9%),
Staphylococcus capitis 1 (0,9%), Stenotrophomonas maltophilia 1 (0,9%).
b. Metode yang digunakan pada isolasi, identifikasi dan uji sensitivitas
mikroorganisme klinis pada pasien Rumah Sakit Universitas Sumatera
Utara meliputi biakan mikroorganisme aerob dengan resistensi, biakan
mikroorganisme anaerob dengan resistensi, biakan jamur dengan resistensi
antijamur, pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA), pemeriksaan jamur
(KOH) dan pewarnaan langsung gram.

5.2 Saran
Adapun saran pada Praktik Kerja Lapangan adalah diharapkan
mahasiswa/i mempersiapkan diri dengan menguasai pelajaran yang akan
diterapkan selama PKL agar memudahkan dalam melakukan kerja praktek.
23

DAFTAR PUSTAKA

Belo ANDC, 2019. Pola Sensitivitas Bakteri Teradap Antibiotik Pada Pasien
Infeksi Saluran Kemih di RSUD Prof. DR W Z Johannes Kupang Tahun
2018. Karya Tulis Ilmiah. Kupang
Budiharjo T, Purjanto KA, 2016. Pengaruh Penanganan Sputum Terhadap
Kualitas Sputum Penderita TBC Secara Mikroskopis Bakteri Tahan Asam.
Jurnal Riset Kesehatan. 5(1):40-44.
Bulele T, Rares FES, Porotu’o J, 2019. Identifikasi Bakteri dengan Pewarnaan
Gram pada Penderita Infeksi Mata Luar di Rumah Sakit Mata Kota
Manado. Jurnal e-Biomedik. 7(1):30-36.
Fernandez BAM, 2013. Studi Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep Dokter di
Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat NTT. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Surabaya. 2(2): 1-17.
Halawiyah A, 2015. Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotik Meropenem pada
Pasien Sepsis BPJS di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Tahun 2014. Skripsi.
Universitas Hidayatullah Jakarta.
Heningtyas SAP, Rini H, 2017. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit X Provinsi Jawa Brat Secara Kuantitatif Pada
Bulan November-Desember 2017. Jurnal Farmaka. 16(2): 97-99.
Indrayati S, Suraini, Afriani M, 2018. Gambaran Jamur Candida sp. Dalam Urine
Penderita Diabetes Mellitus di RSUD dr. Rasidin Padang. Jurnal
Kesehatan Perintis. 5(1):46-50.
Khusuma A, Yuriska S, dan Annisa Y, 2019. Uji Teknik Difusi Menggunakan
Kertas Saring Media Tampung Antibiotik dengan Escherichia coli Sebagai
Bakteri Uji. Jurnal Kesehatan Prima. 13(2): 151-155.
Konoralma K, 2019. Identifikasi Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial di Rumah
Sakit Umum GMIM Pancaran Kasih Manado. Jurnal KESMAS.
8(1):23-35.
Kuslovic A, Andreas V, dan Roges N, 2018. Mikrobiologi Media 1 Patogen dan
Mikrobioma Manusia. Hal: 6.
Lio TMP, Yuliastri WO, Fimilio AJ, 2020. Pengaruh Penyimpanan Sputum BTA
Terhadap Pemeriksaan Mikroskopis di Puskesmas Poasia Kota Kendari.
Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari. 4(2):156-166.
Mutiawati VK, 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi pada Candida albicans. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 16(1):53-63.
Nugroho FWA, 2010. Perbandingan Sensitivitas Antara Linezolid dengan
Vancoycin Terhadap Staphylococcus Aureus. Skripsi. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Nurseha D, 2013. Pengembangan Tindakan Pencegahan Infeksi Nosokomial Oleh
Perawat di Rumah Sakit Berbasais Health Belief Model. Jurnal Ners. 8(1):
64-71.
Nursyatuti TI, Djoko W, dan Titik N, 2020. Hubungan Antara Kesesuaian
Pemberian Antibiotik Berdasarkan Guideline Terhadap Clinical Outcome
Pada Pasien Dewasa Dengan Infeksi Mata (Methiclilin Resistant
24

Staphylococcus aureus) di Rawat Inap RSUP Dr. Sardijto Yogyakarta.


Jurnal Farmaseutik. 16(2): 50-57.
Rachmawati FJ dan Shofyatul YT, 2008. Perbandingan Angka Kuman Pada Cuci
Tangan Dengan Beberapa Bahan Sebagai Standarisasi Kerja di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedoketran Universitas Islam
Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengabdian. 5(1): 5-6.
Sabbathini GC, Sri P, Wijanarka dan Puspita L, 2017. Isolasi dan Identifikasi
Bakteri Genus Sphingomonas Dari Daun Padi (Oryza sativa) di Area
Persawahan Cibinong. Jurnal Biologi. 6(1): 60.
Soleha TU, 2015. Uji Kepekaan Antibiotik. Jurnal Unila. 5(9): 119-120.
Sommeng F, Yanni S, Fathannia RD, 2019. Identifikasi Bakteri Udara di Ruang
Operasi dengan Bakteri pada Luka Infeksi Pasien Pasca Operasi di Rumah
Sakit Ibnu Sina. Jurnal UMI Medical. 4(1): 39.
Tiara Y, Muammad A, dan Musjaya MG, 2014. Identifikasi Bakteri Flora Normal
Mukosa Hidung dan Saliva Pada Penambang Emas (Tromol) di Kelurahan
Poboya Kecamatan Palu Timur Sulawesi Tengah. Jurnal Biocelebes. 8 (1):
10-16.
25

LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan

Cawan Petri Object glass

Pinset Cover glass

Jarum Ose Mikropipet


26

Tabung Suspensi Mikroskop

Autoklaf Inkubator

Anaerob Jar Hotplate


27

Biohazard Safety Cabinet Densi-Chek

Tips Bact/Alert

Neraca Analitik Vitek 2


28

Sodium Klorida MacConkey Agar

Thioglycollate Medium U.S.P Manitol Salt Agar

Saboraud Dextrose Agar Brain Heart Infusion


29

Eosin Methylene Blue Agar Salmonella, Shigella Agar

Urea Agar Base Simmons Citrate Agar

Mueller-Hinton Agar Brucella Medium Base


30

Triple Sugar Iron Agar M.R.V.P Agar

Lampiran 2. Foto Kerja

Penanaman Sampel pada Media Membuat Apusan


Spesifik

Pewarnaan dengan Crystal Violet Pewarnaan dengan Lugol


atau Gram Iodin
31

Merendam dengan Alkohol Pewarnaan dengan Safranin

Mencuci dengan Air Mengalir Fiksasi di Atas Bunsen

Pengamatan pada Mikroskop Membuat Apusan Sputum


BTA
32

Pewarnaan dengan Carbol Dipanaskan di atas Nyala Api


Fuchsin

Merendam dengan HCl Alkohol Mencuci dengan Air Mengalir

Uji Reaksi Biokimia Pembuatan Suspensi Bakteri


33

Mengukur Kekeruhan dengan Menghomogenkan dengan Vorteks


DensiChek

Pemilihan Antibiotik Mengukur Zona Hambat

Lampiran 3. Foto Hasil

Coccobasil Gram Negatif Coccus Gram Positif


(bergerombol)
34

Coccus Gram Positif Candida sp.

Coccus Gram Negatif Pewarnaan BTA Positif

Pewarnaan BTA Negatif Micrococcus sp.


35

Lampiran 3. Data Mentah


Tabel Jumlah Sampel Bulan September
No Sampel Jumlah
1. Sputum 43 (34,95%)
2. Darah 26 (21,13%)
3. Swab 24 (19,51%)
4. Urin 11 (8,94%)
5. Cairan Pleura 9 (7,31%)
6. Pus 8 (6,5%)
7. Jaringan 2 (1,62%)

Tabel Jumlah Pemeriksaan yang dilakukan


No Pemeriksaan yang dilakukan Jumlah
1. Pewarnaan Gram 95 (23,65%)
2. Biakan Mikroorganisme Aerob dengan Resistensi 78 (19,5%)
3. Biakan Mikroorganisme Anaerob dengan Resistensi 78 (19,5%)
4. Biakan Jamur 78 (19,5%)
5. Pemeriksaaan BTA 40 (10%)
6. Pemeriksaan Jamur (KOH) 31 (7,75%)

Tabel Jumlah Spesies Mikroorganisme yang diperoleh


No Spesies Jumlah (%)
1. Candida sp. 10 (9,8%)
2. Escherichia coli 10 (9,8%)
3. Staphylococcus aureus 8 (7,8%)
4. Sphingomonas paucimobilis 7 (6,8%
5. Acinetobacter baumannii 6 (5,8%)
6. Burkholderia cepacia 6 (5,8%)
7. Staphylococcus hominis 6 (5,8%)
8. Klebsiella pneumonia 5 (4,9%)
9. Enterococcus sp. 4 (3,9%)
10. Micrococcus sp. 3 (2,9%)
11. Pseudomonas aeruginosa 3 (2,9%)
12. Staphylococcus epidermidis 3 (2,9%)
13. Staphylococcus lentus 3 (2,9%)
14. Acinetobacter iwoffii 2 (1,9%)
15. Klebsiella ozaenae 2 (1,9%)
16. Micrococcus luteus 2 (1,9%)
17. Pseudomonas stutzeri 2 (1,9%)
18. Rhizobium radiobacter 2 (1,9%)
19. Staphylococcus coagulase positive 2 (1,9%)
20. Staphylococcus coagulase negative 2 (1,9%)
21. Streptococcus alpha-hemolyticus 2 (1,9%)
36

22. Aerococcus urinae 1 (0,9%)


23. Aerococcus viridians 1 (0,9%)
24. Aeromonas hydrophila 1 (0,9%)
25. Burkholderia mallei 1 (0,9%)
26. Enterococcus aerogenes 1 (0,9%)
27. Klebsiella oxytora 1 (0,9%)
28. Kocuria kristinae 1 (0,9%)
29. Kocuria varians 1 (0,9%)
30. Pantoea spp. 1 (0,9%)
31. Pseudomonas sp. 1 (0,9%)
32. Staphylococcus capitis 1 (0,9%)
33. Stenotrophomonas maltophilia 1 (0,9%)

Anda mungkin juga menyukai